Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dzaki999925Avatar border
TS
dzaki999925
Lahirnya Sang Hamba Iblis Part 4




LAHIRNYA SANG HAMBA IBLIS
PART 4

~Putus asa~



Selesai dia memangsaku, dia tidur terlentang dengan suara dengkuran keras yang mengalahkan suara hujan malam itu.

Nampak wajahnya begitu puas. Ingin aku mengambil pisau dan ku robek perutnya yang besar itu. Tapi aku tak mau menambah kotor nya diriku dengan kesalahan yang lain.

Dia sangat licik, dia sangat jahat. Ku kira hanya sekali dia memangsaku, tapi lagi-lagi aku begitu polos, aku benar-benar bodoh, karena dia bilang, perjajian nya adalah semalam, jadi semalam itu dia bebas mempermainkan ku.
Karena kalau hanya sekali, rumahku tetap akan dibongkar olehnya.

Aku sampai tak ingat berapa kali dia menyetubuhiku.

Yang kuingat hanya rasa sakit, rasa sakit yang tak bertepi.
Dan yang kudengar hanya rintikan air hujan yang berpadu dengan tangisan ku yang tanpa henti.



Subuh itu aku pulang dengan gontai, badan ku remuk, tubuhku sakit semua, dan terasa perih sekali saat aku berjalan pulang.

Namun, semua rasa sakit yang kurasakan di jasmani ku, tak ada apa-apanya dengan rasa sakit di hatiku.

Memang semua ini keputusan ku. Tapi aku tak menyangka bahwa akan berakhir seburuk ini.

Aku benar-benar dipermainkan, dilecehkan dan sekaligus dicabik-cabik oleh si brengsek itu.

Jika ada sesuatu yang sedikit aku syukuri adalah,
Untung saja para centeng si tua Bangka itu tak ikut menggilir ku.

Mereka masih tidur mendengkur ketika aku pulang dengan mengendap-endap pagi itu.


Aku tak langsung pulang ke rumah. Aku menuju sungai yang kini mulai deras aliran airnya.

Aku langsung menjeburkan diriku ke dalam sungai, berharap air jernih itu bisa menghilangkan semua bekas dan noda dari si brengsek tua itu di tubuhku.

Lama sekali aku aku membenamkan tubuhku kedalam sungai itu.
Sempat terbesit dalam pikiran ku, ingin ku akhiri hidupku yang telah hancur ini.

Sebagian hatiku berkata, buat apa aku bertahan hidup, karena aku sudah begitu kotor, kehormatan ku telah direnggut.

Tapi, ketika aku mengingat kembali wajah ibuku, aku menyadari bahwa, takkan ada gunanya semua pengorbanan ku ini, jika pada akhirnya aku memutuskan untuk mengakhiri hidup.
Karena itu hanya akan membuat ibuku dan adik-adikku semakin sedih.

Aku mulai mengingat bahwa aku harus bertahan hidup dan berharap suatu saat bisa membuat si brengsek itu menderita.

Motivasi ku yang ingin membuat Harsono menderita, membuat asa kehidupan ku sedikit kembali, sehingga kuputuskan bahwa aku harus tetap hidup.

Mungkin memang berat, sebagai wanita lajang harus tetap hidup dengan noda ini. Namun, aku mencoba untuk tak peduli lagi, aku juga tak peduli jika pada akhirnya aku tak punya pasangan hidup, karena tentu sangat menyakitkan jika suami ku kelak tahu bagaimana keadaan ku.

Yang ku inginkan sekarang, ibuku tak sedih lagi, dan mudah-mudahan aku diberi kesempatan untuk menghancurkan Harsono keparat itu.

Aku terus-menerus menggosok tubuhku dengan air sungai yang jernih itu. Berharap air nya bisa menghilangkan noda busuk yang ditorehkan oleh Harsono di tubuhku.

Namun, noda itu telah melekat dan mengakar dalam tubuhku dan tak akan pernah bisa hilang seumur hidupku.

Aku keluar dari sungai dengan basah kuyup. Aku mencari tempat berbaring yang nyaman dibawah pohon besar yang tak jauh dari sungai.

Mata ku perih, kepala ku pusing, tubuh.. jangan ditanya lagi bagaimana sakitnya.

Aku merebahkan tubuhku dipohon itu, semalaman aku tak bisa tidur, aku mengantuk, aku lelah. Tapi bagaimana aku bisa tidur dengan perasaan hancur dan tercabik-cabik seperti ini?

Aku mulai mencoba memejamkan mata dan berharap ketika bangun nanti aku bisa melupakan semua kejadian buruk itu.

Aku juga malu untuk pulang kerumah sekarang, meskipun keluargaku tak tahu apa yang aku lakukan, namun hatiku terlalu berat untuk menutupi kesedihan. Sehingga ibuku dengan insting nya pasti akan tahu dan mencecar ku dengan banyak pertanyaan ketika dia melihatku pulang dengan raut muka yang sedih.

Aku berharap bisa istirahat sejenak dan sedikit memulihkan hatiku yang hancur lebur.

Perlahan aku mulai memasuki alam mimpi, aku berharap tak bertemu lagi dengan si brengsek itu di dalam mimpi, karena sesaat, ketika aku memejamkan mata, bayangan wajahnya yang menjijikkan lagi-lagi muncul dalam pikiranku.

Kutepis semua gambaran buruk itu dan perlahan aku terlelap pagi itu.



“Sudah pak, aku sudah gak kuat”

“Udah diam saja, nikmatin saja, lama-lama tar terasa enak”

“Ampun pak, ampun”

Aku terhenyak dan bangun dengan keringat bercucuran. Edan. Bahkan dalam mimpi pun bayangan wajah mengerikan Harsono, masih menghantui ku. Kini hampir tak ada ruang yang membuat aku bisa hidup tenang.

Kejadian itu sangat meneror hidupku, bahkan hingga masuk kedalam mimpiku.

Aku melihat suasana sekitar, kukucek mataku beberapa kali dan sejurus kemudian cahaya terik matahari menyilaukan mataku.

Sepertinya hari sudah siang, aku tak sadar sudah berapa lama aku tertidur ditempat ini. Aku tebak sekarang udah diatas jam 1 siang.

Aku segera bangkit, bajuku sudah mulai mengering. Pikiran ku masih berkecamuk, namun sudah sedikit bisa ku atasi.

Aku sudah menyiapkan jawaban yang tepat jika nanti aku bertemu ibu dirumah.
Karena semalaman aku tak pulang, pasti ibuku khawatir dengan kondisiku.

Aku mengangguk sendiri seolah menyetujui apa yang aku pikirkan.

Aku bangkit dan berjalan dengan gontai pulang kerumah ku.

Badanku masih sakit sekali. Apalagi dibagian sensitif ku terasa amat sangat panas dan perih, namun ku coba untuk berjalan dengan normal agar orang-orang tak mencurigaiku.

Tinggal beberapa langkah lagi aku tiba di rumahku, aku mendengar suara hiruk pikuk.
Sepertinya banyak orang yang sedang berbicara secara bersamaan, yang kupastikan itu berasal dari rumahku.
Dengan tertatih aku bergegas untuk menuju halaman rumah.

Aku terkejut bukan kepalang ketika aku melihat Harsono dan para centeng nya telah tiba dirumah ku.
Beberapa orang terlihat sedang membongkar rumahku. Ada yang menurunkan genteng ada juga yang membongkar dindingnya yang terbuat dari anyaman bambu itu.

Aku tersentak, aku tak percaya dengan yang kulihat. Bagaimana mungkin rumahku dibongkar oleh si brengsek itu. Bukan kah aku sudah memberikan apa yang dia mau??

Aku segera berlari mendekati si brengsek Harsono itu. Tampak kulihat ibuku menangis terisak sambil memeluk sarmito dan tak terlihat sarmun disitu.

Aku tak menghampiri ibuku, aku langsung menghampiri Harsono dengan kemarahan yang meledak.

“Maksud mu apa ini pak?? Aku sudah ngasih apa yang kamu minta, kok bisa-bisanya kamu ingkar janji??” Ucapku dengan bergetar karena menahan amarah.

Dia masih tenang melihat para anak buahnya membongkar rumahku tanpa melihatku.

“Kamu budek ya!!!” Bentak ku kepadanya.

Sebenarnya aku sangat muak melihatnya mukanya. Apalagi ditambah kelakuan nya saat ini, benar-benar membuatku emosi. Ingin kuambil sebalok kayu dan ku hantam kepalanya.

Kemudian dia terkekeh dan mulutnya mengeluarkan asap rokok. Dia memandangku sejenak, dan dari pandangan matanya, aku bisa menebak kalau dia seperti mentertawakan kebodohan ku.

“Kamu yang budek, kamu yang gak nyimak. Aku bilang, kalau kamu mau jadi istriku, utang bapakmu lunas. Tapi kamu gak mau. kamu milih tidur semalam dengan ku, utang bapakmu lunas, lunas..tapi…utang pokoknya saja, ha..ha..ha..bunga nya belum, dan bunganya lebih besar dari pokoknya. Ha.ha.ha” katanya sambil terkekeh meledek ku.

Ucapan nya yang keras itu langsung disambut gelak tawa anak buahnya.

Aku hanya terdiam tak percaya. Aku seperti seseorang yang di dorong dan jatuh ke jurang yang dalam.
Bagaimana seseorang bisa sejahat itu.
Aku benar-benar ditipu mentah-mentah olehnya. Aku benar-benar dibodohi.

Mereka masih terus mentertawaiku. Ingin kuambil pisau atau sejenisnya dan menikam nya. Tapi aku mencoba berfikir jauh, aku khawatir tindakan ku malah membuat ibuku dan adikku juga terkena konsekuensinya.

Aku hanya terdiam berdiri mematung.
Dan hanya memandang dengan tatapan kosong, menatap rumahku yang kini mulai rata dengan tanah. Sesekali tawa mereka masih tergiang dalam otak ku. Aku tak mampu lagi menangis, aku tak mampu lagi bersedih. Aku sudah tiba di mana aku tak mampu lagi berekspresi.

Ibuku menghampiri ku, dan mengelus pundakku dari belakang. Sayup kudengar suara tangisnya terisak. Dan kulirik, sarmito terlihat menatap rumah nya yang hancur dengan tertegun, mungkin dia belum paham apa yang terjadi saat ini.

“Ayo buk, kita pergi dari sini.”kataku datar kepada ibuku.
Aku segera mengajak ibuku pergi, meskipun kami tak tau kemana kami akan pergi.
bukhorigan
ardian76
motherparker699
motherparker699 dan 8 lainnya memberi reputasi
9
830
11
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.3KAnggota
Tampilkan semua post
macanieey098Avatar border
macanieey098
#2
aneh kok kasih nama jdul aneh2.Gk takut sm tuhan apa ya
0
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.