- Beranda
- Stories from the Heart
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
...
TS
aymawishy
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
Di saat kau merasa hidup sendiri
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Quote:
Hai, aku Anes, nama panggilan dari pemilik akun aymawishy ini. Semasa sekolah, aku tinggal di sebuah Kabupaten di Jawa Timur bagian timur.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Ohya..
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Pokok Isi Cerita
Quote:
#Bagian 1
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
Quote:
#Bagian 2 : Proses Perekrutan Pramugari
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
Quote:
#Bagian 3
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
Quote:
#Bagian 4 : Initial Flight Attendant’s Ground Training
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
Quote:
#Bagian 5 : Flight Training
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
Quote:
#Bagian 6 : Kehidupan Seorang Pramugari
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
Diubah oleh aymawishy 02-02-2024 01:38
snf0989 dan 45 lainnya memberi reputasi
46
61.3K
Kutip
1K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32KThread•44.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
aymawishy
#258
Part 70 - Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
Spoiler for Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala:
Apa yang aku alami setelah terbang bersama Rian dan Ihsan, membuatku trauma cukup parah.
Bahkan, disaat aku melakukan medical check-up (MEDEX),aku berharap hasilku RECHECK.
Karena yang aku tau, jika hasil MEDEX seorang FA itu recheck, maka FA tersebut tidak boleh terbang sampai hasil medexnya FIT. Jadi bisa tuh ga terbang semingguan atau bahkan lebih, tergantung RECHECKnya di bagian mana.
‘Lumayan atuh kalau libur seminggu, sepertinya luka bathinku akan sembuh.’, gumamku.
Tak terbayang olehku sebelumnya, disaat aku melakukan pemeriksaan mata, tiba-tiba aku punya ide yang diluar nurul. Ide itu adalah aku berpura-pura tidak bisa melihat dengan jelas huruf dan angka yang terletak tiga meter di depanku.
“Ini huruf apa Mba?”, tanya dokter penguji.
“Waduh, huruf apa ya dok? Saya ga melihatnya dengan jelas!”
“Kalau yang ini?”, tanyanya lagi.
“Hm huruf S?”, jawabku ngarang.
“Mba, ini angka 2. Pasti jadi minus begini karena kebanyakan lihat awan ya?”
Aku menjawabnya hanya berhehe ria.
Usahaku itu tak membuahkan hasil. Sebab, ketika sertifikat MEDEX diterbitkan, hasilnya FIT dengan catatan aku harus menggunakan kacamata -0.5. Yaaah!! 😭
Karena hasilnya FIT, schedule terbang untuk besok pun telah menanti, schedulenya subuh pula. Padahal, akunya belum nyiapin kacamata minusnya. Mana lagi, kacamatanya harus bawa dua, karena dalam aturan yang berlaku wajib membawa sparenya! 🥲
Dah ya, ga akan lagi-lagi aku bohong deh! Karena malah akunya yang ribet sendiri. Mana belum gajian, uang di atm menipis, eh harus beli kacamata, dua pula! Nasib-nasib😭
Oke kita skip ya drama perkara kacamata ini. 😅
~
01 Januari 2018
Melewati hari-hari di penghujung tahun 2017 tidaklah mudah bagiku. Aku banyak memaksakan diriku untuk tampak kuat padahal sebenarnya sungguh sangat rapuh. Bagaikan lapisan tipis air yang beku. Yang tersentuh dikit aja, bakal hancur.
Rasanya ingin ku menyerah, tapi jika kuingat, hutangku masih sangat banyak. 🥲
Alhamdulillah, di hari yang baru di awal tahun 2018, aku kembali dipertemukan dengan orang-orang baik. Mereka adalah Mas Niko dan Mas Ardin. Meski kompisisi crewnya sama dengan komposisi Rian dan Ihsan, tapi Mas Niko dan Mas Ardin memperlakukanku dengan sangat baik.
“Nes sorry nih.. lu kalau long flight gini, tidur aja gapapa.”
“Nes sorry nih, bisa ga kalau ga usah rajin-rajin? Ntar lu cape loh! Udah, istirahat! Tegang amat lu, heran!”
“Nes, kita ini tim. Jangan lu kerjain sendiri.”
Hehe begitu kurang lebih.
Tau ga, selain terbang sama mereka, aku juga terbang dengan Mei loh. Jujur, hal ini adalah hal yang langka terjadi. Karena jarang banget gitu teman seangkatan bisa terbang bareng gini.
Dan yah tentu, aku sekamar dengannya selama 5 hari berturut-turut.
Bisa bayangin kan, gimana kalau kami dipersatukan begini? Hahahaha ya gitu deh, kami ga berhenti saling bertukar cerita ketika sudah ada di kamar.
Hari pertama, kami menginap di Ternate.
Kali ini kami tidak menginap di hotel, namun di mess.
Messnya ini lebih seperti rumah tua yang berlantai 2 gitu. Dengan pilar-pilar besar di ruang tengahnya. Terus desain kamarnya juga sangat luas. Lalu kamar mandinya tersedia bathub yang warnanya sudah mulai menguning saking tuanya.
Karena kami mendarat di Ternate cukup pagi, sekitar pukul 05.30 WIT, kami pun sepakat untuk jalan-jalan ke Danau Ngade setelah sarapan.
Ini penampakan Danau Ngade yaaa.. tapi maaf, foto ini aku ambil dari google.
Sepulang dari Danau Ngade, aku dan Mei langsung tepar dan kebangun karena mendengar adzan Ashar.
Di malam harinya, kami pergi untuk makan ikan bakar di dekat pasar. Aduh aku lupa nama tempat makannya, yang jelas, disana ada banyak jenis ikan yang baru aku lihat.
Aku yang punya alergi saat makan seafood, alhamdulillah ketika memakan ikan-ikan segar itu, tidak membuat alergiku kambuh.
Meski begitu, ketika waktu tidur tiba, aku sama sekali tak bisa tidur dengan nyenyak. Bukan karena gatel-gatel ya, tapi karena aku merasa ada yang sedang memperhatikanku dari pojokan kamar dekat kamar mandi.
Aku pun membuka mataku di tengah gelapnya kamar dan mencoba meraih ponselku.
“Astaghfirullah udah jam 1 pagi..”, bathinku ketika baru saja membuka layar ponsel.
Aku mengarahkan cahaya ponselku ke Mei untuk mengeceknya. Aku pikir dia sudah tidur tapi ternyata dia sedang menatapku sembari tersenyum.
“Astagaaa Meii!!! Kamu ngapain??”, sumpah aku kaget banget.
“Aku seneng soalnya ga sendirian.”
“Maksudnya?”, tanyaku yang kini merinding ga karuan.
“Iya, aku kira aku doang yang ga bisa tidur. Ternyata Bunda juga ga bisa tidur ya?”
“Iyaa nih. Nyalain lampu aja kali ya?”, aku memberikan ide disaat aku sudah memastikan yang sedang aku ajak bicara adalah Mei.
“Tapi aku takut, Bun…”, jawab Mei.
Aku pun cukup enggan untuk menghidupkan lampu kamar sebenarnya, sebab saklar lampunya berada di depan pintu kamar mandi.
Tapi, aku memaksakan diri untuk beranjak dari kasur dan berjalan ke arah saklar lampu berada.
CETEK!!
Kamar pun menjadi terang seketika.
Aku yang pura-pura berani, berusaha untuk segera kembali berjalan ke arah kasurku. Hal teranehnya, langkahku tuh rasanya berat banget, seperti ada yang menahan.
“Allahuakbar!!”, teriakku.
“Kenapa Bun?”, tanya Mei yang kini dalam posisi duduk di tengah kasurnya.
“Gapapa hehehe.”, aku enggan bercerita karena dalam waktu tiga jam ke depan, sudah waktunya untuk bersiap-siap.
“Bun, boleh ga kalau aku tidur sekasur sama Bunda?”, tanya Mei disaat aku baru saja merebahkan badan di kasurku.
“Hm? Boleh boleh.. sinii!!”, jawabku tanpa bertanya-tanya lagi. Karena aku yakin pasti ada apa-apa nih di kamar ini.
Akhirnya, kami tidur sekasur sempit-sempitan. Dan alhamdulillah kami bisa tidur setelahnya.
——
“Pagii Mas..”, sapa kami yang sedang menyantap sepiring nasi kuning ketika melihat Mas Niko dan Mas Ardin baru saja turun dari lantai 2.
“Pagiii… gimana semalem? Bisa tidur?”, tanya Mas Niko.
Aku yang tengah duduk berhadapan dengan Mei, hanya bisa saling menatap.
“Bisaaa…”, jawabku.
“Wah hebat dong! Padahal kamar itu angker loh. Banyak FA yang kesurupan di kamar itu.”
“Iyaa, katanya, ada setan penunggu kamar di area depan kamar mandi..”, bisik Mas Ardin.
Deg!!
Seketika aku teringat kejadian saat bangun tidur tadi, dimana Mei kaget karena tidur sekasur denganku.
“Bun, kog aku tidur disini?”, tanya Mei dengan wajah yang kebingungan.
‘Ah, mungkin Mei semalem ngigau saat mau tidur denganku, makanya saat dia bangun, dia ga sadar.’, bathinku mencoba menghibur diri sendiri.
“Tapi selama gue tidur disana aman-aman aja sih!!”, ungkap Mas Niko menyadarkanku dari lamanun.
“Mungkin karena kemarin kita berdua ga ngomongin perkara itu ya, makanya kalian aman. Jadi ga tersugesti gitu.”, jelas Mas Ardin.
Aku memperhatikan Mei, dia masih asik dengan nasi kuningnya dan sesekali menimpali “Seriusaaaan Mas? Ih serem!!”
‘Ternyata Mei emang ga sadar sama apa yang terjadi semalam. Pantes aja selama tidur dengan Mei, bulu kudukku berdiri ga karuan.’, gumamku dalam hati.
——
Di hari kedua hingga hari kelima, kami menginap di hotel Makassar. Karena jadwal terbang kami yang tidak lagi nyubuh, membuat kami bertukar cerita sampe lupa waktu.
Teman seangkatan kami yang juga sedang menginap di hotel yang sama dengan kami, sering sekali ikut nimbrung dan menceritakan kisahnya di kamar kami.
“Kalian tau ga, di first flight aku, aku dapet schedule RON. Dan aku sekamar sama SFA yang ala-ala.”, ujar Mei.
“Hm? Maksudnya ala-ala?”
“Iyaa masa dia ga mau pake AC!! Bayangin aja nih, di hotel kan ga ada ventilasi ya? Jadi aku selama di kamar ngerasa engap banget dan ga bisa tidur karena kepanasan. Kaos yang aku pake sampe basah. Mana lagi, kalau tidur tuh Mbanya matiin lampu tapi TVnya nyala. Tau sendiri kan, kalau kita merem, cahaya TV tuh kan gerak-gerak ya rasanya. Mataku jadi ga bisa istirahat kaaaan!!! Mana volume TVnya kenceng banget!! Jadi selama 4 hari tuh, aku ga bisa tidur tau, ih.. sedih banget!!”
“Yaa ampuuun..”
“Terus next flightnya, aku dapet schedule RON lagi tuh. Kali ini SFAnya mau ngidupin AC. Tapi HP harus mode silent, yang bener-bener ga ada suara dan getaran. Alasannya dia gampang kebangun katanya, jadi dia ga mau ada suara berisik sedikitpun. Lah gimana dong kalau alarmku nyala, aku ga tau gitu? Alhasil aku ga bisa tidur dengan nyenyak. Takut bangunnya kesiangan. Ditambah lagi, kalau aku abis pake kamar mandi, dia ga mau tuh lantai kamar mandinya basah!! Mana dianya ga mau gitu mandi duluan, selalu aku yang disuruh mandi duluan. Alhasil, setiap selesai mandi, aku harus ngepelin lantai dan dinding kamar mandi.”
“Astagaaaaa apaansiiih…”, respon Ifa, rekanku yang dengan senang hati ke kamar kami untuk ikutan mendengar dan bercerita.
“Terus nih ya.. kan jaman sekarang kayanya semua orang tuh punya lah ya aplikasi g*jek atau gr*b. Bisa gitu pesen makan sendiri. Tapi si senior ini maunya aku tuh yang beliin dia makan meskipun akunya ga beli. Terus kan drivernya ga bisa anterin sampe kamar ya, mereka hanya boleh nunggu di lobby. Nah, aku pula yang ambil makanan dia ke lobby. Dia pikir aku ini pesuruhnya apa gimana?”
“Ih, sama. Aku juga ngerasa gitu tau. Bayangin deh, perkara matiin atau idupin lampu kamar aja, dia nyuruh aku woy!! Padahal saklar lampunya tuh deket dengan kasur dia!!”, Ifa menambahi.
“Btw beberapa hari lalu gue terbang sama senior ini. Karena dia suka marahin gue kalau gue berisik, akhirnya saat di kamar, gue berusaha untuk ga berisik sedikitpun. Nah, saat itu tuh, dia nih udah tidur posisinya. Sedangkan gue kebangun karena kehausan, karena sejak nyampe kamar, gue sama sekali belum minum. Saat gue mau minum, eh ternyata tuh air botol ada di nakas di samping senior ini. Karena gue takut ngebangunin dia dan males diomelin lagi, akhirnya gue terpaksa minum air keran di kamar mandi tau ga loooo!!
Ga berhenti disitu, selama terbang nih, gue ga dikasih crew’s meal! Jadi selama 4 landing itu gue kelaperan cuy. Akhirnya gue diem-diem makan sisa makanan penumpang yang menurut gue masih layak dimakan.”
“Astagaaaa Faaa, parah banget. Terus lo gimana? Ga berani minta makan dan minum gitu?”, tanya Fitri yang kala itu juga berada di kamarku dan Mei.
“Mohon maap nih, ngajakin dia ngomong aja, matanya bisa melotot. Gimana kalau gue minta makan?? Bisa-bisa makin dimaki kali gue!”
“Huhu kasian bangeet. Terus sepulang terbang itu kamu baik-baik aja kan Fa?”, tanyaku. Ternyata ga hanya aku yang mengalami hal-hal yang bikin trauma saat terbang.
“Tentu tidaaq Mba Aneees, nyampe rumah, gue masuk IGD karena diare. Sial!!”, sahut Ifa kesal.
“Sama dengan si Elda dong? Dia abis terbang sama senior A masuk rumah sakit karena telinganya nyeri parah katanya.”, tambah Fitri.
“Lah kenapa?”
“Jadi saat lagi preflight check, senior A ini ga tau kalau Elda uda check megaphone. Terus, si senior A ini teriak pake megaphone di telinga Elda! ‘MEGAPHONE CHECK! HEH bodoh, CHECK MEGAPHONE TUH KEK GINI!!’. Lo tau kan megaphone itu sekenceng apa bunyinya? Ditambah teriak + di telinga pula!! Budek deh akhirnya si Elda. Selama terbang itu nyeri banget katanya telinganya. Mana dianya lagi flu saat itu.”
“Yaa Allah. Gue doain tinggal di neraka jahannam tuh senior-senior kek gitu!!”
“Gila sih. Maunya apa sih mereka itu bisa kek gitu.. Ohya, aku juga mau cerita lagi. Ini kejadian pagi tadi banget. Coba Bun ceritaaa!! Bunda mah ngedengerin doang..”, ujar Mei padaku.
“Hahaha iyaa maap…”
“Jadi kenapa pagi tadi?”, tanya Ifa dan Fitri bersamaan.
“Hm jadi, tadi pagi aku kan sarapan berdua sama Mei. Terus, kami nih makan di meja pojokan gitu, kami pilih di pojokan karena lebih tenang aja, ga terlalu rame. Jadi kami tuh sama-sama ga ngeh ada senior yang juga sarapan. Yaa secara kita ini kan baru terbang ya, ga tau mana yang FA mana yang bukan kalau lagi ga pake seragam. Nah saat aku lagi antre untuk dibikinin omelette, aku ketemu sama salah satu senior gitu. Sebelum schedule ini, aku terbang sama senior itu. Terus, diajak lah aku salaman ke meja senior yang lain. Nyampe di meja itu, aku salamin satu-satu tuh mereka sambil memperkenalkan diri seperti biasanya. Eh setelah itu, ada yang nyeletuk ‘Eh Mba, kamu tuh saya liatin dari tadi ga ada sopan sopannya, main lewat-lewat aja ga ada basa-basinya. Apalagi tuh temen kamu, malah ga mau salaman! Saya heran deh, kenapa junior sekarang pada bad attitude semuanya ya?!!’. Itu dia ngomong gitu di depan senior-senior yang lain. Terus aku cuma bilang maaf aja. Eh ga lama kemudian, Mei nyamperin aku. Aku pikir keadaan udah mulai mereda ya, lah kog makin parah, Mei dibentak-bentakin!!”, ceritaku cukup panjang.
“Yaelah, perkara ga salaman saat sarapan aja jadi masalah! Gila hormat banget siih! Toh kita kan ga lagi pake seragam!!? Sumpah yaa kesel aing dengernya!!!”, respons Ifa geregetan.
“Lah mereka ngatain attitude kita jelek, mereka pikir attitude mereka baguuusss?? Iyuh!!”
“Mba Anes, Mba pernah terbang sama SFA Rian kan ya? Gimana Mba terbang sama dia?”, tanya Fitri tiba-tiba.
“Hmm?”, jawabku canggung.
“Katanya dia suka grepe-grepe ya? Mba terbang sama dia aman kan?”
Aku menggeleng. Bersamaan dengan itu, aku menangis sejadi-jadinya.
“Wah pasti uda ga beres nih..”, sahut Mei yang kini tengah menepuk-nepuk pundakku. Ifa dan Fitri kebingungan dan sama-sama berlari mengambil tisu yang berada di bawah meja TV, yang akhirnya membuat kepala mereka saling bertabrakan.
“Aaaau!! Ifaaa, lu yaaaa!! Ga liat ada kepala gue apa?!”, teriak Fitri. Mereka sedikit ribut yang akhirnya bikin aku berhenti menangis.
“Maafin yaa guys, aku malah nangis..”, ujarku kemudian menceritakan secara detail apa yang terjadi untuk pertama kalinya.
Ya, sejak kejadian terbang dengan Rian itu, aku memilih memendamnya. Makanya, sekalinya diungkit, aku terbawa emosi sampe nangis.
“Aduh, gue curiga Ihsan itu ada rasa sama si Rian. Ihsan tau kali Mba Anes bakal jadi inceran Rian, makanya dia marah-marah ga jelas sama Mba kan?? Cemburu dia tuh!! Terus Riannya juga ngata-ngatain Mba? Feeling aku sih karena dia sebenernya malu tuh karena abis ditolak terang-terangan sama Mba, padahal dia lagi sang*-sang*nya saat itu.”, Fitri berusaha mengulik alasan yang masuk akal.
“Tapi Ihsan terlihat normal kog. Kaya bukan benc*ng..”, ujarku.
“Mba, sikap dia ke Mba itu udah cukup menjelaskan seberapa bancinya dia. Masa Mba nawarin hand glove ke dia, tapi malah diomelin. Mana ga diajak ngobrol pula! Cowo normal mah mana tahan ga ngajakin cewe cantik ngobrol.”
“Dih, malah gombal…”, sahutku.
“Mau di report ga?”, tanya Mei.
“Saran gue sih jangan. Soalnya Rian ini udah senior di sini. Pasti dia punya banyak temen. Emang lo mau Mba Anes dititip-titipin ke SFA lain untuk dibully kaya yang udah-udah?”, kali ini Ifa yang menyahut.
“Iya juga yaa..”
“Ternyata, lingkungan kerja di air crew itu semenyeramkan ini ya? Disaat kita jadi korban lalu ngelaporin ke chief, yang ada kita malah makin dibully abis-abisan. Sedangkan pelaku makin semena-mena, korban makin terpuruk.”
“Mending pelaku doang yang semena-mena, kenyataannya? Dia malah ngajak temen-temennya untuk ikutan ngebully si korban.”
“Mba, kuat ya. Aku yakin, Mba Anes bisa bertahan kog.”
Kami pun saling berpelukan. :”)
“Sepertinya, kita salah masuk maskapai ga sih??”, celetuk Fitri.
Bahkan, disaat aku melakukan medical check-up (MEDEX),aku berharap hasilku RECHECK.
Karena yang aku tau, jika hasil MEDEX seorang FA itu recheck, maka FA tersebut tidak boleh terbang sampai hasil medexnya FIT. Jadi bisa tuh ga terbang semingguan atau bahkan lebih, tergantung RECHECKnya di bagian mana.
‘Lumayan atuh kalau libur seminggu, sepertinya luka bathinku akan sembuh.’, gumamku.
Tak terbayang olehku sebelumnya, disaat aku melakukan pemeriksaan mata, tiba-tiba aku punya ide yang diluar nurul. Ide itu adalah aku berpura-pura tidak bisa melihat dengan jelas huruf dan angka yang terletak tiga meter di depanku.
“Ini huruf apa Mba?”, tanya dokter penguji.
“Waduh, huruf apa ya dok? Saya ga melihatnya dengan jelas!”
“Kalau yang ini?”, tanyanya lagi.
“Hm huruf S?”, jawabku ngarang.
“Mba, ini angka 2. Pasti jadi minus begini karena kebanyakan lihat awan ya?”
Aku menjawabnya hanya berhehe ria.
Usahaku itu tak membuahkan hasil. Sebab, ketika sertifikat MEDEX diterbitkan, hasilnya FIT dengan catatan aku harus menggunakan kacamata -0.5. Yaaah!! 😭
Karena hasilnya FIT, schedule terbang untuk besok pun telah menanti, schedulenya subuh pula. Padahal, akunya belum nyiapin kacamata minusnya. Mana lagi, kacamatanya harus bawa dua, karena dalam aturan yang berlaku wajib membawa sparenya! 🥲
Dah ya, ga akan lagi-lagi aku bohong deh! Karena malah akunya yang ribet sendiri. Mana belum gajian, uang di atm menipis, eh harus beli kacamata, dua pula! Nasib-nasib😭
Oke kita skip ya drama perkara kacamata ini. 😅
~
01 Januari 2018
Melewati hari-hari di penghujung tahun 2017 tidaklah mudah bagiku. Aku banyak memaksakan diriku untuk tampak kuat padahal sebenarnya sungguh sangat rapuh. Bagaikan lapisan tipis air yang beku. Yang tersentuh dikit aja, bakal hancur.
Rasanya ingin ku menyerah, tapi jika kuingat, hutangku masih sangat banyak. 🥲
Alhamdulillah, di hari yang baru di awal tahun 2018, aku kembali dipertemukan dengan orang-orang baik. Mereka adalah Mas Niko dan Mas Ardin. Meski kompisisi crewnya sama dengan komposisi Rian dan Ihsan, tapi Mas Niko dan Mas Ardin memperlakukanku dengan sangat baik.
“Nes sorry nih.. lu kalau long flight gini, tidur aja gapapa.”
“Nes sorry nih, bisa ga kalau ga usah rajin-rajin? Ntar lu cape loh! Udah, istirahat! Tegang amat lu, heran!”
“Nes, kita ini tim. Jangan lu kerjain sendiri.”
Hehe begitu kurang lebih.
Tau ga, selain terbang sama mereka, aku juga terbang dengan Mei loh. Jujur, hal ini adalah hal yang langka terjadi. Karena jarang banget gitu teman seangkatan bisa terbang bareng gini.
Dan yah tentu, aku sekamar dengannya selama 5 hari berturut-turut.
Bisa bayangin kan, gimana kalau kami dipersatukan begini? Hahahaha ya gitu deh, kami ga berhenti saling bertukar cerita ketika sudah ada di kamar.
Hari pertama, kami menginap di Ternate.
Kali ini kami tidak menginap di hotel, namun di mess.
Messnya ini lebih seperti rumah tua yang berlantai 2 gitu. Dengan pilar-pilar besar di ruang tengahnya. Terus desain kamarnya juga sangat luas. Lalu kamar mandinya tersedia bathub yang warnanya sudah mulai menguning saking tuanya.
Karena kami mendarat di Ternate cukup pagi, sekitar pukul 05.30 WIT, kami pun sepakat untuk jalan-jalan ke Danau Ngade setelah sarapan.
Ini penampakan Danau Ngade yaaa.. tapi maaf, foto ini aku ambil dari google.
Sepulang dari Danau Ngade, aku dan Mei langsung tepar dan kebangun karena mendengar adzan Ashar.
Di malam harinya, kami pergi untuk makan ikan bakar di dekat pasar. Aduh aku lupa nama tempat makannya, yang jelas, disana ada banyak jenis ikan yang baru aku lihat.
Aku yang punya alergi saat makan seafood, alhamdulillah ketika memakan ikan-ikan segar itu, tidak membuat alergiku kambuh.
Meski begitu, ketika waktu tidur tiba, aku sama sekali tak bisa tidur dengan nyenyak. Bukan karena gatel-gatel ya, tapi karena aku merasa ada yang sedang memperhatikanku dari pojokan kamar dekat kamar mandi.
Aku pun membuka mataku di tengah gelapnya kamar dan mencoba meraih ponselku.
“Astaghfirullah udah jam 1 pagi..”, bathinku ketika baru saja membuka layar ponsel.
Aku mengarahkan cahaya ponselku ke Mei untuk mengeceknya. Aku pikir dia sudah tidur tapi ternyata dia sedang menatapku sembari tersenyum.
“Astagaaa Meii!!! Kamu ngapain??”, sumpah aku kaget banget.
“Aku seneng soalnya ga sendirian.”
“Maksudnya?”, tanyaku yang kini merinding ga karuan.
“Iya, aku kira aku doang yang ga bisa tidur. Ternyata Bunda juga ga bisa tidur ya?”
“Iyaa nih. Nyalain lampu aja kali ya?”, aku memberikan ide disaat aku sudah memastikan yang sedang aku ajak bicara adalah Mei.
“Tapi aku takut, Bun…”, jawab Mei.
Aku pun cukup enggan untuk menghidupkan lampu kamar sebenarnya, sebab saklar lampunya berada di depan pintu kamar mandi.
Tapi, aku memaksakan diri untuk beranjak dari kasur dan berjalan ke arah saklar lampu berada.
CETEK!!
Kamar pun menjadi terang seketika.
Aku yang pura-pura berani, berusaha untuk segera kembali berjalan ke arah kasurku. Hal teranehnya, langkahku tuh rasanya berat banget, seperti ada yang menahan.
“Allahuakbar!!”, teriakku.
“Kenapa Bun?”, tanya Mei yang kini dalam posisi duduk di tengah kasurnya.
“Gapapa hehehe.”, aku enggan bercerita karena dalam waktu tiga jam ke depan, sudah waktunya untuk bersiap-siap.
“Bun, boleh ga kalau aku tidur sekasur sama Bunda?”, tanya Mei disaat aku baru saja merebahkan badan di kasurku.
“Hm? Boleh boleh.. sinii!!”, jawabku tanpa bertanya-tanya lagi. Karena aku yakin pasti ada apa-apa nih di kamar ini.
Akhirnya, kami tidur sekasur sempit-sempitan. Dan alhamdulillah kami bisa tidur setelahnya.
——
“Pagii Mas..”, sapa kami yang sedang menyantap sepiring nasi kuning ketika melihat Mas Niko dan Mas Ardin baru saja turun dari lantai 2.
“Pagiii… gimana semalem? Bisa tidur?”, tanya Mas Niko.
Aku yang tengah duduk berhadapan dengan Mei, hanya bisa saling menatap.
“Bisaaa…”, jawabku.
“Wah hebat dong! Padahal kamar itu angker loh. Banyak FA yang kesurupan di kamar itu.”
“Iyaa, katanya, ada setan penunggu kamar di area depan kamar mandi..”, bisik Mas Ardin.
Deg!!
Seketika aku teringat kejadian saat bangun tidur tadi, dimana Mei kaget karena tidur sekasur denganku.
“Bun, kog aku tidur disini?”, tanya Mei dengan wajah yang kebingungan.
‘Ah, mungkin Mei semalem ngigau saat mau tidur denganku, makanya saat dia bangun, dia ga sadar.’, bathinku mencoba menghibur diri sendiri.
“Tapi selama gue tidur disana aman-aman aja sih!!”, ungkap Mas Niko menyadarkanku dari lamanun.
“Mungkin karena kemarin kita berdua ga ngomongin perkara itu ya, makanya kalian aman. Jadi ga tersugesti gitu.”, jelas Mas Ardin.
Aku memperhatikan Mei, dia masih asik dengan nasi kuningnya dan sesekali menimpali “Seriusaaaan Mas? Ih serem!!”
‘Ternyata Mei emang ga sadar sama apa yang terjadi semalam. Pantes aja selama tidur dengan Mei, bulu kudukku berdiri ga karuan.’, gumamku dalam hati.
——
Di hari kedua hingga hari kelima, kami menginap di hotel Makassar. Karena jadwal terbang kami yang tidak lagi nyubuh, membuat kami bertukar cerita sampe lupa waktu.
Teman seangkatan kami yang juga sedang menginap di hotel yang sama dengan kami, sering sekali ikut nimbrung dan menceritakan kisahnya di kamar kami.
“Kalian tau ga, di first flight aku, aku dapet schedule RON. Dan aku sekamar sama SFA yang ala-ala.”, ujar Mei.
“Hm? Maksudnya ala-ala?”
“Iyaa masa dia ga mau pake AC!! Bayangin aja nih, di hotel kan ga ada ventilasi ya? Jadi aku selama di kamar ngerasa engap banget dan ga bisa tidur karena kepanasan. Kaos yang aku pake sampe basah. Mana lagi, kalau tidur tuh Mbanya matiin lampu tapi TVnya nyala. Tau sendiri kan, kalau kita merem, cahaya TV tuh kan gerak-gerak ya rasanya. Mataku jadi ga bisa istirahat kaaaan!!! Mana volume TVnya kenceng banget!! Jadi selama 4 hari tuh, aku ga bisa tidur tau, ih.. sedih banget!!”
“Yaa ampuuun..”
“Terus next flightnya, aku dapet schedule RON lagi tuh. Kali ini SFAnya mau ngidupin AC. Tapi HP harus mode silent, yang bener-bener ga ada suara dan getaran. Alasannya dia gampang kebangun katanya, jadi dia ga mau ada suara berisik sedikitpun. Lah gimana dong kalau alarmku nyala, aku ga tau gitu? Alhasil aku ga bisa tidur dengan nyenyak. Takut bangunnya kesiangan. Ditambah lagi, kalau aku abis pake kamar mandi, dia ga mau tuh lantai kamar mandinya basah!! Mana dianya ga mau gitu mandi duluan, selalu aku yang disuruh mandi duluan. Alhasil, setiap selesai mandi, aku harus ngepelin lantai dan dinding kamar mandi.”
“Astagaaaaa apaansiiih…”, respon Ifa, rekanku yang dengan senang hati ke kamar kami untuk ikutan mendengar dan bercerita.
“Terus nih ya.. kan jaman sekarang kayanya semua orang tuh punya lah ya aplikasi g*jek atau gr*b. Bisa gitu pesen makan sendiri. Tapi si senior ini maunya aku tuh yang beliin dia makan meskipun akunya ga beli. Terus kan drivernya ga bisa anterin sampe kamar ya, mereka hanya boleh nunggu di lobby. Nah, aku pula yang ambil makanan dia ke lobby. Dia pikir aku ini pesuruhnya apa gimana?”
“Ih, sama. Aku juga ngerasa gitu tau. Bayangin deh, perkara matiin atau idupin lampu kamar aja, dia nyuruh aku woy!! Padahal saklar lampunya tuh deket dengan kasur dia!!”, Ifa menambahi.
“Btw beberapa hari lalu gue terbang sama senior ini. Karena dia suka marahin gue kalau gue berisik, akhirnya saat di kamar, gue berusaha untuk ga berisik sedikitpun. Nah, saat itu tuh, dia nih udah tidur posisinya. Sedangkan gue kebangun karena kehausan, karena sejak nyampe kamar, gue sama sekali belum minum. Saat gue mau minum, eh ternyata tuh air botol ada di nakas di samping senior ini. Karena gue takut ngebangunin dia dan males diomelin lagi, akhirnya gue terpaksa minum air keran di kamar mandi tau ga loooo!!
Ga berhenti disitu, selama terbang nih, gue ga dikasih crew’s meal! Jadi selama 4 landing itu gue kelaperan cuy. Akhirnya gue diem-diem makan sisa makanan penumpang yang menurut gue masih layak dimakan.”
“Astagaaaa Faaa, parah banget. Terus lo gimana? Ga berani minta makan dan minum gitu?”, tanya Fitri yang kala itu juga berada di kamarku dan Mei.
“Mohon maap nih, ngajakin dia ngomong aja, matanya bisa melotot. Gimana kalau gue minta makan?? Bisa-bisa makin dimaki kali gue!”
“Huhu kasian bangeet. Terus sepulang terbang itu kamu baik-baik aja kan Fa?”, tanyaku. Ternyata ga hanya aku yang mengalami hal-hal yang bikin trauma saat terbang.
“Tentu tidaaq Mba Aneees, nyampe rumah, gue masuk IGD karena diare. Sial!!”, sahut Ifa kesal.
“Sama dengan si Elda dong? Dia abis terbang sama senior A masuk rumah sakit karena telinganya nyeri parah katanya.”, tambah Fitri.
“Lah kenapa?”
“Jadi saat lagi preflight check, senior A ini ga tau kalau Elda uda check megaphone. Terus, si senior A ini teriak pake megaphone di telinga Elda! ‘MEGAPHONE CHECK! HEH bodoh, CHECK MEGAPHONE TUH KEK GINI!!’. Lo tau kan megaphone itu sekenceng apa bunyinya? Ditambah teriak + di telinga pula!! Budek deh akhirnya si Elda. Selama terbang itu nyeri banget katanya telinganya. Mana dianya lagi flu saat itu.”
“Yaa Allah. Gue doain tinggal di neraka jahannam tuh senior-senior kek gitu!!”
“Gila sih. Maunya apa sih mereka itu bisa kek gitu.. Ohya, aku juga mau cerita lagi. Ini kejadian pagi tadi banget. Coba Bun ceritaaa!! Bunda mah ngedengerin doang..”, ujar Mei padaku.
“Hahaha iyaa maap…”
“Jadi kenapa pagi tadi?”, tanya Ifa dan Fitri bersamaan.
“Hm jadi, tadi pagi aku kan sarapan berdua sama Mei. Terus, kami nih makan di meja pojokan gitu, kami pilih di pojokan karena lebih tenang aja, ga terlalu rame. Jadi kami tuh sama-sama ga ngeh ada senior yang juga sarapan. Yaa secara kita ini kan baru terbang ya, ga tau mana yang FA mana yang bukan kalau lagi ga pake seragam. Nah saat aku lagi antre untuk dibikinin omelette, aku ketemu sama salah satu senior gitu. Sebelum schedule ini, aku terbang sama senior itu. Terus, diajak lah aku salaman ke meja senior yang lain. Nyampe di meja itu, aku salamin satu-satu tuh mereka sambil memperkenalkan diri seperti biasanya. Eh setelah itu, ada yang nyeletuk ‘Eh Mba, kamu tuh saya liatin dari tadi ga ada sopan sopannya, main lewat-lewat aja ga ada basa-basinya. Apalagi tuh temen kamu, malah ga mau salaman! Saya heran deh, kenapa junior sekarang pada bad attitude semuanya ya?!!’. Itu dia ngomong gitu di depan senior-senior yang lain. Terus aku cuma bilang maaf aja. Eh ga lama kemudian, Mei nyamperin aku. Aku pikir keadaan udah mulai mereda ya, lah kog makin parah, Mei dibentak-bentakin!!”, ceritaku cukup panjang.
“Yaelah, perkara ga salaman saat sarapan aja jadi masalah! Gila hormat banget siih! Toh kita kan ga lagi pake seragam!!? Sumpah yaa kesel aing dengernya!!!”, respons Ifa geregetan.
“Lah mereka ngatain attitude kita jelek, mereka pikir attitude mereka baguuusss?? Iyuh!!”
“Mba Anes, Mba pernah terbang sama SFA Rian kan ya? Gimana Mba terbang sama dia?”, tanya Fitri tiba-tiba.
“Hmm?”, jawabku canggung.
“Katanya dia suka grepe-grepe ya? Mba terbang sama dia aman kan?”
Aku menggeleng. Bersamaan dengan itu, aku menangis sejadi-jadinya.
“Wah pasti uda ga beres nih..”, sahut Mei yang kini tengah menepuk-nepuk pundakku. Ifa dan Fitri kebingungan dan sama-sama berlari mengambil tisu yang berada di bawah meja TV, yang akhirnya membuat kepala mereka saling bertabrakan.
“Aaaau!! Ifaaa, lu yaaaa!! Ga liat ada kepala gue apa?!”, teriak Fitri. Mereka sedikit ribut yang akhirnya bikin aku berhenti menangis.
“Maafin yaa guys, aku malah nangis..”, ujarku kemudian menceritakan secara detail apa yang terjadi untuk pertama kalinya.
Ya, sejak kejadian terbang dengan Rian itu, aku memilih memendamnya. Makanya, sekalinya diungkit, aku terbawa emosi sampe nangis.
“Aduh, gue curiga Ihsan itu ada rasa sama si Rian. Ihsan tau kali Mba Anes bakal jadi inceran Rian, makanya dia marah-marah ga jelas sama Mba kan?? Cemburu dia tuh!! Terus Riannya juga ngata-ngatain Mba? Feeling aku sih karena dia sebenernya malu tuh karena abis ditolak terang-terangan sama Mba, padahal dia lagi sang*-sang*nya saat itu.”, Fitri berusaha mengulik alasan yang masuk akal.
“Tapi Ihsan terlihat normal kog. Kaya bukan benc*ng..”, ujarku.
“Mba, sikap dia ke Mba itu udah cukup menjelaskan seberapa bancinya dia. Masa Mba nawarin hand glove ke dia, tapi malah diomelin. Mana ga diajak ngobrol pula! Cowo normal mah mana tahan ga ngajakin cewe cantik ngobrol.”
“Dih, malah gombal…”, sahutku.
“Mau di report ga?”, tanya Mei.
“Saran gue sih jangan. Soalnya Rian ini udah senior di sini. Pasti dia punya banyak temen. Emang lo mau Mba Anes dititip-titipin ke SFA lain untuk dibully kaya yang udah-udah?”, kali ini Ifa yang menyahut.
“Iya juga yaa..”
“Ternyata, lingkungan kerja di air crew itu semenyeramkan ini ya? Disaat kita jadi korban lalu ngelaporin ke chief, yang ada kita malah makin dibully abis-abisan. Sedangkan pelaku makin semena-mena, korban makin terpuruk.”
“Mending pelaku doang yang semena-mena, kenyataannya? Dia malah ngajak temen-temennya untuk ikutan ngebully si korban.”
“Mba, kuat ya. Aku yakin, Mba Anes bisa bertahan kog.”
Kami pun saling berpelukan. :”)
“Sepertinya, kita salah masuk maskapai ga sih??”, celetuk Fitri.
baccu dan 9 lainnya memberi reputasi
10
Kutip
Balas
Tutup