Chapter 183
Quote:
Leah terbangun setelah dilempar oleh Gareth untuk menghindari reruntuhan gedung akibat serangan laser kapten Vela. Sebelumnya setelah terlempar jauh, bagian belakang kepalanya terbentur hingga tak sadarkan diri. Badannya masih terasa kaku, terutama di bagian tangan dan kaki. Dengan menghirup nafas panjang dan pikiran yang tenang, perlahan Leah mulai bangkit.
Sebelumnya ada gedung tinggi tepat di depan matanya, namun kini menghilang. Setelah kesadarannya sudah terkumpul semua, orang pertama yang dihubungi adalah Gareth. Satu dua kali suaranya berjalan melalui alat komunikasi, tetapi tidak ada jawaban.
“Ayo Gareth, katakan bahwa kau masih hidup!” ucap Leah sambil melacak melalui visornya, tidak ada tanda-tanda kehidupan dari Gareth yang dimunculkan. “tidak…tidak mungkin!” belum usai mengenai tanda vital Gareth, dua buah informasi muncul mengabarkan bahwa baik Nakata dan kapten Vela dalam kondisi yang sekarat. Berita yang ditampilkan begitu detil, Nakata dengan luka menganga di bagian perut dan kapten Vela yang tersayat di bagian leher. Sel buatan sudah menutup luka luarnya, tapi efeknya masih begitu besar.
Ketika semuanya baru ingin dicerna dengan kepala dingin, suara masuk melalui jalur komunikasi milik Leah. Hanya saja suara yang masuk malah membuatnya semakin kesal, hasrat membunuhnya tiba-tiba masuk ke wanita yang biasanya selalu terlihat tenang.
“Halo…masih adakah seseorang di sana?” ucap Gareth.
“KUBUNUH KAU MONSTER SIALAN!” Leah menyalakan pelontar roket baik di kedua kaki maupun kedua tangannya, meski masih bergetar belum dalam kondisi fisik yang memadai.
Leah melesat melalui lubang jendela yang rusak bekas hantaman tubuhnya. Dengan memanfaatkan lokasi kapten Vela, Leah dengan cepat dapat mengetahui tempat Troy berada. Di dalam benaknya yang ada sekarang adalah kata-kata membunuh, tidak ada lagi kata ampun baginya. Jika diibaratkan semua emosi yang menumpuk baiknya dilampiaskan kepada seseorang.
Api menyala dari kejauhan, Troy tersenyum dengan setelan rapihnya yang entah didapatkan dari siapa. Jemari tangannya membuat atap untuk melihat lebih jelas di panasnya terik matahari. Tidak ada tanda-tanda bahwa orang yang mendekati itu melambat, malahan kecepatannya semakin menggila.
Leah membuat belati panas yang serupa dengan kepunyaan Gareth. Sebenarnya program pistol petir maupun belati panas sudah disematkan sebagai sesuatu yang bersifat bawaan. Diperlukan kecerdikan dan kreativitas dari anggota BASS itu sendiri untuk membuat sesuatu senjata lain. Sel buatan sudah menyimpan ratusan bahkan hingga ribuan lebih data. Misalkan Nakata yang membuat tiruan baju tempurnya seperti cangkang untuk menjebak musuh tuk dipakaikan.
Belati panas melesat, tidak mengenai sasaran karena Troy dengan mudah dapat menghindar. Tidak sampai di situ, pistol petir yang sudah dinaikan hingga maksimum pun siap ditembakan.
“MATI KAU BEDEBAH!” cahaya kilat menyilaukan mata, menerjang Troy tanpa ampun.
Asap mengepul dari telapak tangan Troy, petir tadi dapat ditahannya dengan menggunakan satu tangan.
“Hei, santai sedikit. Kau tidak melihat ada dua orang terkapar dengan luka serius di sini?” ledek Troy.
“ARGH!” lagi-lagi Leah menyerang menggunakan belati panas, tapi sialnya Troy dapat menangkap lengan Leah, mencengkramnya dengan keras.
“Hm, ku akui kalian memang hebat bisa memaksaku hingga harus menggunakan level yang begitu tinggi hanya untuk melawan manusia dengan mainan berteknologi,” Troy mengangkat lengan Leah yang dipegangnya tinggi, melepas lalu memukul perut dengan telapak tangannya satu lagi hingga terpental.
“Ugh!” pukulan yang diberikan oleh Troy mampu memberikan rasa sakit yang lumayan pada Leah. “bahkan serangan biasa seperti itu saja…,” Leah begitu kecewa, baju tempur yang ditinggikan oleh BASS itu ternyata belum mampu sampai ke level Golden Beaters.
Troy meledek orang-orang BASS yang terkapar didepannya itu dengan menceritakan bagaimana caranya ia mendapatkan setelan yang dipakainya sekarang. Secara singkat, Troy dapat memanipulasi cahaya menjadi bentuk apapun, meskipun yang sering dilakukannya adalah membuat pedang seperti seorang kesatria.
Ketika Troy berubah menjadi bentuk naturalnya dan melompat ke arah Leah, di situ ia dengan cepat keluar dari tubuh monsternya itu, menggantinya dengan cahaya murni sehingga tubuh aslinya tidak terdeteksi oleh sensor karena dianggap sebagai manusia biasa. Troy mengendalikan monster yang terbuat dari cahaya itu dari jauh, di saat yang bersamaan bertemu dengan seseorang yang sedang sial karena tidak mau mengevakuasi dirinya. Dari situ Troy mendapatkan setelannya yang rapih.
“Pantas saja ketika diserang monster busuk itu malah hancur menjadi bola-bola cahaya,” ucap Leah sambil memegangi perutnya.
“Pintar! Seratus untukmu…,” ucap Troy sambil tertawa.
Leah diam-diam sedang membuat sesuatu dari jemari tangannya yang lain. Dirinya sengaja mendengarkan omong kosong dari Troy agar mendapatkan momentum untuk menyerang balik di saat yang tepat. Bom asap hitam telah dibuatnya dalam bentuk kecil berjumlah lima buah. Untuk menghalangi pandangan dari Troy yang tidak mampu menggunakan kekuatannya dalam keadaan gelap gulita hitam pekat.
“Berhenti bicara omong kosong!” Leah melempar bom kecilnya itu yang berisi asap hitam pekat.
“Bom kecil? kau sudah kehabisan akal?” Troy membiarkan bom-bom itu meledak didepannya, kepulan asap hitam menyebar mengelilingnya. Sebelum asap menutupi tubuh Troy, terlihat sebuah senyuman kecil dari wajahnya.
Leah mencoba menyerang dari arah atas berharap Troy tidak bisa membacanya. Dari lima bom kecil yang dilemparkan, ada satu yang merupakan tipuan. Berupa alat pelacak berbentuk kancing yang serupa dengan kancing kemeja yang dipakai oleh Troy yang dimasukan ke dalam cangkang bom kosong.
“Di situ rupanya!” Leah menyalakan belati panasnya dalam keadaan yang paling tinggi, sel buatan sampai tidak mampu menahan panasnya yang dihasilkan. Memanfaatkan gaya gravitasi, Leah tidak menggunakan pelontar roketnya agar tidak ada suara yang akhirnya dapat membocorkan keberadaannya. Badannya turun ke bawah, siap menusuk kepala Troy dengan belatinya itu.
Tidak disangka-sangka, Troy malah muncul dari kepulan asap itu, sambil membawa belati yang berwarna keemasan.
“KITA LIHAT SERANGAN SIAPA YANG KENA DULUAN!” mata Troy membelalak, siap menusukan belati emasnya itu.