akukiyutAvatar border
TS
akukiyut
Jalan Panjang Untuk Selalu Pulang

Quote:



Spoiler for song for my heart :


Chapter 1 - A Little step behind

" Saka, kamu sudah ikhlas kan melepaskan dia buat bahagia, nak?" Tanya seorang wanita tua yang selalu dengan senyum teduh di bibirnya berkata kepadaku saat aku membaca sebuah undangan berbucket cantik yang aku temukan tertata secara rapi di meja belajarku dulu.
"Iya, bu. Aku ikut bahagia kok.."
" Kayaknya aku ga bisa datang menghadiri hari bahagia itu.."
" Hari Sabtu besok aku sudah harus berangkat lagi ke Singapura.."
" Pelatihan dari kantor yang aku ikuti mengharuskan aku berada disana sampai 2 Minggu lamanya.."
" Instrukturnya yang orang bule, ga bisa mentolerir alasan apapun tentang ketidakhadiran.."
" Sertifikasiku bisa hangus dan aku harus mengulang di tahun depannya.."
" Jawabku menerawang tak tentu arah.
Aku membayangkan dan berpikir bagaimana untung ruginya..sampai aku melewatkan kesempatan emas yang baru saja aku dapatkan. Di kantor ini, aku baru aja mendapatkan kontrak kerja untuk 2 tahun mendatang.

Sambil menerawang jauh, aku membayangkan kembali, dia.. mempelai wanita itu pastilah sangat cantik dan anggun memakai gaun pengantin panjang warna putih impiannya. Dengan melempar senyum penuh kebahagiaan kepada tamu, teman, sahabat dan relasi keluarga yang menghadiri pernikahannya.

Ah..dia emang layak buat bahagia dan mendapatkan sosok terbaik yang aku doakan semoga aja cocok buat mendampingi hidupnya ke depan.
Ya semoga saja...aku selalu ikut bahagia kalo dia mendapatkan hal terbaik untuk hidupnya.


Esok hari akupun dengan menegarkan hati membulatkan tekad dan keputusan yang sudah aku ambil ..aku tetap berangkat...
Aku menitipkan sebuah kado ke ibuku untuk diserahkan kepada kedua mempelai.. yang nantinya akan menyambut hari bahagianya seminggu ke depan, dan tak lupa aku menitipkan ucapan permintaan maaf melalui ibuku kepada kedua mempelai dan keluarganya perihal ketidakhadiranku.


Maafkan..bukan maksudku menghindari dan tak ikut bersuka cita dengan kebahagiaanmu, tapi semua karena keadaanlah yang memaksaku untuk tidak bisa menghadiri acara itu...karena masa depanku juga sedang aku rintis dan aku pertaruhkan, semuanya tergantung dari urusan kerja yang sedang aku perjuangkan saat ini...

Quote:


Hai perkenalkan semuanya...
Aku adalah Saka, seorang anak laki-laki bungsu satu-satunya di keluargaku, kakakku 2 perempuan yang usianya terpaut sangat jauh denganku. Aku terlahir di Kalimantan, karena ayahku dulunya bekerja di area pertambangan sebagai operator alat berat. Maka semua anak-anaknya lahir dan dibesarkan disana sampai usia sekolah dasar. Aku seringkali mendapat "berkah" bully dan dianggap bukan sebagai anak kandung orangtuaku pada saat keluargaku pulang kembali ke kampung halaman ayahku, karena fisik yang aku miliki yang sangat berbeda secara tampilan fisik dengan semua kakak-kakakku maupun kedua orangtuaku, aku dengan tampilan yang kental oriental, berkulit putih kemerahan, dan bermata sipit yang kuwarisi dari gen kakekku dari ibu, sedangkan kedua kakakku berkulit kuning langsat khas perempuan Jawa. Ya kakekku adalah seorang pria Chinese (please no sara),yang menikah dengan nenekku seorang wanita Jawa. Sedangkan ayahku adalah pria Jawa yang mempunyai sedikit campuran darah keturunan Arab dan Jawa dari kakeknya. Dan warisan gen berkulit putih dan bermata sipit akhirnya hanya jatuh kepadaku di keluargaku dan sepupuku perempuan, anak dari tanteku di semua cucu-cucu kakekku yang Chinese itu. Semua keluargaku sangat menyayangiku walaupun aku berbeda dari mereka semua, aku dulu seringkali merasa bahwa karena fisikku, aku seringkali merasa rendah diri karena merasa aku adalah anak adopsi dari ayah ibuku, ternyata semuanya itu tidaklah benar setelah aku mengetahui kenyataan silsilah sejarah keluarga dari ibuku yang bercerita secara gamblang tentang riwayat keluarganya dan adik-adiknya yang juga mempunyai tampilan bermacam-macam.

"Saka, kamu harusnya mainnya sama teman-temanmu di perumahan kompleks sebelah tuh, disanakan rata-rata anak-anak cina yang kaya. "
" Hei..kamu...! sini.. ! bagi uang..! pasti kamu duit jajannya banyak,secara keluargamu orang kaya..! "
" Kamu ga pantes hidup di kampung sini! kamukan anak adopsi dari orang tuamu, hahaha.."

Kata-kata dan perlakuan kasar dari sesama teman di lingkungan sekitar maupun sekolah, sering aku terima di kehidupan awalku di kota ini. Oh ya, rumah ayahku di kampung yang aku tinggali saat itu, adalah peninggalan warisan dari kakekku, ayahku adalah orang asli kampung disitu. Ayahku sejak masih sangat muda sudah merantau di Kalimantan dan bekerja di pertambangan. Dan saat dirasa sudah cukup untuk waktunya kembali pulang ke kampung halaman, beliau mengajak kami sekeluarga buat pulang ke Jawa. Di kotaku, awalnya aku yang saat itu belum bisa berbahasa Jawa, sering jadi bahan ledekan, dan bullyan, beruntungnya sebagian tetangga di sekitar rumahku adalah sanak saudara ayahku, mereka segera memaklumi dan membantu aku dan kakak-kakakku untuk belajar bahasa Jawa. Aku yang paling kecil diantara keluargaku awalnya terkadang sangat kesulitan beradaptasi terutama bahasa dan kebiasaan yang aku miliki. Kidal, di tradisi Jawa apalagi di kampung ayahku, orang yang berkegiatan dengan menggunakan tangan ataupun kaki kiri adalah sesuatu yang dipandang tidak bagus, ataupun kurang sopan. Aku adalah seorang yang kidal permanen di semua hal, menurut orang tuaku itu semua karena warisan dari kakekku yang Chinese. Beliau selalu melakukan semua aktifitas dengan tangan dan kaki kiri sebagai komponen utama. Jadi kebiasaanku itu jadi sebuah hal yang aneh dan tidak lumrah untuk penduduk kampung situ ( pada waktu itu) sekarang mungkin seiring perkembangan jaman di kampung ayahku mungkin sudah ada juga anak-anak yang kidal juga.Jadi itulah sekilas gambaran masa kecilku yang berbeda dan mendapatkan banyak kenangan masa kecil yang tak akan terlupakan. Untuk menjaga diriku dari kerasnya bullying dan pergaulan masa kecilku yang terkadang sering adu kontak fisik, aku sedari SD sudah diikutkan oleh orang tuaku untuk latihan karate dan taekwondo di sasana-sasana yang dekat dengan rumahku. Hingga aku menginjak masa SMA kelas 3, aku sudah mencapai sabuk hitam Dan 1 untuk karate dan taekwondo di akhir menjelang kelulusan SMA. Namun yang aku sampai serius terjuni adalah taekwondo karena aku sangat menyukai gerakan tendangan kaki yang terangkat ke atas, sejajar dengan dahi, bagiku hal itu seperti layaknya penari balerina yang sangat memukau sekali. Sampai suatu saat karena menekuni hobi di bidang ini bisa mengantarkan aku menjadi atlet profesional taekwondo di tingkat daerah, hingga aku mewakili kotaku untuk berlaga di kejurda.
Cukuplah sekilas gambaran singkat masa kecilku yang bisa aku ceritakan di awal ceritaku ini.

SOME PLACE IN 2***
Di kehidupan SMA aku bersekolah di sekolah swasta milik tentara, dimana sekolahnya berada di kawasan militer, walaupun orangtuaku bukanlah militer, namun keluarga besarku dididik secara militer, jadi aku ga kaget dengan disiplin ala tentara, tapi ya karena aku ga tertarik untuk masuk ke dunia ini jadi aku lebih banyak membangkang. Di sekolah SMA ***** ****** aku masuk di jurusan IPS, disana aku memiliki seorang sohib, Rio namanya karena kami mempunyai kesamaan hobi yang sama yaitu bermain musik, oh ya aku juga menekuni permainan gitar klasik dari mulai SMP kelas 3 hingga mencapai tingkatan grade 6 di akhir menjelang kelulusan SMA ( grade 6 = buku 6 adalah tingkatan paling tinggi untuk siswa kursus gitar klasik umumnya di lembaga kursus gitar klasik Yamahmud). Di sekolah aku membentuk sebuah band, Rio sobatku sebagai drummer, sedangkan aku bermain gitar. Sebagai band SMA kami hanya bermain di pensi sekolah sendiri maupun di sekolah lain yang mau menerima partisipan pengisi acara pensi.

" Bre, bulan depan kita ada kesempatan bermain di pensi SMA ******** yang terkenal dengan cewek-ceweknya yang high quality. " Rio datang memberi kabar di saat aku dan beberapa teman satu band berkumpul di waktu istirahat jam pertama yang biasanya kami gunakan untuk berkumpul di belakang gedung sekolah buat merokok. Ya kami biasanya para pelajar yang sudah kecanduan rokok akan berkumpul di belakang sekolah di kantin belakang, karena disini sangat minim pengawasan dari para guru. Berbeda dengan kantin depan dimana siswa-siswi yang kalo jaman dulu disebut sebagai anak gaul sering dijadikan tempat nongkrong buat jajan.

" Wah boleh juga tuh, siapa tau kita bisa tebar pesona ke cewek-cewek sana ya ? Hehehe.. " sahut Aji tersenyum senang, dia adalah salah satu personil bandku yang emang rada tengil dan paling pemberani kalo kenalan ke cewek-cewek. Selain karena dia mempunyai modal wajah yang agak ganteng kalo menurutku dan teman-teman di komunitas band sekolahku.
" Gimana, Ka?" Tanya Rio kepadaku seolah butuh persetujuanku, apa aku senang dengan kabar gembira ini.
" Oke sih.." jawabku pelan karena sesungguhnya aku sedang fokus melihat ke arah lain, dimana saat itu sepertinya aku melihat sosok yang sangat familiar dan aku kenal. Aku merasa itu seperti teman dekat SMPku, apa emang iya dia bersekolah juga disini? Seseorang dari masa lalu yang masih selalu aku ingat namun sayang aku tak pernah lagi berjumpa dengan dia semenjak aku lulus duluan dan meninggalkan sekolah itu, aku tak pernah tau lagi kabarnya seperti apa. Sekolahku yang sekarang sangatlah jauh dari domisiliku dan dia yang dahulu satu SMP negeri yang notabene sangat dekat dengan kawasan rumah kami. Ah.. mungkin aku hanya berhalusinasi secara mungkin aku sudah lama tak ketemu dia lagi sejak aku lulus duluan dari SMP.
" Emangnya kenapa, Ka? Kok kamu seperti berat gitu menjawab pertanyaanku soal tampilnya band kita disana itu? " Rio keheranan kembali mencecarku dengan alasan jawabanku yang terkesan malas menanggapi kabar gembira itu.
" Bukan masalah itu, sob. Aku tadi sepertinya berhalusinasi melihat teman lamaku waktu di SMP, di kantin depan itu tuh, tapi aku pikir lagi ga mungkin deh dia bersekolah disini yang sangat jauh dari rumahnya dulu. " Jawabku singkat.
" Anaknya yang mana sih? Cewek apa cowok tuh? " Cecar Dimas temanku yang rada kalem akhirnya buka suara juga.
" Ceweklah.. dia adik kelasku di SMP dulu. " Jawabku melongok kembali ke arah kantin depan yang menjual bakso, dimana banyak sekali anak-anak yang sedang antri bergerombol, dan aku kesulitan menemukan siapa yang aku lihat tadi, ah mungkin emang benar tadi aku sedang berhalusinasi aja.

Pulang bubaran sekolah hari ini, seperti biasa aku biasanya naik angkot bersama dengan Rio, rumahnya dan rumahku searah satu jurusan. Bersama dengan anak-anak yang lain kami terkadang berjalan dahulu ke terminal pemberhentian semua jurusan angkot di kotaku, jaraknya lumayan jauh dari sekolah kami, sekitar 2 km, tapi karena kami jalan beramai-ramai dan bersama-sama dengan banyak kawan-kawan, jarak segitu tak terasa jauh, dikarenakan kami ngobrol meneruskan obrolan yang dirasa kurang di sekolah tadi.

" Hai, Rio.." seorang cewek tersenyum ramah berjalan bersama temannya menyapa Rio dan berjalan mendampingi kami berdua, spontan aku dan Rio menoleh ke arah kedua orang gadis itu.
" Hai, Fan.. tumben jalan ke terminal, biasanya kan kamu dianter jemput ya? " Jawab Rio tersenyum ke arah gadis yang dipanggilnya Fan tadi. Aku sih cuek aja masih terus berjalan sambil menikmati rokok yang aku hisap. ( Aku perokok aktif dari mulai kelas 3 SMP, dan sudah bebas merokok walaupun itu di rumah)
" Iya, nih..aku sih kepingin kayak anak-anak lainnya, naik angkot bareng-bareng, bosen berasa kek anak SD aja, kemana-mana dianter jemput, ntar aku ga ngerasain namanya suka duka masa SMA dong ya? Hehehe.." jawab Fani sambil tersenyum yang sekilas pas aku lirik dia waktu tersenyum, ternyata dia manis juga anaknya. Aku sih merasa walaupun satu sekolah tapi baru kali ini mengetahui ada cewek manis selain di kelasku. Ah.. rupanya aku emang cupu dan terlalu cuek , sampai ga peduli sama siapa aja cewek-cewek menarik yang ada di sekolahku.
" Oh gitu ya...oh iya Fan, kenalin nih temanku yang cupu, hehehe..." Jawab Rio sambi meledek mengenalkan aku pada 2 temannya itu.
" Hai, kamu pasti Saka sobatnya Rio ya..aku Fanny, dia banyak cerita soal kamu lho.. hehehe.." Fanny tersenyum sangat manis menyodorkan tangannya padaku.
" Hai Fan ..aku Saka...emangnya nih kunyuk cerita apa ya soal aku? awas aja kalo cerita yang jelek-jelek. !." Aku menyambut jabat tangan Fanny sambil tersenyum tipis, dan kemudian berganti mengarahkan tanganku ke temannya yang ternyata bernama Clara.
" Hai Clara..." Sapaku pada teman Fanny yang penampakan fisiknya sejenis dengan aku, ya Clara nampaknya adalah gadis keturunan Chinese, seperti terlihat dari tampilannya yang sangat beda dengan teman-teman di sekeliling kami.
" Hai juga Saka..kamu anak IPS 3-1 ya? " Tanya Clara sambil tersenyum yang tak kalah manisnya dengan senyuman Fanny.
" Iya, aku IPS 1 beda sama nih provokator..kalo kalian bukan anak IPS kan?" Tanyaku sambil melambatkan langkahku untuk berjalan beriringan dengan mereka bertiga, karena awalnya aku kurang enak karena belum kenal maka aku berinisiatif berjalan di belakang mereka.
" Iya nih, ka. Aku sama Clara kan anak IPA 3-1, aku Clara dan Rio dulu pas kelas 1 itu teman sekelas. " Fanny menerangkan ihwal pertemanan mereka bertiga.
Kok Rio ga pernah cerita ya kalo berteman dengan cewek-cewek manis. Hehehehe..apa emang aku yang terlalu ga peduli sama lingkungan ya, sampai hal itu terlewat begitu aja di pikiranku.
" Oh begitu ya.." jawabku asal.
" Emang nama marga keluarga kamu apa, Saka? " Tanya Clara yang sedikit mengagetkan aku, mengingat nama ayahku tak punya nama keluarga besar.
" Hah ? Maksudnya apa ya, Clar? " tanyaku sambil membelalakkan mataku keheranan dengan maksud pertanyaan Clara barusan.
" Kalo keluargaku kan nama marga Chinese nya itu Ong, kalo keluargamu apa tuh, ka? " Kembali Clara keukeuh ngotot bertanya asal usul keluargaku.
Aku hanya bisa menarik nafas berat dan berpikir, bagaimana aku tau nama Chinese kakekku kalo ibuku tak pernah menceritakan nama asli cina kakekku, secara dia bernama seperti orang Indonesia pada umumnya karena kebijakan pemerintah masa lalu yang mengharuskan kakekku mengganti namanya supaya tak dituduh seperti simpatisan gerakan yang pernah mencoba kudeta pada pemerintah masa lalu.
" Hei Clar..udah aku bilang kan...dia tuh cina kW, abal-abal, tampilannya aja kek koko-koko padahal dia tuh asli Jawa, aku kenal dan tahu semua keluarganya, ayah ibunya..dia kan anak adopsi.. hahaha..becanda bre.." Rio semakin kurang ajar membullyku, ya aku udah terbiasa dengan bullying-bullying seperti ini, malah tak ada perasaan marah sering dikatain seperti itu. Karena aku udah terbiasa dikatain ini itu dari aku masih kecil
" Ayahku orang Jawa asli kota ini, Clar. Sedangkan aku dapat warisan tampang seperti ini ya dari almarhum kakekku, ayahnya ibuku.." jawabku sambil tersenyum kecut.
" Oh begitu ya..aku kira kamu seperti layaknya aku, maaf ya ka..aku jadi merasa ga enak karena kamu pasti marah ya dikatain seperti itu. " Clara menyahut pelan, sepertinya menunjukkan kalo dia menyesal telah bertanya hal seperti itu kepadaku. Nampak sekilas aku melihat matanya berkaca-kaca.
" Clara, ga papa kok..aku tuh udah biasa ditanya seperti itu, aku ga pernah marah kok, jadi santai aja ya, ga usah sampai merasa bersalah apalagi sampai sedih begitu. " Jawabku tersenyum setulus mungkin pada Clara.
" Saka, Clara tuh anaknya perasaannya halus banget, jadi dia itu sensitif sama hal yang dirasa menyentuh hatinya dia pasti mewek .. hehehe.." Fanny mengatakan hal itu padaku yang aku bales dengan senyum tipis.
" Ih Fanny..apaan sih...aku kan jadi malu sama Saka tuh.." jawab Clara tersenyum malu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Tak terasa kami berjalan sambil mengobrol akhirnya sampai juga di pangkalan terminal angkot. Aku dan Rio mengantarkan dulu kedua gadis ini ke angkot yang akan mereka naiki, sedangkan aku dan Rio karena jalurnya hanya terpisah dua jalur jadi ga seberapa jauh.
" Saka, bagi nomor HP kamu dong! " Clara berkata manja melongokan kepalanya di sela pintu depan angkot waktu aku dan Rio akan beranjak meninggalkan angkotnya.
" Aku jarang punya pulsa, Clar, percuma juga kamu SMS, pasti nanti jarang aku bales deh. " Candaku padanya, yang dibalas dengan rengutan muka jutek yang dibuat-buat, yang bagiku malah terkesan lucu karena matanya yang sipit malah terkesan ga kelihatan sama sekali.
" Ya seenggaknya kalo kamu ga bales SMS dari aku, ntar aku yang nelpon kamulah..! " Clara menjawab sambil sedikit ngotot yang malah membuat aku, Rio dan Fanny tersenyum senyum karena kelucuannya yang ga disengajanya.
" Nih, catet sendiri ya, aku kan lupa sama nomor HP aku sendiri. " Jawabku sambil menyerahkan ponselku yang sudah aku buka menu di phone book yang menampilkan namaku. Aku emang ga pernah menghapal nomor ponselku, karena jaman dulu buat dapat nomor yang spesial kan harganya sangatlah mahal, manalah mampu aku membeli kartu perdana mahal yang mahal itu, karena untuk pelajar seperti aku ini yang uang jajannya tersedot habis buat kebutuhan membeli rokok, faktor nomor ponsel pokoknya bisa dibuat untuk berSMS dan telpon ( timeline waktu itu hanya SMS dan telpon)
" Makasih ya, Saka..ntar kalo ada waktu luang aku SMS kamu deh... bye bye.. Saka ." Clara mengembalikan ponselku sambil tersenyum sangat manis kemudian melambaikan tangan.
Aku dan Rio segera bergegas menuju angkot jurusan kami, buru-buru buat pulang cepat ke rumah nampaknya bisa meredam panasnya cuaca dan capeknya hari ini bersekolah. Di dalam angkot, aku masih terus bertanya dalam hati ada apakah gerangan sampai gadis secantik Clara ngotot minta nomor HPku? Ah jangan-jangan aku cuma geer semata...dasar cupu...


INI👉 DAFTAR CHAPTERNYA
Spoiler for mmm mmm mmm:


(BERSAMBUNG AJA)emoticon-Kalah
Diubah oleh akukiyut 25-09-2023 12:04
guesiapasih
monsterpinky
pussyabigore
pussyabigore dan 34 lainnya memberi reputasi
35
38.7K
1.2K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread•42.2KAnggota
Tampilkan semua post
akukiyutAvatar border
TS
akukiyut
#213
CHAPTER 57 - COUNTDOWN IT'S BEGIN
Spoiler for awas nyesel kalo ga di-play..jangan sampe di skip!:


Quote:



Ajeng akhirnya pindah ke rumah baru yang dibelinya dia kawasan selatan kotaku. Aku dan Mala, sore itu sengaja ngikut ke rumah baru yang berada dekat ama lokasi tempat aku dan Siska biasa menghabiskan suasana romantis kami. Kawasan komplek yang berada dekat ama bandara itu emang menyuguhkan suasana tenang dan udara yang lumayan sejuk, walaupun sedikit bising ama aktivitas penerbangan. Sedikit banyak aku suka banget berada di kawasan sini. Anginnya kenceng banget, mungkin karena lahan yang terbentang luas.
Rumah Ajeng bertipe minimalis, dengan hanya dilengkapi 2 kamar tidur. Desainnya emang sederhana, cocok buat keluarga kecil yang masih belum dikaruniai anak. Yang terutama aku dan Mala sukai adalah situasi sekitar rumah Ajeng. Sepi, tenang, syahdu, dan cuaca malam ini di sekitaran rumah Ajeng udaranya rada dingin semriwing. Paduan suasana yang pas buat berkembang biakemoticon-Genit

" Suasananya enak banget ya, Ka? "
" Kenapa kok papaku dulu ga beli rumah di kawasan ini sih ?
" Mala terlihat seneng banget ama situasi disini. Alasan dia sama kek aku waktu pertama kali datang dan nongkrong di warung-warung lesehan area lapangan.

" Aku pingin pulang ke rumahku dulu di masa kecilku. "
" Dengan ada disini, aku ngerasa kalo tiap keinginan itu datang aku akan makin dekat dengan waktu keberangkatanku kesana
. "

Aku ga tau apakah Ajeng disini tinggal sendiri atau dia ditemani temannya yang sedari tadi ada di rumah ini dengan pacarnya. Sewaktu aku dan Mala datang bersama truk box yang bawa barang-barangnya dari kostan tadi. Teman ceweknya itu udah ada di dalam rumah bantuin Ajeng menata barang-barang kecil yang tadi dibawa Ajeng di mobilnya.

Mala sebenarnya tau banget kalo aku dan Ajeng jelas ada "sesuatu". Beberapa kali Ajeng minta bantuan Mala waktu kemarin aku ga mau lagi nemuin dia. Ajeng pernah beberapa kali nyamperin rumah Mala malam-malam hanya buat minta tolong. Ajeng minta Mala buat ngebujuk aku supaya mau nemuin dia lagi. Walaupun akhirnya Ajeng nekad nyamperin aku di sekolah waktu ekstra kurikuler kapan hari. Tapi aku udah ngerasa kalo hal itu juga atas saran Mala. Walaupun mereka berdua baru bertemu beberapa kali, tapi Ajeng bisa cepat banget ngedeketin Mala yang orangnya rada kaku dalam pergaulan.

Waktu malam minggu gabut kemarin, aku sempat mampir ke rumah Mala. Sedari siang dia ribut melulu nyuruh aku cepet datang ke rumahnya, dia minta segera berangkat ngebolang ke kota sebelah. Tapi karena besok Minggunya aku ada acara ama Kipli, aku ga mengiyakan ajakan dia buat berangkat ngebolang malam itu. Walaupun Mala rada gondok karena ga jadi pergi, akhirnya kami cuma ngobrol banyak hal di teras rumahnya yang masih tetap selalu sepi. Keluarga Mala semuanya masih selalu sibuk diluar kota. Seminggu sekali mereka pulang.

Mala emang akhirnya kepo ama kepentingan Ajeng yang selalu nanyain dan nyariin aku. Dia ga berani nanya langsung ke Ajeng, kenapa Ajeng sampai kudu nyamperin aku segala ?

" Kamu cemburu ya, Mal ?" Aku emang berniat ngerjain dan ngeledek sekalian. Mala ga jawab, dia hanya melengoskan wajahnya cepat ke sisi lain, dia ga berani menatap ke arahku.
" Sini liat dulu mukanya! " Mala langsung aku piting, dan aku arahkan wajahnya ke depan mukaku. Dia meronta dan menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah, dia malu, kedua telapak tangannya menutup di depan wajahnya. Aku ngerasa ini waktunya ngeledek dia abis-abisan.

" Mal, bujur muha ikam tu sekarang bungas banar loh. "
"
" Amun muha unda kayapa cil'e
? " godaku ke Mala. Pipinya langsung bersemu merah, rupanya Mala tetaplah cewek yang malu kalo emang dapat ledekan bersifat gombalan.

" Muha ikam kek warik, Ka !. " jawabnya pura-pura ketus. Mala nahan ketawa di wajahnya, tapi kondisi itu malah terlihat bagiku cantik banget.

" Mal, batingas yu' ! " kembali aku memiting dan membanting Mala di kursi panjang di teras depan rumahnya.

" Ampun Ka..ampun..! " Mala selalu nyerah kalo aku udah membantingnya, dan posisinya aku tindihemoticon-Genit
Dia selalu tersenyum malu, waktu aku sering godain dia seolah-olah aku maju ngedeketin mukaku buat nyium dia. Padahal kanemoticon-Malu (S)

" Sebenarnya mbak Ajeng ama kamu itu beneran pacaran atau apa sih, Ka? "
" Trus katanya mbak Ajeng kamu sekarang balikan lagi ama pacarmu yang namanya Siska? "
" Emang beneran ? "
" Aku pingin tau muka Siska kek apa, Ka. "
Mala emang belum pernah sekalipun ketemu ama Siska, jadi dia ga tau kalo aku masih dekat ama mantanku itu.

Akhirnya mau ga mau secara jujur aku bercerita terus terang ama Mala. Sejauh ini aku ngerasa dialah temenku yang bisa aku percaya.

" Aku ga pacaran ama Ajeng, Mal."
" Awalnya dia minta tolong buat nemenin datang ke resepsi mantannya. "
" Tapi ga tau, aku dan dia kemarin sama-sama sempat baper. "
" Tapi..aku dan dia ga bakalan bisa bersatu walaupun sekuat apapun kami berusaha mengarah kesana sekalipun
. " ucapku tersenyum getir, aku inget ama semua ucapan penolakan ayahnya Ajeng yang benar-benar benci ama penampakan fisikku.

" Ah..aku ga paham ama maksud ucapan kamu, Ka. " cibir Mala dengan wajah cemberut.

Aku ga menanggapi ucapan Mala itu. Aku cuma tersenyum waktu memperhatikan wajah Mala sekarang yang terlihat ada yang lain. Baru kali ini aku sadar kalo Mala emang cewek beneran. Malam ini pas aku mampir di rumahnya, penampilan Mala terlihat sedikit berbeda dari biasanya. Sekarang bibirnya dipoles pake lipstick segala. Padahal awal aku kenal dia, kek cewek bertongkolemoticon-DP

Ternyata rumah yang dihuni Ajeng selama ini perabotannya udah lengkap. Tinggal dibutuhkan penghuni pria untuk melengkapi kehangatan rumah mungil yang asri ini. Aku ngerasa pria g*bl*k mana yang masih menolak Ajeng ? Andaikan pria itu cuma mokondo, dia beruntung banget bisa dapat Ajeng yang punya segalanya, mulai wajah cantik, badan yang sexy aduhai. Karir yang moncer, kemana-mana udah ada mobil dan rumah mungil milik sendiri yang melengkapi kebahagiaan. " Istri idaman" banget.

" Besok temenin aku disini ya, Ka. " pinta Ajeng, dia menggandeng tanganku buat diajak ngobrol di depan halaman tempat mobilnya terparkir.
" Kan kamu udah ada temenmu, Jeng. "
" Selama ini aku tinggal sendiri disini, Ka. "
" Cuma temanku kadang-kadang aja nemenin nginep disini
. " Ajeng bergeser memeluk badanku. Aku langsung celingukan ke segala arah, takut ada yang ngeliat. Aku masih ngerasa ga enak berakrab mesra ama dia, ada perasaan ganjel ama semua ucapan ayahnya.

" Aku kangen kamu, Ka. " bisik Ajeng terisak.
" Hampir 3 bulan aku tiap hari nungguin kamu. "
" Aku..
" aku langsung menyentuh bibir Ajeng buat ga nerusin lagi ucapannya. Aku tersenyum menggeleng menatap mata Ajeng. Sekarang aku ga pingin bicara apapun soal aku dan dia. Bagiku itu udah aku bicarakan ama dia beberapa waktu yang lalu.

" Aku pulang ya, Jeng.. soalnya kudu nganterin Mala ke rumahnya. "
" Sekarang udah malem banget. "
" Kasihan Mala, dia besok kudu sekolah
. " perlahan aku berusaha ngelepas pelukan erat Ajeng di tubuhku, dia ga rela kalo sekarang aku kudu pergi. Aku kudu inget komitmen ama janji yang aku buat sendiri.

" Mana komitmen kamu buat balikan dan jagain mantanmu, Ka ? " otakku memulai obrolan.
" Ajeng itu wanita matang dan mapan, dia itu nyari figur sosok suami yang dewasa bukan bocah cowok kek kamu. " logikaku langsung bersuara.
" Gimana ama harga diri kamu di mata cewek? Wong kamu sekarang pengangguran, Ka. " Nalarku mengingatkan.
" Jalan kamu masih panjang banget, Ka. Kamu ga sebanding dan ga layak buat mereka. Iya... mereka itu Ajeng ama Siska, mereka jauh diatas kamu. " batinku mengakhiri perdebatan dialog ga jelas ini.

Mungkin Mala beneran kecapekan, diatas boncengan motor nganterin dia pulang ke rumahnya. Mala tertidur. Dia tiba-tiba melingkarkan tangannya di perutku buat pegangan dan kepalanya disandarkan di punggungku. Sekarang di sela aku mengendarai motorku, aku bisa ngelirik wajah letihnya yang biasanya selalu tersenyum.

" Semoga kamu cepetan dapat cowok ya, Mal. "
" Biar kamu bisa puas ngebolang kemanapun dan kapanpun ama cowokmu.
" hanya itu harapan yang aku ucapkan dalam hati waktu ngeliat kedamaian di wajah Mala yang nyenyak tertidur.emoticon-Wowcantik


XXXXX



Sore ini jalanan protokol di tengah kota macetnya parah banget, mungkin bersamaan dengan rush hour. Jalur lalulintas bergerak lambat dan merambat. Bahkan beberapa waktu lalu nyaris ga bergerak sama sekali. Sedari tadi pria yang duduk di belakangku, ribut banget bicara ama teleponnya. Entah, rasanya suara berisiknya sedari tadi bikin aku senewen dan pingin ngelempar dia keluar dari mobil ini.

" Mas, bisa cepetan dikit ga?"
" Mungkin ada jalur alternatif selain jalanan disini. "
" Pesawat saya bentar lagi berangkat nih, gimana?
" ucap pria itu acuh dan ga nyadar, kalo di depan dan belakang, dan segala arah mobil diam ga bergerak.

Lewat kaca spion yang ada diatasku, aku balik menatap tajam pria itu.
" Maaf pak..kalo mobil ini bisa terbang. "
" Ga usah bapak suruh juga pasti udah saya anter bapak ke bandara sekalian bablas langsung ke tujuan bapak ke sumatera
. " jawabku sewot.

Ya, sekarang aku menjalani kerjaan sebagai sopir taksi. Sudah hampir seminggu ini, aku mengemudikan taksi bergantian shift dengan seseorang yang usianya seumuran ayahku. Aku kasihan ama pak Jamil, di usia yang seharusnya udah pensiun nyari uang, dia masih harus tetap menjadi sopir buat mencukupi kebutuhannya. Sebenarnya dia udah sempet pensiun dan balik ke desanya, tapi disana lahan sawah yang digarapnya tempo hari terserang hama. Panennya gagal, dia terpaksa balik lagi ke kota buat menyambung hidup.

Setiap jam istirahat makan siang, adalah waktu yang aku pake untuk menepati janji yang aku ucapkan buat diriku sendiri buat memantau Siska. Sebisa mungkin aku akan nolak orderan ataupun carteran di waktu itu. Aku ngerasa saat itulah kesempatan waktu luangku buat ngeliat keadaan Siska. Aku akan bergeser membawa mobil taksi ini buat ngetem di sekitar sekolah Siska. Sekolahannya deket banget ama mall dan kawasan perkantoran. Tentunya aku hanya ngeliat dia dari jauh, dan memastikan keadaannya baik-baik aja. Kadang aku menanyakan langsung hal itu kepada seseorang yang selama itu jadi informanku. Aku sempat kuatir dengan perubahan sikapnya yang aku dengar dari temanku Wisnu. Pacarnya Wisnu (Rira) adalah teman seband Siska. Dialah yang tau kondisi Siska di sekolah. Untuk nanya langsung hal itu ke Siska aku masih berupaya nahan diri. Aku ga mau dianggap dia lancang ikut campur hidupnya. Aku bukanlah siapa-siapanya lagi .Aku ga berhak ngatur ataupun ngasih saran.

Udah 2 Minggu sejak kejadian Arthur itu, kami ga ada saling berkabar sama sekalipun. Tiap kali aku ke rumahnya buat ngajarin Steve main gitar. Dia akan sebisa mungkin ngehindari ketemu aku. Dan ajaibnya, Siska walaupun ga serutin biasanya, dia tetap main ke rumahku untuk nemuin ibuku. Aku dari dulu heran kenapa Siska selalu rutin ketemu ibuku. Dan ibuku juga kompak kek Siska kalo aku tanya, selalu jawabnya itu urusan dalam negeri perempuan. Aku mana paham kalo ibuku udah bilang kek gitu. Kecuali urusan "dalam negerinya" Siskaemoticon-Ngakak (S) sedikit banyak aku udah paham, luarnya apalagi dalamnya emoticon-Genit
Yang masih ngeganjel adalah aku bingung ama penyebab dia ngambil keputusan buat ga mau lagi ketemu aku, tapi aku nyoba memahami kemauannya. Bukankah di usianya itu wajar kalo dia masih labil pemikirannya.


Belum ada seorangpun temanku yang tau kalo aku sekarang kerja jadi sopir taksi. Ga juga Mala sebagai partner in crimeku. Bukannya aku malu dan gengsi ama kerjaan yang aku lakoni. Aku ga pernah sama sekali gengsi dan ngremehin suatu profesi kerjaan asalkan hasilnya adalah uang halal.

Quote:


Suara dari radio panggil ngasih informasi orderan buat mobil yang aku kendarai. Aku segera meluncur ke lokasi yang hanya berjarak 500 meter dari tempat sekarang aku ngetem. Seorang ibu yang melambaikan tangannya ngasih tau kalo dialah yang pesan taksi.

" Sebentar ya mas, saya nunggu anak saya. "
" Dia lagi ke toilet sebentar
. " ucap ibu itu begitu masuk ke dalam mobil. Aku segera menyalakan argonya. Dan mulai menghidupkan AC dan memutar musik santai. Dulu aku biasanya selalu memutarkan musik instrumen relaksasi buat penumpang yang aku antar. Karya-karya Kenny G dan Richard Clayderman adalah yang paling sering aku putar. (Kebetulan aku suka mengoleksi CD musik apapun, terutama musik cadas tapi itu ga pernah aku putar buat penumpang)

" Yuk mas, buruan berangkat ! "
" Ke arah Wisma Mukti ya mas
! " ucap gadis yang masuk dan duduk di sebelah wanita tadi. Aku menoleh ke arah samping belakang buat memastikan dia udah menutup pintu secara sempurna.

" Loh?Saka? "
Otomatis aku langsung menoleh ke belakang kursi penumpang. Kenapa jadi suara Rara?emoticon-Wowcantik

" Kamu sekarang kerja nyopir, Ka ? " ucap Rara.
Aku cuma tersenyum mengangguk untuk menjawab pertanyaan Rara tadi, aku masih sungkan ama mamanya yang benar-benar aku ga inget. Padahal dulu aku pernah dikenalin Rara ama mamanya di mall.

" Saka ini yang dulu pernah kakak kenalin itu loh, Ma. " Rara mengerlingkan matanya ngingetin lagi mamanya.

" Oh iya, mama inget. "
" Coba Saka noleh ke samping bentar, tante agak lupa soalnya
. " ucap mamanya Rara, otomatis aku langsung noleh sebentar ke arah belakang. Dan menampilkan senyum paling manis yang aku punya emoticon-Najis (S)

" Ya ampun..? "
" Kamu rada berubah sedikit, tante jadi pangling.
" Sekarang rambutnya gondrong sih
. " sahut mamanya Rara tersenyum.

Rara terlihat berbisik ke mamanya, dan akhirnya mereka ketawa.

" Maaf ya Saka. "
" Kata Rara kamu kek cewek..cantik.. biarpun rambut kamu sekarang diikat dan ditutupi pake topi
. " ucap Mamanya Rara

" Ih..mama ini.."
" Apaan sih, rahasia kok malah diomongin ke orangnya
. " aku tersenyum ngelirik dari kaca spion atas, Rara cemberut sewot ama mamanya. Mamanya cuma menjawab dengan elusan di pundak Rara.

" Lucu banget sih . "
" Kek anak kecil. "
" Pipinya itu loh, chubby banget
. " batinku tersenyum ngeliat pantulan wajah Rara yang sekarang lagi manyun.

Beruntung hari itu jalur menuju ke rumahnya Rara lancar banget. Mobil langsung aku gas cuss tanpa nanya kudu lewat jalur mana atau blok apa. Aku udah 2x berkunjung ke rumah Rara. Sampai di depan tujuan rumah. Mamanya Rara maksa aku buat masuk dan mampir sebentar ke dalam.

" Kebetulan hari ini ada acara spesial. "
" Jadi tante tadi nganterin Rara buat milih hadiah buat dia. "
" Sekarang dia ulang tahun loh, Saka. "
ucap Mama Rara tersenyum.

Aku akhirnya mengiyakan ajakan mamanya Rara buat mampir.

" Gapapa deh. "
" Mampir bentar, ga enak kalo nolak niat baik seseorang
. " batinku.

" Met ultah ya. "
" Maaf aku ga tau kalo kamu hari ini ultah. "
" Maaf juga sekarang aku ga kasih hadiah
. " ucapku saat masuk di teras depan rumah Rara.

" Loh? Kamu tau darimana kalo aku sekarang ulang tahun, Ka ? "

" Tadi waktu kamu keluar duluan. "
" Mamamu bilang kalo kamu hari ini ultah. "
" Tadi waktu bayar argo taksi setelahnya kan nyuruh aku mampir. "
jawabku.

Dan yang ngebuat aku kudu nelen ludah rada seret di tenggorokanku adalah keluarnya papanya Rara dari dalam rumah. Seseorang yang jelas-jelas pernah ngebuat aku salah tingkah dengan keangkuhan dan ketidakpeduliannya ama aku.

" Ini loh, Pa. "
" Temennya kakak ada yang jadi sopir taksi. "
" Mama salut deh, dia ga gengsi dan ga malu. "
" Padahal sekarang ini temennya yang jadi penumpangnya.
" mamanya Rara antusias mengenalkan aku ama suaminya yang masih dengan ekspresi andalannya. Dingin dan datar tanpa senyum.

" Hm " cuma itu jawaban yang aku dengar dari mulutnya.

Ekspresi Rara tetap cemberut waktu aku ngelirik dia. Mungkin sekarang Rara ngerasa rada kecewa dengan sikap papanya yang ga berubah ama aku.
Aku sih tetap bersikap santai dan berusaha ga nervous. Mentalku keknya udah rada kebal ama sikap diremehkan, dihina dan dikata-katain ama orangtua teman cewek. Biasanya rata-rata mereka ga suka ama tampilan fisikku.

" Kamu sopir taksi? " suara berat papanya Rara tiba-tiba bikin aku kudu mikir jawaban apa yang harus aku ucapkan.

" Iya,,om. "
" Saya sekarang cuma punya ijazah SMA. "
" Makanya saya kerja apa aja buat ngumpulin uang. "
" Buat nanti ngelanjutin pendidikan saya di perguruan tinggi
.

" Kamu yakin kalo nanti kamu bisa ngelanjutin kuliahmu hanya dengan jadi sopir taksi ? " sebuah pertanyaan yang sebenarnya mudah buat aku jawab tapi kesannya itu retorika kalo hanya sekedar menyenangkan penanya pertanyaan itu. Tentang kesanggupan membiayai kuliah dari jadi sopir taksi sih aku yakin pasti bisa terpenuhi walaupun itu dilakukan secara ngoyo. Permasalahannya pertanyaan papanya Rara itu menurutku bermakna ganda.

" Kalo untuk waktu, saya yakin pasti nantinya berbenturan. "
" Mungkin saya akan mengambil kuliah kelas karyawan di malam hari, om
. "
Jawabku yang disambut senyuman sinis meremehkan papanya Rara.

Aku sadar kalo seorang cowok datang ke rumah teman ceweknya, orang tua si cewek pasti menduga cowok itu ada niatan apa-apa dengan anaknya. Bukan sekedar main dan berkunjung biasa. Tindakan protektif emang harus dilakukan orang tua. Hal yang lumrah dan wajar buat mengetahui latar belakang teman cowoknya. Apalagi kek posisi Rara sebagai anak tunggal. Jelas orangtuanya akan protektif banget dan mengkhawatirkan siapapun teman cowok yang main ke rumahnya. Aku bisa memahami banget pemikiran itu. Hal itu dulu juga dilakukan ama ayahku kepada kedua kakak perempuanku sebelum mereka menikah.


" Saya menilai pribadi seseorang itu bukan dari apa yang dia miliki tapi apa yang saya anggap bernilai dari tiap perkataannya itu adalah gambaran pribadi dari seseorang itu. "

Bagaimana kalo teman cowok itu datang berkunjung ke rumah dengan menumpang naik taksi. Bukan sebagai penumpangnya tapi temannya itu adalah pengantar penumpangnnya..
Aku kudu piye, Jum? emoticon-Ngakak


Quote:




(Capek beud dongs)emoticon-Kalah
Diubah oleh akukiyut 25-09-2023 03:10
namakuve
hitnaru714
pussyabigore
pussyabigore dan 15 lainnya memberi reputasi
16
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.