Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

afryan015Avatar border
TS
afryan015
Penghianatan Jin Leluhur
Penghianatan Jin Leluhur

BAB 1

Pagi hari itu dimana awal hari sudah dibuka dengan cuaca yang begitu mendung, padahal jam baru menunjukan pukul 05.30, dengan cuaca yang seperti ini membuatku sangat tidak bergairah untuk melakukan apapun di pagi hari ini, ku Tarik lagi selimut yang sudah aku singkirkan dari tubuhku.

“Loh, mas kok malah tidur lagi, katanya mau jalan - jalan terus mampir kerumah mbah Margono?”tanya istriku keheranan.

“sebentar nduk, mas jadi malas mau keluar, lihat cuaca diluar jendela sudah mendung seperti itu”jawabku meringkuk sambil membelakangi istriku.

“oalah mas, cuaca kok dijadikan alasan buat males bangun tho, setidaknya kalo nggak jadi jalan – jalan keluar mbok yo bantuin aku beres – beres rumah ini lho”ucap istriku sambil menyapu kamar.

“iya nduk, sebentar ya, mas lagi bener – bener males banget, tunggu 5 menit lagi, nanti mas bantuin, mas juga perasaannya lagi nggak enak banget”ucapku bernego waktu pada nya.

“ya sudah nanti tapi bantuin beberes ya mas, dan yang udah terjadi ya sudah mas jangan disesali, pokoknya harus semangat lagi”ucap istriku memberi semangat.

Setelah kejadian beberapa saat lalu memang membuatku menjadi terlihat sedikit lesu, ditambah mulai saat ini “dia” sudah benar – benar tidak akan menemuiku lagi, karena tugas yang diberikan kepadanya sudah selesai, mungkin “dia” masih bisa menemuiku namun tapi sepertinya sudah tidak bisa seperti dulu karena ucapan perpisahan waktu itu yang sangat terasa begitu mendalam bagiku.

Kini aku hanyalah Ryan pemuda penakut seperti di awal ceritaku yang lalu, ya!! Itulah aku sekarang, harus memulai semua dari awal lagi, mempelajari semua ilmu yang pernah aku rasakan dulu, bakat itu memang masih ada, namun sekarang seolah kembali ke titik terendah dimana aku hanya bisa merasakan kehadiran sosok, dan setiap akan ada kehadiran suatu sosok, itu pasti ditandai dengan kepalaku yang tiba -  tiba merasa pusing atau sakit.

“tok tok tok”suara ketukan pintu terdengar dari ruang tamu.

Siapa lah pagi – pagi seperti ini sudah bertamu, apa tidak merasa malas dengan suasana mendung seperti ini, pikirku dalam hati sambil meringkuk diselimuti tebalnya selimut.

Tak lama setelah ketukan pintu itu, istriku pun membukakan pintu untuk menyambut tamu yang berkunjung itu, tak berselang lama pintu pun ditutup kembali dan istriku kembali kekamar untuk memberikan kabar.

“mas mbok ndang bangun tho”istriku menyuruhku untuk segera bangkit dari Kasur nyamanku.

“siapa tho nduk yang datang barusan?”tanyaku masih dalam posisi meringkuk di hangatnya selimut

“itu rewangnya mbah Margono, katanya mas disuruh kesana sama mbah Margono, udah tho makanya buruan bangun”istriku memberitahu dengan sedikit kesal karena kau tidak lekas bangkit dari Kasur.

“iya iya ini aku bangun, tumben banget mbah Margono menyuruhku kesana sepagi ini”dengan terpaksa aku bangun dengan malasnya

 Aku segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan mukaku, dalam hati sedikit heran karena tidak biasa biasanya mbah Margono menyuruhku untuk datang sepagi ini, karena biasanya dipagi hari seperti ini dia masih bermeditasi hingga nanti paling tidak pukul 09.00 baru bisa aku temui.

Setelah selesai dari kamar mandi aku pun mengganti pakaian ku dengan yang lebih wangi, biarlah belum mandi yang penting bauku tidak mengganggu yang lain nantinya, setalah rapi aku langsung pergi kerumah mbah Margono.

Kubuka gerbang rumah mbah Margono, terlihat sangat sepi seperti biasanya, sama sekali tidak ada tanda – tanda ada aktifitas didalam rumah maupun, sambil melihat kesekelilingi kudekati pintu utama rumah untuk kemudian aku ketuk.

“tuk tuk tuk”aku mengetuk tapi seperti bukan mengetuk pintu, dan saat aku melihat ke arah pintu ternyata….

“Apa sih yan, jidat mbah diketuk gini, kamu pikir ini pintu?”ucap mbah Margono yang ternyata sudah membuka pintu tanpa ku sadari, sehingga yang ku ketuk adalah kening mbah margono.

“ya Allah mbah maaf, serius maaf, nggak niat aku mbah, la mbah Margono buka pintu nggak ada suaranya”ucapku meminta maaf pada mbah Margono.

“Ya udah nggak papa, ayo buruan masuk, aku aku mau ngobrol sama kamu”ucap mbah Margono menyuruhku masuk.

Suasana rumah mbah Margono masih sama seperti yang dahulu, lembab dan terasa ramai walau dirumah ini hanya ditinggali hanya dia saja, namun aku yakin Ningrum masih ada disini walau aku tidak bisa melihatnya untuk saat ini.

Aku sedikit menanyakan tentang keberadaan Ningrum di sekitaran sini karena aku merasakan sedikit aura keberadaannya, mbah Margono pun mengatakan dia sekarang sedang melihatku denga senyuman haru, aku balas senyum walaupun aku tidak bisa melihatnya sekarang.

Setalah sampai diruang tengah mbah Margono menyuruhku untuk duduk, dan diapun memberikan beberapa nasehat mengenai apa yang terjadi padaku, dia memintaku untuk tidak terlalu terpuruk dengan apa yang sudah terjadi dikejadian besar kala itu, ditambah lagi dengan waktu yang berdekatan setelah kejadian itu ibuku harus meninggalkan ku untuk selamanya.

Mbak Margono pasti sudah tahu separah apa aku terpuruk untuk saat ini, ujian yang diberikan oleh-Nya begitu bertubi tubi, dalam keadaan sedang diberi nasehat, ditengah ucapannya aku memotong “mbah kulo niki sakniki pun kiyambakan, mboten enten sinten sinten, bapak ibu sampun mboten enten, terus “sek niko”……”tanpa terasa karena emosi yang sedang kurasakan aku tidak bisa melanjutkan ucapanku.

Setelah menunggu keadaanku tenang, mbah Margono kembali melanjutkan nasehatnya, kali ini dia sambil bertanya padaku “meh tekan kapan?”namun aku hanya terdiam dengan kepala tertunduk, “sepisan meneh tak takon, meh tekan kapan ha?” tanya mbah Margono yang kali ini dengan nada sedikit meninggi, namun aku masih belum bisa menjawab pertanyaannya, aku takut menjawab karena masih diselimuti emosi.

“Kenapa nggak dijawab pertanyaan ku, sekali lagi aku tanya, MAU SAMPAI KAPAN KAMU MAU SEPERTI INI???!!!”kali ini mbah Margono bertanya dengan nada benar benar marah sambil membanting asbak ke arah meja kaca didepannya, dan otomatis membuat meja tersebut pecah berantakan.

“TERUS AKU INI KAMU ANGGAP APA, kamu ngomong sudah tidak punya  siapa siapa terus aku ini dianggep apa? Kamu udah mbah anggap cucu sendiri le, terus anggep aku ini simbahmu juga, walaupun aslinya tidak seperti itu”dengan suara bergetar mbah Margono berkata, dan tanpa disadari akupun meneteskan air mata. 

Sejenak setelah mbah Margono berkata demikian, kita sama sama saling terdiam diruang tengah itu mencoba menenangkan dirikita masing masing, kaki mbah Margono terlihat bergetar mungkin sedang mencoba untuk menenangkan emosinya yang sedang meluap karena tingkahku ini.

Ku coba mengatur nafas sembari memikirkan kata – kata mbah Margono yang baru saja disampaikan, iya memang benar kedua orang tuaku memang sudah tidak ada, kemudian “mereka” aku mencoba menghilangkan pikiran tentang “mereka” karena jika terus memikirkannya kondisiku terutama mentalku akan terus seperti ini.

Tapi mau bagaimanapun itu memang sangat lah susah, kehilangan orang tua dengan jeda waktu yang tidak begitu jauh itu serasa kehilangan seluruh dunia, ditambah lagi salah satu diantara “mereka” gugur saat kejadian besar itu, bagaimana aku tidak tersiksa mentalnya.

Cukup lama kami saling diam ditemani pecahan kaca – kaca yang berserakan dilantai, karena suasana cukup canggung untuk saat ini, aku mencoba untuk membuat suasana sedikit cair dengan meminta maaf kepada mbah Margono, iya, dia memang benar, masih ada dia yang hampir setiap hari dan setiap waktu menjenguku setelah kepergian ibuku, dan memang dia sangat perhatian kepadaku.

“sudah lah, nggak usah minta maaf, aku paham rasa yang kamu rasakan sekarang, tapi jangab kebablasan, diniamu nggak berheti di situ saja, jalan hidupmu masih panjang, pikirkan hidupmu, kasihan orang tuamu disana”ucap mbah Margono memberikan nasihat.

“tapi mbah, serius, aku minta maaf, aku lupa masih ada mbah Margono, aku minta maaf mbah”dengan nada bergetar aku meminta maaf pada mbah Margono.

“udah, sini mendekat, nggak papa, yang sabar, kamu harus jadi orang yang kuat, masalah bakatmu bisa di asah lagi”mbah Margono mencoba menenangkan ku.

“nggak mbah, maaf, aku sudah cukup segini saja, aku pingin normal saja, sudah cukup aku melihat orang yang dekat denganku gugur, aku sudah tidak mau mengenal dengan hal yang seperti itu”jawabku memberi tanggapan pada mbah Margono.

“apa nggak sayang yan, auramu itu bagus dan kuat, sayang kalau tidak dimanfaatkan, tapi ya aku nggak bisa maksa, kalau memang itu keputusanmu yan jalani saja”dengan bijaksana mbah Margono merestui keputusanku itu.

Iya memang berat sebenarnya untuk melepas itu semua, namun bagiku semua yang sudah aku lalui selama ini sudah cukup, aku mau menjalani hidup normal seperti dulu, tidak mengenal sosok – sosok aneh seperti kemarin.

Setelah suasana kembali mencair, dan aku berjanji untuk memulai kehidanku seperti dulu lagi, mbah Margono bangkit dari duduknya dan hendak menuju kearah dapur untuk mengambil sapu dan membersih kan pecahan kaca yang berserakan dilantai, sebenarnya aku sempat menawarkan diri supaya aku saja yang mengambil sapu dan membersihkan pecahan kaca itu, dilain karena sopan santunku kepada mbah Margono, pecahan kaca itu juga disebabkan karena aku membuat mbah Magono marah.

Saat mbah Margono mulai melangkah, ternyata ada pecahan kaca yang membuat langkah kaki nya selip hingga membuat mbah Margono terpeleset.

“eh eh eh, aduh, lah malah dadi lecet”ucap mbah Margono tersungkur dilantai.

Aku pun dengan sigap langsung membantu mbah Margono untuk segera bangkit dari lantai, dengan perlahan aku mengangkat tubuh mbah Margono untuk berdiri lagi, “pelan – pelan mbah, awas ada yang lecet atau nggak”sambil melihat tubuh  nya memastikan dia tidak apa – apa, ya walau sudah dipastikan tidak akan lecet sih, karena kemampuan yang dia miliki.

“udah - udah yan, aku bisa sendiri, sudah sana duduk dan dimakan jajannya”mbah Margono menyuruhku untuk duduk kembali setelah berhasil bangkit.

“lah mbah disuruh makan apa, la jajannya saja toplesnya ikut pecah tuh”sambil nunjuk toples yang juga berantakan di lantai.

“yo salahmu sendiri, buat aku marah, yo sudah seadanya saja itu dilantai kamu makan”ucap mbah Margono sedikit menekan sambil tertawa.

Sambil tersenyum akupun mengarahkan tanganku ke arah makanan yang berantakan dilantai untuk dibersihkan dan dikumpulkan sehinga bisa dimakan lagi, tanganku terus memungut makanan itu sambil sesekali melihat kearah mbah Margono dan baru ku sadari, sarung yang dipakainya ternyata robek dibagian belakangnya, dan itu cukup panjang dari pantan hingga turun kebawah setelah dengkul, aku hanya tersenyum saja melihat sarung yang dikenakan nya itu karena memperlihatkan celana bagian dalam dengan motif bergaris biru putih.

Tak lama setelah mengambil sapu didapur, mbah Margono pun kembali keruang tengah untuk membersihkan pecahan kaca, namun setelah kulihat kearah raut muka mbah Margono terlihat sedikit aneh, seolah dia sedang menahan sebuah rasa.

Aku merebut sapu yang digenggamnya, supaya aku saja yang menyapu kaca kaca ini, dan tidak ada perlawanan dari mbah Margono saat itu, namun dia malah bertanya padaku, “yan, kamu merasakan hawa dingin apa nggak sih, aku kok dingin banget ya?” tanya mbah Margono sedikit keheranan, langsung saja aku menjawab biasa saja, karena memang tidak merasakan dingin, dan sambil menyapu pecahan kaca aku memberi tahu mbah Margono bahwa sarung bagian belakangnya robek cukup lebar dan memang berasa dingin karena yang tersisa hanya jelana motif garis itu saja.

“waduh ciloko, onderdilku kkelihatan, walah udah aku ganti sarung dulu, lanjutkan ya nyapunya yang bersih” ucap mbah Margono bergegas menuju kamarnya.

Sedikit demi sedikit serpihan kaca yang berantakan dilantaipun mulai terkumpul, dari dalam kamar, mbah Margono mengajaku berbicara, dalam pembicaraan itu dia mengatakan permintaan maaf, karena sebenarnya urusan dia memanggilku kerumahnya ini adalah untuk berpamita.

Ya, dia ada rencana untuk pergi beberapa waktu ke sebuah gunung untuk kembali menguatkan ilmu yang dimilikinya, dia berkata bahwa kejadian besar kala itu membuatnya sadar bahwa apa yang dia miliki atau kuasai sekarang masihlah sangat standar dan masih ada makhluk atau musuh yang lebih hebat dari dia, itu yang membuatnya memiliki tekad untuk menguatkan ilmunya.

Aku yang baru saja dikuatkan olehnya, tiba – tiba serasa diruntuhkan lagi, bagaimana tidak, dia mengatakan kalau aku masih punya dia, tapi kenapa disaat bersamaan dia malah mengatakan akan pergi dan belum jelas waktu yang akan dia gunakan disana sampai kapan.

Mbah Margono masih terus berbicara dari dalam kamarnya, tanpa mengetahui aku sudah mulai terdiam menggenggam sapu yang tadi aku gunakan untuk membersihkan kaca. Dan tak lama pun dia keluar dari kamarnya dan langsung melihat kearahku.

“udah lho yan, aku tetep ada buat kamu, kamu nggak usah khawatir, kalau sudah selesai urusanku, aku langsung pulang, terus prang yang pertama akan aku temui ya kamu, cucuku, udah nggak usah sedih tho”ucap mbah Margono sambil mendekat kearahku.

“tapi mbah, kok ndadak banget mau bepergiannya lho, aku baru saja merasakan senang karena masih ada mbah Margono”dengan tertuntuk aku menjawab ucapan mbah Margono.

“yang tenang lho yan, aku ini pergi juga untuk siapa?, ini ya untuk kamu, aku bakal menjaga kamu pakai ilmuku besok”ucap mbah Margono meyakinkan.

“……………” aku hanya tertunduk dan diam sambil berfikir.

“udah lho percaya sama mbah, kita ini sudah banyak melalui banyak hal bersama, makanya aku mau cari ilmu buat kita bisa bersama terus, ya? Tenang aku bakal terus ada sampai tuhan misahkan”mbah Margono terus meyakinkanku.

Tapi setelah dipikir pikir, apa yang dikatakan mbah Margono ada benarnya juga, aku kembali ke titik nol dinama aku hanya bisa merasakan kehadiran sosok yang berada di sekitaranku, dan aku sama sekali tidak bisa melakukan apapun.

Dengan pertimbangan yang kuat, aku pun mengijinkna mbah Margono untuk pergi kemana yang dia mau, namun aku meminta satu janji darinya, aku hanya meminta untuk mbah Margono harus kembali untuk bertemu denganku, aku tidak mau kehilangan orang terdekatku lagi.

Setelah aku mengijinkan, mbah Margono kembali masuk kedalam kamarnya entah mau melakukan apa lagi, namun dengan wajah sumringahnya dia terlihat sangat semangat, mungkin karena sudah mendapat ijin dariku kali ya.

Lalu akupun menanyakan pada mbah Margono kapan sekiranya dia akan berangkat untuk pergi ketempat yang dia tuju, namun jawaban yang bagiku mengesalkan terucap dari mulut mbah Margono.

Bagaimana tidak membuatku kesal, saat aku menanyakan kapan dia akan berangkat, dengan enteng dia mengatakan, “lah ini udah siap, sebentar lagi berangkat, yang penting kan sudah dapat restu dari cucuku ini”tak lupa senyum dari bibirnya dilempar kepadaku. Dalam hatiku sedikit ngedumel, dari tadi datang dibuat naik turun terus moodnya, dan tanpa sadar aku mengucap “wooo dasar wong gendeng” namun dengan suara yang lirih.

Diubah oleh afryan015 26-01-2024 12:16
aguzblackrx
delet3
lullabystudi843
lullabystudi843 dan 30 lainnya memberi reputasi
31
11K
204
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Tampilkan semua post
afryan015Avatar border
TS
afryan015
#57
BAB 13
Sosok wanita berbaju warna kurning dan mengenakan celana jeans sedang berdiri menatap kearah rumahku, aku seolah tidak asing dengan sosok wanita itu, aku yakin kita pernah bertemu disuatu tempat, sosok wanita itu sepertinya ingin masuk tapi seolah tidak berani, saat jara kita mulai dekat dengan sosok itu, Shinta memberikan kode, kalau sosok itu bukan lah manusia.Tentu aku menyadari hal itu, aura yang dipancarkan dari sosok itu sangat suram dan aku mulai mengingat ingat sosok itu.

Dan sepertinya dia menyadari kedatangan kami, saat jarak kami semakin dekat, sosok itu mulai menoleh kearah kita, dan disaat itu juga aku mulai teringat siapa sosok itu, dia adalah sosok yang dulu sempat mengganggu temanku, yaitu Rendra, dia salah satu sosok dari ketiga arwah yang mengganggu, tapi pada akhirnya dia kami persilahkan pergi dengan suka rela dan aku memintanya saat itu untuk tidak lagi kembali mengganggu orang.


Wajah rusaknya terlihat mengarah pada kita tanda dia sudah menyadari kami hadir, kepalanya mengangguk dengan tatapan sendu, tapi respon yang diberikan Shinta diluar dugaanku, dia langsung menerjang sosok itu, maklum saja dia belum pernah bertemu dengannya sama sekali.


“Shinta, Stop jangan serang dia”ucapku menghentikannya.


Seketika diapun berhenti dan memperhatikan sosok itu dengan penuh curiga, Shinta mengelilingi sampil melihat dari atas hingga kebawah.


“Apa yang sedang kamu lakukan disini?”tanyaku pada sosok arwah itu.


“Aku hanya ingin berpamitan, aku sudah menemukan ketenanganku, terima kasih waktu itu membiarkanku untuk pergi”Ucapnya dengan tatapan sendu namun tersenyum.


“Bagus lah kalau begitu, silahkan jika ingin pergi, tidak perlu menemuiku”jawabku.


“Aku ingin titip permintaan padamu”jawab sosok itu kembali.


“Apa permintaanmu itu, asal tidak aneh aneh aku rasa tidak masalah”


“Setelah ketiadaanku, aku tetap memiliki rasa suka pada Rendra, tolong kamu jaga dia, dia akan menarik banyak makhluk karena aura khas yang dia miliki, apalagi dia sering Explorer ketempat angker”terangnya.


“Kamu tidak perlu mengkhawatirkan soal itu, dia pasti bisa menjaga dirinya sendiri, andaikan dia perlu bantuan pasti sudah menghubungiku”ucapku menenangkan sosok itu.


“Baiklah kalau begitu, maafkan atas kesalahanku saat itu”sosok itu menyudahi pembicaraan dan pergi saat itu juga.


Setelah sosok itu pergi, Shinta bertanya padaku siapakah sosok itu, akupun menjelaskan bahwa dia adalah salah satu sosok dari tiga sosok yang pernah mengganggu temanku, dan efek gangguannya itu tidak hanya mengarah pada temanku saja tapi ke keluarga dan orang terdekat dari temanku itu.


Memang pada saat itu Shinta sedang tidak ada, dan baru sekarang ini dia kembali, oleh sebab itu Shinta sama sekali tidak mengenal siapa sosok itu, dan setelah aku selesai menjelaskan akupun masuk kedalam rumah dan segera memberikan nasi goreng yang sudah aku beli tadi untuk dimakan berdua bersama Via.


Shinta saat masuk kedalam rumah langsun disambut oleh Nenek Lasmi dan Adiwilaga, Kedatangannya pasti sudah ditunggu, karena memang cukup lama dia pergi sejak saat itu.


Singkat cerita pada malam harinya, Via ditelfon oleh Ibunya, dia mengabarkan kalau aku diminta untuk segera kekampung dimana ibunya Via berada, katanya ada hal yang mendesak yang mengharuskan aku pergi kesana, hal itu adalah adanya beberapa orang sakit dalam waktu bersamaan, dan beberapa hari sebelumnya ada tiga orang meninggal secara berurutan dalam waktu tiga hari, orang tua Via mulai merasakan aneh karena malam malam sebelumnya Desa dimana mereka tinggal memiliki nuansa malam yang tidak biasa.


Aku pun bergegas menuju Rumah mertuaku, sebenarnya aku ingin meminta bantuan Shinta untuk ikut bersamaku, namun disaat aku akan berangkat ternyata dia sama sekali tidak menunjukan keberadaannya.


Dalam perjalanan entah mengapa hawa dingin begitu sangat menusuk kulit, padahal beberapa hari sebelumnya saat aku keluar malam tidak pernah aku rasakan rasa dingin yang seperti ini, ditambah suasana langit yang terlihat sangat gelap, walaupun ada bintang yang bertabur dilangit, tapi sinar dari bintang bintang itu sama sekali tidak membantu, jalanan yang biasanya ramai pun terlihat sangat lenggang, hanya ada beberapa mobil dan motor yang aku temui dalam perjalanan.


Sesampainya didepan Gapura Desa, hawa mencekam semakin kurasakan, Aura gelap kurasakan begitu kuat, entah mengapa hati ini mengatakan untuk selalu was was, aku memacu motor sedikit diperlambat, aku tidak mau dikagetkan oleh hal apapun, jarak antara gapura desa dengan rumah penduduk sebenarnya cukup jauh, aku hanya ditemani lampu jalanan yang jaraknya pun terpaut cukup jauh, sedangkan dikanan kiri hanya ada persawahaan milik warga, termasuk ayah mertuaku.


Saat aku hampir sampai disalah satu lampu penerangan jalan desa, aku dikagetkan dengan tiba tiba lampu itu padam, membuat suasana menjadi semakin gelap, aku hanya ditemani lampu motor saja.


“Apakah gangguan yang akan menimpaku, atau ini memang padam satu desa? makanya lampu jalan ikut mati?”tanyaku dalam batin.


Maklum saja, Desa dimana mertuaku tinggal ini memang cukup jauh dari perkotaan makanya lampu jalan terkadang masih menggunakan teknologi lama dan beberapa masih ikut listrik dari warga.


Beberapa menit kemudian aku sampai disebuah jembatan kecil yang menandakan aku sudah akan memasuki derah rumah warga, dan sepertinya memeang sedang ada pemadaman listrik, rumah pertama dari desa ini juga terlihat padam, suasana desa cukuplah sepi, tidak ada satu orangpun terlihat berada di jalanan, ya pikirku ngapain juga berada dijalan, apalagi mati listrik, mending didalam rumah kumpul dengan keluarga.


Aku terus menyusuri jalan untuk menuju kerumah mertuaku, dari kejauhan aku melihat ada beberapa titik cahaya dan kalau dihitung mungkin ada sekitar 8 hingga 10 titik cahaya, semakin lama semakin terlihat jelas, titik titik cahaya itu bersumber dari api obor yang dibawa oleh beberapa orang, aku mulai berpapasan dengan mereka, ekspresi muka mereka sepertinya sedikit aneh, semuanya memandang kedepan sambil berjalan dan dengan tatapan kosong, aku hanya membunyikan klakson motorku tanda permisi, namun bukan sapaan seperti biasanya yang aku dapati, melainkan tatapan kosong yang terus mengarah kepadaku hingga aku melewati mereka.


Dan setelah sekitar satu atau dua meterk aku melewati orang – orang membawa obor itu, tiba tiba listrikpun menyala kembali, rumah rumah warga mulai terlihat terang, namun dengan listrik yang menyala ini aku kembali dibingungkan dengan keadaan, desa yang tadinya sepi tiba tiba menjadi sedikit ramai, suara warga yang mengobrol dipelataran rumah mulai terdengar, anak kecil yang bermain diluar rumah juga mulai terlihat, beberapa membawa buku iqro’ dan berjalan keluar tanda mereka akan pergi ketempat ngaji.


Keadaan itu membuatku benar benar merasa aneh, aku putuskan untuk berhenti sejenak melihat kesekeliling sana, keadaan desa ini memang tidak kalah sepi seperti tadi saat listrik padam, aktifitas ini yan memang biasa terjadi dimalam hari disini, tapi bagaimana bisa tadi terasa sepi dan tidak ada aktifitas, dan setelah nyala langsung menjadi normal seperti ini.


Aku teringat akan rombongan orang yang membawa obor tadi, harusnya saat aku melihat kearah mereka lagi, mereka masih terlihat karena aku berhenti beberapa meter setelah berpapasan dengan mereka, dan itu tidak jauh, sedangkan jalan hanya lurus tidak ada simpanga, namun sekelompok orang pembawa obor itu sama sekali tidak aku lihat berada disana, andaikan mereka mau berbelok kearah persawahan atau kebun warga, setidaknya nyala obor mereka masih terlihat.


Aku sadar, pasti baru saja aku dilewatkan alam mereka, sebab tepat dimana tadi lampu jalanan itu mati pertama kali adalah salah satu tempat yang angker kata bapak mertuaku, dan ada indikasi gerbang gaib juga berada disana, mungkin secara tidak sadar aku dibawa masuk kesana.


Tak mau berfikir panjang, aku langsun melanjutkan perjalanan yang hanya tinggal beberapa rumah lagi untuk sampai dirumah mertuaku.


“Nah Akhirnya sampai, gimanae le aman tho?”tanya bapak mertuaku menyambut.


“Alhamdulillah pak aman ini, namun ada sedikit gangguan tadi”jawabku sambil mematikan motorku dan berjalan menemuinya.


“Alah yaudah nggak papa, yang penting sudah sampai sini, sudah ayo buruan masuk dulu atau mau langsung ke orang yang sakit”tanya bapak mertuaku menawarkan.


“Biar tidak kemalaman, langsung saja mungkin pak, ayo ke orang mana dulu saya ngikutin”jawabku meminta langsung kelokasi orang yang terkena gangguan saja.


Dalam perjalanan menuju rumah orang yang terkena gangguan, aku merasakan desa ini sepertinya kembali tidak beres, ada sesuatu yang besar jika tidak segera diselesaikan, banyak mata terasa melihat kearahku, padahal saat itu hanya ada aku dan bapak mertuaku saja, orang orangyang berada disekitar juga terlihat sedang asik dengan aktifitas mereka.


“Tenang yan, aku ada disini, nggak usah khawatir, semua akan aman, nggak akan ada yang berani ganggu”ucap Abimantra yang tiba tiba muncul disampingku.


“Ah ngagetin saja, insyallah aman”jawabku singkat sambil fokus melihat kesekitar.


Akhirnya kita memasuki satu persatu rumah dimana orang yang katanya sakit bersamaan itu tingal, dan memang benar sakit yang mereka alami semuanya sama, rasa sesak dalam bernafas, beberapa ruam merah disekujur tubuh, dan memiliki rasa gatal yang tidak bisa ditahan.


Aku meminta bapak untuk kita kembali kerumah terlebih dahulu, dan aku jelaskan apa yang sedang terjadi sebenarnya, dan sesampainya dirumah, aku menjelaskan pada bapak, sebenarnya ini adalah sebuah kiriman dari seseorang, rasa gatal yang dialami mereka itu berasal dari nanah berwujud gaib yang hambir melumuri sekujur tubuh mereka, ruam yang berada dikulit mereka itu adalah tanda kulit mereka mulai iritasi atau efek samping dari adanya nanah itu, dan rasa sesak yang mereka rasakan itu sebenarnya karena aroma tidak sedap yang muncul dari nanah itu dan membuat mereka susah bernafas, dan memang rumah yang dimana ada mereka yang sakit bau tidak sedap selalu muncul atau menyelimuti rumah mereka.


Bapak mertuaku menyanyakan bagaimana cara menyembuhkan mereka, dan aku pun berinisiatif untuk membuatkan air doa yang akan kubacakan dan mereka harus meminumnya sebagian dan sebagian lagi dioleskan kesekujur tubuh mereka.


Aku meminta bapak mertuaku untuk meminta masing masing dari keluarga mereka untuk mencarikan kelapa muda sebagai syarat air yang akan aku doakan, kenapa aku meminta air kelapa muda, ya menurutku itu adalah air yang benar benar murni dari alam dan belum terkontaminasi oleh zat zat lain, dan aku meminta kelapa itu harus dipetik atau diambil oleh anggota keluarga atau saudara mereka sendiri dan jangan sampai kelapa itu jatuh mengenai tanah.


Bapak pun langsung memberikabar tersebut pada seluruh keluarga yang memiliki pasien sakit tersebet, dan aku menunggu dirumah mertua untuk mempersiapkan kebutuhan mulai dari bersuci dan sholat terlebih dahulu.


Sebenarnya tidak begitu sulit untuk mencari kelapa didaerah desa mertuaku, soalnya hampir semua sawah atau kebun milik warga pasti memiliki pohon kelapa, jadi aku kira tidak akan lama mereka mencarinya.


Abimantra yang ikut bersamaku dirumah, mengatakan ini sebenarnya adalah siklus dari leluhur desa disini, ini bukan kiriman dari orang lain melainkan tanah ini meminta untuk di doakan dan diingat bahwa mereka disini tidaklah hidup bebas, melainkan ada tata krama yang harus ditaati, mungki orang yang terkena sakit itu memiliki kesalahan sehingga diberi peringatan seperti itu, dan orang – orang yang aku temui itu adalah beberapa sosok penjaga desa ini sebenarnya, mereka sengaja menunjukan wujud padaku untuk memberitahu apa yang harus dilakukan.


Aku juga sempat menanyakan pada Abimantra, mungkin untuk yang sakit sekarang, mereka melakukan kesalahan pada desa ini, terus untuk orang yang meninggal beberapa hari lalu? sedangkan itu adalah para ulama desa ini apakah mereka juga melakukan kesalahan? tanyaku pada Abimantra, diapun menjawab, kalau mereka itu memang sudah takdirnya, itu menjadi rahasia Allah, dan mungkin juga sebagai tanda pergantian generasi untuk melestarikan adat didesa ini.


Setelah beberapa lama aku menunggu, satu persatu dari keluarga mereka mulai berdatangan dengan membawa kelapa muda yang aku pesankan tadi, aku persilahkan untuk buah buah itu diletakan diatas sajadah didalam ruang sholat yang aku siapkan tadi.


Aku meminta mereka untuk menungguku diluar saat aku membacakan doa doa yang dulu pernah diajarkan oleh Alm. bapak


Abimantra yang bersamakupun ikut mendoakan Air itu, dan insyallah air ini akan menjadi pengobat dari sakit yang dirasakan mereka sekarang dan itu semua karena pertolongan Allah melalui kita.


Setelah selesai aku membacakan doa ke kelapa itu, aku pun keluar dari tempat sholat, aku meminta mereka untuk mengambil lagi kelapa muda itu dan segera diberikan pada keluarganya yang sakit dan sisanya dioleskan pada tubuh mereka, aku mengatakan untuk meminumnya dalam keadaan duduk dan jangan beralih dari posisi duduk itu sampai air yang diminum habis.


Mereka pun langsung mengambil dan membawa kelapa itu pulang kerumah mereka masing masing, beberapa keluarga yang ikut sempat ingin memberiku sebuah amplop, namun sengaja aku menolaknya karena aku ikhlas dalam menolong, itupun juga karena Allah, setelah mereka semua pulang, aku menyarankan pada bapak mertuaku untuk membuat acara selametan untuk desa, itung itung untuk memeriahkan desa lah, dan mengadakan juga doa bersama untuk desa ini supaya semua aman sehat dan terpenuhi segala keinginannya.


Bapak mertuaku kebetulan adalah ketua RT jadi dia langsung setuju dan berencana untuk mengumpulkan ketuaRT yang lain sekaligus ketua RW untuk membicarakan hal itu. dan karena acara malam ini sudah selesai, aku meminta pamit pada mertuaku, karena tidak tega meninggalkan Via sendirian dirumah,dia cukup penakut sebanarnya, mertuaku pun mengijinkan untuk segera pulang dan sesegera mungkin kupacu motorku pulang.


Saat sampai didepan gapura Desa, titik titik api itu kembali terlihat disamping gapura, sosok orang membawa obor itu ternyata kembali menampakan diri mereka, masih dalam ekspresi yang sama hanya saja saat aku melewati mereka, kini mereka menganggukan kepala mereka dan aku balas dengan klakson tanda permisi.


Saat perjalanan pulang, kondisi jalanan kembali normal ramai lancar, aku memacu motor cukup kencang karena hari semakin malam, aku yakin Via belum tidur karena menungguku pulang.


Tepat dipertengahan perjalanan dimana jalan tidak begitu ramai, tiba tiba ada sosok kesatria jawa berbulu yang saat itu muncul dan mengagetkanku dibarengi disebelah kananku ada mobil dari arah berlawanan tiba tiba berputar arah.


Karena rasa kagetku atas kemunculan dia dan ditambah ada mobil muncul berbalik arah secara tiba tiba, membuatku harus menginjak dan menarik rem motor secara bersamaan membuat motor oleh tak bisa dikendalikan akupun terjatuh terseret motor, kaki kiriku masuk ke sela sela velg mobil itu dan ....
bruno95
delet3
erman123
erman123 dan 14 lainnya memberi reputasi
15
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.