- Beranda
- Stories from the Heart
Dalam Dekapan Kabut
...
TS
meta.morfosis
Dalam Dekapan Kabut

Izinkan saya kembali bercerita tentang sebuah kejadian di masa lalu
dalam dekapan kabut, aku terhangatkan oleh kalimat cintamu, kalimat sederhana penuh makna yang terucap diantara hamparan bunga bunga edelweis yang menjadi simbol keabadian...
Chapter :
Chapter :
DDK - Chapter 1
DDK - Chapter 2
DDK - Chapter 3
DDK - Chapter 4
DDK - Chapter 5
DDK - Chapter 6
DDK - Chapter 7
DDK - Chapter 8
DDK - Chapter 9
DDK - Chapter 10
DDK - Chapter 11
DDK - Chapter 12
DDK - Chapter 13
DDK - Chapter 14
DDK - Chapter 15
DDK - Chapter 16
Diubah oleh meta.morfosis 03-09-2024 12:35
indrag057 dan 13 lainnya memberi reputasi
14
1.8K
48
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
meta.morfosis
#5
Chapter 5
Tersingkapnya Fakta Yang Menguji Persahabatan
“ loh mau kemana kang ? bukankah tadi katanya enggak mau kuliah ” tanya anto karena saat ini mendapati aku telah mengenakan jaket yang biasa aku pergunakan di saat aku mengendarai sepeda motor dan kini begitu aku mendapati pertanyaan anto itu, aku memberikan isyarat kepada anto yang mengisyaratkan bahwa saat ini aku tengah berada dalam situasi yang enggan untuk berbicara.
“ sabar kang jangan marah seperti itu, mungkin saat ini teh anti lagi banyak pikiran ”
Segurat rasa kekecewaan yang terpatri di hatiku ini kini mengantarkanku meninggalkan rumah, meninggalkan permasalahan yang aku yakini akan membesar apabila aku membiarkannya.
“ pang ” tegur ida membuyarkan lamunanku, dalam posisiku yang saat ini tengah berada di teras masjid yang berada di lingkungan kampus, teguran ida itu terucap diantara lalu lalang pengunjung masjid yang baru saja selesai melaksanakan sholat magrib berjamaah dan kini selepas dari tegurannya itu, ida langsung menempatkan dirinya duduk di sampingku.
“ kamu sudah sholat magrib da ? ” ida menganggukan kepalanya, tas yang tengah dipegangnya kini diletakannya di lantai.
“ kamu sendirian saja pang ?, biasanya kamu itu selalu bersama dengan ismed ” aku terdiam, diantara tatapan mataku yang memandang ke arah halaman masjid, ida memperhatikanku.
“ kamu itu sedang ada masalah yaa pang karena kalau aku perhatikan dalam beberapa hari belakangan ini kamu itu seperti menghindari anin ”
“ semuanya ini gara gara ismed da ”
“ hah… gara gara ismed ? ”
“ iya da, ismed memintaku untuk enggak lagi mendekati anin ” ida memperlihatkan ekspresi wajah keterkejutannya, keinginannya untuk mereguk air dari botol air mineral yang baru saja dikeluarkannya dari dalam tasnya kini diurungkannya.
“ ini aneh pang... bukankah selama ini ismed mendukungmu mendekati anin ”
“ iya da, memang aneh tuh orang ”
“ kalau aku boleh tahu pang dengan alasan apa ismed memintamu untuk menjauhi anin ? ”
“ ismed enggak mengatakan alasannya da, dia hanya memintaku untuk menjauhi anin ” ujarku merahasiakan isi pembicaraanku dengan ismed dan kini begitu ida mendapati jawabanku itu, ida mengucapkan perkataan yang mana perkataannya itu kini menarik rasa keingintahuanku untuk mengetahuinya lebih dalam lagi, dalam perkataannya itu ida mengatakan bahwa dirinya bisa jadi mengetahui alasan mengapa ismed memintaku untuk menjauhi anindia.
“ berdasarkan apa yang aku ketahui pang, ismed itu pernah dekat dengan anin sewaktu almarhum arif mendekati anin, aku jadi curiga— ”
“ da, ismed itu berteman dengan almarhum arif ? ” ida menganggukan kepalanya.
“ sial... aku baru mengetahuinya sekarang ”
“ ahh kamu itu pang kok malah terfokus dengan pertemanan ismed dengan almarhum arif sih, seharusnya kamu itu fokus dengan kemungkinan ismed menaruh perasaan suka kepada anin ”
Ingin rasanya saat ini aku memundurkan waktu agar aku tidak mendengar informasi tentang pertemanan ismed dengan arif dan kini dalam keadaanku yang masih belum bisa mempercayai kenyataan itu, ida memintaku untuk kembali mendekati anindia dan mengabaikan permintaan ismed yang menurutnya akan mempermulus langkah ismed untuk mendapatkan anindia
“ kalau memang kenyataannya seperti itu da, aku pasti akan kembali mendekati anin, enggak mungkin aku mengalah dengan seseorang yang bermain di belakangku seperti ini”
Mendapati saat ini waktu perkuliahan akan segera dimulai, kami memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan ini, hingga akhirnya kini dalam posisi kami yang telah memasuki ruang perkuliahan, kami tidak mendapati keberadaan ismed di dalam ruang perkuliahan, yang kami lihat saat ini hanyalah anindia yang tengah berbicara dengan beberapa teman wanitanya.
“ pang itu anin ” ujar ida sambil melemparkan senyumnya ke arah anindia yang saat ini menyadari kehadiran kami di dalam ruang perkuliahan, keinginan ida yang ingin mengajakku untuk menduduki kursi yang berada tidak jauh dari kursi yang tengah anindia duduki kini telah mendapatkan penentangan dariku yang merasa belum siap untuk kembali berada dekat dengan anindia.
“ da, sejujurnya aku ini mempunyai rencana untuk mengungkapkan perasaan hatiku ini kepada anin ”
Dalam posisi kami yang saat ini telah menduduki kursi yang berada cukup jauh dari keberadaan anindia, untuk sesekali anindia melayangkan tatapannya ke arah kami sepertinya anindia merasa kurang nyaman dengan situasi ini.
“ wihh... ada kemajuan kamu pang ” goda ida yang berbalas dengan senyumanku.
“ rencananya itu seperti apa pang ? ”
“ kalau enggak ada halangan, aku ingin mengungkapkan perasaan hatiku ini ketika kita mendaki gunung da ”
“ hahh... mendaki gunung ” ujar ida dalam ekspresi wajahnya yang menunjukan rasa ketidakpercayaannya atas apa yang telah didengarnya dan kini begitu aku mendapati ekspresi wajahnya itu, aku langsung memberitahukan kepada ida tentang buku yang telah aku baca sewaktu aku dan anindia berkunjung ke museum dan tanggapan yang pertama kali diberikan oleh ida untuk menanggapi pemberitahuanku itu adalah ida sangat merasa yakin bahwa tuhan mulai membukakan jalannya agar aku bisa memiliki anindia.
“ iihh... aku ini enggak bisa membayangkan pang bagaimana rasanya menerima perasaan cinta dari seseorang diantara hamparan kabut dan juga— ”
“ rasanya itu pasti dingin da, mana ada sih kabut yang rasanya panas ” ida tertawa lepas mendengar perkataanku itu dan apa yang dilakukannya itu kini telah memancing beberapa pasang mata tertuju ke arah kami termasuk juga anindia.
“ jangan gila kamu da, bisa bisa kita dikeluarkan dari ruangan ini ” ujarku yang berbalas dengan senyuman ida.
“ apakah kamu sudah menentukan waktunya pang untuk mewujudkan rencanamu itu ? ”
“ sudah da mungkin di saat libur perkuliahan nanti tapi... ” aku menghentikan perkataanku, diantara rasa bingung yang saat ini aku rasakan untuk menentukan gunung mana yang akan aku daki, tiba tiba saja ida mengusulkan agar aku mendaki gunung gede dan hal itu kini telah menghapuskan rasa bingung yang aku rasakan.
“ gunung gede ?, kamu yakin da ? ”
“ aku yakin pang, berdasarkan pengalamanku mendaki gunung, gunung gede itu sangat cocok untuk didaki oleh para pendaki pemula seperti kamu dan anin, kalau kamu memang benar benar jadi mewujudkan rencanamu itu, aku pasti akan ikut menemani ”
Sebuah janji yang terucap dari mulut ida kini mengantarkan waktu beranjak semakin malam dan kini diantara keberadaanku yang telah kembali berada di rumah, aku mendapati anti tengah tertidur di dalam kamar ibu, mendapati hal itu dikarenakan aku tidak ingin kahadiranku ini akan mengganggu tidur lelap anti dan juga ibu, aku memutuskan untuk langsung masuk ke dalam kamar lalu mengistirahatkan tubuhku ini di dalam tidurku yang lelap.
“ duhh... kok lampunya mati sih ”
Bukanlah hal yang biasa bagiku untuk terbangun diantara kegelapan yang saat ini menyelimuti pandanganku, dalam kesadaranku yang masih belum sepenuhnya pulih, aku kini hanya bisa terdiam di atas tempat tidur sambil menahan rasa haus yang menjadi penyebab mengapa aku terjaga dari tidur lelapku, hingga akhirnya kini selepas dari beberapa menit yang telah aku lalui dalam menanti aliran listrik di rumahku ini kembali hidup, ketiadaan tanda tanda yang menunjukan aliran listrik di rumahku ini akan kembali hidup kini telah membuatku memutuskan untuk beranjak turun dari tempat tidur agar aku bisa memastikan penyebab dari matinya aliran listrik di rumahku ini.
“ brengsek... ternyata benar dugaanku ” gumamku merujuk pada dugaanku yang menduga matinya aliran listrik di rumahku ini karena disebabkan oleh lemahnya benser listrik yang sudah tidak sanggup lagi untuk kembali hidup selepas dari terjadinya gangguan listrik di rumahku dan kini begitu aku mendapati tuas kecil pada benser listrik yang berada dalam posisi turun, aku segera menaikannya kembali untuk menghidupkan arus listrik di rumahku ini.
“ nanti kalau ada waktu senggang aku akan melaporkannya ke pln ”
Diantara arus listrik yang saat ini telah kembali menghidupkan lampu lampu di rumahku, aku kembali memasuki rumah untuk menghilangkan rasa hausku, dalam posisiku yang saat ini telah berada di ruangan yang biasa dipergunakan oleh keluargaku sebagai ruang makan, aku mendapati lampu ruangan dalam kondisi berkedip, sebuah kondisi yang mengindikasikan adanya kerusakan pada lampu ruangan dan kini begitu aku mendapati hal itu, selepas dari rasa hausku yang kini telah menghilang, aku memutuskan untuk mematikan lampu ruangan, hal itu aku lakukan untuk mencegah kemungkinan arus listrik di rumahku ini kembali mati akibat dari gangguan listrik yang bersumber dari lampu ruangan.
“ beginilah resiko memiliki rumah yang sudah tua, permasalahannya terlalu banyak ” gumamku seraya melangkahkan kakiku ini menuju ke arah kamar, hingga akhirnya kini diantara keberadaanku yang telah kembali memasuki kamar, aku memutuskan untuk melanjutkan tidur karena saat ini waktu masih menunjukan pukul dua pagi, hanya saja kini baru saja aku merebahkan tubuhku di tempat tidur dan hendak memejamkan mataku ini, keinginanku untuk melanjutkan tidur kini terusik oleh kembali padamnya lampu kamar dan hal itu kini telah memancing rasa kekesalanku yang merasa seperti dipermainkan oleh situasi saat ini.
“ ahh... persetan dengan mati listrik ini, biar besok pagi saja aku mencari sumber gangguan listriknya ”
Melalui menit demi menit yang berjalan, sulit rasanya bagiku untuk kembali tertidur diantara pikiranku yang saat ini dipenuhi oleh rasa kekhawatiran akan kemungkinan ibu terbangun diantara kegelapan yang menyelimuti seluruh ruangan di dalam rumahku ini dan pada akhirnya kini setelah aku menimbang efek buruk yang akan aku dapatkan apabila aku membiarkan arus listrik di rumahku ini tetap dalam keadaan mati, aku memutuskan untuk kembali memeriksa benser listrik, hanya saja kini dalam posisiku yang baru saja mengangkat kepalaku dari bantal dan hendak menempatkan tubuhku ini dalam posisi duduk di tempat tidur, gumpalan gumpalan kasar yang berjatuhan di wajahku kini telah membuatku memutuskan untuk kembali merebahkan kepalaku ini di bantal karena aku khawatir saat ini sesuatu yang menyeramkan tengah menenantiku di dalam kegelapan.
“ enggak mungkin ini tanah, aku yakin ini pasti kotoran hewan yang tanpa aku sadari kotoran hewan ini telah melekat di langit langit kamar ”
Inilah kalimat penyangkalan yang terucap diantara ingatanku yang saat ini kembali teringat pada kejadian menyeramkan yang aku alami di ruangan toilet museum, rasa kekhawatiranku akan kemungkinan aku akan kembali mengalami kejadian menyeramkan seperti apa yang aku alami di ruangan toilet museum kini telah membuatku berpikir aku tidak boleh mengulangi kesalahan yang sama seperti apa yang aku lakukan ketika aku mengalami kejadian menyeramkan di ruangan toilet museum, pada waktu itu seharusnya aku sudah mengambil keputusan keluar dari ruangan toilet museum di saat aku mulai melihat adanya tanda tanda yang akan menempatkanku pada situasi yang buruk dan kini dengan bermodalkan keyakinanku yang meyakini bahwa gumpalan gumpalan kasar yang berjatuhan di wajahku itu adalah kotoran hewan, aku memaksakan diri untuk melawan rasa ketakutan yang aku rasakan, hanya saja kini sayangnya selepas dari keputusanku yang memutuskan untuk kembali mengangkat kepalaku ini dari bantal, keinginanku yang ingin melawan rasa ketakutanku itu kini harus berakhir dengan sebuah kejadian menyeramkan yang membuatku kehilangan kesadaran diri.
“ kang... bangun kang, waktu sholat subuh sudah hampir habis nih ”
Masih dalam ekspresi wajahku yang menunjukan rasa ketakutanku, aku terbangun dan mendapati anto yang saat ini tengah menatapku, dari ekspresi wajah yang diperlihatkan oleh anto saat ini sepertinya anto merasa bingung di dalam memaknai ekspresi wajahku yang menurutnya mungkin sangat tidak lazim untuk dimiliki oleh orang orang yang baru terbangun dari tidur lelapnya dan kini begitu aku menyadari bahwa saat ini aku telah terbebas dari kejadian menyeramkan yang aku alami, aku langsung menyapu wajahku dengan kedua telapak tanganku, hal itu aku lakukan untuk memastikan apakah kejadian menyeramkan yang telah aku alami semalam adalah kejadian yang nyata atau bukan.
“ ya tuhan... ternyata semalam itu aku memang telah mengalami kejadian menyeramkan itu ” gumamku di dalam hati, kotoran tanah merah yang melekat di telapak tanganku kini menjadi bukti bahwa kejadian menyeramkan yang aku alami semalam adalah kejadian yang nyata.
“ kang... akang itu kenapa ? kok tingkah laku akang jadi terlihat aneh seperti ini sih ” tanya anto dalam rasa curiga, selepas dari tatapan matanya yang memandang ke seluruh tubuhku, tatapan matanya kini tertuju ke arah sprei tempat tidurku yang terkotori oleh banyaknya gumpalan tanah merah.
“ kamu melihat tanah merah ini juga kan to ? ” anto menganggukan kepalanya, rasa penasarannya terhadap gumpalan tanah merah yang berserakan di sprei kini mengantarkan pergerakan tangannya untuk mengambil salah satu gumpalan tanah merah lalu mengamatinya.
“ sebenarnya apa yang telah terjadi kang ? mengapa tanah merah ini— ”
“ panjang ceritanya to, nanti akang akan menceritakannya ” aku beranjak turun dari tempat tidur lalu melepasan sprei tempat tidurku, saat ini aku meminta kepada anto untuk merahasiakan apa yang telah dilihatnya.
“ anto berjanji kang untuk merahasiakannya tapi dengan satu syarat akang harus— ”
“ kamu tenang saja to, akang pasti akan menceritakannya ”
Gugusan awan putih yang sesekali menghalangi cahaya mentari tersaji diantara hari yang saat ini mulai beranjak semakin sore, keinginanku yang ingin tiba lebih awal di kampusku untuk berbicara empat mata dengan ismed kini telah membuat laju sepeda motor yang aku kendarai ini berpacu dengan sangat kencang meninggalkan tempaku bekerja dan entah mengapa saat ini aku sangat merasa yakin ismed tengah berada di warung kopi yang menjadi tempat langganan kami untuk menikmati waktu selepas jam perkuliahan berakhir.
“ ternyata benar dugaanku, itu motor ismed ” gumamku dengan tatapan mata memandang ke arah motor ismed yang terparkir di depan warung kopi dan kini begitu aku mendapati kenyataan itu, aku bergegas memarkirkan sepeda motorku lalu memasuki warung kopi untuk mencari keberadaan ismed dan pada akhirnya aku menemukan ismed tengah menikmati kopi panasnya diantara beberapa pelanggan warung kopi yang saat ini tengah sibuk dengan aktifitasnya masing masing.
“ med ” tegurku yang berbalas dengan sambutan ismed yang saat ini langsung memesankan segelas kopi panas untukku dan kini begitu aku mendapati sambutannya itu, keinginanku untuk menanyakan kebenaran dari informasi yang telah aku dapatkan dari ida kini terpaksa aku tunda sejenak karena aku tidak ingin perjumpaanku dengan ismed ini diawali dengan perdebatan.
“ kamu itu kemana saja med ?, dalam beberapa hari ini aku enggak melihatmu di kampus ”
“ aku sedang ada urusan dengan usaha yang tengah aku rintis itu pang, sepertinya aku harus mencari cara agar aku bisa memajukan usaha yang aku rintis itu ”
“ sabar med, aku yakin kamu pasti akan bisa menemukan caranya ”
“ sudah bukan waktunya lagi untuk bersabar pang, sabar enggak akan menyelesaikan perekonomian keluargaku yang semakin memburuk ”
Selepas dari perkataannya itu ismed terdiam, hisapannya yang begitu dalam pada batangan rokoknya seperti mengisyaratkan keseriusan ismed dengan apa yang saat ini tengah diperbincangkannya.
“ ohh iya pang bagaimana dengan saran yang aku berikan itu, apakah kamu sudah menjalankannya ? ” tanya ismed merujuk pada sarannya yang meminta agar aku menjauhi anindia dan kini begitu aku mendapati pertanyaannya itu, aku seperti mendapatkan kesempatan untuk mengutarakan pertanyaanku yang tertunda dan pada akhirnya kini selepas dari aku yang telah mengutarakannya, ismed memberikan jawaban yang mana jawabannya itu kini memberikan kepastian akan kebenaran dari informasi yang telah aku dapatkan dari ida.
“ memang brengsek kamu med, ternyata kamu itu selama ini telah bermain dua kaki ” umpatku dalam rasa kesal, ismed yang saat ini tengah meminum kopi panasnya terlihat menaikan alis matanya untuk menanggapi umpatanku itu.
“ seharusnya kamu itu med— ”
“ ehh pang memangnya ada yang salah dengan pertemananku dengan arif itu ?, kalau memang ada yang salah dengan pertemananku itu sebaiknya kamu jelaskan kesalahannya itu di mana ”
“ aku ini enggak sedang menilai salah atau benarnya pertemananmu itu med, aku hanya enggak suka saja karena ternyata selama ini kamu telah menjadi mak comblang dari seseorang yang kamu ketahui adalah pesaing aku untuk memiliki anin ”
Mendapati jawabanku itu ismed menggeleng gelengkan kepalanya, batangan rokok yang saat ini telah habis dihisapnya kini digantikannya dengan batangan rokok yang baru.
“ pang... asal kamu tahu saja, pertemananku dengan almarhum arif itu enggak bisa disamakan dengan persahabatanku denganmu, kamu itu sahabat terbaikku pang tapi hal itu bukan berarti akan membuatku menutup diri ketika ada temanku yang membutuhkan pertolonganku, aku harap kamu bisa memakluminya pang ”
Sejujurnya saat ini aku seperti tertampar oleh penjelasan ismed itu, sifat egoisku yang tidak menginginkan ismed membantu arif untuk mendekati anindia kini seperti menempatkanku layaknya seorang anak kecil yang tengah mendapatkan petuah bijak dari orang tuanya, hanya saja kini dikarenakan aku masih menaruh rasa kecurigaan akan kemungkinan ismed menyukai anindia, aku terpaksa mengurungkan keinginanku yang ingin mengatakan bahwa saat ini aku telah memaklumi tindakan ismed yang membantu arif untuk mendekati anindia.
“ semoga saja niatmu membantu almarhum arif itu memang murni karena kamu ingin membantu almarhum arif saja bukan karena niat yang lain ” gumamku dengan nada suara yang pelan, namun sepelan pelannya suara yang terucap dari mulutku itu kini telah menghadirkan ekspresi keterkejutan di wajah ismed sepertinya saat ini ismed tidak menyangka aku akan mengucapkan perkataan seperti itu.
“ sinting kamu pang, kamu pikir aku ini menyukai anin yaa ? ”
“ yaa mana aku tahu med, yang tahu jawabannya itu kan hanya kamu saja ”
“ gila... ini benar benar gila ” ujar ismed sambil menggeleng gelengkan kepalanya.
“ terserah kamu mau mempercayai perkataanku ini atau enggak pang, sampai kapanpun aku enggak akan pernah menyukai anin ”
Sulit rasanya bagiku untuk melanjutkan perdebatan ini diantara ingatanku yang saat ini kembali teringat masa masa yang telah aku lalui bersama dengan ismed, andaikan memang benar ismed menyukai anindia, hal itu tidak akan bisa menciderai persahabatan kami yang sudah terjalin sejak lama, mungkin aku akan kecewa tapi aku yakin seiring dengan berjalannya waktu kekecewaanku itu akan terhapus oleh suka duka yang kami alami di dalam menjalani persahabatan dan kini selepas dari keputusanku yang memutuskan untuk mengakhiri perdebatan ini, secara perlahan aku mulai merubah topik pembicaraan saat ini ke arah topik pembicaraan lainnya yang membahas tentang kejadian menyeramkan yang telah aku alami.
“ kamu yakin pang penampakan ghaib yang kamu lihat itu adalah penampakan ghaib berwujud almarhum arif ? bukankah saat itu— ”
“ seratus persen aku yakin med karena sepanjang hidupku ini hanya mahluk ghaib berwujud almarhum arif itulah yang menggangguku ”
“ sabar kang jangan marah seperti itu, mungkin saat ini teh anti lagi banyak pikiran ”
Segurat rasa kekecewaan yang terpatri di hatiku ini kini mengantarkanku meninggalkan rumah, meninggalkan permasalahan yang aku yakini akan membesar apabila aku membiarkannya.
“ pang ” tegur ida membuyarkan lamunanku, dalam posisiku yang saat ini tengah berada di teras masjid yang berada di lingkungan kampus, teguran ida itu terucap diantara lalu lalang pengunjung masjid yang baru saja selesai melaksanakan sholat magrib berjamaah dan kini selepas dari tegurannya itu, ida langsung menempatkan dirinya duduk di sampingku.
“ kamu sudah sholat magrib da ? ” ida menganggukan kepalanya, tas yang tengah dipegangnya kini diletakannya di lantai.
“ kamu sendirian saja pang ?, biasanya kamu itu selalu bersama dengan ismed ” aku terdiam, diantara tatapan mataku yang memandang ke arah halaman masjid, ida memperhatikanku.
“ kamu itu sedang ada masalah yaa pang karena kalau aku perhatikan dalam beberapa hari belakangan ini kamu itu seperti menghindari anin ”
“ semuanya ini gara gara ismed da ”
“ hah… gara gara ismed ? ”
“ iya da, ismed memintaku untuk enggak lagi mendekati anin ” ida memperlihatkan ekspresi wajah keterkejutannya, keinginannya untuk mereguk air dari botol air mineral yang baru saja dikeluarkannya dari dalam tasnya kini diurungkannya.
“ ini aneh pang... bukankah selama ini ismed mendukungmu mendekati anin ”
“ iya da, memang aneh tuh orang ”
“ kalau aku boleh tahu pang dengan alasan apa ismed memintamu untuk menjauhi anin ? ”
“ ismed enggak mengatakan alasannya da, dia hanya memintaku untuk menjauhi anin ” ujarku merahasiakan isi pembicaraanku dengan ismed dan kini begitu ida mendapati jawabanku itu, ida mengucapkan perkataan yang mana perkataannya itu kini menarik rasa keingintahuanku untuk mengetahuinya lebih dalam lagi, dalam perkataannya itu ida mengatakan bahwa dirinya bisa jadi mengetahui alasan mengapa ismed memintaku untuk menjauhi anindia.
“ berdasarkan apa yang aku ketahui pang, ismed itu pernah dekat dengan anin sewaktu almarhum arif mendekati anin, aku jadi curiga— ”
“ da, ismed itu berteman dengan almarhum arif ? ” ida menganggukan kepalanya.
“ sial... aku baru mengetahuinya sekarang ”
“ ahh kamu itu pang kok malah terfokus dengan pertemanan ismed dengan almarhum arif sih, seharusnya kamu itu fokus dengan kemungkinan ismed menaruh perasaan suka kepada anin ”
Ingin rasanya saat ini aku memundurkan waktu agar aku tidak mendengar informasi tentang pertemanan ismed dengan arif dan kini dalam keadaanku yang masih belum bisa mempercayai kenyataan itu, ida memintaku untuk kembali mendekati anindia dan mengabaikan permintaan ismed yang menurutnya akan mempermulus langkah ismed untuk mendapatkan anindia
“ kalau memang kenyataannya seperti itu da, aku pasti akan kembali mendekati anin, enggak mungkin aku mengalah dengan seseorang yang bermain di belakangku seperti ini”
Mendapati saat ini waktu perkuliahan akan segera dimulai, kami memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan ini, hingga akhirnya kini dalam posisi kami yang telah memasuki ruang perkuliahan, kami tidak mendapati keberadaan ismed di dalam ruang perkuliahan, yang kami lihat saat ini hanyalah anindia yang tengah berbicara dengan beberapa teman wanitanya.
“ pang itu anin ” ujar ida sambil melemparkan senyumnya ke arah anindia yang saat ini menyadari kehadiran kami di dalam ruang perkuliahan, keinginan ida yang ingin mengajakku untuk menduduki kursi yang berada tidak jauh dari kursi yang tengah anindia duduki kini telah mendapatkan penentangan dariku yang merasa belum siap untuk kembali berada dekat dengan anindia.
“ da, sejujurnya aku ini mempunyai rencana untuk mengungkapkan perasaan hatiku ini kepada anin ”
Dalam posisi kami yang saat ini telah menduduki kursi yang berada cukup jauh dari keberadaan anindia, untuk sesekali anindia melayangkan tatapannya ke arah kami sepertinya anindia merasa kurang nyaman dengan situasi ini.
“ wihh... ada kemajuan kamu pang ” goda ida yang berbalas dengan senyumanku.
“ rencananya itu seperti apa pang ? ”
“ kalau enggak ada halangan, aku ingin mengungkapkan perasaan hatiku ini ketika kita mendaki gunung da ”
“ hahh... mendaki gunung ” ujar ida dalam ekspresi wajahnya yang menunjukan rasa ketidakpercayaannya atas apa yang telah didengarnya dan kini begitu aku mendapati ekspresi wajahnya itu, aku langsung memberitahukan kepada ida tentang buku yang telah aku baca sewaktu aku dan anindia berkunjung ke museum dan tanggapan yang pertama kali diberikan oleh ida untuk menanggapi pemberitahuanku itu adalah ida sangat merasa yakin bahwa tuhan mulai membukakan jalannya agar aku bisa memiliki anindia.
“ iihh... aku ini enggak bisa membayangkan pang bagaimana rasanya menerima perasaan cinta dari seseorang diantara hamparan kabut dan juga— ”
“ rasanya itu pasti dingin da, mana ada sih kabut yang rasanya panas ” ida tertawa lepas mendengar perkataanku itu dan apa yang dilakukannya itu kini telah memancing beberapa pasang mata tertuju ke arah kami termasuk juga anindia.
“ jangan gila kamu da, bisa bisa kita dikeluarkan dari ruangan ini ” ujarku yang berbalas dengan senyuman ida.
“ apakah kamu sudah menentukan waktunya pang untuk mewujudkan rencanamu itu ? ”
“ sudah da mungkin di saat libur perkuliahan nanti tapi... ” aku menghentikan perkataanku, diantara rasa bingung yang saat ini aku rasakan untuk menentukan gunung mana yang akan aku daki, tiba tiba saja ida mengusulkan agar aku mendaki gunung gede dan hal itu kini telah menghapuskan rasa bingung yang aku rasakan.
“ gunung gede ?, kamu yakin da ? ”
“ aku yakin pang, berdasarkan pengalamanku mendaki gunung, gunung gede itu sangat cocok untuk didaki oleh para pendaki pemula seperti kamu dan anin, kalau kamu memang benar benar jadi mewujudkan rencanamu itu, aku pasti akan ikut menemani ”
Sebuah janji yang terucap dari mulut ida kini mengantarkan waktu beranjak semakin malam dan kini diantara keberadaanku yang telah kembali berada di rumah, aku mendapati anti tengah tertidur di dalam kamar ibu, mendapati hal itu dikarenakan aku tidak ingin kahadiranku ini akan mengganggu tidur lelap anti dan juga ibu, aku memutuskan untuk langsung masuk ke dalam kamar lalu mengistirahatkan tubuhku ini di dalam tidurku yang lelap.
“ duhh... kok lampunya mati sih ”
Bukanlah hal yang biasa bagiku untuk terbangun diantara kegelapan yang saat ini menyelimuti pandanganku, dalam kesadaranku yang masih belum sepenuhnya pulih, aku kini hanya bisa terdiam di atas tempat tidur sambil menahan rasa haus yang menjadi penyebab mengapa aku terjaga dari tidur lelapku, hingga akhirnya kini selepas dari beberapa menit yang telah aku lalui dalam menanti aliran listrik di rumahku ini kembali hidup, ketiadaan tanda tanda yang menunjukan aliran listrik di rumahku ini akan kembali hidup kini telah membuatku memutuskan untuk beranjak turun dari tempat tidur agar aku bisa memastikan penyebab dari matinya aliran listrik di rumahku ini.
“ brengsek... ternyata benar dugaanku ” gumamku merujuk pada dugaanku yang menduga matinya aliran listrik di rumahku ini karena disebabkan oleh lemahnya benser listrik yang sudah tidak sanggup lagi untuk kembali hidup selepas dari terjadinya gangguan listrik di rumahku dan kini begitu aku mendapati tuas kecil pada benser listrik yang berada dalam posisi turun, aku segera menaikannya kembali untuk menghidupkan arus listrik di rumahku ini.
“ nanti kalau ada waktu senggang aku akan melaporkannya ke pln ”
Diantara arus listrik yang saat ini telah kembali menghidupkan lampu lampu di rumahku, aku kembali memasuki rumah untuk menghilangkan rasa hausku, dalam posisiku yang saat ini telah berada di ruangan yang biasa dipergunakan oleh keluargaku sebagai ruang makan, aku mendapati lampu ruangan dalam kondisi berkedip, sebuah kondisi yang mengindikasikan adanya kerusakan pada lampu ruangan dan kini begitu aku mendapati hal itu, selepas dari rasa hausku yang kini telah menghilang, aku memutuskan untuk mematikan lampu ruangan, hal itu aku lakukan untuk mencegah kemungkinan arus listrik di rumahku ini kembali mati akibat dari gangguan listrik yang bersumber dari lampu ruangan.
“ beginilah resiko memiliki rumah yang sudah tua, permasalahannya terlalu banyak ” gumamku seraya melangkahkan kakiku ini menuju ke arah kamar, hingga akhirnya kini diantara keberadaanku yang telah kembali memasuki kamar, aku memutuskan untuk melanjutkan tidur karena saat ini waktu masih menunjukan pukul dua pagi, hanya saja kini baru saja aku merebahkan tubuhku di tempat tidur dan hendak memejamkan mataku ini, keinginanku untuk melanjutkan tidur kini terusik oleh kembali padamnya lampu kamar dan hal itu kini telah memancing rasa kekesalanku yang merasa seperti dipermainkan oleh situasi saat ini.
“ ahh... persetan dengan mati listrik ini, biar besok pagi saja aku mencari sumber gangguan listriknya ”
Melalui menit demi menit yang berjalan, sulit rasanya bagiku untuk kembali tertidur diantara pikiranku yang saat ini dipenuhi oleh rasa kekhawatiran akan kemungkinan ibu terbangun diantara kegelapan yang menyelimuti seluruh ruangan di dalam rumahku ini dan pada akhirnya kini setelah aku menimbang efek buruk yang akan aku dapatkan apabila aku membiarkan arus listrik di rumahku ini tetap dalam keadaan mati, aku memutuskan untuk kembali memeriksa benser listrik, hanya saja kini dalam posisiku yang baru saja mengangkat kepalaku dari bantal dan hendak menempatkan tubuhku ini dalam posisi duduk di tempat tidur, gumpalan gumpalan kasar yang berjatuhan di wajahku kini telah membuatku memutuskan untuk kembali merebahkan kepalaku ini di bantal karena aku khawatir saat ini sesuatu yang menyeramkan tengah menenantiku di dalam kegelapan.
“ enggak mungkin ini tanah, aku yakin ini pasti kotoran hewan yang tanpa aku sadari kotoran hewan ini telah melekat di langit langit kamar ”
Inilah kalimat penyangkalan yang terucap diantara ingatanku yang saat ini kembali teringat pada kejadian menyeramkan yang aku alami di ruangan toilet museum, rasa kekhawatiranku akan kemungkinan aku akan kembali mengalami kejadian menyeramkan seperti apa yang aku alami di ruangan toilet museum kini telah membuatku berpikir aku tidak boleh mengulangi kesalahan yang sama seperti apa yang aku lakukan ketika aku mengalami kejadian menyeramkan di ruangan toilet museum, pada waktu itu seharusnya aku sudah mengambil keputusan keluar dari ruangan toilet museum di saat aku mulai melihat adanya tanda tanda yang akan menempatkanku pada situasi yang buruk dan kini dengan bermodalkan keyakinanku yang meyakini bahwa gumpalan gumpalan kasar yang berjatuhan di wajahku itu adalah kotoran hewan, aku memaksakan diri untuk melawan rasa ketakutan yang aku rasakan, hanya saja kini sayangnya selepas dari keputusanku yang memutuskan untuk kembali mengangkat kepalaku ini dari bantal, keinginanku yang ingin melawan rasa ketakutanku itu kini harus berakhir dengan sebuah kejadian menyeramkan yang membuatku kehilangan kesadaran diri.
“ kang... bangun kang, waktu sholat subuh sudah hampir habis nih ”
Masih dalam ekspresi wajahku yang menunjukan rasa ketakutanku, aku terbangun dan mendapati anto yang saat ini tengah menatapku, dari ekspresi wajah yang diperlihatkan oleh anto saat ini sepertinya anto merasa bingung di dalam memaknai ekspresi wajahku yang menurutnya mungkin sangat tidak lazim untuk dimiliki oleh orang orang yang baru terbangun dari tidur lelapnya dan kini begitu aku menyadari bahwa saat ini aku telah terbebas dari kejadian menyeramkan yang aku alami, aku langsung menyapu wajahku dengan kedua telapak tanganku, hal itu aku lakukan untuk memastikan apakah kejadian menyeramkan yang telah aku alami semalam adalah kejadian yang nyata atau bukan.
“ ya tuhan... ternyata semalam itu aku memang telah mengalami kejadian menyeramkan itu ” gumamku di dalam hati, kotoran tanah merah yang melekat di telapak tanganku kini menjadi bukti bahwa kejadian menyeramkan yang aku alami semalam adalah kejadian yang nyata.
“ kang... akang itu kenapa ? kok tingkah laku akang jadi terlihat aneh seperti ini sih ” tanya anto dalam rasa curiga, selepas dari tatapan matanya yang memandang ke seluruh tubuhku, tatapan matanya kini tertuju ke arah sprei tempat tidurku yang terkotori oleh banyaknya gumpalan tanah merah.
“ kamu melihat tanah merah ini juga kan to ? ” anto menganggukan kepalanya, rasa penasarannya terhadap gumpalan tanah merah yang berserakan di sprei kini mengantarkan pergerakan tangannya untuk mengambil salah satu gumpalan tanah merah lalu mengamatinya.
“ sebenarnya apa yang telah terjadi kang ? mengapa tanah merah ini— ”
“ panjang ceritanya to, nanti akang akan menceritakannya ” aku beranjak turun dari tempat tidur lalu melepasan sprei tempat tidurku, saat ini aku meminta kepada anto untuk merahasiakan apa yang telah dilihatnya.
“ anto berjanji kang untuk merahasiakannya tapi dengan satu syarat akang harus— ”
“ kamu tenang saja to, akang pasti akan menceritakannya ”
Gugusan awan putih yang sesekali menghalangi cahaya mentari tersaji diantara hari yang saat ini mulai beranjak semakin sore, keinginanku yang ingin tiba lebih awal di kampusku untuk berbicara empat mata dengan ismed kini telah membuat laju sepeda motor yang aku kendarai ini berpacu dengan sangat kencang meninggalkan tempaku bekerja dan entah mengapa saat ini aku sangat merasa yakin ismed tengah berada di warung kopi yang menjadi tempat langganan kami untuk menikmati waktu selepas jam perkuliahan berakhir.
“ ternyata benar dugaanku, itu motor ismed ” gumamku dengan tatapan mata memandang ke arah motor ismed yang terparkir di depan warung kopi dan kini begitu aku mendapati kenyataan itu, aku bergegas memarkirkan sepeda motorku lalu memasuki warung kopi untuk mencari keberadaan ismed dan pada akhirnya aku menemukan ismed tengah menikmati kopi panasnya diantara beberapa pelanggan warung kopi yang saat ini tengah sibuk dengan aktifitasnya masing masing.
“ med ” tegurku yang berbalas dengan sambutan ismed yang saat ini langsung memesankan segelas kopi panas untukku dan kini begitu aku mendapati sambutannya itu, keinginanku untuk menanyakan kebenaran dari informasi yang telah aku dapatkan dari ida kini terpaksa aku tunda sejenak karena aku tidak ingin perjumpaanku dengan ismed ini diawali dengan perdebatan.
“ kamu itu kemana saja med ?, dalam beberapa hari ini aku enggak melihatmu di kampus ”
“ aku sedang ada urusan dengan usaha yang tengah aku rintis itu pang, sepertinya aku harus mencari cara agar aku bisa memajukan usaha yang aku rintis itu ”
“ sabar med, aku yakin kamu pasti akan bisa menemukan caranya ”
“ sudah bukan waktunya lagi untuk bersabar pang, sabar enggak akan menyelesaikan perekonomian keluargaku yang semakin memburuk ”
Selepas dari perkataannya itu ismed terdiam, hisapannya yang begitu dalam pada batangan rokoknya seperti mengisyaratkan keseriusan ismed dengan apa yang saat ini tengah diperbincangkannya.
“ ohh iya pang bagaimana dengan saran yang aku berikan itu, apakah kamu sudah menjalankannya ? ” tanya ismed merujuk pada sarannya yang meminta agar aku menjauhi anindia dan kini begitu aku mendapati pertanyaannya itu, aku seperti mendapatkan kesempatan untuk mengutarakan pertanyaanku yang tertunda dan pada akhirnya kini selepas dari aku yang telah mengutarakannya, ismed memberikan jawaban yang mana jawabannya itu kini memberikan kepastian akan kebenaran dari informasi yang telah aku dapatkan dari ida.
“ memang brengsek kamu med, ternyata kamu itu selama ini telah bermain dua kaki ” umpatku dalam rasa kesal, ismed yang saat ini tengah meminum kopi panasnya terlihat menaikan alis matanya untuk menanggapi umpatanku itu.
“ seharusnya kamu itu med— ”
“ ehh pang memangnya ada yang salah dengan pertemananku dengan arif itu ?, kalau memang ada yang salah dengan pertemananku itu sebaiknya kamu jelaskan kesalahannya itu di mana ”
“ aku ini enggak sedang menilai salah atau benarnya pertemananmu itu med, aku hanya enggak suka saja karena ternyata selama ini kamu telah menjadi mak comblang dari seseorang yang kamu ketahui adalah pesaing aku untuk memiliki anin ”
Mendapati jawabanku itu ismed menggeleng gelengkan kepalanya, batangan rokok yang saat ini telah habis dihisapnya kini digantikannya dengan batangan rokok yang baru.
“ pang... asal kamu tahu saja, pertemananku dengan almarhum arif itu enggak bisa disamakan dengan persahabatanku denganmu, kamu itu sahabat terbaikku pang tapi hal itu bukan berarti akan membuatku menutup diri ketika ada temanku yang membutuhkan pertolonganku, aku harap kamu bisa memakluminya pang ”
Sejujurnya saat ini aku seperti tertampar oleh penjelasan ismed itu, sifat egoisku yang tidak menginginkan ismed membantu arif untuk mendekati anindia kini seperti menempatkanku layaknya seorang anak kecil yang tengah mendapatkan petuah bijak dari orang tuanya, hanya saja kini dikarenakan aku masih menaruh rasa kecurigaan akan kemungkinan ismed menyukai anindia, aku terpaksa mengurungkan keinginanku yang ingin mengatakan bahwa saat ini aku telah memaklumi tindakan ismed yang membantu arif untuk mendekati anindia.
“ semoga saja niatmu membantu almarhum arif itu memang murni karena kamu ingin membantu almarhum arif saja bukan karena niat yang lain ” gumamku dengan nada suara yang pelan, namun sepelan pelannya suara yang terucap dari mulutku itu kini telah menghadirkan ekspresi keterkejutan di wajah ismed sepertinya saat ini ismed tidak menyangka aku akan mengucapkan perkataan seperti itu.
“ sinting kamu pang, kamu pikir aku ini menyukai anin yaa ? ”
“ yaa mana aku tahu med, yang tahu jawabannya itu kan hanya kamu saja ”
“ gila... ini benar benar gila ” ujar ismed sambil menggeleng gelengkan kepalanya.
“ terserah kamu mau mempercayai perkataanku ini atau enggak pang, sampai kapanpun aku enggak akan pernah menyukai anin ”
Sulit rasanya bagiku untuk melanjutkan perdebatan ini diantara ingatanku yang saat ini kembali teringat masa masa yang telah aku lalui bersama dengan ismed, andaikan memang benar ismed menyukai anindia, hal itu tidak akan bisa menciderai persahabatan kami yang sudah terjalin sejak lama, mungkin aku akan kecewa tapi aku yakin seiring dengan berjalannya waktu kekecewaanku itu akan terhapus oleh suka duka yang kami alami di dalam menjalani persahabatan dan kini selepas dari keputusanku yang memutuskan untuk mengakhiri perdebatan ini, secara perlahan aku mulai merubah topik pembicaraan saat ini ke arah topik pembicaraan lainnya yang membahas tentang kejadian menyeramkan yang telah aku alami.
“ kamu yakin pang penampakan ghaib yang kamu lihat itu adalah penampakan ghaib berwujud almarhum arif ? bukankah saat itu— ”
“ seratus persen aku yakin med karena sepanjang hidupku ini hanya mahluk ghaib berwujud almarhum arif itulah yang menggangguku ”
Diubah oleh meta.morfosis 23-04-2025 15:19
nderek.langkung dan 3 lainnya memberi reputasi
4