- Beranda
- Stories from the Heart
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
...
TS
aymawishy
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
Di saat kau merasa hidup sendiri
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Quote:
Hai, aku Anes, nama panggilan dari pemilik akun aymawishy ini. Semasa sekolah, aku tinggal di sebuah Kabupaten di Jawa Timur bagian timur.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Ohya..
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Pokok Isi Cerita
Quote:
#Bagian 1
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
Quote:
#Bagian 2 : Proses Perekrutan Pramugari
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
Quote:
#Bagian 3
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
Quote:
#Bagian 4 : Initial Flight Attendant’s Ground Training
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
Quote:
#Bagian 5 : Flight Training
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
Quote:
#Bagian 6 : Kehidupan Seorang Pramugari
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
Diubah oleh aymawishy 02-02-2024 01:38
snf0989 dan 45 lainnya memberi reputasi
46
60.4K
Kutip
1K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.7KThread•43.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
aymawishy
#229
Part 59 - About Pre-flight Check
Spoiler for About Preflight Check:
“Teh Uti, Capt udah mau ke pesawat yaaa…”, ujar salah satu FA aktif memberitahu kami.
“Makasih sayangkuuuu!!”, balas Mba Mustika dengan nada dan ekspresi yang berbeda 180 derajat dari tiga detik lalu.
“Crew aktifnya udah mau ke pesawat. Kalian cepet beberesnya ya. Ohya tolong diinget untuk selalu jaga image selama di tempat umum! Dilarang main hape sambil jalan, dilarang ngobrol dan berisik, dilarang bercandaan apalagi sampe ketawa ngakak.”, dia kembali memasang wajah serius dengan mata melototnya.
Kami hanya mengangguk meresponsnya.
“Punya mulut ga?”, teriaknya lagi sembari membanting handbagnya dengan sangat keras di atas meja.
“Maaf Mbaa..”, refleksku.
“Kalau dikasih tau tuh bilang ‘baik, terima kasih!’. Jangan hanya diem ngejawab dalam hati. Emang saya bisa denger kata hati kalian??”
“Baik Mba, maaf…”, jawab kami dengan suara yang nyaris tak terdengar.
“Duh cape saya, pagi-pagi udah marah-marah terus nih gegara kalian!! Sampe saya lupa belum bagi tugas kalian!! Ck!!”, kami bertiga hanya bisa saling beradu pandang dalam diam.
“Oke saya bagi sekarang ya, penerbangan ke Pangkalpinang nanti, kalian cukup memperhatikan crew aktifnya melakukan pre-flight check. Saat seat overwing sudah terisi semua, Ari briefing overwing ya!!”, kami cepat-cepat mencatat instruksi dari Mba Mustika di buku catatan kami.
“Untuk penerbangan ke Jakartanya, Disa dan Ari cek equipmentdi cabin belakang, Anes cek equipment di cabin depan, Disa briefing overwing, Anes standby di belakang Disa!”, ujar Mba Mustika yang jika terdengar dari intonasi bicaranya, sepertinya ia belum selesai memberikan instruksi karena kini dia terlihat sedang berpikir.
“Untuk safety demonstration, Anes depan, Ari tengah, Disa belakang. Paham ya?”, akhirnya kemudian. Seperti yang sudah-sudah, dia memberikan instruksi dengan intonasi yang sangat cepat dan tanpa jeda dengan tatapan matanya yang tajam.
“Mba maaf, mohon izin untuk bertanya..”, tanyaku ragu dengan kalimat baku dengan tangan terangkat kaku.
“Ya, mau nanya apa?”, balasnya lugas.
“Hm untuk safety demo, saya di depan maksudnya depan itu di row 21 atau row 1 ya Mba?”
“Good question! Berarti Anes ngeh kalau instruksi saya tidak jelas disini. Jadi, maksud saya kamu di depan adalah di row 21 yaa. Ari berarti di row berapa?”, tanyanya kemudian.
Ari gelagapan. Sepertinya dia langsung ngefreeze sejak kena marah tadi perkara first aid kit.
Aku pun memberikan kode dengan menunjukkan telunjuk kanan dan telunjuk kiri dari belakang handbag agar tak terlihat oleh Mba Mustika, yang untungnya Ari ngeh dengan kodeku itu.
“Hm aku di row 11, Mba..”, jawabnya kemudian.
“Oke. Ohya, tolong di saat duty, hindari kata gue dan aku juga kata lo atau kamu ya, karena menurut saya kurang enak jika didengar dengan penumpang. Jadi cukup katakan saya alih-alih aku, juga Mba/Mas alih-alih kamu.”
“Baik Mba..”, jawab kami serentak.
Tak berselang lama, kami pun segera keluar dari ruang briefing dan mengambil koper secara bergiliran.
Karena koper semua FA sama, maka diwajibkan untuk kami memberikan tanda pengenal sederhana pada ‘lemari kecil’ berwarna hitam dan beroda tersebut, baik dengan gantungan kunci atau semacamnya, agar tidak tertukar.
Begitu koper sudah di tangan, kami mulai berjalan mengikuti crew aktifnya.
Ternyata cara jalan mereka tak seperti di film-film atau drama-drama yang menampilkan jalan mereka yang pelan dan anggun, melainkan langkah mereka sangat cepat tanpa mengurangi keanggunan (huhu agak susah untuk aku deskripsiin), sehingga membuatku yang mulai tertinggal jauh ini cukup ngos-ngosan menyeimbangi langkah mereka.
Saat tiba di pemeriksaan X-Ray pertama, ada banyak orang yang tengah mengantre. Dan tak ku sangka, crew yang kini berada tepat di depanku, mulai berjalan ke antrean paling depan untuk menyerobot antrean.
“Permisi ya Bu, kami mohon izin lebih dulu..”, seru mereka bergantian kepada orang yang kini berada di belakangnya.
“Karena disini ga ada jalur khusus crew, jadi mau ga mau kita harus menerobos antrean. Biasanya, Avsecnya yang ngebantuin kasih jalan untuk itu.”, Mba Mustika tiba-tiba menoleh ke belakang—ke arah kami, memberi penjelasan kepada kami yang terlihat ragu-ragu untuk menerobos barisan panjang itu.
Kemudian, dia mempersilahkan kami lebih dulu, sembari memperhatikan gerak-gerik kami.
Ari lebih dulu memasukkan kopernya ke dalam X-Ray. Kemudian Disa. Dan selanjutnya giliranku.
“Selamat pagi, Bu. Saya izin lebih dulu yaa..”, ujarku sembari tersenyum kepada Ibu-Ibu yang telah sabar mempersilahkan kami untuk lebih dulu memasukkan koper ke dalam X-Ray.
“Yaa silahkan…”, jawabnya sangat ramah. Tapi ada beberapa penumpang di belakangnya yang tampak sewot dan kesal karena kami menyerobot antrean.
Ada satu rahasia lagi yang dimiliki oleh Aircrew selain boleh menorobos antrean, yaitu tidak perlu melepas ikat pinggang dan jam tangan saat memasuki X-Ray. Barang-barang yang kami bawa di dalam koper, travel bag, juga handbag pun tidak perlu dibongkar ketika ditemukan di dalamnya terdapat gunting dan pisau atau semacamnya. Lalu, jika ada minuman dan parfum (benda cair) yang ukurannya lebih dari 100mili pun, mereka tidak akan menginterogasi kami dan tidak melarang kami untuk membawanya ke pesawat.
“Pagi, Mba..”, sapaku kepada Avsec yang tengah memindai tubuhku dengan metal detector.
“Pagi, permisi yaa..”, ujarnya kemudian. Dengan refleks aku segera mengangkat kedua tanganku ke samping.
“Silahkan..”, ujarnya setelah memeriksaku.
“Makasih Mba..”, jawabku ramah sembari melangkah ke arah koperku yang sudah melewati X-Ray.
Setelah aku, ada Mba Mustika yang sedang diperiksa. Aku yang tengah berdiri menunggunya, sekilas memperhatikan kalau dia nih cukup ramah kepada orang lain. Kayanya emang sok-sok-an galak aja kepadaku, Ari, dan Disa.
—
Pesawat kami pagi itu terhubung dengan garbarata.
Melihat pintu pesawat yang terbuka di depan mata membuatku tidak percaya bahwa yang selama ini aku mimpikan, akhirnya menjadi kenyataan.
Aku yang semaleman kepikiran bagaimana rasanya duduk di FA seat yang duduk menghadap ke belakang, merasa sia-sia karena nyatanya aku duduk di seat penumpang, tepatnya di nomor 33C. Seat paling belakang di sisi sebelah kanan aisle (lorong). Sedang Ari dan Disa, duduk di seat 33B dan 33A.
Selama aku menjalani flight training, selama itu pula aku duduk di kursi penumpang.
Begitu kami sudah meletakkan koper di luggage bin dan travel bag juga handbag di kursi 33A-C, tanpa mengganggu crew aktifnya, Mba Mustika mulai menjelaskan satu per satu apa saja yang dilakukan saat pre-flight check kepada kami yang kini tengah berdiri di row nomor 25-26. Ya meskipun sudah dijelaskan pada saat di kelas, tapi vibenya beda saat udah di praktekkan langsung. Agak gimana ya, hm bisa dibilang agak bingung gitu.
“Karena melakukan pre-flight check itu sekitar 10-15 menit aja, bisa kurang bisa lebih tergantung keadaan, jadi tiap gerakan kalian itu berpacu dengan waktu. Mau ga mau kalian harus pinter-pinter ngatur waktu yang ada.”, ujar Mba Mustika sembari berjalan ke kabin bagian tengah. Sedang kami berdiri memperhatikannya dengan seksama.
“Nih ya, saya kasih contoh. Saat kalian udah naroh koper kalian di luggage bin, kalian jalan ke kabin belakang dengan cara seperti ini.”, Mba Mustika mulai berjalan dengan menundukkan badannya, sedang kepalanya celingukan ke kanan dan ke kiri.
(Btw dengan Mba Mustika memberikan contoh begini, jujur ini ngebantu aku banget loh!! Bahkan cara yang dia contohin selalu aku pake selama ini!)
“Kira-kira gerakan ini untuk ngecek apa?”, tanyanya kemudian.
“Cek life vest under seat, Mba..”, jawabku.
“Great!! Untuk cek life vest under seat.
Pastikan di bawah kursi penumpang, ada life vestnya. Juga please cek secara random tanggal expired dari life vestnya!!.”
“Maaf Mba, ngecek secara random itu seberapa banyak yang dicek??”, kali ini Ari yang bertanya.
“Tiga life vest cukup, tapi beda row ya. Biasanya sih expired life vest under seat itu sama, kalau beda pun biasanya beda bulan aja. Dan pastikan, kalian duty and responsibilitynya di cabin depan atau belakang. Kalau kebagian di cabin belakang, ya cek dari tengah ke belakang. Kalau kebagian di depan, ya cek dari tengah ke depan. Paham sampe disini?”
“Semisal ada kursi penumpang yang ternyata ga ada life vestnya, gimana Mba?”, tanyaku lupa ga bilang maaf dan mohon izin bertanya. Alhasil akunya kena tatapan mata tajamnya itu.
“Maaf Mba. Mohon izin bertanya. Semisal ada kursi penumpang yang ternyata ga ada life vestnya, gimana Mba?”, aku mengulang pertanyaanku.
“Kalau prosedur di FAM, gimana?”, Mba Mustika bertanya balik.
“Report to SFA Mba..”, jawab Ari.
“Hm maaf, maksud saya, report ke SFAnya pada saat setelah kita melakukan pre-flight check atau pada saat itu juga Mba?”
“Pertanyaan yang bagus! Jadi, biar kalian ga bolak-balik report ke SFA, kalian cukup nandain kursi yang ga ada life vestnya itu dengan menyalakan passenger call sign ini. Kalau bisa dicatat ya dicatat. Kalau kalian bisa hanya dengan mengingat, yaa ga perlu dicatat. Lalu saat waktunya report ke SFA, kalian harus report sejelas-jelasnya. Biasanya SFA akan meminta security untuk mencari life vest tersebut dengan memeriksa tas bawaan para penumpang sebelumnya. Selain itu, SFA juga akan berkoordinasi dengan crew yang sebelumnya. Dan kamu, bisa mengambil spare life vest yang ada di luggage bin belakang setelahnya, untuk meletakkannya di bawah kursi yang ga ada life vestnya itu. Gitu!
Udah jelas, Nes?”
“Jelas, Mba. Terima kasih.”, aku mengangguk-anggukkan kepalaku karena solusi dan penjelasan yang diberikan oleh Mba Mustika.
“Oke, lanjut ya. Setelah kalian ngecek life vest under seat, kalian cek area kerja kalian. Cek seat kalian, retractable engga, cek seatbelt dan shoulder harnessnya, berfungsi dengan baik engga.”, Mba Mustika kembali menjelaskannya meski di FAM sudah dijelaskan mengenai hal ini. Disini aku mulai kagum dengannya, dia bener-bener ngulang materi yang ada di FAM bahkan membantu cara melakukannya.
“Jadi, kalau cek FA seat, agar kita tau semua itu berfungsi dengan baik atau enggak, kita harus ngapain? Coba Disa kali ini yang jawab!”
“Hm dicoba langsung Mba?!”, jawabnya ragu.
“Nah, dicoba langsung!! Yaudah yuk kita ke galley belakang!!”, ajak Mba Mustika setelahnya.
Sebelum kami ke galley belakang untuk menggunakan FA seatnya, Mba Mustika meminta izin terlebih dahulu kepada crew aktifnya, karena merekalah pemilik area disini, sedang kami hanyalah tamu. Selayaknya tamu, jadi apa-apa yaa harus minta izin dulu kepada pemiliknya. Secara tidak langsung, Mba Mustika memberikan contoh secara tersirat.
“Coba Disa, gimana cara preflight-in FA seat yang benar?!”, perintah Mba Mustika begitu mendapatkan izin dari crew aktif untuk menggunakan area cabin belakang.
Disa segera menarik FA seat di hadapannya, lalu duduk di atasnya dan segera memasang seat belt dan shoulder harnessnya.
“Nah udah betul yaa. Pastikan bucklenya ini ada di depan perut kalian.”, Mba Mustika kembali mengoreksi dan mempraktekkan posisi duduk di FA seat yang baik dan benar. Selain itu, dia juga memberitahu kami bagaimana posisi kepala yang benar saat take off dan landing agar otot-otot di leher kami tidak tegang.
“Setelah ngecek ini, apalagi yang harus kalian cek?”, tanyanya sembari melepas seatbelt dan shoulder harnessnya kemudian ia berdiri, membuat seatnya kembali ke posisi semula, menempel pada partisi pesawat.
“Mengecek expired date baju pelampung, lalu mengecek flashlight, dan glove.”, jawab Ari. Kemudian ia diminta untuk mempraktekkannya. Sedang Mba Mustika melihat dengan seksama apakah yang dipraktekkan Ari sudah benar atau malah sebaliknya.
Dia tak segan untuk memuji kami jika apa yang kami jawab dan yang kami praktekkan benar. Dia juga tak lelah menginterupsi dan memberikan contoh yang benar jika kami melakukan kesalahan.
Aku merasa banyak menerima ilmu dari Mba Mustika mengenai cara melakukan pre-flight check yang baik dan benar.
Sebenarnya ada banyak equipment yang harus kami cek sebelum akhirnya SFA report ke PIC (Pilot in Command) “Cabin ready for boarding”, tapi, kalau aku jelasin satu per satu, aku khawatir setelah baca part ini, kalian lebih pinter dari Mba Pramugarinya ketika naik pesawat hehehe. 😀
———
“Saat kalian briefing overwing, pastikan suara kalian lantang dan didengar oleh penumpang yang duduk di belakang. Ada yang tau alasannya?”, tanya Mba Mustika lagi.
“Hm semisal penumpang yang duduk di dekat jendela darurat ngefreeze atau pingsan, ada penumpang di belakangnya—yang mendengarkan kita saat menjelaskan bagaimana cara membuka jendela darurat ini, bisa membantu, Mba!”, jawabku.
“Yes!! Betul!!! Penting juga untuk memastikan penumpang di overwing benar-benar memperhatikan instruksi kalian ya!! Kalau misal mereka sibuk ngobrol atau sibuk main hape, kalian mention aja, lalu minta dengan baik-baik ke mereka untuk perhatikan kalian sebentar saja!”, ujar Mba Mustika tepat sebelum Ari melakukan briefing kepada penumpang yang duduk di dekat jendela darurat.
Ohya, kami diwajibkan untuk menghapal kalimat briefing overwing yang ada di Flight Attendant Manual (FAM).
Dan, siapa sangka, dari kami bertiga, gagal melakukan briefing overwing di flight training pertama kami.
Entah kenapa tiba-tiba kami lupa begitu aja!!
Mungkin karena gugup. Mungkin karena grogi. Hahaha!!!
Alhamdulillahnya, saat kami melakukan safety demonstration, kami melakukannya dengan baik. Yaa meski agak kaku-kaku dikit.
Apalagi ngelakuin safety demonstration itu kan saat pesawat bergerak yaa. Jadi sering kali kami suka meleyot gitu, belum bisa menjaga keseimbangan. Hahaha!
———
Aku melakukan flight training sebanyak 10 sector. Yang artinya hanya ada 5 kali jadwal flight training.
(1 jadwal = 2 sector)
Setiap menjalankan flight training, instrukturku gonta-ganti. Dan ku akui, Mba Mustika adalah instruktur yang menurut aku sangat jelas dan detail ngejelasin segala sesuatunya. Bahkan, di hari pertama aku flight training, aku landing di Jakarta itu sekitar jam 10 pagi, tapi, Mba Mustika mengajakku, Ari, dan Disa belajar di ruang briefing dekat flops sampai jam 7 malam. Katanya, flight duty periode (FDP) FA kan maksimal 14 jam. Jadi kami harus menggunakan waktu FDP itu dengan sungguh-sungguh.
Oke baiq, sepertinya kami pantas dinobatkan sebagai trainee yang paling rajin karena Mba Mustika.
Ada pesan dari Mba Mustika yang aku ingat sampai sekarang:
“Setiap menemukan sesuatu yang tidak sesuai dengan standard—yang tidak normal, segera report kepada SFA. Jangan pernah abai dan bersikap bodo amat! Dan juga jangan pernah menyepelekan segala sesuatu dan menganggap remeh sesuatu. Karena kalau kamu membiasakan hal-hal semacam itu melekat pada diri kamu, bisa saja hal itu akan mencelakakan orang-orang terdekat kamu (teman-teman FA), bahkan bisa juga justru kamu yang bakal ngerasain dampak dari sikap ga pedulimu itu. Kita kerja ini tugasnya untuk membuat nyaman dan aman crew selanjutnya yang akan menggunakan pesawat ini juga penumpang-penumpangnya, bukan justru membuat mereka celaka akibat sikap ga peduli dan bodo amat kita!!”
“Makasih sayangkuuuu!!”, balas Mba Mustika dengan nada dan ekspresi yang berbeda 180 derajat dari tiga detik lalu.
“Crew aktifnya udah mau ke pesawat. Kalian cepet beberesnya ya. Ohya tolong diinget untuk selalu jaga image selama di tempat umum! Dilarang main hape sambil jalan, dilarang ngobrol dan berisik, dilarang bercandaan apalagi sampe ketawa ngakak.”, dia kembali memasang wajah serius dengan mata melototnya.
Kami hanya mengangguk meresponsnya.
“Punya mulut ga?”, teriaknya lagi sembari membanting handbagnya dengan sangat keras di atas meja.
“Maaf Mbaa..”, refleksku.
“Kalau dikasih tau tuh bilang ‘baik, terima kasih!’. Jangan hanya diem ngejawab dalam hati. Emang saya bisa denger kata hati kalian??”
“Baik Mba, maaf…”, jawab kami dengan suara yang nyaris tak terdengar.
“Duh cape saya, pagi-pagi udah marah-marah terus nih gegara kalian!! Sampe saya lupa belum bagi tugas kalian!! Ck!!”, kami bertiga hanya bisa saling beradu pandang dalam diam.
“Oke saya bagi sekarang ya, penerbangan ke Pangkalpinang nanti, kalian cukup memperhatikan crew aktifnya melakukan pre-flight check. Saat seat overwing sudah terisi semua, Ari briefing overwing ya!!”, kami cepat-cepat mencatat instruksi dari Mba Mustika di buku catatan kami.
“Untuk penerbangan ke Jakartanya, Disa dan Ari cek equipmentdi cabin belakang, Anes cek equipment di cabin depan, Disa briefing overwing, Anes standby di belakang Disa!”, ujar Mba Mustika yang jika terdengar dari intonasi bicaranya, sepertinya ia belum selesai memberikan instruksi karena kini dia terlihat sedang berpikir.
“Untuk safety demonstration, Anes depan, Ari tengah, Disa belakang. Paham ya?”, akhirnya kemudian. Seperti yang sudah-sudah, dia memberikan instruksi dengan intonasi yang sangat cepat dan tanpa jeda dengan tatapan matanya yang tajam.
“Mba maaf, mohon izin untuk bertanya..”, tanyaku ragu dengan kalimat baku dengan tangan terangkat kaku.
“Ya, mau nanya apa?”, balasnya lugas.
“Hm untuk safety demo, saya di depan maksudnya depan itu di row 21 atau row 1 ya Mba?”
“Good question! Berarti Anes ngeh kalau instruksi saya tidak jelas disini. Jadi, maksud saya kamu di depan adalah di row 21 yaa. Ari berarti di row berapa?”, tanyanya kemudian.
Ari gelagapan. Sepertinya dia langsung ngefreeze sejak kena marah tadi perkara first aid kit.
Aku pun memberikan kode dengan menunjukkan telunjuk kanan dan telunjuk kiri dari belakang handbag agar tak terlihat oleh Mba Mustika, yang untungnya Ari ngeh dengan kodeku itu.
“Hm aku di row 11, Mba..”, jawabnya kemudian.
“Oke. Ohya, tolong di saat duty, hindari kata gue dan aku juga kata lo atau kamu ya, karena menurut saya kurang enak jika didengar dengan penumpang. Jadi cukup katakan saya alih-alih aku, juga Mba/Mas alih-alih kamu.”
“Baik Mba..”, jawab kami serentak.
Tak berselang lama, kami pun segera keluar dari ruang briefing dan mengambil koper secara bergiliran.
Karena koper semua FA sama, maka diwajibkan untuk kami memberikan tanda pengenal sederhana pada ‘lemari kecil’ berwarna hitam dan beroda tersebut, baik dengan gantungan kunci atau semacamnya, agar tidak tertukar.
Begitu koper sudah di tangan, kami mulai berjalan mengikuti crew aktifnya.
Ternyata cara jalan mereka tak seperti di film-film atau drama-drama yang menampilkan jalan mereka yang pelan dan anggun, melainkan langkah mereka sangat cepat tanpa mengurangi keanggunan (huhu agak susah untuk aku deskripsiin), sehingga membuatku yang mulai tertinggal jauh ini cukup ngos-ngosan menyeimbangi langkah mereka.
Saat tiba di pemeriksaan X-Ray pertama, ada banyak orang yang tengah mengantre. Dan tak ku sangka, crew yang kini berada tepat di depanku, mulai berjalan ke antrean paling depan untuk menyerobot antrean.
“Permisi ya Bu, kami mohon izin lebih dulu..”, seru mereka bergantian kepada orang yang kini berada di belakangnya.
“Karena disini ga ada jalur khusus crew, jadi mau ga mau kita harus menerobos antrean. Biasanya, Avsecnya yang ngebantuin kasih jalan untuk itu.”, Mba Mustika tiba-tiba menoleh ke belakang—ke arah kami, memberi penjelasan kepada kami yang terlihat ragu-ragu untuk menerobos barisan panjang itu.
Kemudian, dia mempersilahkan kami lebih dulu, sembari memperhatikan gerak-gerik kami.
Ari lebih dulu memasukkan kopernya ke dalam X-Ray. Kemudian Disa. Dan selanjutnya giliranku.
“Selamat pagi, Bu. Saya izin lebih dulu yaa..”, ujarku sembari tersenyum kepada Ibu-Ibu yang telah sabar mempersilahkan kami untuk lebih dulu memasukkan koper ke dalam X-Ray.
“Yaa silahkan…”, jawabnya sangat ramah. Tapi ada beberapa penumpang di belakangnya yang tampak sewot dan kesal karena kami menyerobot antrean.
Ada satu rahasia lagi yang dimiliki oleh Aircrew selain boleh menorobos antrean, yaitu tidak perlu melepas ikat pinggang dan jam tangan saat memasuki X-Ray. Barang-barang yang kami bawa di dalam koper, travel bag, juga handbag pun tidak perlu dibongkar ketika ditemukan di dalamnya terdapat gunting dan pisau atau semacamnya. Lalu, jika ada minuman dan parfum (benda cair) yang ukurannya lebih dari 100mili pun, mereka tidak akan menginterogasi kami dan tidak melarang kami untuk membawanya ke pesawat.
“Pagi, Mba..”, sapaku kepada Avsec yang tengah memindai tubuhku dengan metal detector.
“Pagi, permisi yaa..”, ujarnya kemudian. Dengan refleks aku segera mengangkat kedua tanganku ke samping.
“Silahkan..”, ujarnya setelah memeriksaku.
“Makasih Mba..”, jawabku ramah sembari melangkah ke arah koperku yang sudah melewati X-Ray.
Setelah aku, ada Mba Mustika yang sedang diperiksa. Aku yang tengah berdiri menunggunya, sekilas memperhatikan kalau dia nih cukup ramah kepada orang lain. Kayanya emang sok-sok-an galak aja kepadaku, Ari, dan Disa.
—
Pesawat kami pagi itu terhubung dengan garbarata.
Melihat pintu pesawat yang terbuka di depan mata membuatku tidak percaya bahwa yang selama ini aku mimpikan, akhirnya menjadi kenyataan.
Aku yang semaleman kepikiran bagaimana rasanya duduk di FA seat yang duduk menghadap ke belakang, merasa sia-sia karena nyatanya aku duduk di seat penumpang, tepatnya di nomor 33C. Seat paling belakang di sisi sebelah kanan aisle (lorong). Sedang Ari dan Disa, duduk di seat 33B dan 33A.
Selama aku menjalani flight training, selama itu pula aku duduk di kursi penumpang.
Begitu kami sudah meletakkan koper di luggage bin dan travel bag juga handbag di kursi 33A-C, tanpa mengganggu crew aktifnya, Mba Mustika mulai menjelaskan satu per satu apa saja yang dilakukan saat pre-flight check kepada kami yang kini tengah berdiri di row nomor 25-26. Ya meskipun sudah dijelaskan pada saat di kelas, tapi vibenya beda saat udah di praktekkan langsung. Agak gimana ya, hm bisa dibilang agak bingung gitu.
“Karena melakukan pre-flight check itu sekitar 10-15 menit aja, bisa kurang bisa lebih tergantung keadaan, jadi tiap gerakan kalian itu berpacu dengan waktu. Mau ga mau kalian harus pinter-pinter ngatur waktu yang ada.”, ujar Mba Mustika sembari berjalan ke kabin bagian tengah. Sedang kami berdiri memperhatikannya dengan seksama.
“Nih ya, saya kasih contoh. Saat kalian udah naroh koper kalian di luggage bin, kalian jalan ke kabin belakang dengan cara seperti ini.”, Mba Mustika mulai berjalan dengan menundukkan badannya, sedang kepalanya celingukan ke kanan dan ke kiri.
(Btw dengan Mba Mustika memberikan contoh begini, jujur ini ngebantu aku banget loh!! Bahkan cara yang dia contohin selalu aku pake selama ini!)
“Kira-kira gerakan ini untuk ngecek apa?”, tanyanya kemudian.
“Cek life vest under seat, Mba..”, jawabku.
“Great!! Untuk cek life vest under seat.
Pastikan di bawah kursi penumpang, ada life vestnya. Juga please cek secara random tanggal expired dari life vestnya!!.”
“Maaf Mba, ngecek secara random itu seberapa banyak yang dicek??”, kali ini Ari yang bertanya.
“Tiga life vest cukup, tapi beda row ya. Biasanya sih expired life vest under seat itu sama, kalau beda pun biasanya beda bulan aja. Dan pastikan, kalian duty and responsibilitynya di cabin depan atau belakang. Kalau kebagian di cabin belakang, ya cek dari tengah ke belakang. Kalau kebagian di depan, ya cek dari tengah ke depan. Paham sampe disini?”
“Semisal ada kursi penumpang yang ternyata ga ada life vestnya, gimana Mba?”, tanyaku lupa ga bilang maaf dan mohon izin bertanya. Alhasil akunya kena tatapan mata tajamnya itu.
“Maaf Mba. Mohon izin bertanya. Semisal ada kursi penumpang yang ternyata ga ada life vestnya, gimana Mba?”, aku mengulang pertanyaanku.
“Kalau prosedur di FAM, gimana?”, Mba Mustika bertanya balik.
“Report to SFA Mba..”, jawab Ari.
“Hm maaf, maksud saya, report ke SFAnya pada saat setelah kita melakukan pre-flight check atau pada saat itu juga Mba?”
“Pertanyaan yang bagus! Jadi, biar kalian ga bolak-balik report ke SFA, kalian cukup nandain kursi yang ga ada life vestnya itu dengan menyalakan passenger call sign ini. Kalau bisa dicatat ya dicatat. Kalau kalian bisa hanya dengan mengingat, yaa ga perlu dicatat. Lalu saat waktunya report ke SFA, kalian harus report sejelas-jelasnya. Biasanya SFA akan meminta security untuk mencari life vest tersebut dengan memeriksa tas bawaan para penumpang sebelumnya. Selain itu, SFA juga akan berkoordinasi dengan crew yang sebelumnya. Dan kamu, bisa mengambil spare life vest yang ada di luggage bin belakang setelahnya, untuk meletakkannya di bawah kursi yang ga ada life vestnya itu. Gitu!
Udah jelas, Nes?”
“Jelas, Mba. Terima kasih.”, aku mengangguk-anggukkan kepalaku karena solusi dan penjelasan yang diberikan oleh Mba Mustika.
“Oke, lanjut ya. Setelah kalian ngecek life vest under seat, kalian cek area kerja kalian. Cek seat kalian, retractable engga, cek seatbelt dan shoulder harnessnya, berfungsi dengan baik engga.”, Mba Mustika kembali menjelaskannya meski di FAM sudah dijelaskan mengenai hal ini. Disini aku mulai kagum dengannya, dia bener-bener ngulang materi yang ada di FAM bahkan membantu cara melakukannya.
“Jadi, kalau cek FA seat, agar kita tau semua itu berfungsi dengan baik atau enggak, kita harus ngapain? Coba Disa kali ini yang jawab!”
“Hm dicoba langsung Mba?!”, jawabnya ragu.
“Nah, dicoba langsung!! Yaudah yuk kita ke galley belakang!!”, ajak Mba Mustika setelahnya.
Sebelum kami ke galley belakang untuk menggunakan FA seatnya, Mba Mustika meminta izin terlebih dahulu kepada crew aktifnya, karena merekalah pemilik area disini, sedang kami hanyalah tamu. Selayaknya tamu, jadi apa-apa yaa harus minta izin dulu kepada pemiliknya. Secara tidak langsung, Mba Mustika memberikan contoh secara tersirat.
“Coba Disa, gimana cara preflight-in FA seat yang benar?!”, perintah Mba Mustika begitu mendapatkan izin dari crew aktif untuk menggunakan area cabin belakang.
Disa segera menarik FA seat di hadapannya, lalu duduk di atasnya dan segera memasang seat belt dan shoulder harnessnya.
“Nah udah betul yaa. Pastikan bucklenya ini ada di depan perut kalian.”, Mba Mustika kembali mengoreksi dan mempraktekkan posisi duduk di FA seat yang baik dan benar. Selain itu, dia juga memberitahu kami bagaimana posisi kepala yang benar saat take off dan landing agar otot-otot di leher kami tidak tegang.
“Setelah ngecek ini, apalagi yang harus kalian cek?”, tanyanya sembari melepas seatbelt dan shoulder harnessnya kemudian ia berdiri, membuat seatnya kembali ke posisi semula, menempel pada partisi pesawat.
“Mengecek expired date baju pelampung, lalu mengecek flashlight, dan glove.”, jawab Ari. Kemudian ia diminta untuk mempraktekkannya. Sedang Mba Mustika melihat dengan seksama apakah yang dipraktekkan Ari sudah benar atau malah sebaliknya.
Dia tak segan untuk memuji kami jika apa yang kami jawab dan yang kami praktekkan benar. Dia juga tak lelah menginterupsi dan memberikan contoh yang benar jika kami melakukan kesalahan.
Aku merasa banyak menerima ilmu dari Mba Mustika mengenai cara melakukan pre-flight check yang baik dan benar.
Sebenarnya ada banyak equipment yang harus kami cek sebelum akhirnya SFA report ke PIC (Pilot in Command) “Cabin ready for boarding”, tapi, kalau aku jelasin satu per satu, aku khawatir setelah baca part ini, kalian lebih pinter dari Mba Pramugarinya ketika naik pesawat hehehe. 😀
———
“Saat kalian briefing overwing, pastikan suara kalian lantang dan didengar oleh penumpang yang duduk di belakang. Ada yang tau alasannya?”, tanya Mba Mustika lagi.
“Hm semisal penumpang yang duduk di dekat jendela darurat ngefreeze atau pingsan, ada penumpang di belakangnya—yang mendengarkan kita saat menjelaskan bagaimana cara membuka jendela darurat ini, bisa membantu, Mba!”, jawabku.
“Yes!! Betul!!! Penting juga untuk memastikan penumpang di overwing benar-benar memperhatikan instruksi kalian ya!! Kalau misal mereka sibuk ngobrol atau sibuk main hape, kalian mention aja, lalu minta dengan baik-baik ke mereka untuk perhatikan kalian sebentar saja!”, ujar Mba Mustika tepat sebelum Ari melakukan briefing kepada penumpang yang duduk di dekat jendela darurat.
Ohya, kami diwajibkan untuk menghapal kalimat briefing overwing yang ada di Flight Attendant Manual (FAM).
Dan, siapa sangka, dari kami bertiga, gagal melakukan briefing overwing di flight training pertama kami.
Entah kenapa tiba-tiba kami lupa begitu aja!!
Mungkin karena gugup. Mungkin karena grogi. Hahaha!!!
Alhamdulillahnya, saat kami melakukan safety demonstration, kami melakukannya dengan baik. Yaa meski agak kaku-kaku dikit.
Apalagi ngelakuin safety demonstration itu kan saat pesawat bergerak yaa. Jadi sering kali kami suka meleyot gitu, belum bisa menjaga keseimbangan. Hahaha!
———
Aku melakukan flight training sebanyak 10 sector. Yang artinya hanya ada 5 kali jadwal flight training.
(1 jadwal = 2 sector)
Setiap menjalankan flight training, instrukturku gonta-ganti. Dan ku akui, Mba Mustika adalah instruktur yang menurut aku sangat jelas dan detail ngejelasin segala sesuatunya. Bahkan, di hari pertama aku flight training, aku landing di Jakarta itu sekitar jam 10 pagi, tapi, Mba Mustika mengajakku, Ari, dan Disa belajar di ruang briefing dekat flops sampai jam 7 malam. Katanya, flight duty periode (FDP) FA kan maksimal 14 jam. Jadi kami harus menggunakan waktu FDP itu dengan sungguh-sungguh.
Oke baiq, sepertinya kami pantas dinobatkan sebagai trainee yang paling rajin karena Mba Mustika.
Ada pesan dari Mba Mustika yang aku ingat sampai sekarang:
“Setiap menemukan sesuatu yang tidak sesuai dengan standard—yang tidak normal, segera report kepada SFA. Jangan pernah abai dan bersikap bodo amat! Dan juga jangan pernah menyepelekan segala sesuatu dan menganggap remeh sesuatu. Karena kalau kamu membiasakan hal-hal semacam itu melekat pada diri kamu, bisa saja hal itu akan mencelakakan orang-orang terdekat kamu (teman-teman FA), bahkan bisa juga justru kamu yang bakal ngerasain dampak dari sikap ga pedulimu itu. Kita kerja ini tugasnya untuk membuat nyaman dan aman crew selanjutnya yang akan menggunakan pesawat ini juga penumpang-penumpangnya, bukan justru membuat mereka celaka akibat sikap ga peduli dan bodo amat kita!!”
🥹🥹🥹
dakski62 dan 9 lainnya memberi reputasi
10
Kutip
Balas
Tutup