- Beranda
- Stories from the Heart
DESA DIBALIK KABUT [HORROR STORY] [Kompetisi KGPT]
...
![jurigciwidey](https://s.kaskus.id/user/avatar/2010/02/23/avatar1454678_31.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
jurigciwidey
DESA DIBALIK KABUT [HORROR STORY] [Kompetisi KGPT]
SAMPURASUN
Setelah sebelumnya ane menamatkan cerita Rarasukma, yang Insyallah Ide ceritanya akan di filmkan karena sudah dibeli oleh salah satu PH pada bulan Juli kemarin, yang ceritanya bisa kalian baca disini.
Sebelum ane bercerita kelanjutan tentang thread di atas, (Karena banyak yang request untuk melanjutkan ceritanya).
Ane mau bercerita lagi, sebenarnya cerita ini sudah lama ane buat, mungkin ada juga beberapa yang sudah baca cerita ini di tempat lain.
Namun, ane akan sebarkan ceritanya disini.
Semoga kalian bisa terhibur dengan cerita yang ane buat, sambil menunggu kelanjutan cerita Rarasukma yang ane buat.
NOTE : JANGAN ADA YANG MENGUPLOAD TANPA SEIZIN ANE, KARENA BEBERAPA KALI ADA YANG MENGUPLOADNYA KE YOUTUBE TANPA IZIN SEHINGGA TERPAKSA ANE TIDAK MELANJUTKAN CERITA YANG ANE BUAT
NOTE : JANGAN ADA YANG MENGUPLOAD TANPA SEIZIN ANE, KARENA BEBERAPA KALI ADA YANG MENGUPLOADNYA KE YOUTUBE TANPA IZIN SEHINGGA TERPAKSA ANE TIDAK MELANJUTKAN CERITA YANG ANE BUAT
Quote:
JANGAN LUPA, SUPPORT CERITA PENDEK ANE YANG IKUT KOMPETISI KUNCEN DISINI :
RUMAH
RITUAL TARIK JANIN - KUNCEN
RUMAH
RITUAL TARIK JANIN - KUNCEN
Maka dari itu, selamat menikmati ceritanya.
![DESA DIBALIK KABUT [HORROR STORY] [Kompetisi KGPT]](https://s.kaskus.id/images/2023/08/25/1454678_20230825011653.png)
Spoiler for BAB 1 : PENJARA:
“ABDI BANGUN!!!!”
Trang trang trang
Seorang petugas dengan kasarnya memukul-mukul pintu sel yang aku tempati, ruangan sel dengan ukuran 3x3 meter dengan satu kasur kecil tempat aku tidur, dan toilet kecil yang dipisah oleh tembok yang setinggi satu meter.
“HEY, JANGAN MELAMUN SAJA, AYO BANGUN!!”
Petugas itu berteriak kembali, aku seketika bangun dari tidurku yang tidak nyenyak ini. Dengan perasaan yang masih mengantuk aku melihat petugas itu membuka sel tahanan kemudian masuk ke dalam sel.
BLAM!
Aaaaakh
Petugas itu tiba-tiba memukul kakiku dengan keras dengan tongkat yang dia bawa. Aku seketika kesakitan sembari kedua tanganku memegang kaki yang terkena pukulan dari petugas itu.
Beberapa petugas kemudian datang dan masuk ke sel tahanan, mereka menarik paksa diriku yang masih terkantuk-kantuk untuk dibawanya keluar sel.
BLAM!
AKH..
Sebuah pukulan kembali dilayangkan ke tubuhku, aku kembali kesakitan akibat pukulan itu. Kemudian aku tersungkur di lantai dengan kondisi yang tidak berdaya, dan dua petugas yang datang menarik kakiku sehingga tubuhku tersungkur ke lantai. Aku yang tidak berdaya hanya bisa menahan sakit dan tidak bisa berbuat apa-apa atas perlakuan petugas itu.
Kepala dan badanku berada di lantai sedangkan kakiku ditarik dengan paksa oleh kedua petugas tersebut.
Aku melewati beberapa sel tahanan lain dalam kondisi tersebut, namun semuanya sama, yang kulihat banyak petugas yang memukuli para tahanan lain dengan beringas, banyak suara teriakan yang menggema di penjara tersebut, suara-suara dari raungan rasa sakit yang mereka terima dari penyiksaan para petugas sipir penjara. Seperti hal yang biasa kami disiksa dan dipukuli dengan kejinya. Kami yang di penjara tidak bisa melawan para petugas, jika kami mencoba sedikit saja melawan mereka, yang ada kami akan dipindahkan ke ruangan khusus yang gelap dan di sana kami tidak diberi makan bahkan minum sedikitpun selama beberapa hari.
Sreeet Sreett
Dua petugas yang menyeretku kemudian berbelok dan memasuki sebuah ruangan, ruangan yang gelap dengan satu cahaya lampu di tengah ruangan, di sana terdapat suatu kursi dengan pengikat yang letaknya tepat di bawah lampu tersebut.
Badanku kemudian diangkat, dan didudukkan di kursi tersebut. Tangan dan kakiku diikat dengan kencang, namun aku sengaja mengangkat tanganku agar tidak menempel dengan kursi agar melonggarkan ikatan dari para penjaga itu.
Kemudian semua petugas yang membawaku perlahan-lahan keluar, mereka keluar secara bergantian dari ruangan itu dan meninggalkan aku sendirian.
“Di mana ini?” Pikirku.
Dengan rasa sakit yang aku terima masih sangat terasa. Aku mencoba melihat ke sekeliling ruangan itu, ruangan yang gelap dan hanya ditemani oleh salah satu lampu yang menggantung di atas kepalaku, aku juga melihat lantai yang disinari oleh cahaya itu, disana terdapat banyak bercak-bercak darah yang sudah mengering terkena sinar lampu yang menyala.
Aku mencoba menggoyang-goyangkan badanku, tangan yang tadi sengaja tidak aku tempelkan ke kursi ini aku coba gerakan, supaya bisa terlepas dari tali yang mengikatku.
Namun tiba-tiba,
Arrrrrghhhhhhhhhh
BLAM..!
Suara teriakan terdengar dari luar, kali ini suara teriakan itu terdengar keras bersamaan dengan suara yang menabrak sesuatu.
Tap tap tap
Beberapa suara kini kembali terdengar, suara orang-orang yang sedang berlari kesana kemari dengan keadaan panik. Suara itu terdengar keras dengan suara-suara teriakan hingga terdengar ke ruangan tempat aku berada.
“TOLONGGG, TOLLONGGG!!!”
BRUAAAAAK
Tampak sesuatu yang menabrak pintu, tabrakan sesuatu itu begitu keras sehingga membuat pintu dari ruangan tempat aku berada terbuka. Terlihat sesosok petugas yang tadi menyeretku tergeletak tidak bernyawa, seperti ada sesuatu yang melemparkan tubuhnya hingga menabrak pintu, dan akhirnya pintu tersebut terbuka. Aku mendadak panik seketika, dengan suara-suara teriakan yang datang membuat aku ingin segera melepas ikatan dari kursi ini, karena aku juga melihat tubuh petugas yang tergeletak di depanku itu penuh dengan darah, juga beberapa sayatan di badannya seperti ada hewan buas yang mencoba memangsanya.
“Ayolah, aku harus bisa melepaskan ikatan ini!” Pikirku dengan keadaan panik sembari sekuat tenaga melepas ikatan itu.
“Sedikit lagi, sedikit lagi, .... aaaarghhh... argggghhh!”
Aku mencoba melepaskan tanganku yang terikat, meskipun sedikit sakit, aku mencoba memaksanya hingga,
“Akhirnya lepas juga, sekarang tinggal kaki yang masih terikat,”
Aku bernafas lega ikatan di tanganku sudah lepas, suara-suara teriakan di tempat itu masih saja terdengar, aku semakin panik dengan keadaan di sel tersebut, aku harus segera melepaskan ikatanku dan keluar dari tempat ini.
Dengan sekuat tenaga akhirnya aku bisa melepaskan ikatan dari kursi tersebut, aku seketika berlari, berlari melewati pintu yang sudah rusak tersebut, tak lupa aku juga mengambil tongkat dari mayat petugas itu, untuk sekedar berjaga-jaga, karena aku yakin ada yang tidak beres dengan tempat ini sekarang.
Namun aku begitu terkejut ketika aku keluar ruangan tersebut, sel tahanan yang seharusnya berada di lorong tempat aku berdiri sekarang berubah, sel tahanan yang kulihat tadi, sekarang berubah menjadi lorong panjang dengan obor di kedua sisinya, obor tersebut menyala di lorong sebelah kanan dengan terangnya berjejer hingga ke ujung. Sel-sel tahanan di kedua sisinya berubah menjadi dinding batu di kedua sisinya, seperti sebuah gua yang memanjang dengan banyak noda darah di sekitarnya.
Ketika aku melihat ke arah kiri, terdapat lorong yang gelap gulita, lorong yang tanpa penerangan sama sekali, yang ada hanya lorong kosong yang gelap dan tidak terlihat apapun di sana.
Aku seketika terdiam, aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang. Semuanya berubah secara mendadak, rasa takut yang kurasakan membuatku malas untuk melangkah, namun tiba-tiba sebuah suara muncul. Suara yang datangnya dari arah kanan, yang di mana arah kanan adalah lorong yang diterangi oleh obor.
"AAHAHAHAHAHAHAHAAHA."
DUG DUG DUG
"AHAHAHAHA."
Suara itu kemudian tertawa keras, dengan langkah kaki yang dihentakan membuat suara tersebut terdengar nyaring ke tempat aku berdiri, seketika aku secara spontan mengambil obor yang ada didekatku dan kemudian aku berlari ke arah kiri, ke arah lorong gelap yang tidak ada cahaya sama sekali.
Tap tap tap
Aku berlari sekuat tenaga dengan obor yang aku bawa sebagai penerang, namun seakan-akan lorong tersebut adalah lorong tanpa ujung, aku terus-menerus berlari tanpa tahu kapan aku harus berhenti, suara-suara itu masih terdengar dan kali ini seperti mengejarku dari belakang, sesaat aku melihat kebelakang sembari berlari, namun tidak ada siapa siapa, dan ketika aku berbalik secara tiba-tiba,
Duag
Aku menabrak sesuatu, sesuatu yang besar yang menghalangi jalanku sehingga membuatku terjatuh, dengan obor yang masih di tangan aku mencoba menerangi sesuatu yang menghalangi ku itu. Aku sontak kaget karena apa yang aku lihat ternyata bukanlah manusia,
Ternyata di depanku adalah sosok tinggi besar yang menyeringai kepadaku, sosok yang terlihat besar dengan gigi tajam yang mencuat keluar, dia tertawa kecil dan kemudian membuka mulutnya secara lebar.
“HAHAHAHAHAHAHA.”
Suara itu terdengar sangat keras, suara yang tadinya terdengar di belakang ku kini berada tepat di depanku, dengan wajah yang menyeramkan dia berkata.
“ABDI SEKARANG GILIRANMU, DUA ORANG LAINYA SUDAH AKU MAKAN, DAN KAMU ADALAH ORANG KETIGA UNTUK AKU MAKAN.”
Aku merasa ketakutan, badanku tidak henti-hentinya gemetar, tanpa aku sadari keringat dingin pun bercucuran, juga kakiku seperti membeku, tidak bisa untuk melangkah. Aku hanya bisa melihat mulut makhluk itu membuka rahangnya yang besar, dengan gigi yang mencuat keluar, terlihat gigi yang dipenuhi dengan darah segar mendekat, seakan-akan akan melahapku.
Aku hanya bisa menutup mata dan menutupi kepala dengan tanganku, aku sudah merasa putus asa, mungkin ini adalah akhir dari hidupku, pandanganku mulai gelap sepertinya mulut dari makhluk itu sudah sangat dekat.
Dan akhirnya....
Trang trang trang
Seorang petugas dengan kasarnya memukul-mukul pintu sel yang aku tempati, ruangan sel dengan ukuran 3x3 meter dengan satu kasur kecil tempat aku tidur, dan toilet kecil yang dipisah oleh tembok yang setinggi satu meter.
“HEY, JANGAN MELAMUN SAJA, AYO BANGUN!!”
Petugas itu berteriak kembali, aku seketika bangun dari tidurku yang tidak nyenyak ini. Dengan perasaan yang masih mengantuk aku melihat petugas itu membuka sel tahanan kemudian masuk ke dalam sel.
BLAM!
Aaaaakh
Petugas itu tiba-tiba memukul kakiku dengan keras dengan tongkat yang dia bawa. Aku seketika kesakitan sembari kedua tanganku memegang kaki yang terkena pukulan dari petugas itu.
Beberapa petugas kemudian datang dan masuk ke sel tahanan, mereka menarik paksa diriku yang masih terkantuk-kantuk untuk dibawanya keluar sel.
BLAM!
AKH..
Sebuah pukulan kembali dilayangkan ke tubuhku, aku kembali kesakitan akibat pukulan itu. Kemudian aku tersungkur di lantai dengan kondisi yang tidak berdaya, dan dua petugas yang datang menarik kakiku sehingga tubuhku tersungkur ke lantai. Aku yang tidak berdaya hanya bisa menahan sakit dan tidak bisa berbuat apa-apa atas perlakuan petugas itu.
Kepala dan badanku berada di lantai sedangkan kakiku ditarik dengan paksa oleh kedua petugas tersebut.
Aku melewati beberapa sel tahanan lain dalam kondisi tersebut, namun semuanya sama, yang kulihat banyak petugas yang memukuli para tahanan lain dengan beringas, banyak suara teriakan yang menggema di penjara tersebut, suara-suara dari raungan rasa sakit yang mereka terima dari penyiksaan para petugas sipir penjara. Seperti hal yang biasa kami disiksa dan dipukuli dengan kejinya. Kami yang di penjara tidak bisa melawan para petugas, jika kami mencoba sedikit saja melawan mereka, yang ada kami akan dipindahkan ke ruangan khusus yang gelap dan di sana kami tidak diberi makan bahkan minum sedikitpun selama beberapa hari.
Sreeet Sreett
Dua petugas yang menyeretku kemudian berbelok dan memasuki sebuah ruangan, ruangan yang gelap dengan satu cahaya lampu di tengah ruangan, di sana terdapat suatu kursi dengan pengikat yang letaknya tepat di bawah lampu tersebut.
Badanku kemudian diangkat, dan didudukkan di kursi tersebut. Tangan dan kakiku diikat dengan kencang, namun aku sengaja mengangkat tanganku agar tidak menempel dengan kursi agar melonggarkan ikatan dari para penjaga itu.
Kemudian semua petugas yang membawaku perlahan-lahan keluar, mereka keluar secara bergantian dari ruangan itu dan meninggalkan aku sendirian.
“Di mana ini?” Pikirku.
Dengan rasa sakit yang aku terima masih sangat terasa. Aku mencoba melihat ke sekeliling ruangan itu, ruangan yang gelap dan hanya ditemani oleh salah satu lampu yang menggantung di atas kepalaku, aku juga melihat lantai yang disinari oleh cahaya itu, disana terdapat banyak bercak-bercak darah yang sudah mengering terkena sinar lampu yang menyala.
Aku mencoba menggoyang-goyangkan badanku, tangan yang tadi sengaja tidak aku tempelkan ke kursi ini aku coba gerakan, supaya bisa terlepas dari tali yang mengikatku.
Namun tiba-tiba,
Arrrrrghhhhhhhhhh
BLAM..!
Suara teriakan terdengar dari luar, kali ini suara teriakan itu terdengar keras bersamaan dengan suara yang menabrak sesuatu.
Tap tap tap
Beberapa suara kini kembali terdengar, suara orang-orang yang sedang berlari kesana kemari dengan keadaan panik. Suara itu terdengar keras dengan suara-suara teriakan hingga terdengar ke ruangan tempat aku berada.
“TOLONGGG, TOLLONGGG!!!”
BRUAAAAAK
Tampak sesuatu yang menabrak pintu, tabrakan sesuatu itu begitu keras sehingga membuat pintu dari ruangan tempat aku berada terbuka. Terlihat sesosok petugas yang tadi menyeretku tergeletak tidak bernyawa, seperti ada sesuatu yang melemparkan tubuhnya hingga menabrak pintu, dan akhirnya pintu tersebut terbuka. Aku mendadak panik seketika, dengan suara-suara teriakan yang datang membuat aku ingin segera melepas ikatan dari kursi ini, karena aku juga melihat tubuh petugas yang tergeletak di depanku itu penuh dengan darah, juga beberapa sayatan di badannya seperti ada hewan buas yang mencoba memangsanya.
“Ayolah, aku harus bisa melepaskan ikatan ini!” Pikirku dengan keadaan panik sembari sekuat tenaga melepas ikatan itu.
“Sedikit lagi, sedikit lagi, .... aaaarghhh... argggghhh!”
Aku mencoba melepaskan tanganku yang terikat, meskipun sedikit sakit, aku mencoba memaksanya hingga,
“Akhirnya lepas juga, sekarang tinggal kaki yang masih terikat,”
Aku bernafas lega ikatan di tanganku sudah lepas, suara-suara teriakan di tempat itu masih saja terdengar, aku semakin panik dengan keadaan di sel tersebut, aku harus segera melepaskan ikatanku dan keluar dari tempat ini.
Dengan sekuat tenaga akhirnya aku bisa melepaskan ikatan dari kursi tersebut, aku seketika berlari, berlari melewati pintu yang sudah rusak tersebut, tak lupa aku juga mengambil tongkat dari mayat petugas itu, untuk sekedar berjaga-jaga, karena aku yakin ada yang tidak beres dengan tempat ini sekarang.
Namun aku begitu terkejut ketika aku keluar ruangan tersebut, sel tahanan yang seharusnya berada di lorong tempat aku berdiri sekarang berubah, sel tahanan yang kulihat tadi, sekarang berubah menjadi lorong panjang dengan obor di kedua sisinya, obor tersebut menyala di lorong sebelah kanan dengan terangnya berjejer hingga ke ujung. Sel-sel tahanan di kedua sisinya berubah menjadi dinding batu di kedua sisinya, seperti sebuah gua yang memanjang dengan banyak noda darah di sekitarnya.
Ketika aku melihat ke arah kiri, terdapat lorong yang gelap gulita, lorong yang tanpa penerangan sama sekali, yang ada hanya lorong kosong yang gelap dan tidak terlihat apapun di sana.
Aku seketika terdiam, aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang. Semuanya berubah secara mendadak, rasa takut yang kurasakan membuatku malas untuk melangkah, namun tiba-tiba sebuah suara muncul. Suara yang datangnya dari arah kanan, yang di mana arah kanan adalah lorong yang diterangi oleh obor.
"AAHAHAHAHAHAHAHAAHA."
DUG DUG DUG
"AHAHAHAHA."
Suara itu kemudian tertawa keras, dengan langkah kaki yang dihentakan membuat suara tersebut terdengar nyaring ke tempat aku berdiri, seketika aku secara spontan mengambil obor yang ada didekatku dan kemudian aku berlari ke arah kiri, ke arah lorong gelap yang tidak ada cahaya sama sekali.
Tap tap tap
Aku berlari sekuat tenaga dengan obor yang aku bawa sebagai penerang, namun seakan-akan lorong tersebut adalah lorong tanpa ujung, aku terus-menerus berlari tanpa tahu kapan aku harus berhenti, suara-suara itu masih terdengar dan kali ini seperti mengejarku dari belakang, sesaat aku melihat kebelakang sembari berlari, namun tidak ada siapa siapa, dan ketika aku berbalik secara tiba-tiba,
Duag
Aku menabrak sesuatu, sesuatu yang besar yang menghalangi jalanku sehingga membuatku terjatuh, dengan obor yang masih di tangan aku mencoba menerangi sesuatu yang menghalangi ku itu. Aku sontak kaget karena apa yang aku lihat ternyata bukanlah manusia,
Ternyata di depanku adalah sosok tinggi besar yang menyeringai kepadaku, sosok yang terlihat besar dengan gigi tajam yang mencuat keluar, dia tertawa kecil dan kemudian membuka mulutnya secara lebar.
“HAHAHAHAHAHAHA.”
Suara itu terdengar sangat keras, suara yang tadinya terdengar di belakang ku kini berada tepat di depanku, dengan wajah yang menyeramkan dia berkata.
“ABDI SEKARANG GILIRANMU, DUA ORANG LAINYA SUDAH AKU MAKAN, DAN KAMU ADALAH ORANG KETIGA UNTUK AKU MAKAN.”
Aku merasa ketakutan, badanku tidak henti-hentinya gemetar, tanpa aku sadari keringat dingin pun bercucuran, juga kakiku seperti membeku, tidak bisa untuk melangkah. Aku hanya bisa melihat mulut makhluk itu membuka rahangnya yang besar, dengan gigi yang mencuat keluar, terlihat gigi yang dipenuhi dengan darah segar mendekat, seakan-akan akan melahapku.
Aku hanya bisa menutup mata dan menutupi kepala dengan tanganku, aku sudah merasa putus asa, mungkin ini adalah akhir dari hidupku, pandanganku mulai gelap sepertinya mulut dari makhluk itu sudah sangat dekat.
Dan akhirnya....
INDEX :
BAB 2 - 3
BAB 4 - 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
Diubah oleh jurigciwidey 17-10-2023 04:54
![habibhiev](https://s.kaskus.id/user/avatar/default.png)
![sandalGoreng](https://s.kaskus.id/user/avatar/2010/01/03/avatar1314978_2.gif)
![sampeuk](https://s.kaskus.id/user/avatar/2020/08/07/avatar10904274_1.gif)
sampeuk dan 23 lainnya memberi reputasi
24
15.6K
Kutip
299
Balasan
![Guest](https://s.kaskus.id/user/avatar/default.png)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
![Stories from the Heart](https://s.kaskus.id/r200x200/ficon/image-51.png)
Stories from the Heart![KASKUS Official KASKUS Official](https://s.kaskus.id/kaskus-next/next-assets/images/icon-official-badge.svg)
31.7KThread•43.1KAnggota
Tampilkan semua post
![jurigciwidey](https://s.kaskus.id/user/avatar/2010/02/23/avatar1454678_31.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
jurigciwidey
#124
Spoiler for BAB 39 - TERBELAH:
Brrrrr!
Tubuh Mang Ayep tiba-tiba menggigil kedinginan, tepat ketika dirinya mendengar sebuah suara yang muncul secara tiba-tiba dekatnya.
Padahal, ketika pintu besi itu dibuka, Mang Ayep tidak melihat siapapun yang masuk, yang ada hanyalah angin yang berhembus dengan kencang.
Tapi meskipun Mang Ayep tahu di dekatnya ada makhluk, dia tetap berdiri dengan tegap.
Mang Ayep sudah terbiasa bertemu para makhluk ketika dirinya menjaga sekolah dari dulu hingga hari ini, dia tidak terlalu takut seperti layaknya para warga lain ketika bertemu dengan para makhluk itu.
Karena, dia sendiri tahu bahwa para makhluk itu bisa dia hindari dan dia lawan dengan sesuatu yang dia miliki, yaitu keilmuan yang secara turun-temurun yang dia pelajari untuk bekal dirinya ketika menjaga sekolah pada malam hari.
Sontak, Mang Ayep langsung membalikan tubuhnya, dengan postur tubuhnya yang sedikit menantang dia berkata kepada sesuatu yang berbicara kepadanya pada saat itu.
“Saha maneh? Wawanianan ngaganggu aing, teu apal aing geus lila cicing didieu? (Siapa kamu? Berani-beraninya menggangguku, kamu tidak tahu bahwa aku sudah lama diam disini?)”
Wussshh
Tepat ketika Mang Ayep membalikan tubuhnya, dia hanya bisa merasakan sebuah angin tipis yang berhembus ke arahnya, namun dia tidak melihat makhluk apa yang sedang berbicara kepadanya pada saat itu.
Matanya hanya bisa melihat sebuah lorong panjang dengan obor yang di pasang di sisi kiri dan kanan untuk penerangan di lorong tersebut.
Rasa kaget Mang Ayep hanya bisa dia rasakan sesaat, seperti sudah terbiasa dengan pengalaman bertemu dengan para makhluk sekolah yang dia temui ketika jaga malam, membuat dia tidak merasa ketakutan ketika ada sesuatu yang aneh di sekitarnya.
Namun, perasaan itu tampaknya tidak lama dia rasakan, karena ketika dia berbalik ke asal suara tersebut.
Tiba-tiba,
Kreaaaaakkk
Pintu besi yang baru saja dia tutup, tiba-tiba terbuka kembali dengan sendirinya. Entah siapa yang membukanya, namun pintu besi itu terdengar seperti ada yang membukanya dari dalam.
Sontak Mang Ayep kembali berbalik ke arah pintu tersebut.
Dan ketika dia membalikan tubuhnya, dia merasakan rasa dingin yang luar biasa, bersamaan dengan hembusan angin yang sangat kuat dari arah luar.
Apalagi, ketika dia merasakan angin dingin tersebut, kedua matanya sempat terbelalak ketika dia melihat sesuatu yang berada di dalam kabut merah yang ada di luar.
Puluhan pasang mata berwarna merah terlihat samar-samar di antara kabut yang menutupi sekolah pada saat itu. Mata-mata itu dengan berbagai bentuk dan rupa terlihat menatap Mang Ayep dengan tatapannya yang tajam. Bersamaan dengan banyaknya bayangan hitam yang tertutup kabut sehingga Mang Ayep dengan cepat langsung menutup kembali pintu besi itu dengan kedua tangannya.
Namun,
Duag
Tiba-tiba Mang Ayep merasa bahwa pintu besi itu susah sekali untuk dia gerakan.
Seperti ada sesuatu yang mengganjal dan membuat pintu besi itu tertahan.
Pintu besi yang setengah berkarat itu berusaha Mang Ayep tarik dengan sekuat tenaga. Karena dia sadar, apa yang dia lihat di dalam kabut bukanlah para makhluk yang sering dia lihat di dalam sekolah ketika malam tiba.
Apalagi,
Secara tiba-tiba dia melihat dua buah telapak tangan yang muncul dari arah pintu luar, telapak tangan dengan kulitnya yang sangat kurus dengan warna kulitnya terlihat pucat terlihat jelas oleh kedua mata Mang Ayep pada saat itu.
Kukunya yang panjang tampak mencoba menarik pintu besi itu agar tidak bisa Mang Ayep tutup dengan kedua tangannya.
Namun, Mang Ayep benar-benar tidak gentar, meskipun rasa takutnya sudah mulai muncul karena melihat kedua tangan itu dari jarak yang sangat dekat.
Tapi dia bukannya lari ketakutan, malah dia mengambil tongkat besi yang dia pakai untuk mengunci pintu itu dari dalam.
Lalu, dia mengangkat tongkat besi itu dengan salah satu tangannya, dan secara tiba-tiba memukulkannya ke arah kedua tangan yang pucat itu dengan sekuat tenaga.
Duag, duag, duag!
“Ingkah maneh, ingkah! (Pergi kamu, pergi!)”
Wajah Mang Ayep terlihat sedikit marah, urat-urat dari wajahnya terlihat jelas. Dia benar-benar memukulkan tongkat besi itu sehingga tangan itu bisa terlepas dari pintu besi agar dia bisa menarik pintu besi itu hingga tertutup sepenuhnya
Braggg
Akhirnya, pintu besi itu kembali tertutup, Mang Ayep dengan cekatan langsung mengangkat tongkat besi yang dia bawa dan menyimpannya di belakang pintu itu agar terkunci sempurna.
Deg, Deg, Deg,
Jantungnya berdetak dengan sangat kencang, napasnya terlihat sangat berat dengan tubuhnya yang kini bergetar.
Mang Ayep secara tidak sadar menjatuhkan tubuhnya dan menyender ke arah pintu besi itu karena dia tidak menyangka bahwa apa yang ada di belakang pintu besi itu bukanlah orang-orang yang dia harapkan, namun malah yang muncul hanyalah para makhluk yang mengincarnya dari dalam kabut merah pada malam itu.
Hah, hah, hah,
“Demit gobl*g, nyieun aing sieun wae! (Demit gobl*k, bikin aku ketakutan saja!)”
“Sigana mah aing kudu ngadagoan kabut beureum leungit heula, terus bawa si Abdi ka tempat anu osok di pake ritual, meh kampung ieu bisa normal deui. (Sepertinya aku harus menunggu kabut merah hilang terlebih dahulu, terus bawa si Abdi ke tempat yang sering dipakai ritual, biar kampung ini bisa normal lagi.)”
“Sigana mah urang kudu istirahat heula peuting ayeuna, moal baleg lamun muka deui panto ieu, bisi dedemit na arasup ka tempat ieu. (Sepertinya aku harus istirahat terlebih dahulu malam sekarang, tidak akan benar jika dibuka lagi pintu ini, takut dedemitnya pada masuk ke tempat ini.)”
Hah hah hah
Mang Ayep menyender di tempat itu dengan waktu yang lama, dia benar-benar ketakutan sekarang. Para makhluk yang dia lihat sungguh sangat berbeda dengan para makhluk yang dia sering temui di sekolahan.
Dia juga merasa bahwa para makhluk itu memancarkan aura yang begitu kuat, yang bisa membuat dirinya menggigil ketakutan dan kedinginan dibuatnya. Bahkan dia sendiri merasa tidak yakin bisa melawan makhluk-makhluk itu layaknya dia melawan para makhluk yang muncul di sekolahan ketika jaga.
Namun, tampaknya gangguan kepada dirinya tidak berhenti begitu saja.
Karena tak lama,
Psttttt
Psttt
Pstt
Obor-obor yang menyala dalam di dalam lorong itu tiba-tiba mati satu per satu, membuat suasana mendadak gelap gulita. Cahaya satu-satunya yang masih menyala hanyalah lampu minyak yang dia simpan di lantai ketika dia menutup pintu besi yang ada disana.
Hawa dingin kembali terasa oleh Mang Ayep pada saat itu, dan kini hawa tersebut muncul dari arah lorong yang kini menjadi gelap gulita.
Hawa itu muncul bersamaan dengan sebuah suara yang ada di kegelapan, sebuah suara yang memanggil dirinya dengan nada yang tampak tidak asing di telinga Mang Ayep.
Sebuah suara yang sangat lirih, suara meminta tolong, suara yang sedang kesakitan yang tiba-tiba muncul dari dalam gelap.
“Baaaapaaaaaak, Bapaaaakkk tolong Bapaaaaaakkkk!”
“Bapak kenapa tega sekali? Tolong Pak jangan jadikan aku tumbal Pak!”
Arrrrgh!
“Bapaaaak, sakittt Bapaaaakkk, aku gak bisa melihat kakiku Bapaaaak!”
“Bapaaaak, tolong, tolong Bapaaaak! Kenapa aku harus jadi tumbal gini, Bapaaaakkk?”
“Bapaaak, tolong, tolong! Arrrgggh sakit Pak! tubuhku terbelah Bapak, tubuhku terbelah jadi duaaaa!”
AAARRRGGGH!
Suara itu mendadak membuat Mang Ayep terdiam, tangan yang kini terlihat sedang memegang lampu minyak tiba-tiba bergetar dengan sangat hebat. Karena dia sadar, suara yang terdengar olehnya adalah suara anaknya yang dijadikan tumbal bagi Desa Cihalimun beberapa waktu lalu.
Tubuh Mang Ayep tiba-tiba menggigil kedinginan, tepat ketika dirinya mendengar sebuah suara yang muncul secara tiba-tiba dekatnya.
Padahal, ketika pintu besi itu dibuka, Mang Ayep tidak melihat siapapun yang masuk, yang ada hanyalah angin yang berhembus dengan kencang.
Tapi meskipun Mang Ayep tahu di dekatnya ada makhluk, dia tetap berdiri dengan tegap.
Mang Ayep sudah terbiasa bertemu para makhluk ketika dirinya menjaga sekolah dari dulu hingga hari ini, dia tidak terlalu takut seperti layaknya para warga lain ketika bertemu dengan para makhluk itu.
Karena, dia sendiri tahu bahwa para makhluk itu bisa dia hindari dan dia lawan dengan sesuatu yang dia miliki, yaitu keilmuan yang secara turun-temurun yang dia pelajari untuk bekal dirinya ketika menjaga sekolah pada malam hari.
Sontak, Mang Ayep langsung membalikan tubuhnya, dengan postur tubuhnya yang sedikit menantang dia berkata kepada sesuatu yang berbicara kepadanya pada saat itu.
“Saha maneh? Wawanianan ngaganggu aing, teu apal aing geus lila cicing didieu? (Siapa kamu? Berani-beraninya menggangguku, kamu tidak tahu bahwa aku sudah lama diam disini?)”
Wussshh
Tepat ketika Mang Ayep membalikan tubuhnya, dia hanya bisa merasakan sebuah angin tipis yang berhembus ke arahnya, namun dia tidak melihat makhluk apa yang sedang berbicara kepadanya pada saat itu.
Matanya hanya bisa melihat sebuah lorong panjang dengan obor yang di pasang di sisi kiri dan kanan untuk penerangan di lorong tersebut.
Rasa kaget Mang Ayep hanya bisa dia rasakan sesaat, seperti sudah terbiasa dengan pengalaman bertemu dengan para makhluk sekolah yang dia temui ketika jaga malam, membuat dia tidak merasa ketakutan ketika ada sesuatu yang aneh di sekitarnya.
Namun, perasaan itu tampaknya tidak lama dia rasakan, karena ketika dia berbalik ke asal suara tersebut.
Tiba-tiba,
Kreaaaaakkk
Pintu besi yang baru saja dia tutup, tiba-tiba terbuka kembali dengan sendirinya. Entah siapa yang membukanya, namun pintu besi itu terdengar seperti ada yang membukanya dari dalam.
Sontak Mang Ayep kembali berbalik ke arah pintu tersebut.
Dan ketika dia membalikan tubuhnya, dia merasakan rasa dingin yang luar biasa, bersamaan dengan hembusan angin yang sangat kuat dari arah luar.
Apalagi, ketika dia merasakan angin dingin tersebut, kedua matanya sempat terbelalak ketika dia melihat sesuatu yang berada di dalam kabut merah yang ada di luar.
Puluhan pasang mata berwarna merah terlihat samar-samar di antara kabut yang menutupi sekolah pada saat itu. Mata-mata itu dengan berbagai bentuk dan rupa terlihat menatap Mang Ayep dengan tatapannya yang tajam. Bersamaan dengan banyaknya bayangan hitam yang tertutup kabut sehingga Mang Ayep dengan cepat langsung menutup kembali pintu besi itu dengan kedua tangannya.
Namun,
Duag
Tiba-tiba Mang Ayep merasa bahwa pintu besi itu susah sekali untuk dia gerakan.
Seperti ada sesuatu yang mengganjal dan membuat pintu besi itu tertahan.
Pintu besi yang setengah berkarat itu berusaha Mang Ayep tarik dengan sekuat tenaga. Karena dia sadar, apa yang dia lihat di dalam kabut bukanlah para makhluk yang sering dia lihat di dalam sekolah ketika malam tiba.
Apalagi,
Secara tiba-tiba dia melihat dua buah telapak tangan yang muncul dari arah pintu luar, telapak tangan dengan kulitnya yang sangat kurus dengan warna kulitnya terlihat pucat terlihat jelas oleh kedua mata Mang Ayep pada saat itu.
Kukunya yang panjang tampak mencoba menarik pintu besi itu agar tidak bisa Mang Ayep tutup dengan kedua tangannya.
Namun, Mang Ayep benar-benar tidak gentar, meskipun rasa takutnya sudah mulai muncul karena melihat kedua tangan itu dari jarak yang sangat dekat.
Tapi dia bukannya lari ketakutan, malah dia mengambil tongkat besi yang dia pakai untuk mengunci pintu itu dari dalam.
Lalu, dia mengangkat tongkat besi itu dengan salah satu tangannya, dan secara tiba-tiba memukulkannya ke arah kedua tangan yang pucat itu dengan sekuat tenaga.
Duag, duag, duag!
“Ingkah maneh, ingkah! (Pergi kamu, pergi!)”
Wajah Mang Ayep terlihat sedikit marah, urat-urat dari wajahnya terlihat jelas. Dia benar-benar memukulkan tongkat besi itu sehingga tangan itu bisa terlepas dari pintu besi agar dia bisa menarik pintu besi itu hingga tertutup sepenuhnya
Braggg
Akhirnya, pintu besi itu kembali tertutup, Mang Ayep dengan cekatan langsung mengangkat tongkat besi yang dia bawa dan menyimpannya di belakang pintu itu agar terkunci sempurna.
Deg, Deg, Deg,
Jantungnya berdetak dengan sangat kencang, napasnya terlihat sangat berat dengan tubuhnya yang kini bergetar.
Mang Ayep secara tidak sadar menjatuhkan tubuhnya dan menyender ke arah pintu besi itu karena dia tidak menyangka bahwa apa yang ada di belakang pintu besi itu bukanlah orang-orang yang dia harapkan, namun malah yang muncul hanyalah para makhluk yang mengincarnya dari dalam kabut merah pada malam itu.
Hah, hah, hah,
“Demit gobl*g, nyieun aing sieun wae! (Demit gobl*k, bikin aku ketakutan saja!)”
“Sigana mah aing kudu ngadagoan kabut beureum leungit heula, terus bawa si Abdi ka tempat anu osok di pake ritual, meh kampung ieu bisa normal deui. (Sepertinya aku harus menunggu kabut merah hilang terlebih dahulu, terus bawa si Abdi ke tempat yang sering dipakai ritual, biar kampung ini bisa normal lagi.)”
“Sigana mah urang kudu istirahat heula peuting ayeuna, moal baleg lamun muka deui panto ieu, bisi dedemit na arasup ka tempat ieu. (Sepertinya aku harus istirahat terlebih dahulu malam sekarang, tidak akan benar jika dibuka lagi pintu ini, takut dedemitnya pada masuk ke tempat ini.)”
Hah hah hah
Mang Ayep menyender di tempat itu dengan waktu yang lama, dia benar-benar ketakutan sekarang. Para makhluk yang dia lihat sungguh sangat berbeda dengan para makhluk yang dia sering temui di sekolahan.
Dia juga merasa bahwa para makhluk itu memancarkan aura yang begitu kuat, yang bisa membuat dirinya menggigil ketakutan dan kedinginan dibuatnya. Bahkan dia sendiri merasa tidak yakin bisa melawan makhluk-makhluk itu layaknya dia melawan para makhluk yang muncul di sekolahan ketika jaga.
Namun, tampaknya gangguan kepada dirinya tidak berhenti begitu saja.
Karena tak lama,
Psttttt
Psttt
Pstt
Obor-obor yang menyala dalam di dalam lorong itu tiba-tiba mati satu per satu, membuat suasana mendadak gelap gulita. Cahaya satu-satunya yang masih menyala hanyalah lampu minyak yang dia simpan di lantai ketika dia menutup pintu besi yang ada disana.
Hawa dingin kembali terasa oleh Mang Ayep pada saat itu, dan kini hawa tersebut muncul dari arah lorong yang kini menjadi gelap gulita.
Hawa itu muncul bersamaan dengan sebuah suara yang ada di kegelapan, sebuah suara yang memanggil dirinya dengan nada yang tampak tidak asing di telinga Mang Ayep.
Sebuah suara yang sangat lirih, suara meminta tolong, suara yang sedang kesakitan yang tiba-tiba muncul dari dalam gelap.
“Baaaapaaaaaak, Bapaaaakkk tolong Bapaaaaaakkkk!”
“Bapak kenapa tega sekali? Tolong Pak jangan jadikan aku tumbal Pak!”
Arrrrgh!
“Bapaaaak, sakittt Bapaaaakkk, aku gak bisa melihat kakiku Bapaaaak!”
“Bapaaaak, tolong, tolong Bapaaaak! Kenapa aku harus jadi tumbal gini, Bapaaaakkk?”
“Bapaaak, tolong, tolong! Arrrgggh sakit Pak! tubuhku terbelah Bapak, tubuhku terbelah jadi duaaaa!”
AAARRRGGGH!
Suara itu mendadak membuat Mang Ayep terdiam, tangan yang kini terlihat sedang memegang lampu minyak tiba-tiba bergetar dengan sangat hebat. Karena dia sadar, suara yang terdengar olehnya adalah suara anaknya yang dijadikan tumbal bagi Desa Cihalimun beberapa waktu lalu.
![jenggalasunyi](https://s.kaskus.id/user/avatar/2019/07/31/avatar10662509_10.gif)
![viensi](https://s.kaskus.id/user/avatar/2011/03/27/avatar2748566_1.gif)
![sampeuk](https://s.kaskus.id/user/avatar/2020/08/07/avatar10904274_1.gif)
sampeuk dan 10 lainnya memberi reputasi
11
Kutip
Balas
Tutup