Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pilotproject715Avatar border
TS
pilotproject715
Mengenal Sosok Syekh Siti Jenar, Pemikiran dan Kontroversinya
Mengenal Sosok Syekh Siti Jenar, Pemikiran dan Kontroversinya

Jogja -

Sosok Syekh Siti Jenar mungkin sudah tidak asing lagi bagi umat Islam, khususnya di daerah Jawa. Syekh Siti Jenar merupakan seorang tokoh Sufi di tanah Jawa pada abad ke-16 yang dianggap kontroversial bagi beberapa kalangan.

Kala itu, ajaran Syekh Siti Jenar dianggap tidak sejalan dengan Wali Songo. Meski begitu, ia turut andil dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa.

Lantas, siapa itu Syekh Siti Jenar? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.


Biografi Syekh Siti Jenar

Pada dasarnya, sejarah Syekh Siti Jenar masih simpang-siur. Namun, mengutip buku 'Biografi Lengkap Syekh Siti Jenar' karya Sartono Hadisuwarno, Syekh Siti Jenar merupakan putra dari seorang ulama di Malaka bernama Syekh Datuk Shaleh.


Syekh Siti Jenar lahir di Cirebon pada tahun 829 H/1426 M dengan nama kecil Sayyid Hasan Ali al-Husain. Bila ditelusuri silsilah keluarganya, ia masih memiliki hubungan nasab atau keturunan dengan Nabi Muhammad SAW, yakni kakek Imam Husain asy-Syahid dari pernikahan Fatimah binti Muhammad SAW dengan Abi Thalib.

Syekh Siti Jenar memiliki banyak julukan. Nama Siti Jenar sendiri berasal dari bahasa Jawa, yakni Siti yang berarti 'tanah' dan Jenar yang artinya 'kuning'.

Selain itu, Syekh Siti Jenar juga dijuluki Sunan Jepara, Sitibrit, dan Syekh Lemah Abang. Adapun nama Lemah Abang diberikan karena ia pernah tinggal di Dusun Lemah Abang, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara. Ketika dewasa, barulah ia mendapat gelar Syekh Abdul Jalil atau Raden Abdul Jalil.

Pemikiran Syekh Siti Jenar

Mengutip artikel berjudul 'Syekh Siti Jenar: Pemikiran dan Ajarannya' yang ditulis Saidun Derani, Syekh Siti Jenar memiliki sejumlah pemikiran yang terkenal. Berikut di antaranya:

1. Pemikiran tentang Tuhan

Pemikiran Syekh Siti Jenar tentang Tuhan berkaitan dengan konsep "Manunggaling Kawula Gusti". Konsep ini menjelaskan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan. Dalam konsep tersebut, manusia dipandang sebagai manifestasi Tuhan.

2. Pemikiran tentang Manusia

Menurut Syekh Siti Jenar, setiap manusia memiliki fitrah keagungan dan kemuliaan yang disebut sebagai adimanusia. Konsep ini menjelaskan manusia diciptakan oleh Tuhan untuk menjadi wakil-Nya di bumi.

3. Pemikiran tentang Jiwa

Dalam pemikiran Syekh Siti Jenar, jiwa merupakan suara hati nurani yang menjadi ekspresi dari zat Tuhan. Sebab, jiwa menjadi ungkapan kehendak Tuhan yang harus dipatuhi dan diikuti.

4. Pemikiran tentang Alam Semesta

Syekh Siti Jenar memandang alam semesta sebagai makrokosmos (jagat besar) yang setara dengan mikrokosmos (manusia). Menurutnya, manusia dan alam semesta tidaklah kekal.

5. Pemikiran tentang Akal

Menurut Syekh Siti Jenar, akal itu bekerja dengan intuisi yang memengaruhi tata aturan formal syariah. Pandangan ini menekankan akal sebagai pedoman hidup. Namun di sisi lain, ia merujuk pada kehendak dan angan-angan yang menurutnya tidak dapat dipercaya kebenarannya.

6. Pemikiran tentang Kehidupan

Syekh Siti Jenar memiliki pandangan tentang hidup. Menurutnya, hidup dan cara menjalaninya merupakan konsep yang sulit dicerna. Pemikiran ini berkaitan dengan kebenaran intuitif sebagai dasar perilaku manusia, yang hanya dapat diperoleh melalui pencapaian kesadaran diri.

7. Pemikiran tentang Tindakan Manusia

Menurut pandangan Syekh Siti Jenar, tindakan manusia merupakan kehendak Tuhan yang sejalan dengan pandangan Jabariah. Namun, ia juga berpendapat bahwa jika Tuhan hadir bersama manusia, manusia akan bertindak dengan baik. Menurutnya, manusia akan membersihkan diri dari kehidupan yang terkontaminasi dengan hawa nafsu.


Kontroversi Syekh Siti Jenar

Pada masa awal di Cirebon, Syekh Siti Jenar bertemu dengan Sunan Bonang dan Raden Sunan Kalijaga. Perkenalan mereka diawali dengan memperkenalkan asal-usul masing-masing dan berbagi ilmu keagamaan meskipun mazhab mereka berbeda.

Saat berbagi ilmu kerohanian dengan para wali, Syekh Siti Jenar sempat dicurigai sebagai pemilik ilmu sihir. Syekh Siti Jenar mengajarkan sasahidan serta ilmu ma'rifat dan hakikat dalam bentuk sufisme wujudiyah.

Bagi Wali Songo, hal itu sangat membahayakan. Mereka berpendapat ilmu kasampurnaan itu tidak patut diajarkan secara umum karena masyarakat akan salah paham.

Menurut Wali Songo, ilmu kasampurnaan adalah ilmu khash, yakni ilmu tua berupa ilmu rahasia untuk kalangan tertentu. Sementara, bagi Syekh Siti Jenar semua orang dari golongan manapun berhak memperoleh pengajaran ilmu yang sama.

Hal itu menjadi awal perbedaan prinsip antara Syekh Siti Jenar dan Wali Songo, dikutip dari skripsi berjudul 'Sinkretisme Ajaran Islam dan Jawa pada Tokoh Syekh Siti Jenar'.

Dalam sebuah pertemuan yang digelar di Istana Argapura Gresik, Syekh Siti Jenar mengemukakan pendapatnya tentang ketuhanan. Menurutnya, beribadah kepada Allah SWT pada dasarnya sama dengan Allah. Ia juga menambahkan bahwa hamba yang memiliki kuasa dan menghukum juga hamba.

detik.com
scorpiolama
rakshaka
itkgid
itkgid dan 9 lainnya memberi reputasi
10
1.1K
148
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.1KThread41.8KAnggota
Tampilkan semua post
crowsdAvatar border
crowsd
#12
Jika membahas tentang Syekh Siti Jenar, ane lebih suka membahasnya dari segi politik di Jawa saat itu yang akan mempengaruhi lanskap masyarakat Jawa saat ini, santri dan abangan, hingga kondisi politik Indonesia saat ini.

Syekh Siti Jenar jika menurut penelitian ane sendiri, dilihat dari namanya dia orang Arab, julukannya sendiri adalah Syekh Lemah Abang, Lemah Abang artinya tanah merah, tanah merah jelas berhubungan dengan padang pasir, tapi dia banyak pengikutnya adalah orang Jawa yang agak-agak kejawen, tapi bukan kejawen tulen. Dia tidak termasuk dalam barisan Wali Songo, Wali Songo itu sebenarnya adalah dewan wali, para pemimpin agama yang dapat dimintai pendapat oleh Raja, semacam penasehat. Sejak akhir kekuasaan Majapahit, penasehat agama yang awalnya hanya dari unsur Hindu dan Budha ditambah dari unsur Islam karena berkembangnya agama ini di Majapahit meskipun masih minoritas pengikutnya yaitu para wali itulah.

Setelah munculnya Demak, Kesultanan Islam pertama di tanah Jawa yang mengklaim sebagai penerus Majapahit dan itu sah sah saja karena Raden Patah, Sultan pertama Demak itu suka tidak suka adalah putra Raja terakhir Majapahit Kertabumi dan Dewi Dwarawati dari Champa atau wilayah Kamboja sekarang yang beragama Islam, maka kedudukan Dewan Wali semakin kuat dengan Sunan Ampel sebagai pemimpin Dewan. Siapa Sunan Ampel ?. Dia berasal dari Champa, dia adalah keponakan Putri Champa. Jadi Sunan Ampel itu juga bukan orang sembarangan karena dia adalah keponakan dari istri Raja Majapahit yang tentu dekat dengan kekuasaan, jadi bisa dibilang perkembangan Islam di akhir Majapahit itu berlangsung damai, lha Raja Majapahit saja nikah sama orang Islam dan Islam diakui sebagai agama resmi.

Raja pertama Demak, Raden Patah berguru pada Sunan Ampel, Raden Patah meskipun secara keturunan adalah orang Jawa dari garis patrilinial atau garis bapak, tapi orientasinya adalah ke Champa yang Islam. Dewan Wali sendiri secara pandangan juga berlainan, Sunan Ampel cenderung moderat, Sunan Bonang dan Sunan Kalijogo malah lebih kultural menyebarkan Islam dengan budaya, ada lagi Sunan Giri yang "keras" dan dianggap "putihan", Sunan Gunung Jati malah pemimpin militer, demikian juga dengan Sunan Kudus yang adalah Panglima Tentara, kadang bisa soft seperti contoh Masjid Kudus tapi terkadang juga jadi hawkish. Di luar Dewan Wali ada Syekh Siti Jenar, yang tidak masuk dan tunduk dalam otoritas apa pun, menyebarkan Islam dengan caranya sendiri, yaitu paham Wahdatul Wujud atau dalam bahasa Jawanya adalah Manunggaling Kawulo Gusti atau bersatunya manusia dengan Tuhan, dan ajaran ini cukup menarik banyak orang Jawa karena dianggap banyak sesuai dengan inti inti ajaran orang Jawa atau Kejawen. Salah satu pengikut Syekh Siti Jenar adalah Ki Ageng Pengging, dan ajarannya memperoleh banyak pengikut di Pengging.

Ki Ageng Pengging adalah putra salah satu elit Majapahit yaitu Adipati Andayaningrat, nama aslinya Kebo Kenongo dan setelah masuk Islam lebih dikenal sebagai Ki Ageng Pengging, dia ini adalah bapaknya Mas Karebet alias Joko Tingkir. Pasca runtuhnya Majapahit, Pengging dianggap ancaman bagi Demak, karena diperintah oleh trah elit politik yang loyal pada Majapahit, meskipun sudah masuk Islam, tapi gurunya justru Syekh Siti Jenar yang tidak mau tunduk pada otoritas politik Demak, dianggap slonong boy gak mau diatur otoritas dan menyebarkan Islam dengan caranya sendiri, apalagi ketika Dewan Wali dipimpin Sunan Giri, keturunan Samarkand atau sekarang Asia Tengah bekas negara pecahan Uni Soviet, yang dianggap keras dan kaku dalam menerapkan Islam dan ini tidak disetujui Syekh Siti Jenar, maka otoritas Demak menghukum Syekh Siti Jenar dengan hukuman mati karena dianggap menyebarkan ajaran sesat, dan beberapa tahun kemudian menimpa juga muridnya Ki Ageng Pengging, yang alasan sebenarnya adalah untuk menghilangkan ancaman terhadap Demak dari sisa sisa anasir Majapahit.

Demak kemudian dilanda kekacauan sepeninggal Raja Kedua Pati Unus ketika menyerang Portugis di Malaka yang berakhir dengan kegagalan, di mana ketika pulang ke Jawa dia jatuh sakit dan meninggal, krisis suksesi antara dua adiknya yakni Pangeran Sekar dan Pangeran Trenggono, seharusnya yang menjadi Raja adalah Pangeran Sekar karena dia adalah anak ke 2 Raden Patah atau lebih tua dibanding Trenggono, tapi Pangeran Sekar dibunuh oleh Pangeran Prawoto, anak dari Trenggono, dicegat oleh orang2 suruhan Prawoto sehabis pulang Sholat Jumat dan meninggal di pinggir sungai maka namanya lebih dikenal sebagai Pangeran Sekar Sedo Ing Lepen atau Pangeran Sekar yang meninggal di sungai.

Maka Trenggono pun lenggang kangkung jadi Sultan Demak, pemerintahannya dianggap cukup keras dalam penerapan Islam dan mau memformalkan hukum Islam dalam hukum negara, atau jaman kerennya saat ini mau menerapkan Syariat Islam, ini ditentang oleh beberapa wali, yang paling keras menentang adalah Sunan Kalijogo, kata Sunan Kalijogo, ngapain kamu ikut2 ngurus agama, perkara agama itu urusanku, urusanmu itu ngurus negara, gimana supaya rakyatmu adil makmur, maka Sunan Kalijogo pun menciptakan lagu gundul gundul pacul sebagai kritikan terhadap pemerintahan Sultan Trenggono, yang intinya lagu ini adalah jika kepala dalam hal ini kepala negara keblinger, maka tugas negara yang dipikul akan jatuh berantakan dan rakyatnya yang akan berantakan juga.

Sultan Trenggono tewas ketika memimpin ekspedisi militer ke Blambangan, wilayah Jawa bagian timur yang belum memeluk Islam tapi meninggalnya bukan karena perang, tapi karena dibunuh pengawalnya sendiri karena masalah sepele, si Sultan memarahi si pengawal di depan umum, di bodoh bodohin mungkin, akhirnya si pengawal yang merasa terhina spontan cabut keris dan menusukkan ke tubuh Sultan.

Sepeninggal Trenggono, maka Prawoto anaknya menggantikan sebagai Sultan, tapi dia punya beban moral yakni pernah membunuh Pangeran Sekar, anak Pangeran Sekar yakni Aryo Penangsang tidak terima dan memerintahkan orang untuk membunuh Prawoto, Prawoto menyadari kesalahannya dan rela dibunuh, dan tewaslah Prawoto.

Adik Prawoto, Ratu Kalinyamat gak terima, dia dan suaminya Pangeran Hadiri yang orang Aceh protes ke Sunan Kudus, gurunya Aryo Penangsang menganai pembunuhan ini, Sunan Kudus membela muridnya, bahwa apa yang dilakukan Aryo Penangsang itu sah sebagai Hukum Qishos karena ayahnya dulu dibunuh oleh Prawoto. Ketika pulang dari rumah Sunan Kudus, Ratu Kalinyamat dicegat oleh orang2 suruhan Aryo Penangsang, Pangeran Hadiri berupaya untuk menyelamatkan istrinya meminta Ratu Kalinyamat untuk lari dan dia menghadapi orang2nya Aryo Penangsang, Pangeran Hadiri pun tewas terbunuh, Ratu Kalinyamat yang sangat sedih kehilangan kakak dan suaminya akhirnya bersumpah untuk bertapa tanpa busana emoticon-Wow hingga ada yang bisa membunuh Aryo Penangsang.

Ternyata Aryo Penangsang juga berupaya untuk membunuh Joko Tingkir atau Mas Karebet yang adalah menantu Sultan Trenggono, suami Ratu Mas Cempaka, adik dari Prawoto dan Ratu Kalinyamat, dan ini gagal karena Karebet mengalahkan mereka semua. Joko Tingkir adalah murid Sunan Kalijogo dan ini menyeret perseteruan antara 2 wali yakni Sunan Kudus dan Sunan Kalijogo, Sunan Kudus menyatakan bahwa apa yang dilakukan Aryo Penangsang adalah Hukum Qishos, tapi Sunan Kalijogo menyatakan bahwa apa yang dilakukan Aryo Penangsang itu untuk menyingkirkan lawan2 politik, jika hukum qishos maka yang harus dibunuh hanya Prawoto, ngapain juga dia bunuh Pangeran Hadiri yang gak ada urusannya dengan semua ini dan juga mau bunuh Joko Tingkir yang juga gak ada urusannya.

Maka terjadilah pertempuran antara Aryo Penangsang dan Joko Tingkir yang dimenangkan Joko Tingkir dimana Aryo Penangsang tewas dengan usus terburai setelah ditusuk oleh salah satu perwira tentaranya Joko Tingkir yakni Sutowijoyo dengan senjata Tombak Kiai Plered.

Setelah terbunuhnya Aryo Penangsang, maka kekuasaan jatuh ke tangan Joko Tingkir yang memindahkan kekuasaan dari Demak ke Pajang, maka berakhirlah kekuasaan trah Demak yang berorientasi Champa digantikan Pajang yang berorientasi Jawa. Karena Joko Tingkir yang kini menyandang gelar Sultan Hadiwijoyo adalah putra Ki Ageng Pengging, murid Syekh Siti Jenar sementara dia sendiri adalah murid Sunan Kalijogo, corak Islamnya cukup berlainan dengan Demak sebelumnya, ajaran Sunan Kalijogo dan Syekh Siti Jenar mendapat pasaran di sini.

Setelah Pajang dilanda kekacauan sepeninggal Hadiwijoyo, putra Hadiwijoyo yang bernama Benowo merasa tidak mampu sebagai raja, menyerahkan kekuasaan kepada perwira tentara Sutowijoyo yang memindahkan kekuasaan ke Bumi Mataram dan bergelar Panembahan Senopati, gelar yang sangat bercorak militer yang artinya Panglima yang Dijunjung Tinggi.

Siapa Panembahan Senopati, dia adalah anak Ki Ageng Pamanahan salah satu panglima tentara Pajang, dia keturunan Raja Majapahit Kertabhumi juga sama seperti raja2 Demak, hanya saja dia adalah keturunan Bondan Kejawan, adik dari Raden Patah, beda ibu. Raden Patah ibunya adalah Dwarawati dari Campa, sementara Bondan Kejawan ibunya adalah Dewi Wandan Sari. Bondan Kejawan kemudian menikah dengan Dyah Nawangsih anak dari bidadari Nawang Wulanemoticon-Ngakak yang turun dari kahyangan mandi di telaga bajunya dicuri Joko Tarub hingga akhirnya menikah dengan Joko Tarub, masalah bidadari turun dari kahyangan ini kemungkinan cerita fantasi yang dibuat oleh raja2 Mataram untuk legitimasi kekuasaan saja, karena keturunan dari pihak ibu adalah wanita biasa, maka diciptakanlah cerita ini.

Islamnya bagaimana, beda dengan Demak atau Pajang, yang satu ikut Walisongo putihan aka Sunan Giri dan Kudus sedangkan yang satu orientasinya Syekh Siti Jenar dan Sunan Kalijogo, maka raja raja Mataram tidak dipengaruhi tradisi Islam yang ketat karena mereka berpusat di pedalaman, mereka masuk Islam ya karena semua orang Jawa sudah masuk Islam, jadi mereka ya masuk Islam juga, tanpa perantaraan para wali, ngikut aja, makanya pengislamannya tidak terlalu intens, karena mereka masuk Islam sendiri dan belajar2 sendiri. Makanya di Mataram banyak tercampur dengan tradisi2 lama Jawa atau Kejawen, yang mempengaruhi pandangan politik orang Jawa hingga saat ini. Makanya orang Jawa cenderung lebih sekuler dibanding suku2 lain, karena corak politik Islamisnya dari Demak yang hard berubah ke Pajang jadi soft berubah ke Mataram malah lebih blur lagi dan cenderung sinkretik, makin lama makin pudar, dan justru mulai bangkit lagi di abad modern ini.

Inilah yang mempengaruhi lanskap politik Indonesia karena politik Indonesia itu didominasi Jawa, maka jika di Indonesia saat ini cenderung lebih sekuler dibanding negara tetangga Malaysia atau Brunei misalnya, ya karena politiknya dikuasai oleh orang Jawa, mungkin beda lagi jika didominasi oleh suku lain misal Melayu atau Sunda atau Madura misalnya.
kakekane.cell
madL99
baikgaring
baikgaring dan 9 lainnya memberi reputasi
10
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.