- Beranda
- Stories from the Heart
TOLONG AKU HANTU!
...
TS
adamtzero
TOLONG AKU HANTU!
Quote:

"Hantu Gasimah" cr: pickpik
Sinop
Quote:
Nanti malah spoiler, baca aja kalau minat...

INDEX
Quote:
Spoiler for Arc Perkenalan:
Spoiler for Arc Lima Elit:
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
-
-
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
-
-
Spoiler for Arc Gasimah:
Spoiler for Arc ???:
Note:
- Cerita ini fiksi 100 %
- Tidak ada maksud tertentu, kalau ada kesamaan hanya kebetulan semata.
- Enjoy
- Kamis
Diubah oleh adamtzero 14-09-2024 20:03
wikanrahma12070 dan 5 lainnya memberi reputasi
4
5.3K
Kutip
189
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
adamtzero
#22
Double Chapter
10
11
10
Quote:
Jalan menuju goa bekas penjajah harus melewati jalan pegunungan yang sepi di malam hari. Lampu-lampu hadir hanya melalui beberapa kedai mie instan yang berjejer sepanjang jalan, padahal masih berada di dalam kawasan taman hutan lindung tetapi suasananya sudah terasa seperti berada di daerah terpencil. Pandu membawa mobilnya secara hati-hati, sementara Ardit sudah menyiapkan segala peralatan yang dibutuhkan, terutama pencahayaan dan juga baterai cadangan. Tidak lupa Ardit mengabari kuncen bahwa kedatangannya sudah dekat.
“Parkirnya di mana nih? Jujur gue belum pernah ke sini,” tanya Pandu.
“Hah? Masa, jalan pagi sekalipun?” Ardit membalikan pertanyaan.
“Enggaklah, ngapain cuman jalan pagi jauh-jauh ke gunung segala,” lalu Ardit memberitahu untuk parkir di daerah resmi saja agar barang bawaan lebih aman.
Terlihat beberapa pengunjung sudah keluar dari taman kawasan hutan lindung, beberapa lainnya sama seperti Pandu dan Ardit ingin melakukan wisata malam, terumata ke goa bekas penjajah yang memang sengaja dibuka oleh pengelola bagi warga yang ingin merasakan atfosmer berbeda.
Mereka berdua berjalan mendekati goa bekas penjajah, papan penanda memudahkan langkah mereka. Udara begitu segar dan dingin, tapi malam hari bukan waktu yang tepat dikarenakan gelapnya kawasan ini tanpa adanya penerangan yang cukup. Bagian jalan utama terang benderang, sedangkan sekitarnya gelap, memberikan nuansa ngeri.
“Lo waktu janjian sama kuncen ini gimana? Kok banyakan begini?” bisik Pandu sambil menoleh kebelakang, melihat beberapa orang mengikutinya.
“Kuncennya bilang ini ekslusif kok, lagian mana seru kalau rame-rame begini. Mungkin orang-orang pada mau ke air terjun kali,” jawab Ardit.
Benar saja, pada saat berada di dua tikungan, orang-orang yang tadinya berada di belakang membelokan arah menuju area lain, menyisakan Pandu dan Ardit hanya berdua. Pepohonan rindang terlihat samar, aura mistis begitu kuat. Sebuah mulut goa terpampang jelas dari kejauhan, ada seorang yang terlihat sedang berdiri di sana sedang menunggu kedatangan mereka berdua. Pandu merasa lega karena pada penelusuran kali ini yang menjadi kuncen bukanlah seorang Kuncen DJ. Tanpa disadari senyumnya berbunga, Ardit menangkap momen ini lalu menanyakannya langsung.
“Woy kenapa? Kok malah senyum-senyum sendiri lo?” tanya Ardit.
“Gue lega aja, semoga kuncen ini engga nipu kayak yang udah-udah,” jawab Pandu.
“Ya tapi kan emang dari diri lo aja kali yang susah mengundang makhluk halus, pengonten lain malah suka dapet momen,” Pandu seolah tidak mendengarkan, menurutnya sudah jelas Kuncen DJ menipunya.
Mereka sudah berhadapan pada sang kuncen yang membelakangi sambil menyalakan rokoknya, tidak lupa dua buah senter menggantung di sabuk celananya. Saat Ardit memanggil sang kuncen dan menoleh, raut wajah Pandu langsung berubah 360 derajat. Bagaimana tidak, kuncen didepannya tidak lain dan tidak bukan adalah Kuncen DJ. Bukan hanya Pandu, temannya yaitu Ardit juga terkejut melihat sosok Kuncen DJ.
“Kok?” ucap Ardit keheranan sambil menunjuk ke arah Kuncen DJ.
“Iya, itu temen saya mendadak enggak bisa datang ada perlu. Ini saya dipinjemin ponselnya biar tinggal nerusin,” sambil menunjukan ponsel milik temannya.
“Gimana? Udah nanggung nih?” bisik Ardit sambil tersenyum canggung pada Kuncen DJ.
“Hm…,” Pandu diam sejenak. “ya udah deh, terlanjur juga udah minta pindah kelas,” akhirnya Pandu mengalah.
Kuncen DJ mulai menjelaskan tata cara melakukan penulusuran dan uji nyali di goa bekas penjajah ini. Sama seperti tempat-tempat sebelumnya, penusuluran dilakukan dengan kehadiran Kuncen DJ di belakang kamera. Nantinya akan diberitahu area-area mana saja dalam goa bekas penjajah ini yang memiliki aura mistis yang kuat. Pandu sudah membekali diri dengan membaca latar belakang dan penggunaan goa ini di masa lampau, bahkan dirinya sudah mulai berlatih di depan cermin. Agar terciptanya komunikasi yang lebih menarik dengan penonton sesuai saran Lulu.
“Hm,” mata Kuncen DJ jauh memandang, beberapa sudut tidak lepas dari pandangannya.
“Nyari siapa? Temen situ jadi datang?” tanya Ardit.
“Aman ternyata,” ucap Kuncen DJ dengan suara pelan, ternyata yang dilakukannya adalah mencari sosok perempuan yang telah menganggu urusannya di tempat sebelumnya. “oh enggak, perasaan aja kayak ada orang ke sini,” dengan tawa canggungnya. “nih senternya masing-masing satu, nanti saya sorot dulu jalannya, kamu tinggal ikuti yah,” Pandu menerima senternya, belum juga dimulai kekecewannya sudah mulai nampak.
“Parkirnya di mana nih? Jujur gue belum pernah ke sini,” tanya Pandu.
“Hah? Masa, jalan pagi sekalipun?” Ardit membalikan pertanyaan.
“Enggaklah, ngapain cuman jalan pagi jauh-jauh ke gunung segala,” lalu Ardit memberitahu untuk parkir di daerah resmi saja agar barang bawaan lebih aman.
Terlihat beberapa pengunjung sudah keluar dari taman kawasan hutan lindung, beberapa lainnya sama seperti Pandu dan Ardit ingin melakukan wisata malam, terumata ke goa bekas penjajah yang memang sengaja dibuka oleh pengelola bagi warga yang ingin merasakan atfosmer berbeda.
Mereka berdua berjalan mendekati goa bekas penjajah, papan penanda memudahkan langkah mereka. Udara begitu segar dan dingin, tapi malam hari bukan waktu yang tepat dikarenakan gelapnya kawasan ini tanpa adanya penerangan yang cukup. Bagian jalan utama terang benderang, sedangkan sekitarnya gelap, memberikan nuansa ngeri.
“Lo waktu janjian sama kuncen ini gimana? Kok banyakan begini?” bisik Pandu sambil menoleh kebelakang, melihat beberapa orang mengikutinya.
“Kuncennya bilang ini ekslusif kok, lagian mana seru kalau rame-rame begini. Mungkin orang-orang pada mau ke air terjun kali,” jawab Ardit.
Benar saja, pada saat berada di dua tikungan, orang-orang yang tadinya berada di belakang membelokan arah menuju area lain, menyisakan Pandu dan Ardit hanya berdua. Pepohonan rindang terlihat samar, aura mistis begitu kuat. Sebuah mulut goa terpampang jelas dari kejauhan, ada seorang yang terlihat sedang berdiri di sana sedang menunggu kedatangan mereka berdua. Pandu merasa lega karena pada penelusuran kali ini yang menjadi kuncen bukanlah seorang Kuncen DJ. Tanpa disadari senyumnya berbunga, Ardit menangkap momen ini lalu menanyakannya langsung.
“Woy kenapa? Kok malah senyum-senyum sendiri lo?” tanya Ardit.
“Gue lega aja, semoga kuncen ini engga nipu kayak yang udah-udah,” jawab Pandu.
“Ya tapi kan emang dari diri lo aja kali yang susah mengundang makhluk halus, pengonten lain malah suka dapet momen,” Pandu seolah tidak mendengarkan, menurutnya sudah jelas Kuncen DJ menipunya.
Mereka sudah berhadapan pada sang kuncen yang membelakangi sambil menyalakan rokoknya, tidak lupa dua buah senter menggantung di sabuk celananya. Saat Ardit memanggil sang kuncen dan menoleh, raut wajah Pandu langsung berubah 360 derajat. Bagaimana tidak, kuncen didepannya tidak lain dan tidak bukan adalah Kuncen DJ. Bukan hanya Pandu, temannya yaitu Ardit juga terkejut melihat sosok Kuncen DJ.
“Kok?” ucap Ardit keheranan sambil menunjuk ke arah Kuncen DJ.
“Iya, itu temen saya mendadak enggak bisa datang ada perlu. Ini saya dipinjemin ponselnya biar tinggal nerusin,” sambil menunjukan ponsel milik temannya.
“Gimana? Udah nanggung nih?” bisik Ardit sambil tersenyum canggung pada Kuncen DJ.
“Hm…,” Pandu diam sejenak. “ya udah deh, terlanjur juga udah minta pindah kelas,” akhirnya Pandu mengalah.
Kuncen DJ mulai menjelaskan tata cara melakukan penulusuran dan uji nyali di goa bekas penjajah ini. Sama seperti tempat-tempat sebelumnya, penusuluran dilakukan dengan kehadiran Kuncen DJ di belakang kamera. Nantinya akan diberitahu area-area mana saja dalam goa bekas penjajah ini yang memiliki aura mistis yang kuat. Pandu sudah membekali diri dengan membaca latar belakang dan penggunaan goa ini di masa lampau, bahkan dirinya sudah mulai berlatih di depan cermin. Agar terciptanya komunikasi yang lebih menarik dengan penonton sesuai saran Lulu.
“Hm,” mata Kuncen DJ jauh memandang, beberapa sudut tidak lepas dari pandangannya.
“Nyari siapa? Temen situ jadi datang?” tanya Ardit.
“Aman ternyata,” ucap Kuncen DJ dengan suara pelan, ternyata yang dilakukannya adalah mencari sosok perempuan yang telah menganggu urusannya di tempat sebelumnya. “oh enggak, perasaan aja kayak ada orang ke sini,” dengan tawa canggungnya. “nih senternya masing-masing satu, nanti saya sorot dulu jalannya, kamu tinggal ikuti yah,” Pandu menerima senternya, belum juga dimulai kekecewannya sudah mulai nampak.
11
Quote:
Penelusuran dimulai, Pandu berada dibarisan paling depan, sedangkan Kuncen DJ dan juga Ardit sang kameraman berada dibelakangnya. Sesuai arahan Kuncen DJ, yang paling pertama dibedah adalah pintu masuk goa yang berbentuk seperti huruf ‘n’, sejarahnya ketika membuat goa ini, mulut goanya sudah terbentuk secara alami hanya dengan peralatan seadanya tetapi bentuknya sudah seperti itu. Lalu perjalanan kembali dilanjutkan setelah pembukaan di mulut goa. Sekarang mereka ke tempat di mana para tantara penjajah menghabiskan malamnya. Masih ada beberapa tempat tidur yang sengaja ditinggalkan begitu saja untuk menambah nilai sejarah. Beberapa tempat menyimpan lilin juga tersedia, masih sama bentuknya dengan jaman itu.
Auranya di tempat ini cukup menyengat, hawa dingin dan tidak enak datang tiba-tiba. Ardit merasakannya, bulu kuduknya berdiri. Sementara Pandu masih santai menjelaskan tentang tempat tidur para tentara.
“Oi, fokus,” bisik Kuncen DJ pada Ardit yang gelagatnya mulai aneh.
“Iya…,” Pandu sempat melirik kearahnya, namun Ardit memberikan tanda semuanya baik-baik saja dan Pandu bisa melanjutkan pemaparannya kembali.
Beberapa menit kemudian, perekaman di area tempat tidur tentara sudah selesai dilakukan, ketiganya berangkat menuju area selanjutnya. Ardit sempat menoleh kebelakang, tanpa adanya lampu dari senter, tempat itu sangatlah gelap, badannya kembali bergidik.
“Jangan gitu dong, nanti belum sampai uji nyali penunggu udah keluar duluan,” ucap Kuncen DJ pada Ardit dengan gelagatnya yang menunjukan rasa takut.
“Bukan takut, hawanya dingin banget ini, iya kan Panwir?” wajahnya menoleh kea rah Pandu. Tapi temannya itu menjawabnya singkat dengan satu gelengan kepala.
Ketiganya tiba di sebuah ruangan cukup besar, yang dibagi-bagi menjadi beberapa kamar-kamar sempit lengkap dengan jeruji besi berkarat didepannya. Kali ini yang akan dibahas adalah ruangan penjara bagi warga-warga local yang ditangkap oleh penjajah. Berbeda dengan tempat sebelumnya, di sini bahkan tidak disediakan wadah atau tempat untuk menyimpan lilin, artinya semua tahanan tinggal dalam keadaan gelap gulita.
“Gila sih, ini mah buat satu orang tidur enggak cukup,” ucap Ardit.
“Buat satu orang? Yakin?” tanya Kuncen DJ.
“Kan biasanya…,” Ardit tersadar ternyata sel penjara ini tidak dihuni oleh satu orang tahanan, menurut Pandu dari sumber bacaannya, bahkan dalam satu sel mereka bisa ditempatkan sampai tiga orang.
Perekaman kembali dilanjutkan, ketika Pandu sedang menjelaskan sel-sel sempit ini, terdengar suara besi nyaring. Pandu berhenti berbicara, sementara itu Ardit dan Kuncen DJ saling menatap satu sama lain mencoba mencerna apa yang mereka dengarkan tadi. Kemudian Pandu mendekati ke sumber suara yang ia yakini, berada pada salah satu sel. Ardit yang masih bergetar mencoba mengikuti Pandu meskipun ada beberapa yang terlewat kamera.
“Di sini kan tadi?” tanya Pandu pada Ardit. Lalu menyorotkan sinar senter ke dalam sel.
Saat keduanya sedang sibuk merekam di sel tersebut, Kuncen DJ terlihat begitu santai. Alisnya naik memberikan aba-aba kepada sosok di dalam sel untuk pergi.
“Beneran polos tuk anak berdua,” ucap Kuncen DJ dalam hati. “hitung-hitung sebagai ganti rugi waktu di tempat kemaren, kalau enggak ada tuh hantu perempuan, semuanya berjalan lancar kok,” lanjutnya. Kuncen DJ menghampiri kedua kliennya tersebut, memberitahu bahwa sudah cukup untuk mengambil gambar di area ini.
Langkah kaki semakin berat, karena area yang akan dituju ini menurut Kuncen DJ memiliki aura mistis yang paling kuat. Sering kali dijadikan tempat uji nyali oleh pembuat konten lain. Banyak dari mereka yang menangkap sosok tinggi besar berwarna hitam. Dan di area tersebut terdapat sesuatu larangan yang wajib dipatuhi. Mendengar semua cerita itu membuat Ardit semakin khawatir saja, padahal bukan dirinya nanti yang akan melakukan uji nyali. Sementara itu Pandu terlihat menguap, dengan maksud menyindir bahwa semua yang dikatakan oleh Kuncen DJ adalah omong kosong. Jika diucapkan oleh orang yang lebih kompeten, Pandu akan mempercayainya, begitu pikirannya.
“Ini dia, ruangan eksekusi, dari jaman dulu sampai sekarang enggak pernah diubah-ubah. Termasuk dibersihkan,” Kuncen DJ membuka kedua tangannya, seakan-akan menyambut kedatangan Ardit dan Pandu.
“Baunya nyengat banget yah, kayak amis-amis gitu, kerasa enggak?” tanya Ardit.
“Ardit, saran saya kamu harus perkuat mental. Kalau udah nyium bau-bau nyengat amis begitu, tandanya kamu udah hampir kena tuh gangguan makhluk halus,” tanggapan Ardit hanya tertawa saja, berpikir bahwa perkataan Kuncen DJ hanya untuk menakuti-kutinya saja.
Pandu masuk ke dalam terlebih dahulu, senternya diarahkan untuk menyorot sekelilingnya. Banyak noda-noda dari jaman lampau yang mengering. Tiba-tiba tangan Kuncen DJ menarik lengan Pandu, membawanya kembali keluar ruangan. Memberitahunya bahwa ada perlakuan khusus jika ingin memasuki ruangan eksekusi, anggap saja seperti ingin bertamu ke rumah seseorang, maka ada hal-hal yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
“Maaf nih tadi saya narik, soalnya bukan apa-apa, penunggunya itu serem banget,” sebenarnya perkataan dari Kuncen DJ ini jujur, tetapi Pandu seperti acuh. “jadi sebelum masuk kita permisi dulu, ya pakai bahasa kita sehari-hari aja ‘permisi, izin masuk’ gitu,” jelas Kuncen DJ. “sama ada lagi satu, pantangan besar, tapi saya enggak bisa bilangnya keras-keras harus bisik-bisik takut penunggunya denger,” Pandu dan Ardit mendekat, kemudian Kuncen DJ membisikan sesuatu.
“Hah? Yang bener?” Ardit tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh Kuncen DJ, sebuah pantangan yang menurutnya aneh.
“Hm…,” sementara Pandu masih mencernanya, karena pantangannya sangat aneh menurutnya juga.
Auranya di tempat ini cukup menyengat, hawa dingin dan tidak enak datang tiba-tiba. Ardit merasakannya, bulu kuduknya berdiri. Sementara Pandu masih santai menjelaskan tentang tempat tidur para tentara.
“Oi, fokus,” bisik Kuncen DJ pada Ardit yang gelagatnya mulai aneh.
“Iya…,” Pandu sempat melirik kearahnya, namun Ardit memberikan tanda semuanya baik-baik saja dan Pandu bisa melanjutkan pemaparannya kembali.
Beberapa menit kemudian, perekaman di area tempat tidur tentara sudah selesai dilakukan, ketiganya berangkat menuju area selanjutnya. Ardit sempat menoleh kebelakang, tanpa adanya lampu dari senter, tempat itu sangatlah gelap, badannya kembali bergidik.
“Jangan gitu dong, nanti belum sampai uji nyali penunggu udah keluar duluan,” ucap Kuncen DJ pada Ardit dengan gelagatnya yang menunjukan rasa takut.
“Bukan takut, hawanya dingin banget ini, iya kan Panwir?” wajahnya menoleh kea rah Pandu. Tapi temannya itu menjawabnya singkat dengan satu gelengan kepala.
Ketiganya tiba di sebuah ruangan cukup besar, yang dibagi-bagi menjadi beberapa kamar-kamar sempit lengkap dengan jeruji besi berkarat didepannya. Kali ini yang akan dibahas adalah ruangan penjara bagi warga-warga local yang ditangkap oleh penjajah. Berbeda dengan tempat sebelumnya, di sini bahkan tidak disediakan wadah atau tempat untuk menyimpan lilin, artinya semua tahanan tinggal dalam keadaan gelap gulita.
“Gila sih, ini mah buat satu orang tidur enggak cukup,” ucap Ardit.
“Buat satu orang? Yakin?” tanya Kuncen DJ.
“Kan biasanya…,” Ardit tersadar ternyata sel penjara ini tidak dihuni oleh satu orang tahanan, menurut Pandu dari sumber bacaannya, bahkan dalam satu sel mereka bisa ditempatkan sampai tiga orang.
Perekaman kembali dilanjutkan, ketika Pandu sedang menjelaskan sel-sel sempit ini, terdengar suara besi nyaring. Pandu berhenti berbicara, sementara itu Ardit dan Kuncen DJ saling menatap satu sama lain mencoba mencerna apa yang mereka dengarkan tadi. Kemudian Pandu mendekati ke sumber suara yang ia yakini, berada pada salah satu sel. Ardit yang masih bergetar mencoba mengikuti Pandu meskipun ada beberapa yang terlewat kamera.
“Di sini kan tadi?” tanya Pandu pada Ardit. Lalu menyorotkan sinar senter ke dalam sel.
Saat keduanya sedang sibuk merekam di sel tersebut, Kuncen DJ terlihat begitu santai. Alisnya naik memberikan aba-aba kepada sosok di dalam sel untuk pergi.
“Beneran polos tuk anak berdua,” ucap Kuncen DJ dalam hati. “hitung-hitung sebagai ganti rugi waktu di tempat kemaren, kalau enggak ada tuh hantu perempuan, semuanya berjalan lancar kok,” lanjutnya. Kuncen DJ menghampiri kedua kliennya tersebut, memberitahu bahwa sudah cukup untuk mengambil gambar di area ini.
Langkah kaki semakin berat, karena area yang akan dituju ini menurut Kuncen DJ memiliki aura mistis yang paling kuat. Sering kali dijadikan tempat uji nyali oleh pembuat konten lain. Banyak dari mereka yang menangkap sosok tinggi besar berwarna hitam. Dan di area tersebut terdapat sesuatu larangan yang wajib dipatuhi. Mendengar semua cerita itu membuat Ardit semakin khawatir saja, padahal bukan dirinya nanti yang akan melakukan uji nyali. Sementara itu Pandu terlihat menguap, dengan maksud menyindir bahwa semua yang dikatakan oleh Kuncen DJ adalah omong kosong. Jika diucapkan oleh orang yang lebih kompeten, Pandu akan mempercayainya, begitu pikirannya.
“Ini dia, ruangan eksekusi, dari jaman dulu sampai sekarang enggak pernah diubah-ubah. Termasuk dibersihkan,” Kuncen DJ membuka kedua tangannya, seakan-akan menyambut kedatangan Ardit dan Pandu.
“Baunya nyengat banget yah, kayak amis-amis gitu, kerasa enggak?” tanya Ardit.
“Ardit, saran saya kamu harus perkuat mental. Kalau udah nyium bau-bau nyengat amis begitu, tandanya kamu udah hampir kena tuh gangguan makhluk halus,” tanggapan Ardit hanya tertawa saja, berpikir bahwa perkataan Kuncen DJ hanya untuk menakuti-kutinya saja.
Pandu masuk ke dalam terlebih dahulu, senternya diarahkan untuk menyorot sekelilingnya. Banyak noda-noda dari jaman lampau yang mengering. Tiba-tiba tangan Kuncen DJ menarik lengan Pandu, membawanya kembali keluar ruangan. Memberitahunya bahwa ada perlakuan khusus jika ingin memasuki ruangan eksekusi, anggap saja seperti ingin bertamu ke rumah seseorang, maka ada hal-hal yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
“Maaf nih tadi saya narik, soalnya bukan apa-apa, penunggunya itu serem banget,” sebenarnya perkataan dari Kuncen DJ ini jujur, tetapi Pandu seperti acuh. “jadi sebelum masuk kita permisi dulu, ya pakai bahasa kita sehari-hari aja ‘permisi, izin masuk’ gitu,” jelas Kuncen DJ. “sama ada lagi satu, pantangan besar, tapi saya enggak bisa bilangnya keras-keras harus bisik-bisik takut penunggunya denger,” Pandu dan Ardit mendekat, kemudian Kuncen DJ membisikan sesuatu.
“Hah? Yang bener?” Ardit tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh Kuncen DJ, sebuah pantangan yang menurutnya aneh.
“Hm…,” sementara Pandu masih mencernanya, karena pantangannya sangat aneh menurutnya juga.
pulaukapok dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Kutip
Balas