- Beranda
- Stories from the Heart
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
...
TS
aymawishy
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
Di saat kau merasa hidup sendiri
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Quote:
Hai, aku Anes, nama panggilan dari pemilik akun aymawishy ini. Semasa sekolah, aku tinggal di sebuah Kabupaten di Jawa Timur bagian timur.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Ohya..
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Pokok Isi Cerita
Quote:
#Bagian 1
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
Quote:
#Bagian 2 : Proses Perekrutan Pramugari
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
Quote:
#Bagian 3
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
Quote:
#Bagian 4 : Initial Flight Attendant’s Ground Training
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
Quote:
#Bagian 5 : Flight Training
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
Quote:
#Bagian 6 : Kehidupan Seorang Pramugari
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
Diubah oleh aymawishy 02-02-2024 01:38
snf0989 dan 45 lainnya memberi reputasi
46
60.4K
Kutip
1K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.7KThread•43.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
aymawishy
#236
Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
Spoiler for Jungle And Sea Survival Part II:
“Ayo dayuuung!!”, teriak rekan satu timku.
“Eh dayungnya kemanaaa? Ini pulaunya juga ada banyak!!!”, jawab yang lain.
Saat mereka sibuk mendayung dan berdebat, aku malah sibuk meregangkan tubuh.
Begitu aku merasa nyawaku telah kembali dengan sempurna, aku mulai menanggapi perdebatan diantara mereka.
“Tadi pelatih bilang, kalau kita harus ke pulau yang ada lampu sorotnya.”, jawabku seadanya.
“Oh iya ding!!”, jawab rekanku dari batch 51 yang tadi sempat berdebat.
“Jadi kita harus kemana nih Mba? Dayung ke kanan atau ke kiri?”, tanya Mba Imah, rekanku dari batch 50.
“Dayungnya sama-sama yaa guys! Karena pulau yang kita tuju ada di depan kita!”, perintahku. Kenapa aku menyuruh untuk mendayung bersama? Yaaa agar perahu berjalan lurus ke depan.
“Saat hitungan ke-tiga, kita mulai dayung yaa?!”, ujarku lagi.
“Satu… Duaa… Tigaaaa!!”, teriakku kemudian.
Kami pun mulai mendayung bersama-sama dengan tenaga yang masih tersisa.
Tapi tolong jangan dibayangkan bahwa cara mendayung kami sekompak para pendayung di pacu jalur ya! 😂
“Guys, hitungan ke tiga, kalian yang di sisi kiri berhenti ngedayung ya!!”, perintahku lagi saat melihat pulau yang akan kami tuju berada di sisi sebelah kiri kami.
“Satu… Dua.. Tiga!!!”, teriakku kemudiaan.
“Kanan.. Kanaaan.. Kanaaaaannn!!”, teriakku yang kemudian diikuti dengan rekanku yang duduk di sisi kanan perahu.
Begitu perahu kami kembali lurus dengan pulau yang dimaksud, aku kembali memerintahkan mereka yang berada di sisi kiri perahu, untuk mendayung bersama-sama lagi.
Apakah kalian bisa membayangkan, heningnya malam di tengah waduk kala itu, seketika terhempas oleh teriakan kami yang super cempreng?
Sekitar satu jam kemudian, kelompokku tiba lebih dulu di pulau yang dimaksud. Selagi menunggu kelompok lain tiba di pulau ini, pelatih yang sejak tadi memegang lampu sorot, menyuruh kami yang sedang memeluk tas di atas perahu untuk turun dari perahu dan duduk berbaris di tepian waduk.
Aku yang merasa segar bugar karena tadi sempat tertidur, memanfaatkan momen ini dengan menatap langit yang penuh dengan bintang-bintang.
Begitu semua kelompok berhasil tiba di pulau yang berhasil membuat bulu kudukku berdiri sejak aku menginjakkan kaki di atasnya, pelatih kembali menyuruh kami untuk mendaki dan tetap berbaris sesuai dengan kelompok.
Tersirat kekecewaan pada wajahku, sebab saat itu aku ingin sekali mendaki bersama Mia dan Mei, tapi apa daya, kami beda kelompok.
Tiga puluh menit kemudian, kami telah berhasil mendaki jalanan yang curam dan kini sudah tiba di atas bukit.
Harapan kami bisa sesegera mungkin beristirahat, namun kenyataannya kami masih harus melakukan apel lagi 😣
💂♂️: Gimana perjalanannya, Siswa???
💂🏿♀️: Indah kan???
Kami hanya diam membisu merespon pelatih kami.
Tak lama kemudian, salah satu pelatih kami membagikan air mineral dalam kemasan gelas, masing-masing dari kami mendapatkan satu gelas saja.
Setelahnya kami diberi waktu sejenak untuk meminumnya sembari duduk melukin tas.
Butuh waktu sepersekian detik untuk aku menghabiskan air tersebut. Lalu seperti biasa aku selalu meremas-remas gelasnya kemudian melintirnya.
Setelah kemasan gelas tersebut telah menjadi kecil dan keriput, pelatih meminta kami untuk menyimpan gelas tersebut!
💂: Simpan gelas kalian di kantong celana masing-masing!! Karena, selama di hutan, gelas itu yang akan kalian pakai untuk minum!!
Dengan tatapan nanar aku melihat gelas satu-satunya itu, ‘kini gelasku sudah tak layak pakai.’😔
--
Tak lama kemudian, pelatih membagikan seragam PDL berwarna hijau polos lengkap dengan sepatunya dan juga atribut-atributnya berupa topi rimba, peluit beserta talinya, dan slayer segitiga polos yang warna tiap kelompoknya berbeda. Kelompokku kebagian slayer berwarna pink, warna kesukaanku.
Kami diminta untuk memakai seragam tersebut saat apel pagi nanti.
Setelah seragam sudah di tangan, pelatih kembali membagi kami menjadi beberapa kelompok.
💂: Para siswa, kami disini memiliki 13 tenda untuk melindungi kalian dari hujan dan binatang buas selama kalian tidur!! Setiap tenda hanya muat untuk 4 orang!
💂🏿♀️: Kalian bebas akan mendirikan tenda dimana saja, asal jangan melewati tali putih yang sudah terpasang di sekeliling area ini!
💂♂️: Kami beri waktu 15 menit saja untuk kalian mendirikan tenda!! Pahaaam!?!
👥: Siap paham, pelatih!!!
💂🏿♀️: Bagus!! 4 orang yang saya tunjuk, maju ke depan dan ambil tendanya!!
Kemudian pelatih meminta mereka yang baris di barisan paling depan dari setiap kelompok untuk maju dan mengambil tenda yang telah disediakan.
Ternyata yang tidur dalam satu tenda dari kelompok yang berbeda!
Aku, Tri, Ika, dan Nia ada di barisan paling belakang. Itu artinya, kami mendapatkan tenda yang paling akhir, yang aku yakini, itulah tenda yang terbuang.
Ke-13 tenda itu sudah memiliki pemiliknya. Pelatih pun segera mengaktifkan stopwatchnya. Sedang kami mulai berbaur mencari tempat untuk mendirikan tenda.
Di kelompok tendaku malam ini, aku kebagian mencari kayu untuk dijadikan patokan ujung tenda. Dan siapa sangka, ketika aku mencari kayu-kayu itu, aku melihat ada beberapa batu nisan berjarak lima meter dari tempat aku berdiri.
Saat itu, bisa-bisanya aku malah bodo amat, ga ada rasa takut, ga ada rasa panik, tapi malah kaya ‘ah yaudahlah yaa’gitu. Hehehehe. Mungkin karena aku pengen cepet-cepet kelar diriin tenda ya, biar cepet tidur. Karena ntar jam 5 pagi udah harus apel lagi.
~
Lima belas menit berlalu begitu cepat. Apa daya tenda kelompokku masih miring kesana-kemari, tapi seenggaknya masih bisa ngelindungin kami dari hujan malam itu.
‘Ah akhirnya bisa rebahan juga!!’, bathinku.
‘Yaa Allah nikmatnya meski batu-batu ini berasa banget nusuk-nusuk di punggung.’, ujarku lagi dalam hati. Yaa gimana yaa, alas tidur kami malam itu tipis banget.
Aku pun mencoba mengubah posisi tidurku dengan posisi miring ke kanan, membelakangi Tri yang masih sibuk menggunakan skincarenya.
Baru sebentar memejamkan mata, aku merasa ada sesuatu yang berjalan di bagian leherku. Aku pun segera meraba-raba leherku khawatir akunya halu, eh saat aku raba-raba, ternyata bener dong, ada si kaki seribu super guede lagi jalan-jalan di leher aku. Terus aku lempar aja tuh kaki seribu ke arah luar tenda.
‘Sialan! Ganggu tidur aku aja!!’, gerutuku dalam hati.
Hahaha aneh banget, malam itu aku kek biasa aja gitu digangguin sama hewan yang paling aku benci, eh bukan benci sih, tapi lebih ke geli aja gitu akunya sama kelompok hewan avertebrata jenis arthropoda, mungkin karena aku ngantuk banget kali yaaaa.
☀️☀️☀️
Ketika itu matahari belum terbit, namun pelatih sudah membunyikan peluitnya, pertanda memberikan perintah kepada kami untuk segera melakukan apel. Kami yang masih nyenyak dalam tidurpun agak-agak kurang ngeh gitu. 😅
Akhirnya para pelatih harus berteriak untuk membangunkan kami. Kami pun yang tidur tanpa seragam—hanya mengenakan kaos dan celana panjang, mulai merasa panik. Belum lagi di seragam harus pake atribut abcd. Makinlah lama untuk kami siap apel.
Di tengah kepanikan itu, aku menyempatkan untuk shalat subuh. Yang sejujurnya aku tuh ga tau, saat itu sudah masuk waktu subuh atau belum. 🥹
Begitu selesai, aku segera berlari ke lapangan apel dan masuk ke barisan kelompokku yang berslayer pink.
Dari barisanku, aku memperhatikan rekanku yang lain, dimana keadaan mereka tuh acak-acakan gitu. Ditambah lagi wajah mereka tuh masih penuh dengan kebingungan, seolah nyawa mereka belum kembali sepenuhnya.
💂: Kelompok 1!! Hitung, mulai!!
👩 : Satu!!
👩🏻🦰 : Dua!!
👩🦳 : Tiga!!
Daaaan ternyata, ada beberapa dari kelompok 1 yang telat bangunnya dan masih belum hadir di lapangan apel. Alhasil, kami pun dihukum. Kami diminta untuk melakukan posisi push-up sekitar 5 menit dan terus berulang. 😭
Jujur, hukuman terberat sejauh ini sih posisi push-up ya. Belum lagi jika ada di antara kami yang tangannya ditekuk dan badannya diturunin gitu, hitungan akan dimulai dari awal lagi.
Saat ambil posisi push-up itu, rasanya tuh tangan sampe bener-bener gemeteran, wajah memerah nahan beban badan!!
Kelar posisi push up, pelatih kembali mencari kesalahan-kesalahan kami agar mereka bisa menghukum kami lagi.
Kali ini hukumannya adalah berdiri-jongkok-berdiri-jongkok sambil teriak 'SIAP JONGKOK!' , 'SIAP BERDIRI!' berkali-kali sampe pelatih puas 🥺
Meski sepele, jongkok-berdiri begitu cape juga ya 😣
Tak berhenti disana, pelatih terus memberikan hukuman kepada kami seolah mereka tuh sudah mempersiapkan semuanya!
Hukuman kali ini menduduki hukuman terberat setelah hukuman posisi push-up, yaitu berjalan jongkok.
Gini, kalau jalan jongkok dengan jalanan yang rata dan ga nanjak, okelah yaa. Nah saat itu, jalanannya nanjak, engga rata, banyak bebatuan. Huhu sedih lah pokoknya!!
💂: Jika salah satu diantara kalian melakukan kesalahan lagi, kami tidak akan segan untuk menghukum kalian seperti yang barusan kalian lakukan! Paham?
👥: Siap paham, pelatih!!
💂: Sekarang kami beri waktu 30 menit untuk kalian bersih-bersih dan buang air kecil/besar!
👥: Terima kasih, Pelatih!
💂🏿♀️: BUBAR BARISAN, JALAN!!
👥: SE-MA-NGAAAT!! Yeaaaaaah!!
Teriak kami kompak!
Btw kalimat ‘semangat yeah’ itu merupakan yel-yel kami apabila pelatih memberikan aba-aba bubar barisan.
Dengan keadaan kaki yang linu-linu ga karuan, kami mulai bubar dari barisan.
Baru aku sadari, hukuman yang diberikan pelatih pagi itu, sepertinya adalah bentuk pemanasan sebelum kami melakukan aktivitas.
😔😔😔
“Mia, baik-baik aja kan??”, aku berlari menghampiri Mia yang sedang duduk dengan wajah pucat di sisi paling luar lapangan apel.
“Bun, Mia cape! Haus!”, ujarnya dengan tatapan memelas.
“Tunggu yaa, aku ambilin air!”, saat aku akan beranjak, Mia menahanku.
“Ikuuut!!”, jawabnya kemudian. Dengan ragu, aku pun memapahnya perlahan.
“Mia sambil jalan sambil atur napas yaa..”, perintahku.
“Iya Bun…”
“Kalau uda terasa berkunang-kunang, bilang yaaa…”, ujarku kemudian.
Mei yang berada di kejauhan tak sengaja melihat aku sedang memapah Mia, kemudian ia berlari menghampiri kami dengan handuk pinknya yang melingkari lehernya.
“Kenapa lu tek?!”, tanya Mei dengan panggilan ‘ketek’ pada Mia. Mereka punya panggilan sayang gitu dan entah kenapa mereka malah memilih memanggil ‘ketek’ satu sama lain.
“Bacot lu!!”, syukurlah, kalau Mia udah bisa membalas Mei dengan kata-kata kasar, itu artinya Mia sudah mulai membaik.
Setiba di bawah pohon—di area tenda-tenda didirikan, dimana disana terdapat galon air untuk kami, aku dan Mei akhirnya membantu Mia untuk bersandar ke pohon.
Lalu aku segera meraba kantong celana kanannya untuk mengambil gelasnya dan segera mengisinya dengan air.
Sedang Mei mengelap keringat Mia sembari mengipasinya dengan telapak tangannya.
“Di minum dulu Mia..”, ujarku lagi. Aku melihat ke sekeliling, sudah tidak ada rekan-rekanku di area ini. Pos pelatih yang berada agak jauh dari area tenda ini, membuatku kesulitan untuk meminta pertolongan.
“Mia, gimana, masih mual pusing kah?”, tanyaku lagi.
Mia mengangguk.
“Perlu aku panggil pelatih?”
“Ga usah Bun!”
“Yaudah kalau gitu, aku ambil minyak kayu putih dulu ya!”, tanpa menunggu jawaban Mia, aku segera berlari ke tendaku yang ternyata tendaku sudah menyatu dengan tanah—roboh!
Begitu minyak kayu putih sudah aku ambil dari kantong ransel bagian depan, aku kembali berlari dengan tergesa ke tempat Mia dan Mei berada.
“Bun, maafin yaa Mia ngerepotin..”, ujar Mia saat aku mulai memijiti bagian pelipisnya dengan minyak kayu putih.
“It’s okay Mia, kita lagi di hutan soalnya, kalau lagi di apart mah, ga bakal aku tolongin wkwkwkwk”, candaku.
“Boong banget, anda lupa kenapa saya memanggil anda dengan Bunda??”
“Karena saya tua?”
Hahahaha Mia dan Mei tertawa terbahak. Mereka sama sekali tidak menyangkal pernyataanku. Sial! 😅
Disaat Mia sudah kembali membaik, rekan-rekanku satu per satu mulai terlihat lagi.
“Ketek, lu mau pipis ga?”, tanya Mei pada Mia.
“Iya nih, gw kebelet!”
“Oke, yuk!!”
Seketika, kami langsung berdiri dan kembali ke tenda masing-masing untuk membawa perlengkapan yang dibutuhkan.
Karena waktu yang tersisa sudah tidak banyak, maka aku memutuskan hanya membawa sikat gigi, pasta gigi, tisu basah, facial wash, underwe*r, dan handuk kecil.
Tak perlu menunggu lama, Mia dan Mei sudah siap untuk menuruni bukit menuju kamar kecil yang berada di tepian waduk.
Kami pun berjalan perlahan menerobos semak-semak liar yang tingginya sudah mencapai pinggang kami.
Menyadari betapa butuh effort lebih hanya untuk ke kamar kecil, membuat kami tidak berekspektasi apa-apa terhadap keadaan kamar kecil yang telah disediakan.
Dan benar saja, kamar kecilnya itu hanya berdinding anyaman bambu yang sudah tidak layak pakai. Kalau harus mandi atau ganti baju, harus bareng temen agar dibantu menutupi bagian bambu yang bolong menggunakan handuk atau kain.
Mana lagi airnya dikit banget. Juga ga ada WCnya. Jadi kalau pipis yaa langsung meresap ke tanah. Lalu kalau BAB gimana?
Perintah dari pelatih sih, kami harus ngerukin tanah dulu, setelahnya ditimbun. Kaya kucing gitu.
Dahlah, yang penting aku sudah pipis, sikat gigi, cuci muka, ngelapin sebagian badan dengan tisu basah, lalu ganti underwe*r, selesai!
Selagi menunggu Mei yang super lama, aku menyempatkan menggunakan sunscreen dan juga body lotion bersama Mia.
“Teek buruaaan!!”, teriak Mia.
“Iyaa bentar sabaaaarrr!!”, jawab Mei ngegas!
Ya begitulah mereka, suka banget adu mulut. Heran! 🥹
~
30 menit telah berlalu, kami kembali ke lapangan apel dan berbaris sesuai dengan kelompok.
Saat itu, kata Pelatih, jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi.
Tak seperti sebelumnya, pada apel kali ini, kami dilatih cara baris-berbaris oleh pelatih yang menurutku, dialah satu-satunya pelatih yang baik dan kalem. Karena dia sama sekali tidak memberikan kami hukuman.
Begitu selesai latihan baris-berbaris, pelatih memilih ketua di masing-masing kelompok. Dan mereka yang terpilih pagi itu dilatih menjadi pemimpin apel secara bergantian.
Kami berlatih sekitar 2 jam 30 menit (tapi kayanya lebih dari itu deh hehe).
Dan inti dari pelatihan pagi itu adalah segala hal yang akan kami lakukan harus diawali dengan apel. Apa-apa harus lapor dan mendapatkan izin pelatih.
Pelatih juga menyampaikan, siapapun yang terpilih menjadi ketua kelompok tiap harinya, harus menjadi seseorang yang bertanggung jawab atas dirinya dan kelompoknya.
Dibutuhkan pengorbanan yang lebih dan juga rasa percaya diri yang tinggi untuk mengatur
dan menemukan solusi terbaik melalui suara terbanyak. Tegas harus, otoriter jangan!
Begitu juga dengan anggota kelompok, mereka harus bisa menjadi anggota yang juga bertanggung jawab atas dirinya dan juga kelompoknya. Harus menyumbang ide dan tenaga, dan jangan bersikap semena-mena.
Setelah mendapatkan wejangan di pagi hari yang mataharinya mulai terasa menyengat di kulit, kami pun mendapatkan tantangan pertama.
Tantangan itu berupa : setiap kelompok harus menyiapkan sarapannya sendiri.
Tiap kelompok harus memasak bahan-bahan yang sudah disediakan menggunakan alat masak seadanya dalam waktu 60 menit!
Alat masak yang tersedia saat itu terdiri dari:
-2 wajan ukuran kecil
-2 panci ukuran kecil
-4 centong nasi
-minyak goreng yang hanya setengah dari ukuran gelas air kemasan
-4 bungkus beras masing-masing 1/4 kg
-4 ikat sawi hijau
-12 telur yang masing-masing kelompok mendapat jatah 3 telur
-2 korek api
-piring sejumlah anggota kelompok
Dan tak kusangka bahwa untuk menentukan siapa yang masak menggunakan wajan atau panci adalah dengan cara rebutan wkwk. Setelahnyaa baru bisa tukeran jika memang dibutuhkan.
Tidak hanya itu, untuk mengambil semua bahan-bahan itu dengan cara rebutan juga.
Kalau telur pecah, resiko ditanggung sendiri.
Yaah pokoknya hari pertama kami tuh sangat kacau balau!!
Aku berhasil mengambil tiga telur utuh.
Mba Imah berhasil mengambil beras.
Esa berhasil mengambil sawi.
Nina berhasil mengambil entong nasi dan wajan.
Berlinda berhasil mengambil minyak yang ternyata sisa sedikit karena tumpah saat rebutan.
Dan anggota kelompokku yang lain berhasil mengambil piring dan korek api.
Rasanya, hari itu tuh beneran kaya kelar nyelesein masalah, eh ada masalah baru. Wkwk.
Jadi saat itu kami tuh bikin api dari dedaunan kering dan kayu kering dan butuh waktu 15 menitan gitu. Yang jadi masalah sebenernya saat mencari dedaunan dan kayu keringnya, karena semalem tuh hujan deras gitu. Jadi semuanya pada basah.
Setelah berhasil bikin api dengan menumpahkan semua minyak goreng yang kami miliki, kelompokku langsung masukin beras ke air yang belum mendidih, karena ada salah satu dari kami yang beranggapan, selama wajan panas, berarti airnya udah mendidih. Hahaha😅
Karena air yang disediain terbatas, bae-bae deh tuh berasnya ga pake dicuci sebelum dimasak.
Hal yang paling membagongkan lagi dari acara masak-masak ini adalah nasi kami belum mateng-mateng tapi air udah mulai menyusut.
Karena waktu memasak tersisa 15 menit lagi, sedangkan telur dan sayurnya belum dimasak, akhirnya ketua kelompokku berinisiatif untuk langsung masukin telur ke dalam beras yang sudah di wajan sejak 30 menit lalu, terus, dia juga nyemplungin sawi ke dalam wajan itu!
Jadilah tuh beras, telur, dan sawi menjadi satu kesatuan yang kacau.
Tak lama kemudian, pelatih meniup peluitnya dengan nada yang panjang.
💂♂️: WAKTU HABIS!!
Kami pun segera apel! Meninggalkan masakan kami yang tak layak disebut masakan itu.
Setelah apel, kami diberi waktu untuk mengambil makanan yang sudah kami masak kemudian harus duduk berbaris dan saling berhadapan dengan kelompok lain.
Kelompok 1 berhadapan dengan kelompok 2, kelompok 3 berhadapan dengan kelompok 4.
Waktu sarapan pun dimulai. Pelatih mengawasi dan memimpin gerakan kami selama sarapan.
💂🏿♀️: Yok, suapan pertamaaaaa!!!! Mulaiii!!
Aku menatap piring yang di atasnya terdapat nasi yang ternyata masih berupa beras alias belum mateng, juga sawi hijau yang masih keras, ditambah bau amis dari telur yang kecium banget!!
Aku mulai masukin makanan kacau itu ke mulut. Berusaha nikmatin nasi mentah bau amis itu. Ga lama aku melepehnya! Tanpa sepengetahuan pelatih tentunya. Tapi, akunya diliatin oleh anggota kelompok yang duduk tepat dihadapanku.
💂: Jangan coba-coba dilepeh ya!!
💂🏿♀️: Ingat, kalian akan makan lagi nanti malam!! Sarapan ini sumber energi kalian untuk kegiatan hari ini!!
Aku mah bodo amat yaa saat itu, karena wajahku udah nahan untuk muntah karena baunya itu loh astaughfirullah 😭
Dan mereka yang duduk didepanku tau betul bagaimana ekspresiku kala itu. Kurang lebihnya seperti inilah aku:
Dan dari kejadian inilah aku baru tau, kalau masak nasi pake wajan dengan waktu singkat, tuh nasi kondisinya mentah engga, mateng juga engga. Jadi gimana yaa jelasinnya. Bingung!!
Dan jangan coba-coba lagi deh makan nasi mentah dengan telur yang juga belum mateng, amis buangeeet!!
“Eh dayungnya kemanaaa? Ini pulaunya juga ada banyak!!!”, jawab yang lain.
Saat mereka sibuk mendayung dan berdebat, aku malah sibuk meregangkan tubuh.
Begitu aku merasa nyawaku telah kembali dengan sempurna, aku mulai menanggapi perdebatan diantara mereka.
“Tadi pelatih bilang, kalau kita harus ke pulau yang ada lampu sorotnya.”, jawabku seadanya.
“Oh iya ding!!”, jawab rekanku dari batch 51 yang tadi sempat berdebat.
“Jadi kita harus kemana nih Mba? Dayung ke kanan atau ke kiri?”, tanya Mba Imah, rekanku dari batch 50.
“Dayungnya sama-sama yaa guys! Karena pulau yang kita tuju ada di depan kita!”, perintahku. Kenapa aku menyuruh untuk mendayung bersama? Yaaa agar perahu berjalan lurus ke depan.
“Saat hitungan ke-tiga, kita mulai dayung yaa?!”, ujarku lagi.
“Satu… Duaa… Tigaaaa!!”, teriakku kemudian.
Kami pun mulai mendayung bersama-sama dengan tenaga yang masih tersisa.
Tapi tolong jangan dibayangkan bahwa cara mendayung kami sekompak para pendayung di pacu jalur ya! 😂
“Guys, hitungan ke tiga, kalian yang di sisi kiri berhenti ngedayung ya!!”, perintahku lagi saat melihat pulau yang akan kami tuju berada di sisi sebelah kiri kami.
“Satu… Dua.. Tiga!!!”, teriakku kemudiaan.
“Kanan.. Kanaaan.. Kanaaaaannn!!”, teriakku yang kemudian diikuti dengan rekanku yang duduk di sisi kanan perahu.
Begitu perahu kami kembali lurus dengan pulau yang dimaksud, aku kembali memerintahkan mereka yang berada di sisi kiri perahu, untuk mendayung bersama-sama lagi.
Apakah kalian bisa membayangkan, heningnya malam di tengah waduk kala itu, seketika terhempas oleh teriakan kami yang super cempreng?
Sekitar satu jam kemudian, kelompokku tiba lebih dulu di pulau yang dimaksud. Selagi menunggu kelompok lain tiba di pulau ini, pelatih yang sejak tadi memegang lampu sorot, menyuruh kami yang sedang memeluk tas di atas perahu untuk turun dari perahu dan duduk berbaris di tepian waduk.
Aku yang merasa segar bugar karena tadi sempat tertidur, memanfaatkan momen ini dengan menatap langit yang penuh dengan bintang-bintang.
Begitu semua kelompok berhasil tiba di pulau yang berhasil membuat bulu kudukku berdiri sejak aku menginjakkan kaki di atasnya, pelatih kembali menyuruh kami untuk mendaki dan tetap berbaris sesuai dengan kelompok.
Tersirat kekecewaan pada wajahku, sebab saat itu aku ingin sekali mendaki bersama Mia dan Mei, tapi apa daya, kami beda kelompok.
Tiga puluh menit kemudian, kami telah berhasil mendaki jalanan yang curam dan kini sudah tiba di atas bukit.
Harapan kami bisa sesegera mungkin beristirahat, namun kenyataannya kami masih harus melakukan apel lagi 😣
💂♂️: Gimana perjalanannya, Siswa???
💂🏿♀️: Indah kan???
Kami hanya diam membisu merespon pelatih kami.
Tak lama kemudian, salah satu pelatih kami membagikan air mineral dalam kemasan gelas, masing-masing dari kami mendapatkan satu gelas saja.
Setelahnya kami diberi waktu sejenak untuk meminumnya sembari duduk melukin tas.
Butuh waktu sepersekian detik untuk aku menghabiskan air tersebut. Lalu seperti biasa aku selalu meremas-remas gelasnya kemudian melintirnya.
Setelah kemasan gelas tersebut telah menjadi kecil dan keriput, pelatih meminta kami untuk menyimpan gelas tersebut!
💂: Simpan gelas kalian di kantong celana masing-masing!! Karena, selama di hutan, gelas itu yang akan kalian pakai untuk minum!!
Dengan tatapan nanar aku melihat gelas satu-satunya itu, ‘kini gelasku sudah tak layak pakai.’😔
--
Tak lama kemudian, pelatih membagikan seragam PDL berwarna hijau polos lengkap dengan sepatunya dan juga atribut-atributnya berupa topi rimba, peluit beserta talinya, dan slayer segitiga polos yang warna tiap kelompoknya berbeda. Kelompokku kebagian slayer berwarna pink, warna kesukaanku.
Kami diminta untuk memakai seragam tersebut saat apel pagi nanti.
Setelah seragam sudah di tangan, pelatih kembali membagi kami menjadi beberapa kelompok.
💂: Para siswa, kami disini memiliki 13 tenda untuk melindungi kalian dari hujan dan binatang buas selama kalian tidur!! Setiap tenda hanya muat untuk 4 orang!
💂🏿♀️: Kalian bebas akan mendirikan tenda dimana saja, asal jangan melewati tali putih yang sudah terpasang di sekeliling area ini!
💂♂️: Kami beri waktu 15 menit saja untuk kalian mendirikan tenda!! Pahaaam!?!
👥: Siap paham, pelatih!!!
💂🏿♀️: Bagus!! 4 orang yang saya tunjuk, maju ke depan dan ambil tendanya!!
Kemudian pelatih meminta mereka yang baris di barisan paling depan dari setiap kelompok untuk maju dan mengambil tenda yang telah disediakan.
Ternyata yang tidur dalam satu tenda dari kelompok yang berbeda!
Aku, Tri, Ika, dan Nia ada di barisan paling belakang. Itu artinya, kami mendapatkan tenda yang paling akhir, yang aku yakini, itulah tenda yang terbuang.
Ke-13 tenda itu sudah memiliki pemiliknya. Pelatih pun segera mengaktifkan stopwatchnya. Sedang kami mulai berbaur mencari tempat untuk mendirikan tenda.
Di kelompok tendaku malam ini, aku kebagian mencari kayu untuk dijadikan patokan ujung tenda. Dan siapa sangka, ketika aku mencari kayu-kayu itu, aku melihat ada beberapa batu nisan berjarak lima meter dari tempat aku berdiri.
Saat itu, bisa-bisanya aku malah bodo amat, ga ada rasa takut, ga ada rasa panik, tapi malah kaya ‘ah yaudahlah yaa’gitu. Hehehehe. Mungkin karena aku pengen cepet-cepet kelar diriin tenda ya, biar cepet tidur. Karena ntar jam 5 pagi udah harus apel lagi.
~
Lima belas menit berlalu begitu cepat. Apa daya tenda kelompokku masih miring kesana-kemari, tapi seenggaknya masih bisa ngelindungin kami dari hujan malam itu.
‘Ah akhirnya bisa rebahan juga!!’, bathinku.
‘Yaa Allah nikmatnya meski batu-batu ini berasa banget nusuk-nusuk di punggung.’, ujarku lagi dalam hati. Yaa gimana yaa, alas tidur kami malam itu tipis banget.
Aku pun mencoba mengubah posisi tidurku dengan posisi miring ke kanan, membelakangi Tri yang masih sibuk menggunakan skincarenya.
Baru sebentar memejamkan mata, aku merasa ada sesuatu yang berjalan di bagian leherku. Aku pun segera meraba-raba leherku khawatir akunya halu, eh saat aku raba-raba, ternyata bener dong, ada si kaki seribu super guede lagi jalan-jalan di leher aku. Terus aku lempar aja tuh kaki seribu ke arah luar tenda.
‘Sialan! Ganggu tidur aku aja!!’, gerutuku dalam hati.
Hahaha aneh banget, malam itu aku kek biasa aja gitu digangguin sama hewan yang paling aku benci, eh bukan benci sih, tapi lebih ke geli aja gitu akunya sama kelompok hewan avertebrata jenis arthropoda, mungkin karena aku ngantuk banget kali yaaaa.
☀️☀️☀️
Ketika itu matahari belum terbit, namun pelatih sudah membunyikan peluitnya, pertanda memberikan perintah kepada kami untuk segera melakukan apel. Kami yang masih nyenyak dalam tidurpun agak-agak kurang ngeh gitu. 😅
Akhirnya para pelatih harus berteriak untuk membangunkan kami. Kami pun yang tidur tanpa seragam—hanya mengenakan kaos dan celana panjang, mulai merasa panik. Belum lagi di seragam harus pake atribut abcd. Makinlah lama untuk kami siap apel.
Di tengah kepanikan itu, aku menyempatkan untuk shalat subuh. Yang sejujurnya aku tuh ga tau, saat itu sudah masuk waktu subuh atau belum. 🥹
Begitu selesai, aku segera berlari ke lapangan apel dan masuk ke barisan kelompokku yang berslayer pink.
Dari barisanku, aku memperhatikan rekanku yang lain, dimana keadaan mereka tuh acak-acakan gitu. Ditambah lagi wajah mereka tuh masih penuh dengan kebingungan, seolah nyawa mereka belum kembali sepenuhnya.
💂: Kelompok 1!! Hitung, mulai!!
👩 : Satu!!
👩🏻🦰 : Dua!!
👩🦳 : Tiga!!
Daaaan ternyata, ada beberapa dari kelompok 1 yang telat bangunnya dan masih belum hadir di lapangan apel. Alhasil, kami pun dihukum. Kami diminta untuk melakukan posisi push-up sekitar 5 menit dan terus berulang. 😭
Jujur, hukuman terberat sejauh ini sih posisi push-up ya. Belum lagi jika ada di antara kami yang tangannya ditekuk dan badannya diturunin gitu, hitungan akan dimulai dari awal lagi.
Saat ambil posisi push-up itu, rasanya tuh tangan sampe bener-bener gemeteran, wajah memerah nahan beban badan!!
Kelar posisi push up, pelatih kembali mencari kesalahan-kesalahan kami agar mereka bisa menghukum kami lagi.
Kali ini hukumannya adalah berdiri-jongkok-berdiri-jongkok sambil teriak 'SIAP JONGKOK!' , 'SIAP BERDIRI!' berkali-kali sampe pelatih puas 🥺
Meski sepele, jongkok-berdiri begitu cape juga ya 😣
Tak berhenti disana, pelatih terus memberikan hukuman kepada kami seolah mereka tuh sudah mempersiapkan semuanya!
Hukuman kali ini menduduki hukuman terberat setelah hukuman posisi push-up, yaitu berjalan jongkok.
Gini, kalau jalan jongkok dengan jalanan yang rata dan ga nanjak, okelah yaa. Nah saat itu, jalanannya nanjak, engga rata, banyak bebatuan. Huhu sedih lah pokoknya!!
💂: Jika salah satu diantara kalian melakukan kesalahan lagi, kami tidak akan segan untuk menghukum kalian seperti yang barusan kalian lakukan! Paham?
👥: Siap paham, pelatih!!
💂: Sekarang kami beri waktu 30 menit untuk kalian bersih-bersih dan buang air kecil/besar!
👥: Terima kasih, Pelatih!
💂🏿♀️: BUBAR BARISAN, JALAN!!
👥: SE-MA-NGAAAT!! Yeaaaaaah!!
Teriak kami kompak!
Btw kalimat ‘semangat yeah’ itu merupakan yel-yel kami apabila pelatih memberikan aba-aba bubar barisan.
Dengan keadaan kaki yang linu-linu ga karuan, kami mulai bubar dari barisan.
Baru aku sadari, hukuman yang diberikan pelatih pagi itu, sepertinya adalah bentuk pemanasan sebelum kami melakukan aktivitas.
😔😔😔
“Mia, baik-baik aja kan??”, aku berlari menghampiri Mia yang sedang duduk dengan wajah pucat di sisi paling luar lapangan apel.
“Bun, Mia cape! Haus!”, ujarnya dengan tatapan memelas.
“Tunggu yaa, aku ambilin air!”, saat aku akan beranjak, Mia menahanku.
“Ikuuut!!”, jawabnya kemudian. Dengan ragu, aku pun memapahnya perlahan.
“Mia sambil jalan sambil atur napas yaa..”, perintahku.
“Iya Bun…”
“Kalau uda terasa berkunang-kunang, bilang yaaa…”, ujarku kemudian.
Mei yang berada di kejauhan tak sengaja melihat aku sedang memapah Mia, kemudian ia berlari menghampiri kami dengan handuk pinknya yang melingkari lehernya.
“Kenapa lu tek?!”, tanya Mei dengan panggilan ‘ketek’ pada Mia. Mereka punya panggilan sayang gitu dan entah kenapa mereka malah memilih memanggil ‘ketek’ satu sama lain.
“Bacot lu!!”, syukurlah, kalau Mia udah bisa membalas Mei dengan kata-kata kasar, itu artinya Mia sudah mulai membaik.
Setiba di bawah pohon—di area tenda-tenda didirikan, dimana disana terdapat galon air untuk kami, aku dan Mei akhirnya membantu Mia untuk bersandar ke pohon.
Lalu aku segera meraba kantong celana kanannya untuk mengambil gelasnya dan segera mengisinya dengan air.
Sedang Mei mengelap keringat Mia sembari mengipasinya dengan telapak tangannya.
“Di minum dulu Mia..”, ujarku lagi. Aku melihat ke sekeliling, sudah tidak ada rekan-rekanku di area ini. Pos pelatih yang berada agak jauh dari area tenda ini, membuatku kesulitan untuk meminta pertolongan.
“Mia, gimana, masih mual pusing kah?”, tanyaku lagi.
Mia mengangguk.
“Perlu aku panggil pelatih?”
“Ga usah Bun!”
“Yaudah kalau gitu, aku ambil minyak kayu putih dulu ya!”, tanpa menunggu jawaban Mia, aku segera berlari ke tendaku yang ternyata tendaku sudah menyatu dengan tanah—roboh!
Begitu minyak kayu putih sudah aku ambil dari kantong ransel bagian depan, aku kembali berlari dengan tergesa ke tempat Mia dan Mei berada.
“Bun, maafin yaa Mia ngerepotin..”, ujar Mia saat aku mulai memijiti bagian pelipisnya dengan minyak kayu putih.
“It’s okay Mia, kita lagi di hutan soalnya, kalau lagi di apart mah, ga bakal aku tolongin wkwkwkwk”, candaku.
“Boong banget, anda lupa kenapa saya memanggil anda dengan Bunda??”
“Karena saya tua?”
Hahahaha Mia dan Mei tertawa terbahak. Mereka sama sekali tidak menyangkal pernyataanku. Sial! 😅
Disaat Mia sudah kembali membaik, rekan-rekanku satu per satu mulai terlihat lagi.
“Ketek, lu mau pipis ga?”, tanya Mei pada Mia.
“Iya nih, gw kebelet!”
“Oke, yuk!!”
Seketika, kami langsung berdiri dan kembali ke tenda masing-masing untuk membawa perlengkapan yang dibutuhkan.
Karena waktu yang tersisa sudah tidak banyak, maka aku memutuskan hanya membawa sikat gigi, pasta gigi, tisu basah, facial wash, underwe*r, dan handuk kecil.
Tak perlu menunggu lama, Mia dan Mei sudah siap untuk menuruni bukit menuju kamar kecil yang berada di tepian waduk.
Kami pun berjalan perlahan menerobos semak-semak liar yang tingginya sudah mencapai pinggang kami.
Menyadari betapa butuh effort lebih hanya untuk ke kamar kecil, membuat kami tidak berekspektasi apa-apa terhadap keadaan kamar kecil yang telah disediakan.
Dan benar saja, kamar kecilnya itu hanya berdinding anyaman bambu yang sudah tidak layak pakai. Kalau harus mandi atau ganti baju, harus bareng temen agar dibantu menutupi bagian bambu yang bolong menggunakan handuk atau kain.
Mana lagi airnya dikit banget. Juga ga ada WCnya. Jadi kalau pipis yaa langsung meresap ke tanah. Lalu kalau BAB gimana?
Perintah dari pelatih sih, kami harus ngerukin tanah dulu, setelahnya ditimbun. Kaya kucing gitu.
Dahlah, yang penting aku sudah pipis, sikat gigi, cuci muka, ngelapin sebagian badan dengan tisu basah, lalu ganti underwe*r, selesai!
Selagi menunggu Mei yang super lama, aku menyempatkan menggunakan sunscreen dan juga body lotion bersama Mia.
“Teek buruaaan!!”, teriak Mia.
“Iyaa bentar sabaaaarrr!!”, jawab Mei ngegas!
Ya begitulah mereka, suka banget adu mulut. Heran! 🥹
~
30 menit telah berlalu, kami kembali ke lapangan apel dan berbaris sesuai dengan kelompok.
Saat itu, kata Pelatih, jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi.
Tak seperti sebelumnya, pada apel kali ini, kami dilatih cara baris-berbaris oleh pelatih yang menurutku, dialah satu-satunya pelatih yang baik dan kalem. Karena dia sama sekali tidak memberikan kami hukuman.
Begitu selesai latihan baris-berbaris, pelatih memilih ketua di masing-masing kelompok. Dan mereka yang terpilih pagi itu dilatih menjadi pemimpin apel secara bergantian.
Kami berlatih sekitar 2 jam 30 menit (tapi kayanya lebih dari itu deh hehe).
Dan inti dari pelatihan pagi itu adalah segala hal yang akan kami lakukan harus diawali dengan apel. Apa-apa harus lapor dan mendapatkan izin pelatih.
Pelatih juga menyampaikan, siapapun yang terpilih menjadi ketua kelompok tiap harinya, harus menjadi seseorang yang bertanggung jawab atas dirinya dan kelompoknya.
Dibutuhkan pengorbanan yang lebih dan juga rasa percaya diri yang tinggi untuk mengatur
dan menemukan solusi terbaik melalui suara terbanyak. Tegas harus, otoriter jangan!
Begitu juga dengan anggota kelompok, mereka harus bisa menjadi anggota yang juga bertanggung jawab atas dirinya dan juga kelompoknya. Harus menyumbang ide dan tenaga, dan jangan bersikap semena-mena.
Setelah mendapatkan wejangan di pagi hari yang mataharinya mulai terasa menyengat di kulit, kami pun mendapatkan tantangan pertama.
Tantangan itu berupa : setiap kelompok harus menyiapkan sarapannya sendiri.
Tiap kelompok harus memasak bahan-bahan yang sudah disediakan menggunakan alat masak seadanya dalam waktu 60 menit!
Alat masak yang tersedia saat itu terdiri dari:
-2 wajan ukuran kecil
-2 panci ukuran kecil
-4 centong nasi
-minyak goreng yang hanya setengah dari ukuran gelas air kemasan
-4 bungkus beras masing-masing 1/4 kg
-4 ikat sawi hijau
-12 telur yang masing-masing kelompok mendapat jatah 3 telur
-2 korek api
-piring sejumlah anggota kelompok
Dan tak kusangka bahwa untuk menentukan siapa yang masak menggunakan wajan atau panci adalah dengan cara rebutan wkwk. Setelahnyaa baru bisa tukeran jika memang dibutuhkan.
Tidak hanya itu, untuk mengambil semua bahan-bahan itu dengan cara rebutan juga.
Kalau telur pecah, resiko ditanggung sendiri.
Yaah pokoknya hari pertama kami tuh sangat kacau balau!!
Aku berhasil mengambil tiga telur utuh.
Mba Imah berhasil mengambil beras.
Esa berhasil mengambil sawi.
Nina berhasil mengambil entong nasi dan wajan.
Berlinda berhasil mengambil minyak yang ternyata sisa sedikit karena tumpah saat rebutan.
Dan anggota kelompokku yang lain berhasil mengambil piring dan korek api.
Rasanya, hari itu tuh beneran kaya kelar nyelesein masalah, eh ada masalah baru. Wkwk.
Jadi saat itu kami tuh bikin api dari dedaunan kering dan kayu kering dan butuh waktu 15 menitan gitu. Yang jadi masalah sebenernya saat mencari dedaunan dan kayu keringnya, karena semalem tuh hujan deras gitu. Jadi semuanya pada basah.
Setelah berhasil bikin api dengan menumpahkan semua minyak goreng yang kami miliki, kelompokku langsung masukin beras ke air yang belum mendidih, karena ada salah satu dari kami yang beranggapan, selama wajan panas, berarti airnya udah mendidih. Hahaha😅
Karena air yang disediain terbatas, bae-bae deh tuh berasnya ga pake dicuci sebelum dimasak.
Hal yang paling membagongkan lagi dari acara masak-masak ini adalah nasi kami belum mateng-mateng tapi air udah mulai menyusut.
Karena waktu memasak tersisa 15 menit lagi, sedangkan telur dan sayurnya belum dimasak, akhirnya ketua kelompokku berinisiatif untuk langsung masukin telur ke dalam beras yang sudah di wajan sejak 30 menit lalu, terus, dia juga nyemplungin sawi ke dalam wajan itu!
Jadilah tuh beras, telur, dan sawi menjadi satu kesatuan yang kacau.
Tak lama kemudian, pelatih meniup peluitnya dengan nada yang panjang.
💂♂️: WAKTU HABIS!!
Kami pun segera apel! Meninggalkan masakan kami yang tak layak disebut masakan itu.
Setelah apel, kami diberi waktu untuk mengambil makanan yang sudah kami masak kemudian harus duduk berbaris dan saling berhadapan dengan kelompok lain.
Kelompok 1 berhadapan dengan kelompok 2, kelompok 3 berhadapan dengan kelompok 4.
Waktu sarapan pun dimulai. Pelatih mengawasi dan memimpin gerakan kami selama sarapan.
💂🏿♀️: Yok, suapan pertamaaaaa!!!! Mulaiii!!
Aku menatap piring yang di atasnya terdapat nasi yang ternyata masih berupa beras alias belum mateng, juga sawi hijau yang masih keras, ditambah bau amis dari telur yang kecium banget!!
Aku mulai masukin makanan kacau itu ke mulut. Berusaha nikmatin nasi mentah bau amis itu. Ga lama aku melepehnya! Tanpa sepengetahuan pelatih tentunya. Tapi, akunya diliatin oleh anggota kelompok yang duduk tepat dihadapanku.
💂: Jangan coba-coba dilepeh ya!!
💂🏿♀️: Ingat, kalian akan makan lagi nanti malam!! Sarapan ini sumber energi kalian untuk kegiatan hari ini!!
Aku mah bodo amat yaa saat itu, karena wajahku udah nahan untuk muntah karena baunya itu loh astaughfirullah 😭
Dan mereka yang duduk didepanku tau betul bagaimana ekspresiku kala itu. Kurang lebihnya seperti inilah aku:
Dan dari kejadian inilah aku baru tau, kalau masak nasi pake wajan dengan waktu singkat, tuh nasi kondisinya mentah engga, mateng juga engga. Jadi gimana yaa jelasinnya. Bingung!!
Dan jangan coba-coba lagi deh makan nasi mentah dengan telur yang juga belum mateng, amis buangeeet!!
🤮🤮🤮
alvihana dan 8 lainnya memberi reputasi
9
Kutip
Balas
Tutup