Kaskus

Story

afryan015Avatar border
TS
afryan015
Penghianatan Jin Leluhur
Penghianatan Jin Leluhur

BAB 1

Pagi hari itu dimana awal hari sudah dibuka dengan cuaca yang begitu mendung, padahal jam baru menunjukan pukul 05.30, dengan cuaca yang seperti ini membuatku sangat tidak bergairah untuk melakukan apapun di pagi hari ini, ku Tarik lagi selimut yang sudah aku singkirkan dari tubuhku.

“Loh, mas kok malah tidur lagi, katanya mau jalan - jalan terus mampir kerumah mbah Margono?”tanya istriku keheranan.

“sebentar nduk, mas jadi malas mau keluar, lihat cuaca diluar jendela sudah mendung seperti itu”jawabku meringkuk sambil membelakangi istriku.

“oalah mas, cuaca kok dijadikan alasan buat males bangun tho, setidaknya kalo nggak jadi jalan – jalan keluar mbok yo bantuin aku beres – beres rumah ini lho”ucap istriku sambil menyapu kamar.

“iya nduk, sebentar ya, mas lagi bener – bener males banget, tunggu 5 menit lagi, nanti mas bantuin, mas juga perasaannya lagi nggak enak banget”ucapku bernego waktu pada nya.

“ya sudah nanti tapi bantuin beberes ya mas, dan yang udah terjadi ya sudah mas jangan disesali, pokoknya harus semangat lagi”ucap istriku memberi semangat.

Setelah kejadian beberapa saat lalu memang membuatku menjadi terlihat sedikit lesu, ditambah mulai saat ini “dia” sudah benar – benar tidak akan menemuiku lagi, karena tugas yang diberikan kepadanya sudah selesai, mungkin “dia” masih bisa menemuiku namun tapi sepertinya sudah tidak bisa seperti dulu karena ucapan perpisahan waktu itu yang sangat terasa begitu mendalam bagiku.

Kini aku hanyalah Ryan pemuda penakut seperti di awal ceritaku yang lalu, ya!! Itulah aku sekarang, harus memulai semua dari awal lagi, mempelajari semua ilmu yang pernah aku rasakan dulu, bakat itu memang masih ada, namun sekarang seolah kembali ke titik terendah dimana aku hanya bisa merasakan kehadiran sosok, dan setiap akan ada kehadiran suatu sosok, itu pasti ditandai dengan kepalaku yang tiba -  tiba merasa pusing atau sakit.

“tok tok tok”suara ketukan pintu terdengar dari ruang tamu.

Siapa lah pagi – pagi seperti ini sudah bertamu, apa tidak merasa malas dengan suasana mendung seperti ini, pikirku dalam hati sambil meringkuk diselimuti tebalnya selimut.

Tak lama setelah ketukan pintu itu, istriku pun membukakan pintu untuk menyambut tamu yang berkunjung itu, tak berselang lama pintu pun ditutup kembali dan istriku kembali kekamar untuk memberikan kabar.

“mas mbok ndang bangun tho”istriku menyuruhku untuk segera bangkit dari Kasur nyamanku.

“siapa tho nduk yang datang barusan?”tanyaku masih dalam posisi meringkuk di hangatnya selimut

“itu rewangnya mbah Margono, katanya mas disuruh kesana sama mbah Margono, udah tho makanya buruan bangun”istriku memberitahu dengan sedikit kesal karena kau tidak lekas bangkit dari Kasur.

“iya iya ini aku bangun, tumben banget mbah Margono menyuruhku kesana sepagi ini”dengan terpaksa aku bangun dengan malasnya

 Aku segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan mukaku, dalam hati sedikit heran karena tidak biasa biasanya mbah Margono menyuruhku untuk datang sepagi ini, karena biasanya dipagi hari seperti ini dia masih bermeditasi hingga nanti paling tidak pukul 09.00 baru bisa aku temui.

Setelah selesai dari kamar mandi aku pun mengganti pakaian ku dengan yang lebih wangi, biarlah belum mandi yang penting bauku tidak mengganggu yang lain nantinya, setalah rapi aku langsung pergi kerumah mbah Margono.

Kubuka gerbang rumah mbah Margono, terlihat sangat sepi seperti biasanya, sama sekali tidak ada tanda – tanda ada aktifitas didalam rumah maupun, sambil melihat kesekelilingi kudekati pintu utama rumah untuk kemudian aku ketuk.

“tuk tuk tuk”aku mengetuk tapi seperti bukan mengetuk pintu, dan saat aku melihat ke arah pintu ternyata….

“Apa sih yan, jidat mbah diketuk gini, kamu pikir ini pintu?”ucap mbah Margono yang ternyata sudah membuka pintu tanpa ku sadari, sehingga yang ku ketuk adalah kening mbah margono.

“ya Allah mbah maaf, serius maaf, nggak niat aku mbah, la mbah Margono buka pintu nggak ada suaranya”ucapku meminta maaf pada mbah Margono.

“Ya udah nggak papa, ayo buruan masuk, aku aku mau ngobrol sama kamu”ucap mbah Margono menyuruhku masuk.

Suasana rumah mbah Margono masih sama seperti yang dahulu, lembab dan terasa ramai walau dirumah ini hanya ditinggali hanya dia saja, namun aku yakin Ningrum masih ada disini walau aku tidak bisa melihatnya untuk saat ini.

Aku sedikit menanyakan tentang keberadaan Ningrum di sekitaran sini karena aku merasakan sedikit aura keberadaannya, mbah Margono pun mengatakan dia sekarang sedang melihatku denga senyuman haru, aku balas senyum walaupun aku tidak bisa melihatnya sekarang.

Setalah sampai diruang tengah mbah Margono menyuruhku untuk duduk, dan diapun memberikan beberapa nasehat mengenai apa yang terjadi padaku, dia memintaku untuk tidak terlalu terpuruk dengan apa yang sudah terjadi dikejadian besar kala itu, ditambah lagi dengan waktu yang berdekatan setelah kejadian itu ibuku harus meninggalkan ku untuk selamanya.

Mbak Margono pasti sudah tahu separah apa aku terpuruk untuk saat ini, ujian yang diberikan oleh-Nya begitu bertubi tubi, dalam keadaan sedang diberi nasehat, ditengah ucapannya aku memotong “mbah kulo niki sakniki pun kiyambakan, mboten enten sinten sinten, bapak ibu sampun mboten enten, terus “sek niko”……”tanpa terasa karena emosi yang sedang kurasakan aku tidak bisa melanjutkan ucapanku.

Setelah menunggu keadaanku tenang, mbah Margono kembali melanjutkan nasehatnya, kali ini dia sambil bertanya padaku “meh tekan kapan?”namun aku hanya terdiam dengan kepala tertunduk, “sepisan meneh tak takon, meh tekan kapan ha?” tanya mbah Margono yang kali ini dengan nada sedikit meninggi, namun aku masih belum bisa menjawab pertanyaannya, aku takut menjawab karena masih diselimuti emosi.

“Kenapa nggak dijawab pertanyaan ku, sekali lagi aku tanya, MAU SAMPAI KAPAN KAMU MAU SEPERTI INI???!!!”kali ini mbah Margono bertanya dengan nada benar benar marah sambil membanting asbak ke arah meja kaca didepannya, dan otomatis membuat meja tersebut pecah berantakan.

“TERUS AKU INI KAMU ANGGAP APA, kamu ngomong sudah tidak punya  siapa siapa terus aku ini dianggep apa? Kamu udah mbah anggap cucu sendiri le, terus anggep aku ini simbahmu juga, walaupun aslinya tidak seperti itu”dengan suara bergetar mbah Margono berkata, dan tanpa disadari akupun meneteskan air mata. 

Sejenak setelah mbah Margono berkata demikian, kita sama sama saling terdiam diruang tengah itu mencoba menenangkan dirikita masing masing, kaki mbah Margono terlihat bergetar mungkin sedang mencoba untuk menenangkan emosinya yang sedang meluap karena tingkahku ini.

Ku coba mengatur nafas sembari memikirkan kata – kata mbah Margono yang baru saja disampaikan, iya memang benar kedua orang tuaku memang sudah tidak ada, kemudian “mereka” aku mencoba menghilangkan pikiran tentang “mereka” karena jika terus memikirkannya kondisiku terutama mentalku akan terus seperti ini.

Tapi mau bagaimanapun itu memang sangat lah susah, kehilangan orang tua dengan jeda waktu yang tidak begitu jauh itu serasa kehilangan seluruh dunia, ditambah lagi salah satu diantara “mereka” gugur saat kejadian besar itu, bagaimana aku tidak tersiksa mentalnya.

Cukup lama kami saling diam ditemani pecahan kaca – kaca yang berserakan dilantai, karena suasana cukup canggung untuk saat ini, aku mencoba untuk membuat suasana sedikit cair dengan meminta maaf kepada mbah Margono, iya, dia memang benar, masih ada dia yang hampir setiap hari dan setiap waktu menjenguku setelah kepergian ibuku, dan memang dia sangat perhatian kepadaku.

“sudah lah, nggak usah minta maaf, aku paham rasa yang kamu rasakan sekarang, tapi jangab kebablasan, diniamu nggak berheti di situ saja, jalan hidupmu masih panjang, pikirkan hidupmu, kasihan orang tuamu disana”ucap mbah Margono memberikan nasihat.

“tapi mbah, serius, aku minta maaf, aku lupa masih ada mbah Margono, aku minta maaf mbah”dengan nada bergetar aku meminta maaf pada mbah Margono.

“udah, sini mendekat, nggak papa, yang sabar, kamu harus jadi orang yang kuat, masalah bakatmu bisa di asah lagi”mbah Margono mencoba menenangkan ku.

“nggak mbah, maaf, aku sudah cukup segini saja, aku pingin normal saja, sudah cukup aku melihat orang yang dekat denganku gugur, aku sudah tidak mau mengenal dengan hal yang seperti itu”jawabku memberi tanggapan pada mbah Margono.

“apa nggak sayang yan, auramu itu bagus dan kuat, sayang kalau tidak dimanfaatkan, tapi ya aku nggak bisa maksa, kalau memang itu keputusanmu yan jalani saja”dengan bijaksana mbah Margono merestui keputusanku itu.

Iya memang berat sebenarnya untuk melepas itu semua, namun bagiku semua yang sudah aku lalui selama ini sudah cukup, aku mau menjalani hidup normal seperti dulu, tidak mengenal sosok – sosok aneh seperti kemarin.

Setelah suasana kembali mencair, dan aku berjanji untuk memulai kehidanku seperti dulu lagi, mbah Margono bangkit dari duduknya dan hendak menuju kearah dapur untuk mengambil sapu dan membersih kan pecahan kaca yang berserakan dilantai, sebenarnya aku sempat menawarkan diri supaya aku saja yang mengambil sapu dan membersihkan pecahan kaca itu, dilain karena sopan santunku kepada mbah Margono, pecahan kaca itu juga disebabkan karena aku membuat mbah Magono marah.

Saat mbah Margono mulai melangkah, ternyata ada pecahan kaca yang membuat langkah kaki nya selip hingga membuat mbah Margono terpeleset.

“eh eh eh, aduh, lah malah dadi lecet”ucap mbah Margono tersungkur dilantai.

Aku pun dengan sigap langsung membantu mbah Margono untuk segera bangkit dari lantai, dengan perlahan aku mengangkat tubuh mbah Margono untuk berdiri lagi, “pelan – pelan mbah, awas ada yang lecet atau nggak”sambil melihat tubuh  nya memastikan dia tidak apa – apa, ya walau sudah dipastikan tidak akan lecet sih, karena kemampuan yang dia miliki.

“udah - udah yan, aku bisa sendiri, sudah sana duduk dan dimakan jajannya”mbah Margono menyuruhku untuk duduk kembali setelah berhasil bangkit.

“lah mbah disuruh makan apa, la jajannya saja toplesnya ikut pecah tuh”sambil nunjuk toples yang juga berantakan di lantai.

“yo salahmu sendiri, buat aku marah, yo sudah seadanya saja itu dilantai kamu makan”ucap mbah Margono sedikit menekan sambil tertawa.

Sambil tersenyum akupun mengarahkan tanganku ke arah makanan yang berantakan dilantai untuk dibersihkan dan dikumpulkan sehinga bisa dimakan lagi, tanganku terus memungut makanan itu sambil sesekali melihat kearah mbah Margono dan baru ku sadari, sarung yang dipakainya ternyata robek dibagian belakangnya, dan itu cukup panjang dari pantan hingga turun kebawah setelah dengkul, aku hanya tersenyum saja melihat sarung yang dikenakan nya itu karena memperlihatkan celana bagian dalam dengan motif bergaris biru putih.

Tak lama setelah mengambil sapu didapur, mbah Margono pun kembali keruang tengah untuk membersihkan pecahan kaca, namun setelah kulihat kearah raut muka mbah Margono terlihat sedikit aneh, seolah dia sedang menahan sebuah rasa.

Aku merebut sapu yang digenggamnya, supaya aku saja yang menyapu kaca kaca ini, dan tidak ada perlawanan dari mbah Margono saat itu, namun dia malah bertanya padaku, “yan, kamu merasakan hawa dingin apa nggak sih, aku kok dingin banget ya?” tanya mbah Margono sedikit keheranan, langsung saja aku menjawab biasa saja, karena memang tidak merasakan dingin, dan sambil menyapu pecahan kaca aku memberi tahu mbah Margono bahwa sarung bagian belakangnya robek cukup lebar dan memang berasa dingin karena yang tersisa hanya jelana motif garis itu saja.

“waduh ciloko, onderdilku kkelihatan, walah udah aku ganti sarung dulu, lanjutkan ya nyapunya yang bersih” ucap mbah Margono bergegas menuju kamarnya.

Sedikit demi sedikit serpihan kaca yang berantakan dilantaipun mulai terkumpul, dari dalam kamar, mbah Margono mengajaku berbicara, dalam pembicaraan itu dia mengatakan permintaan maaf, karena sebenarnya urusan dia memanggilku kerumahnya ini adalah untuk berpamita.

Ya, dia ada rencana untuk pergi beberapa waktu ke sebuah gunung untuk kembali menguatkan ilmu yang dimilikinya, dia berkata bahwa kejadian besar kala itu membuatnya sadar bahwa apa yang dia miliki atau kuasai sekarang masihlah sangat standar dan masih ada makhluk atau musuh yang lebih hebat dari dia, itu yang membuatnya memiliki tekad untuk menguatkan ilmunya.

Aku yang baru saja dikuatkan olehnya, tiba – tiba serasa diruntuhkan lagi, bagaimana tidak, dia mengatakan kalau aku masih punya dia, tapi kenapa disaat bersamaan dia malah mengatakan akan pergi dan belum jelas waktu yang akan dia gunakan disana sampai kapan.

Mbah Margono masih terus berbicara dari dalam kamarnya, tanpa mengetahui aku sudah mulai terdiam menggenggam sapu yang tadi aku gunakan untuk membersihkan kaca. Dan tak lama pun dia keluar dari kamarnya dan langsung melihat kearahku.

“udah lho yan, aku tetep ada buat kamu, kamu nggak usah khawatir, kalau sudah selesai urusanku, aku langsung pulang, terus prang yang pertama akan aku temui ya kamu, cucuku, udah nggak usah sedih tho”ucap mbah Margono sambil mendekat kearahku.

“tapi mbah, kok ndadak banget mau bepergiannya lho, aku baru saja merasakan senang karena masih ada mbah Margono”dengan tertuntuk aku menjawab ucapan mbah Margono.

“yang tenang lho yan, aku ini pergi juga untuk siapa?, ini ya untuk kamu, aku bakal menjaga kamu pakai ilmuku besok”ucap mbah Margono meyakinkan.

“……………” aku hanya tertunduk dan diam sambil berfikir.

“udah lho percaya sama mbah, kita ini sudah banyak melalui banyak hal bersama, makanya aku mau cari ilmu buat kita bisa bersama terus, ya? Tenang aku bakal terus ada sampai tuhan misahkan”mbah Margono terus meyakinkanku.

Tapi setelah dipikir pikir, apa yang dikatakan mbah Margono ada benarnya juga, aku kembali ke titik nol dinama aku hanya bisa merasakan kehadiran sosok yang berada di sekitaranku, dan aku sama sekali tidak bisa melakukan apapun.

Dengan pertimbangan yang kuat, aku pun mengijinkna mbah Margono untuk pergi kemana yang dia mau, namun aku meminta satu janji darinya, aku hanya meminta untuk mbah Margono harus kembali untuk bertemu denganku, aku tidak mau kehilangan orang terdekatku lagi.

Setelah aku mengijinkan, mbah Margono kembali masuk kedalam kamarnya entah mau melakukan apa lagi, namun dengan wajah sumringahnya dia terlihat sangat semangat, mungkin karena sudah mendapat ijin dariku kali ya.

Lalu akupun menanyakan pada mbah Margono kapan sekiranya dia akan berangkat untuk pergi ketempat yang dia tuju, namun jawaban yang bagiku mengesalkan terucap dari mulut mbah Margono.

Bagaimana tidak membuatku kesal, saat aku menanyakan kapan dia akan berangkat, dengan enteng dia mengatakan, “lah ini udah siap, sebentar lagi berangkat, yang penting kan sudah dapat restu dari cucuku ini”tak lupa senyum dari bibirnya dilempar kepadaku. Dalam hatiku sedikit ngedumel, dari tadi datang dibuat naik turun terus moodnya, dan tanpa sadar aku mengucap “wooo dasar wong gendeng” namun dengan suara yang lirih.

Diubah oleh afryan015 26-01-2024 19:16
delet3Avatar border
lullabystudi843Avatar border
bonek.kamarAvatar border
bonek.kamar dan 31 lainnya memberi reputasi
32
12.7K
204
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
afryan015Avatar border
TS
afryan015
#7
BAB 2
Beberapa hari setelah Mbah Margono pergi, aku mencoba untuk menjalani hidup senormal mungkin, aku tidak boleh terlarut dalam kesedihan seperti apa yang dikatan oleh Mbah Margono kemarin.

Hari ini adalah hari minggu, seperti biasanya aku dan Via selalu memiliki agenda beres - beres rumah dan setelah itu pergi berkunjung kerumah orang tua Via.


Cukup banyak barang yang harus aku dan Via bereskan di minggu ini, sudah cukup lama rumah ini tidak kami bereskan sejak meninggalnya ibuku, mungkin kemarin - kemarin aku masih belum begitu ikhlas untuk membereskan semua ini karena biasanya ibuku lah yang membereskan seisi rumah, dan aku tidak ingin memori ibu membersihkan rumah muncul diingatanku, namun kali ini mau tidak mau aku harus tetap membersihkan seluruh rumah.


"nduk, kamu tolong bersihin daerah dapur dan ruang tengah ya. mas mau beresin kamar - kamar, ruang tamu sama mushola rumah, biar cepet selesai, nanti terus langsung berangkat kerumah emak sama bapak"ucapku memberikan instruksi pada Via supaya proses bersih bersih rumah ini cepat selesai.


"iya mas siap, aku sekalian sambil masak ini, biar nanti selesai bersihin rumah bisa langsung sarapan"Via pun menyetujui instruksi yang aku berikan.


Akupun memulai aktifitas bersih - bersih rumah, dan yang pertama aku bersihkan adalah mushola rumah, mukena dan sajadah yang biasa ibu gunakan untuk sholat masih tergeletak dirak penyimpanan alat sholat, aku mencoba untuk tidak terlalu mengingat - ingat tentang ibu.


kubersihkan sudut demi sudut, debu dan kotoran mulai terkumpul lalu kumasukan kedalam tempat sampah, sambil membersihkan mushola pandanganku tidak bisa terlepas dari mukena dan sajadah ibu yang tergelat dirak itu, perlahan bayang - bayang sosok ibu mulai bermunculan dalam pikiran ku, kucoba untuk terus fokus membersihkan mushola rumah, namun sekuat apapun aku mencoba untuk tidak teringat pada ibu, malah justru bayang ibu semakin jelas tergambar didalam pikiranku.


Masih mencoba untuk kuat, aku ambil alat sholat ibuku bersama beberapa alat sholat yang lain yang sudah harus dicuci lalu kubawa dan kuserahkan pada istriku untuk segera mencucinya, saat aku membawa alat sholat ibuku, ternyata masih terasa harum wangi ibuku dalam mukenanya, aku hanya bisa berakata dalam hatiku "bu, Ryan kangen" walau baru beberapa waktu tapi rasa kangen itu sangat besar.


"nduk, ini tolong segera di cuci semua ya, mas takut keingat sama ibu terus, mas takut belum ikhlas kalo teringat sama harum wangi ibu"ucapku pada Via sembari memberikan perlengkapan sholat tadi padanya


"iya mas, ini sebenarnya sudah ingin aku cuci dari beberapa hari lalu, cuma karena belum sempat jadi ketunda terus, ya sudah sekalian aja sambil nunggu masakan matang aku cuci ini"ucap Via menerima.


Setelah bagian mushola rumah selesai di bersihkan, aku lanjut membersihkan bagian kamar, baik kamar yang aku gunakan ataupun kamar ibuku, tidak ada masalah saat membereskan kamarku sendiri, namun saat memasuki kamar ibu, kembali aku harus berhadapan dengan memori yang pastinya akan muncul, ditambah lagi, harum wangi ibu terasa sangat kuat, ya memang tidak heran karena ini kamarnya, otomatis harum khas beliau jelas terasa sekali.


Aku ganti sprei kasur yang sudah lama tidak terpakai dengan sprei yang sudah bersih, meja rias yang masih terdapat perlengkapan rias milik ibu masih tertata rapi disana, aku hanya mengelap meja itu saja, menghilangkan debu yang melekat diatasnya.


Setelah selesai mengelap meja rias dan mengganti sprei kasur, aku berencana untuk membersihkan lemari milik orangtua ku, akan aku pilih baju yang masih layak dan tidak untuk nantinya bisa aku berikan ke saudara saudara dari ibuku dan sebagian diberikan pada orang tua Via, karena kebanyakan keadaan baju yang dimiliki ibu masih lah sangat layak untuk dipakai, ibu sangat rapi dan sangat menjaga pakaiannya.


Aku keluarkan semua yang ada didalam lemari itu, baik celana maupun pakaian, dan ternyata masih tersisa beberapa pakaian dari ayahku dan saat aku coba ternyata masih cukup untuk aku pakai.


Disaat aku sedang memilah pakaian, aku teringat soal laci yang ada dilemari itu, aku buka laci itu, dan ternyata barang itu masih ada disana, itu membuktikan bahwa "dia" juga masih berada disini, sebuah keris peninggalan simbah putriku masih tergeletak rapi disana, bersama dengan dokumen - dokumen penting lainnya.


"masih ada ternyata, nenek Lasmi masih disini kan? jangan pernah tinggalin Ryan ya. bantuk aku untuk menjaga rumah ini" aku berkata lirih kepada keris ini, yang jelas disana masih ada sosok nenek Lasmi yang menjaga rumah ini, dan baru aku sadari ternyata energinya juga masih bisa aku rasakan hanya saja aku tidak bisa melihatnya.


Sekalian bersih bersih, aku juga merapikan isi laci itu, semua aku keluarkan, ternyata dilain banyak dokumen penting disini, ada juga beberapa benda atau kertas tidak penting yang seharusnya tidak berada disini, batinku "ini sih kebiasaan bapak, selalu berantakan dalam menyimpan barang, baik yang penting atau tidak selalu campur aduk".


sedikit demi sedikit, aku membuang barang atau kertas yang tidak penting kedalam tempat sampah, disana aku juga menemukan sebuah kantung kain yang didalamnya berisi sebuah batu yang mungkin belum sempat bapak buat untuk dijadikan cincin akik, ya karena bapak dulu memiliki skil untuk buat cincin akik dan sempat juga mendapat beberapa pesanan, bapak ini sebenarnya memiliki banyak kreatifitas, hampir semua bidang pekerjaan bisa dia lakukan sendiri, seperti kesenian, arsitektur, elektro, pembangunan, dll.


Namun karena sekarang bapak sudah tidak ada, dan akupun tidak bisa mengolahnya, makanya aku putuskan untuk membuang batu itu bersama dengan kantong kainnya, dan karena isi tempat sampah itu sudah mulai penuh akupun mengikatnya dan meletakan didepan rumah untuk nanti aku buang bersamaan saat aku dan Via berangkat menuju rumah mertuaku atau orang tua Via.


setelah itu kembali ke kamar orang tua ku untuk melanjutkan memilah pakaian pakaian yang akan diberikan pada saudara saudaraku, namun saat aku berjalan kearah kamar orang tuaku, terlihat gorden kamar disana terhempas kedalam seperti digerakan oleh angin yang cukup kuat, saat itu pikirku masih positif, mungkin istriku Via masuk kesana untuk membantuku memilah  pakaian.


Tetapi saat aku sudah masuk kedalam kamar, aku tidak menemukan siapapun berada didalam sana, kosong hanya ada tumpukan baju yang aku letakan diatas kasur tadi, namun dalam kondisi yang tidak rapi, alias berantakan seperti jatuh dari tumpukan.


"nduk, sini sebentar!!"aku memanggil Via dari dalam kamar dengan suara cukup keras.


"iya mas, sebentar! ada apa sih kok teriak gitu?"tanya Via dengan suara keras sambil berjalan kearahku.


"nggak, ini lho, kamu barusan dari kamar ini?"tanyaku pada Via untuk memastikan.


"ya nggak mas, kan aku lagi cuci pakaian sama masak, emang kenapa sih?"jelas Via padaku lalu bertanya.


"ini lho aneh banget, kenapa jadi berantakan gini ya, padahal tadi nggak jatuh, cuma mas tinggal kedepan ngumpulin sampah, eh pas mas balik udah berantakan seperti ini aja"jelasku pada Via.


"ya mungkin tadi jatuh mas, waktu mas keluar, kan tadi pakaiannya ditumpuk kan, udah ah itu kayaknya masakannya gosong, udah nanti aku bantu ngerapihin bajunya"ucap Via sambil bergegas menuju dapur untuk melanjutkan aktifitasnya.


Akupun kebingungan kenapa bisa jadi berantakan seperti ini, memang pakaian itu aku tumput, tapi tidak tinggi, jadi mana mungkin pakaian itu bisa jatuh, apakah ini ada hubungannya dengan dengan angin yang menggerakan gorden tadi, pikirku dalam hati.


Sambil merapikan pakaian yang berantakan itu, aku mencoba membuang pikiran jelek ku soal gangguan astral yang mungkin akan terjadi. Karena tidak mau kesiangan berangkat kerumah mertuaku, aku benar - benar mencoba fokus untuk merapikan pakaian ini, dan tak lama selesai juga.


Setelah itu aku pergi kebelakang untuk mengambil beberapa kardus untuk wadah pakaian yang akan diberikan kepada saudaraku, Via yang sudah selesai mencuci dan masaknya kemudian aku perintah untuk kekamar dulu untuk memilih baju yang kira - kira orang tuanya akan suka.


setelah menemukan beberapa kardus yang aku butuhkan, akupun bergegas menuju kekamar untuk segera, memasukan beberapa pakaian kedalam kardus.


namun hal aneh kembali terjadi, aku liat Via sedang melipat baju yang tadi sudah aku rapikan, dan terlihat juga pakaian - pakaian yang berantakan diatas kasur, padahal tadi sudah aku rapikan semua, aku malah berfikir, kalau itu Via lah yang membuat berantakan karena dia berada disini untuk memilih pakaian untuk orang tuanya.


"loh nduk, kok diberantakin lagi sih? kan udah mas rapihin tadi! kan milihnya bisa satu satu nggak usah diberantakin semua"ucapku sedikit kesal pada Via.


"loh dari tadi udah seperti ini lho mas, aku kira malah kamu yang belum ngerapihin, makanya ini aku bantu ngelipat bajunya sekalian milih"ujarnya sambil melipat pakaian.


"sumpah nduk, tadi udah mas rapihin, udah beres semua, tinggal masukin kesini lho"aku menujuk kardus yang aku bawah.


"yaudah nggak papa, palingan tadi jatuh lagi, kamu miring mungkin waktu ngrapihinnya"ucap Via terus berfikir positif.


Dengan sedikit kesal akupun kembali merapikan sekalian memilihkan rekomendasi baju untuk mertuaku, dengan sambil berfikir padahal tadi sudah benar benar rapi, tapi kenapa bisa berantakan lagi.


Setelah selesai dengan berberes rumah dan memilah pakaian mana yang akan diberikan pada saudara dan yang akan kita bawa untuk orang tua Via, kita pun mulai bersiap untuk berangkat menuju rumah orang tua Via.


Namun aku merasa ada keanehan dengan rumah ini, sejak kejadian tadi ternyata hawa dirumah ini tiba - tiba berubah menjadi lebih panas dari sebelumnya, padahal kondisi cuaca saat itu tidak sedang panas, malah cendurung berawan, namun kita tidak begitu memperdulikan keadaan itu, aku hanya berfikir mungkin ini efek dari kelelahan setelah berberes tadi, yah walaupun sudah mandi tapi entah kenapa masih terasa panas.


Kitapun berniat untuk segera berangkat, dilain nanti membawa pakaian untuk orang tua Via, kita juga seklian membuang sampah bekas kita berbenah tadi.


"gimana nduk? sudah siap semua, nggak ada yang ketinggalan untuk dibawa kerumah bapak?"tanyaku pada Via memastikan.


"sepertinya sudah semua sih mas, sampah didepan sudah siap kan? tinggal sekalian angkut saja habis ini?" Via berbalik tanya kepadaku.


"sudah sih aman, yaudah yuk segera berangkat, takut kesiangan nanti malah hujan"jawabku sambil berjalan keluar rumah.


Setelah sampai diluar rumah, aku kembali dikejutkan dengan kondisi halaman yang tadinya sudah terlihat rapi kini malah menjadi berantakan, sampah yang sudah aku siapkan untuk kita buang tadi berserakan tak beraturan disana.


"astaghfirullah, ini siapa yang berantakin sih? jadi nambah kerjaan aja!! harusnya tinggal berangkat malah harus beresin ini lagi"ucapku emosi melihat keadaan halaman yang begitu berantakan.


"kenapa sih mas, kok marah marah terus dari tadi waktu bersih - bersih?"tanya Via padaku keheranan.


"ini lho nduk, liat masa jadi berantakan begini, ya harus beresin lagi, mana undah rapi gini, ambilin sapu lidi, sama kantong plastik lagi dek"ucapku kesal sambil mengumpulkan sampah dengan tanganku.


"iya mas bentar, yang sabar lho, mungkin itu kucing nyari makanan, kan biasa suka ngacak - acak sampah kalo dia cari makan"jawab Via positif, sambil masuk kedalam untuk mengambilkan sapu dan kantong plastik.


Ada - ada saja dalam batinku berkata, baru jam berapa sudah ada saja kejadian yang menimpaku, dan aku masih belum memiliki pemikiran aneh - aneh yang berkaitan dengan hal misitis.


singkat cerita setelah aku dan Via membersihkan kembali sampah yang berserakan dihalaman rumah, kitapun akhiranya berangkat menuju rumah mertuaku, didalam perjalanan entah kenapa aku selalu mulai menemukan hal yang aneh, entah seperti sedang diawasi oleh seseorang, saat dilampu merah seolah ada yang mencolek tanganku, saat melewati pepohonan seperti melihat ada sosok bertubuh tinggi sedang mengawasi ku dari belakang sana.


Aku mulai heran, apakah penglihatanku terhadap hal seperti itu mulai aktif lagi, ataukah hanya pikiranku yang sedang halu saja.


Setelah beberapa menit perjalanan akhirnya kita hampir sampai dirumah mertuaku, terlihat rumah tua dengan ornamen yang khas rumah dipedesaan ada beberapa tembok yang masih terlihat batanya karena belum dirapikan dengan semen, dan disana ada seorang perempuan sedang sibuk didepan terasnya.


Sesampainya kita dirumah mertua, ternyata disana kita sudah ditunggu, kulihat ibu mertuaku sedang duduk didepan teras sambil merapikan tanaman disana, terlihat wajah bahagia karena kita sudah sampai dirumah.


"alhamdulillah akhirnya sampai juga, gimana dijalan, aman tho?"tanya ibu mertua padaku.


"alhamdulillah iya bu, hanya sedikit macet karena inikan hari minggu jadi banyak yang mau liburan."jawabku sambil mencium punggung tangannya.


"wah ini, anak laki - laki sama anak perempuanku akhirnya sampai"sambut bapak mertuaku yang melihat kami datang.


"iya pak ini, maaf baru saja sampai, tadi baru saja bersih bersih rumah dulu, sama ditambah sedikit macet"jawab Via menyalami bapaknya.


"loh yan, iki koe nggowo opo?"tanya mertuaku bersamaan.


"itu pak, bu, pakaian peninggalan ibu, sama sedikit pakaian peninggalan bapak dulu, biar bisa dipakai bapak sama ibu, soalnya masih bagus, sayang kalau dipakai orang lain, mending dipakai bapak sama ibu saja, jadi kalau saya kangen sama pakaiannya masih bisa ingat disini" ucapku menjelaskan.


"oalah, jadi ngrepotin lho ini"jawab bapak mertuaku.


"alah nggak kok pak, tenang mawon"jawabku santai.


Setelah kita sidikit berbincang didepan rumah, akhirnya kitapun masuk kedalam rumah, aku persilahkan bapak dan ibu mertuaku untuk membuka kardus berisi pakaian yang sudah kita pilihkan untuk mereka, sebenarnya mereka cukup senang dengan baju yang kita bawakan itu, namun ibu mertuaku meminta ijin kalau sebagian diberikan kepada keluarganya yang lain bagaimana? tentu saja aku tidak keberatan, karena memang kita membawakan baju itu cukup banyak.


singkat cerita, setelah ngobrol kesana kemari, dan kembali memilih beberapa pakaian yang akan diberikan ibu mertuaku pada keluarganya yang lain, aku meminta ijin untuk tidur dikamar, entah kenapa badanku terasa sangat lelah.


"bu, saya ijin tidur dulu sebentar dikamar ya, rasannya capek banget ini badan ku'"ijinku pada ibu mertuaku.


"ah kamu ini, ngapain pakai ijin segala, biasanya saja kalau ibu cari kamu, malah ternyata kamu udah ngorok dikamar, udah sana, kamar yang biasa dipakai sudah ibu bersihkan kemarin" ucap ibu mertuaku sambil memasukan beberapa pakaian ke dalam kantong plastik untuk nanti diberikan pada keluarganya.


"hehe... iya ya bu, ya udah aku tidur dulu ya bu"akupun berlalu menuju kamar.


Akupun masuk kedalam kamar, yang dulu tempat ini adalah kamar Via, hiasan dinding dan segala macam isinya masih seperti dulu, mungkin ibu mertuaku tidak mau merubah hal yang sudah dibiasakan oleh anaknya ini, dan membiarkan seperti apa adanya, jadi saat kangen dengan anaknya, masih bisa melihat kamarnya itu.


Dengan langkah lemas aku mulai menjatuhkan tubuhku diatas kasur kapuk yang masih empuk, harum khas dari istriku Via ternyata masih tetap melekat dikasur ini, dan kerena lelap perlahan kurasakan mataku mulai merasa berat, dan sedikit demi sedikit aku mulai tertidur.


Sekitar beberapa menit, aku terperanjat dan terjatuh dari atas kasur yang aku tiduri, kemudian aku melihat keadaan sekitar, sambil mencari sesuatu yang membuatku terperanjat seperti tadi, namun ada yang aneh, seingatku tadi saat akan tertidur suasana masih terlihat terang, kenapa sekarang malah terlihat redup seolah akan turun hujan lebat.


Aku mencoba melihat keluar jendela, benar awan mendung mulai menyelimuti ditambah hembusan angin yang bertiup cukup kencang, dengan langkah yang masih lemas aku keluar dari kamar ini, suasana diluar kamar terlihat sangat sepi, hanya ada tv yang menyala tanpa saluran, aku memanggil nama istriku karena tidak kutemui orang dirumah ini.


"nduk, kamu dimana sih kok rumah sepi banget, sepertinya mau hujan besar ini"ucapku memanggil Via namun tidak ada jawaban sama sekali.


"kenapa tidak ada jawaban dari siapapun ya, atau mungkin semua berada diluar ya, tapikan ini mau hujan lebat kenapa tidak masuk rumah saja"gumamku sendirian.


Akupun melangkan menuju luar rumah, anehnya diluar rumah pun terlihat sangat sepi, tidak ada aktifitas sama sekali, baik dari rumah ini ataupun dari tetangga rumah disekitar, beberapa jemuran tetangga masih tergantuk di tempat jemuran, angin yang berhembus cukup kencang menerbangkan beberapa pakaian itu kehalaman rumah ini, aku pun mencoba untuk mengambilnya untuk aku kembalikan keteras tetangga itu sambil memanggil nama istriku.


Aneh, suasana seperti ini sudah tidak asing bagiku, sempat terfikir, apakah ini berada didunia mimpi atau aku kembali lagi kedunia astral itu. sangat sepi sekali tempat ini bahkan saat aku berjalan menuju jalan raya, disana sama sekali tidak terlihat ada satupun warga yang lewat.


Setelah aku cek dijalan raya tidak ada orang, kuputuskan untuk kembali lagi kerumah, berharap ini tidak seperti yang aku fikirkan, semoga Via dan orang tuanya sudah berada disana.


Namun saat aku kembali dirumah, keadaan disana masih sama, kosong tidak ada siapapaun, kepanikan mulai melanda, ini benar benar aneh, tidak ada satupun orang disini, aku mulai berfikir kalau ini bukan diduniaku, ada sesuatu yang membawaku ketempat ini.


Disaat aku sedang panik, terdengan suara orang sedang memasak didapur rumah ini, bau khas makanan mulai tercium, aku berfikir masih ada harapan, mungkin itu ibu mertuaku sedang memasak untuk makan kita nanti.


Akupun melangkahkan kakiku ke arah dapur, sambil berkata "barusan dari mana saja sih buk semuanya, kok nggak ada dirumah?"


Namun saat aku sampai didapur betapa terkejutnya aku, yang sedang berdiri didapur bukanlah ibu mertuaku, melain yang aku lihat adalah, sesosok lelaki berpakaian khas kesatria jawa tempo dulu sedang membakar sesuatu di atas tungku.

Diubah oleh afryan015 26-01-2024 19:40
rinandya
delet3
Araka
Araka dan 19 lainnya memberi reputasi
20
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.