- Beranda
- Stories from the Heart
DESA DIBALIK KABUT [HORROR STORY] [Kompetisi KGPT]
...
TS
jurigciwidey
DESA DIBALIK KABUT [HORROR STORY] [Kompetisi KGPT]
SAMPURASUN
Setelah sebelumnya ane menamatkan cerita Rarasukma, yang Insyallah Ide ceritanya akan di filmkan karena sudah dibeli oleh salah satu PH pada bulan Juli kemarin, yang ceritanya bisa kalian baca disini.
Sebelum ane bercerita kelanjutan tentang thread di atas, (Karena banyak yang request untuk melanjutkan ceritanya).
Ane mau bercerita lagi, sebenarnya cerita ini sudah lama ane buat, mungkin ada juga beberapa yang sudah baca cerita ini di tempat lain.
Namun, ane akan sebarkan ceritanya disini.
Semoga kalian bisa terhibur dengan cerita yang ane buat, sambil menunggu kelanjutan cerita Rarasukma yang ane buat.
NOTE : JANGAN ADA YANG MENGUPLOAD TANPA SEIZIN ANE, KARENA BEBERAPA KALI ADA YANG MENGUPLOADNYA KE YOUTUBE TANPA IZIN SEHINGGA TERPAKSA ANE TIDAK MELANJUTKAN CERITA YANG ANE BUAT
NOTE : JANGAN ADA YANG MENGUPLOAD TANPA SEIZIN ANE, KARENA BEBERAPA KALI ADA YANG MENGUPLOADNYA KE YOUTUBE TANPA IZIN SEHINGGA TERPAKSA ANE TIDAK MELANJUTKAN CERITA YANG ANE BUAT
Quote:
JANGAN LUPA, SUPPORT CERITA PENDEK ANE YANG IKUT KOMPETISI KUNCEN DISINI :
RUMAH
RITUAL TARIK JANIN - KUNCEN
RUMAH
RITUAL TARIK JANIN - KUNCEN
Maka dari itu, selamat menikmati ceritanya.
![DESA DIBALIK KABUT [HORROR STORY] [Kompetisi KGPT]](https://s.kaskus.id/images/2023/08/25/1454678_20230825011653.png)
Spoiler for BAB 1 : PENJARA:
“ABDI BANGUN!!!!”
Trang trang trang
Seorang petugas dengan kasarnya memukul-mukul pintu sel yang aku tempati, ruangan sel dengan ukuran 3x3 meter dengan satu kasur kecil tempat aku tidur, dan toilet kecil yang dipisah oleh tembok yang setinggi satu meter.
“HEY, JANGAN MELAMUN SAJA, AYO BANGUN!!”
Petugas itu berteriak kembali, aku seketika bangun dari tidurku yang tidak nyenyak ini. Dengan perasaan yang masih mengantuk aku melihat petugas itu membuka sel tahanan kemudian masuk ke dalam sel.
BLAM!
Aaaaakh
Petugas itu tiba-tiba memukul kakiku dengan keras dengan tongkat yang dia bawa. Aku seketika kesakitan sembari kedua tanganku memegang kaki yang terkena pukulan dari petugas itu.
Beberapa petugas kemudian datang dan masuk ke sel tahanan, mereka menarik paksa diriku yang masih terkantuk-kantuk untuk dibawanya keluar sel.
BLAM!
AKH..
Sebuah pukulan kembali dilayangkan ke tubuhku, aku kembali kesakitan akibat pukulan itu. Kemudian aku tersungkur di lantai dengan kondisi yang tidak berdaya, dan dua petugas yang datang menarik kakiku sehingga tubuhku tersungkur ke lantai. Aku yang tidak berdaya hanya bisa menahan sakit dan tidak bisa berbuat apa-apa atas perlakuan petugas itu.
Kepala dan badanku berada di lantai sedangkan kakiku ditarik dengan paksa oleh kedua petugas tersebut.
Aku melewati beberapa sel tahanan lain dalam kondisi tersebut, namun semuanya sama, yang kulihat banyak petugas yang memukuli para tahanan lain dengan beringas, banyak suara teriakan yang menggema di penjara tersebut, suara-suara dari raungan rasa sakit yang mereka terima dari penyiksaan para petugas sipir penjara. Seperti hal yang biasa kami disiksa dan dipukuli dengan kejinya. Kami yang di penjara tidak bisa melawan para petugas, jika kami mencoba sedikit saja melawan mereka, yang ada kami akan dipindahkan ke ruangan khusus yang gelap dan di sana kami tidak diberi makan bahkan minum sedikitpun selama beberapa hari.
Sreeet Sreett
Dua petugas yang menyeretku kemudian berbelok dan memasuki sebuah ruangan, ruangan yang gelap dengan satu cahaya lampu di tengah ruangan, di sana terdapat suatu kursi dengan pengikat yang letaknya tepat di bawah lampu tersebut.
Badanku kemudian diangkat, dan didudukkan di kursi tersebut. Tangan dan kakiku diikat dengan kencang, namun aku sengaja mengangkat tanganku agar tidak menempel dengan kursi agar melonggarkan ikatan dari para penjaga itu.
Kemudian semua petugas yang membawaku perlahan-lahan keluar, mereka keluar secara bergantian dari ruangan itu dan meninggalkan aku sendirian.
“Di mana ini?” Pikirku.
Dengan rasa sakit yang aku terima masih sangat terasa. Aku mencoba melihat ke sekeliling ruangan itu, ruangan yang gelap dan hanya ditemani oleh salah satu lampu yang menggantung di atas kepalaku, aku juga melihat lantai yang disinari oleh cahaya itu, disana terdapat banyak bercak-bercak darah yang sudah mengering terkena sinar lampu yang menyala.
Aku mencoba menggoyang-goyangkan badanku, tangan yang tadi sengaja tidak aku tempelkan ke kursi ini aku coba gerakan, supaya bisa terlepas dari tali yang mengikatku.
Namun tiba-tiba,
Arrrrrghhhhhhhhhh
BLAM..!
Suara teriakan terdengar dari luar, kali ini suara teriakan itu terdengar keras bersamaan dengan suara yang menabrak sesuatu.
Tap tap tap
Beberapa suara kini kembali terdengar, suara orang-orang yang sedang berlari kesana kemari dengan keadaan panik. Suara itu terdengar keras dengan suara-suara teriakan hingga terdengar ke ruangan tempat aku berada.
“TOLONGGG, TOLLONGGG!!!”
BRUAAAAAK
Tampak sesuatu yang menabrak pintu, tabrakan sesuatu itu begitu keras sehingga membuat pintu dari ruangan tempat aku berada terbuka. Terlihat sesosok petugas yang tadi menyeretku tergeletak tidak bernyawa, seperti ada sesuatu yang melemparkan tubuhnya hingga menabrak pintu, dan akhirnya pintu tersebut terbuka. Aku mendadak panik seketika, dengan suara-suara teriakan yang datang membuat aku ingin segera melepas ikatan dari kursi ini, karena aku juga melihat tubuh petugas yang tergeletak di depanku itu penuh dengan darah, juga beberapa sayatan di badannya seperti ada hewan buas yang mencoba memangsanya.
“Ayolah, aku harus bisa melepaskan ikatan ini!” Pikirku dengan keadaan panik sembari sekuat tenaga melepas ikatan itu.
“Sedikit lagi, sedikit lagi, .... aaaarghhh... argggghhh!”
Aku mencoba melepaskan tanganku yang terikat, meskipun sedikit sakit, aku mencoba memaksanya hingga,
“Akhirnya lepas juga, sekarang tinggal kaki yang masih terikat,”
Aku bernafas lega ikatan di tanganku sudah lepas, suara-suara teriakan di tempat itu masih saja terdengar, aku semakin panik dengan keadaan di sel tersebut, aku harus segera melepaskan ikatanku dan keluar dari tempat ini.
Dengan sekuat tenaga akhirnya aku bisa melepaskan ikatan dari kursi tersebut, aku seketika berlari, berlari melewati pintu yang sudah rusak tersebut, tak lupa aku juga mengambil tongkat dari mayat petugas itu, untuk sekedar berjaga-jaga, karena aku yakin ada yang tidak beres dengan tempat ini sekarang.
Namun aku begitu terkejut ketika aku keluar ruangan tersebut, sel tahanan yang seharusnya berada di lorong tempat aku berdiri sekarang berubah, sel tahanan yang kulihat tadi, sekarang berubah menjadi lorong panjang dengan obor di kedua sisinya, obor tersebut menyala di lorong sebelah kanan dengan terangnya berjejer hingga ke ujung. Sel-sel tahanan di kedua sisinya berubah menjadi dinding batu di kedua sisinya, seperti sebuah gua yang memanjang dengan banyak noda darah di sekitarnya.
Ketika aku melihat ke arah kiri, terdapat lorong yang gelap gulita, lorong yang tanpa penerangan sama sekali, yang ada hanya lorong kosong yang gelap dan tidak terlihat apapun di sana.
Aku seketika terdiam, aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang. Semuanya berubah secara mendadak, rasa takut yang kurasakan membuatku malas untuk melangkah, namun tiba-tiba sebuah suara muncul. Suara yang datangnya dari arah kanan, yang di mana arah kanan adalah lorong yang diterangi oleh obor.
"AAHAHAHAHAHAHAHAAHA."
DUG DUG DUG
"AHAHAHAHA."
Suara itu kemudian tertawa keras, dengan langkah kaki yang dihentakan membuat suara tersebut terdengar nyaring ke tempat aku berdiri, seketika aku secara spontan mengambil obor yang ada didekatku dan kemudian aku berlari ke arah kiri, ke arah lorong gelap yang tidak ada cahaya sama sekali.
Tap tap tap
Aku berlari sekuat tenaga dengan obor yang aku bawa sebagai penerang, namun seakan-akan lorong tersebut adalah lorong tanpa ujung, aku terus-menerus berlari tanpa tahu kapan aku harus berhenti, suara-suara itu masih terdengar dan kali ini seperti mengejarku dari belakang, sesaat aku melihat kebelakang sembari berlari, namun tidak ada siapa siapa, dan ketika aku berbalik secara tiba-tiba,
Duag
Aku menabrak sesuatu, sesuatu yang besar yang menghalangi jalanku sehingga membuatku terjatuh, dengan obor yang masih di tangan aku mencoba menerangi sesuatu yang menghalangi ku itu. Aku sontak kaget karena apa yang aku lihat ternyata bukanlah manusia,
Ternyata di depanku adalah sosok tinggi besar yang menyeringai kepadaku, sosok yang terlihat besar dengan gigi tajam yang mencuat keluar, dia tertawa kecil dan kemudian membuka mulutnya secara lebar.
“HAHAHAHAHAHAHA.”
Suara itu terdengar sangat keras, suara yang tadinya terdengar di belakang ku kini berada tepat di depanku, dengan wajah yang menyeramkan dia berkata.
“ABDI SEKARANG GILIRANMU, DUA ORANG LAINYA SUDAH AKU MAKAN, DAN KAMU ADALAH ORANG KETIGA UNTUK AKU MAKAN.”
Aku merasa ketakutan, badanku tidak henti-hentinya gemetar, tanpa aku sadari keringat dingin pun bercucuran, juga kakiku seperti membeku, tidak bisa untuk melangkah. Aku hanya bisa melihat mulut makhluk itu membuka rahangnya yang besar, dengan gigi yang mencuat keluar, terlihat gigi yang dipenuhi dengan darah segar mendekat, seakan-akan akan melahapku.
Aku hanya bisa menutup mata dan menutupi kepala dengan tanganku, aku sudah merasa putus asa, mungkin ini adalah akhir dari hidupku, pandanganku mulai gelap sepertinya mulut dari makhluk itu sudah sangat dekat.
Dan akhirnya....
Trang trang trang
Seorang petugas dengan kasarnya memukul-mukul pintu sel yang aku tempati, ruangan sel dengan ukuran 3x3 meter dengan satu kasur kecil tempat aku tidur, dan toilet kecil yang dipisah oleh tembok yang setinggi satu meter.
“HEY, JANGAN MELAMUN SAJA, AYO BANGUN!!”
Petugas itu berteriak kembali, aku seketika bangun dari tidurku yang tidak nyenyak ini. Dengan perasaan yang masih mengantuk aku melihat petugas itu membuka sel tahanan kemudian masuk ke dalam sel.
BLAM!
Aaaaakh
Petugas itu tiba-tiba memukul kakiku dengan keras dengan tongkat yang dia bawa. Aku seketika kesakitan sembari kedua tanganku memegang kaki yang terkena pukulan dari petugas itu.
Beberapa petugas kemudian datang dan masuk ke sel tahanan, mereka menarik paksa diriku yang masih terkantuk-kantuk untuk dibawanya keluar sel.
BLAM!
AKH..
Sebuah pukulan kembali dilayangkan ke tubuhku, aku kembali kesakitan akibat pukulan itu. Kemudian aku tersungkur di lantai dengan kondisi yang tidak berdaya, dan dua petugas yang datang menarik kakiku sehingga tubuhku tersungkur ke lantai. Aku yang tidak berdaya hanya bisa menahan sakit dan tidak bisa berbuat apa-apa atas perlakuan petugas itu.
Kepala dan badanku berada di lantai sedangkan kakiku ditarik dengan paksa oleh kedua petugas tersebut.
Aku melewati beberapa sel tahanan lain dalam kondisi tersebut, namun semuanya sama, yang kulihat banyak petugas yang memukuli para tahanan lain dengan beringas, banyak suara teriakan yang menggema di penjara tersebut, suara-suara dari raungan rasa sakit yang mereka terima dari penyiksaan para petugas sipir penjara. Seperti hal yang biasa kami disiksa dan dipukuli dengan kejinya. Kami yang di penjara tidak bisa melawan para petugas, jika kami mencoba sedikit saja melawan mereka, yang ada kami akan dipindahkan ke ruangan khusus yang gelap dan di sana kami tidak diberi makan bahkan minum sedikitpun selama beberapa hari.
Sreeet Sreett
Dua petugas yang menyeretku kemudian berbelok dan memasuki sebuah ruangan, ruangan yang gelap dengan satu cahaya lampu di tengah ruangan, di sana terdapat suatu kursi dengan pengikat yang letaknya tepat di bawah lampu tersebut.
Badanku kemudian diangkat, dan didudukkan di kursi tersebut. Tangan dan kakiku diikat dengan kencang, namun aku sengaja mengangkat tanganku agar tidak menempel dengan kursi agar melonggarkan ikatan dari para penjaga itu.
Kemudian semua petugas yang membawaku perlahan-lahan keluar, mereka keluar secara bergantian dari ruangan itu dan meninggalkan aku sendirian.
“Di mana ini?” Pikirku.
Dengan rasa sakit yang aku terima masih sangat terasa. Aku mencoba melihat ke sekeliling ruangan itu, ruangan yang gelap dan hanya ditemani oleh salah satu lampu yang menggantung di atas kepalaku, aku juga melihat lantai yang disinari oleh cahaya itu, disana terdapat banyak bercak-bercak darah yang sudah mengering terkena sinar lampu yang menyala.
Aku mencoba menggoyang-goyangkan badanku, tangan yang tadi sengaja tidak aku tempelkan ke kursi ini aku coba gerakan, supaya bisa terlepas dari tali yang mengikatku.
Namun tiba-tiba,
Arrrrrghhhhhhhhhh
BLAM..!
Suara teriakan terdengar dari luar, kali ini suara teriakan itu terdengar keras bersamaan dengan suara yang menabrak sesuatu.
Tap tap tap
Beberapa suara kini kembali terdengar, suara orang-orang yang sedang berlari kesana kemari dengan keadaan panik. Suara itu terdengar keras dengan suara-suara teriakan hingga terdengar ke ruangan tempat aku berada.
“TOLONGGG, TOLLONGGG!!!”
BRUAAAAAK
Tampak sesuatu yang menabrak pintu, tabrakan sesuatu itu begitu keras sehingga membuat pintu dari ruangan tempat aku berada terbuka. Terlihat sesosok petugas yang tadi menyeretku tergeletak tidak bernyawa, seperti ada sesuatu yang melemparkan tubuhnya hingga menabrak pintu, dan akhirnya pintu tersebut terbuka. Aku mendadak panik seketika, dengan suara-suara teriakan yang datang membuat aku ingin segera melepas ikatan dari kursi ini, karena aku juga melihat tubuh petugas yang tergeletak di depanku itu penuh dengan darah, juga beberapa sayatan di badannya seperti ada hewan buas yang mencoba memangsanya.
“Ayolah, aku harus bisa melepaskan ikatan ini!” Pikirku dengan keadaan panik sembari sekuat tenaga melepas ikatan itu.
“Sedikit lagi, sedikit lagi, .... aaaarghhh... argggghhh!”
Aku mencoba melepaskan tanganku yang terikat, meskipun sedikit sakit, aku mencoba memaksanya hingga,
“Akhirnya lepas juga, sekarang tinggal kaki yang masih terikat,”
Aku bernafas lega ikatan di tanganku sudah lepas, suara-suara teriakan di tempat itu masih saja terdengar, aku semakin panik dengan keadaan di sel tersebut, aku harus segera melepaskan ikatanku dan keluar dari tempat ini.
Dengan sekuat tenaga akhirnya aku bisa melepaskan ikatan dari kursi tersebut, aku seketika berlari, berlari melewati pintu yang sudah rusak tersebut, tak lupa aku juga mengambil tongkat dari mayat petugas itu, untuk sekedar berjaga-jaga, karena aku yakin ada yang tidak beres dengan tempat ini sekarang.
Namun aku begitu terkejut ketika aku keluar ruangan tersebut, sel tahanan yang seharusnya berada di lorong tempat aku berdiri sekarang berubah, sel tahanan yang kulihat tadi, sekarang berubah menjadi lorong panjang dengan obor di kedua sisinya, obor tersebut menyala di lorong sebelah kanan dengan terangnya berjejer hingga ke ujung. Sel-sel tahanan di kedua sisinya berubah menjadi dinding batu di kedua sisinya, seperti sebuah gua yang memanjang dengan banyak noda darah di sekitarnya.
Ketika aku melihat ke arah kiri, terdapat lorong yang gelap gulita, lorong yang tanpa penerangan sama sekali, yang ada hanya lorong kosong yang gelap dan tidak terlihat apapun di sana.
Aku seketika terdiam, aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang. Semuanya berubah secara mendadak, rasa takut yang kurasakan membuatku malas untuk melangkah, namun tiba-tiba sebuah suara muncul. Suara yang datangnya dari arah kanan, yang di mana arah kanan adalah lorong yang diterangi oleh obor.
"AAHAHAHAHAHAHAHAAHA."
DUG DUG DUG
"AHAHAHAHA."
Suara itu kemudian tertawa keras, dengan langkah kaki yang dihentakan membuat suara tersebut terdengar nyaring ke tempat aku berdiri, seketika aku secara spontan mengambil obor yang ada didekatku dan kemudian aku berlari ke arah kiri, ke arah lorong gelap yang tidak ada cahaya sama sekali.
Tap tap tap
Aku berlari sekuat tenaga dengan obor yang aku bawa sebagai penerang, namun seakan-akan lorong tersebut adalah lorong tanpa ujung, aku terus-menerus berlari tanpa tahu kapan aku harus berhenti, suara-suara itu masih terdengar dan kali ini seperti mengejarku dari belakang, sesaat aku melihat kebelakang sembari berlari, namun tidak ada siapa siapa, dan ketika aku berbalik secara tiba-tiba,
Duag
Aku menabrak sesuatu, sesuatu yang besar yang menghalangi jalanku sehingga membuatku terjatuh, dengan obor yang masih di tangan aku mencoba menerangi sesuatu yang menghalangi ku itu. Aku sontak kaget karena apa yang aku lihat ternyata bukanlah manusia,
Ternyata di depanku adalah sosok tinggi besar yang menyeringai kepadaku, sosok yang terlihat besar dengan gigi tajam yang mencuat keluar, dia tertawa kecil dan kemudian membuka mulutnya secara lebar.
“HAHAHAHAHAHAHA.”
Suara itu terdengar sangat keras, suara yang tadinya terdengar di belakang ku kini berada tepat di depanku, dengan wajah yang menyeramkan dia berkata.
“ABDI SEKARANG GILIRANMU, DUA ORANG LAINYA SUDAH AKU MAKAN, DAN KAMU ADALAH ORANG KETIGA UNTUK AKU MAKAN.”
Aku merasa ketakutan, badanku tidak henti-hentinya gemetar, tanpa aku sadari keringat dingin pun bercucuran, juga kakiku seperti membeku, tidak bisa untuk melangkah. Aku hanya bisa melihat mulut makhluk itu membuka rahangnya yang besar, dengan gigi yang mencuat keluar, terlihat gigi yang dipenuhi dengan darah segar mendekat, seakan-akan akan melahapku.
Aku hanya bisa menutup mata dan menutupi kepala dengan tanganku, aku sudah merasa putus asa, mungkin ini adalah akhir dari hidupku, pandanganku mulai gelap sepertinya mulut dari makhluk itu sudah sangat dekat.
Dan akhirnya....
INDEX :
BAB 2 - 3
BAB 4 - 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
Diubah oleh jurigciwidey 17-10-2023 11:54
sampeuk dan 23 lainnya memberi reputasi
24
18.1K
Kutip
302
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
jurigciwidey
#32
Spoiler for BAB 11-LORONG:
“Arggghhhhh, dimana ini?”
Mataku yang awalnya terpejam kini terbuka secara perlahan, tubuhku basah kuyup dengan beberapa luka memar yang aku rasakan sangat pedih ketika aku rasakan.
Aku tergeletak tak berdaya dengan tubuhku yang menyentuh tanah yang berpasir pada saat itu, bahkan wajahku sendiri menyentuh pasir sehingga menempel di rambut dan di pipi sebelah kananku pada saat itu.
Aku benar-benar tidak ingat ketika aku terjatuh dari lorong yang gelap itu, yang aku ingat hanyalah terjatuh dari atas dan aku baru tersadarkan sekarang dengan baju yang basah kuyup dan beberapa luka memar yang ada di sekitar tubuhku pada saat itu.
Zraaaaaaas
Aku mencoba mengangkat wajahku, dan aku melihat aliran air yang sangat deras seperti sungai mengalir di belakangku, sepertinya aku jatuh dan terbawa arus sungai bawah tanah hingga akhirnya aku sampai di tempat ini.
Sebuah tempat yang sepertinya semacam gua yang gelap, namun kini gua tersebut berubah secara perlahan karena mungkin waktu sudah mulai menjelang malam hari, seperti yang aku rasakan ketika pertama kali datang ke Desa Cihalimun ini.
Trak
Trak
Trak, tak, tak, tak
Bunyi aliran air yang deras kini bercampur dengan suara retakan dan patahan dari dinding-dinding gua yang terlihat terkelupas secara perlahan.
Dinding-dinding batu yang awalnya gelap gulita dan aku sendiripun tidak bisa melihatnya karena gelap kini secara perlahan-lahan menjadi terang dan berubah menjadi warna merah yang menyala ketika dindingnya terkelupas seperti halnya rumah-rumah yang pernah aku lihat kemarin malam.
Ruangan yang awalnya gelap pun kini berubah total, dinding-dinding batu pun kini terlihat seperti dinding bangunan yang tampak berantakan dan penuh bercak darah dimana-mana. Apalagi di beberapa titik tiba-tiba muncul cahaya dari obor yang muncul dan menerangi tempatku terbaring pada saat ini.
Hingga saat ini, aku masih belum mengerti kenapa desa tempat tinggalku bisa seperti ini. Kenapa desa yang makmur ini tiba-tiba berubah menjadi menyeramkan, apalagi aku benar-benar tidak mengerti ada apa dibalik semua ini.
Dan setelah di ingat lagi, ada orang-orang yang tadi berada di lorong membicarakan sesuatu yang tidak aku mengerti, dan aku rasa mereka pasti mengetahui tentang hal yang menyebabkan Desa Cihalimun menjadi seperti ini.
“Arggghhhhhh!”
Aku yang masih terbaring akhirnya mencoba untuk bangun, meskipun aku merasakan rasa sakit yang luar biasa ketika aku mengangkat salah satu tanganku pada saat itu, karena mungkin tanganku terkilir ketika aku jatuh sehingga aku sangat sulit untuk menggerakan tangan ini sesuai keinginanku.
Aku yang kesakitan akhirnya berdiri. Meskipun aku sadar, aku harus bersusah payah hanya untuk berdiri saja namun aku harus segera keluar dari tempat ini dan mencari tempat yang aman, karena waktu sudah malam dan aku yakin para makhluk itu akan datang kepada siapa saja yang masih berada di luar ketika malam tiba, dan aku tidak mau kejadian kemarin malam kembali terulang.
Aku melihat sekeliling gua tempat aku tersadar benar-benar berubah, ruangan dalam gua itu kini terlihat dengan jelas. Sebuah ruangan gua yang lumayan besar dengan lantai yang berpasir, sepertinya ini dipakai oleh warga untuk mengambil air dan mengalirkannya ke rumah-rumah warga yang ada di atas, karena terlihat banyak sekali pipa-pipa karet dan pipa plastik yang menempel di dinding gua itu dan masuk ke dalam lorong kecil seukuran manusia yang ada di ujung sana.
Aku mulai berpikir, mungkin ada jalan keluar ketika aku melewati lorong kecil itu, karena pipa-pipa ini aku yakini akan berakhir di desa, meskipun aku sendiri tidak tahu akan keluar dimana. Namun yang pasti dengan adanya pipa tersebut gua ini sudah pernah dimasuki oleh manusia.
Tes tes tes
Tetesan air dari pipa air itu cukup membuatku yang dari tadi berlari merasakan haus, aku pun mendekati tetesan air itu dan menampungnya dalam tanganku untuk ku minum.
Glup glup glup
aaah
Akhirnya, aku pun memberanikan diriku untuk melangkahkan kakiku ke dalam lorong kecil itu, ruangan yang awalnya sangat gelap kini berubah menjadi terang karena warna merah darah yang mengeluarkan cahaya redup di dinding gua membuatku tidak kesulitan untuk menyusuri lorong kecil itu.
Beberapa kali aku merenyit kesakitan, beberapa kali pula aku memegang tangan kananku yang terkilir sehingga salah satu tanganku terlihat sangat lemas dan tidak bisa digerakan sama sekali.
Namun, aku tidak bisa begitu saja menunggu di tempat ini sendirian hingga suasana di dalam sini berubah kembali menjadi sedia kala.
Aku benar-benar harus keluar dari sini dan mencari tahu siapa orang-orang yang berada di lorong itu, dan apa yang mereka kerjakan disana.
Karena, mungkin saja itu ada hubungannya dengan hilangnya Bapak dan beberapa warga lain yang hingga hari ini belum ditemukan.
“Argh, ada apa dengan tempat ini sebenarnya?”
“Bukan ini yang aku mau, selepas aku dipenjara di tempat yang pengap selama tiga tahun,” kataku dengan nada yang kesal.
Aku berjalan melalui lorong ini dengan langkah yang cepat, detak jantungku yang awalnya berdetak dengan normal kini berdetak dengan cepat. Beberapa kali aku menoleh ke belakang karena aku takut ada sesuatu yang mengikutiku atau mengagetkanku secara tiba-tiba di tempat ini.
Lorong itu semakin lama semakin aneh, jalanan yang awalnya berupa tanah dan berpasir kini dipenuhi oleh papan-papan kayu yang menjadi alas untuk kakiku, sehingga suara langkah dari kakiku terdengar sangat jelas dan menggema di seluruh lorong.
Juga, dinding-dindingnya kini terlihat banyak sekali tiang-tiang penyangga yang terbuat dari besi dan kayu yang menutupi dinding agar tidak roboh dan menimpa orang-orang yang melewatinya.
Apalagi, di beberapa titik aku melihat sebuah asap putih yang muncul di sela-sela bebatuan di dalam lorong itu, asap putih yang berupa belerang yang bisa saja membuatku keracunan ketika aku menghirupnya lama-kelamaan.
“Sebenarnya tempat apa ini?”
“Seumur-umur aku hidup di desa ini, aku tidak pernah tahu ada tempat seperti ini,” kataku.
Jujur, aku yang seumur hidupku sering main dan menjelajahi tempat-tempat yang ada di sekitar desa ketika aku kecil tidak pernah sekalipun aku mendengar bahwa banyak sekali ruang bawah tanah yang ada di dalam Desa Cihalimun ini.
Apalagi lorong ini sepertinya memang sengaja dibuat oleh manusia, mungkin saja dibuat oleh para leluhur untuk mengambil air dan menambang sesuatu di bawah sini.
Namun, tetap saja. Tidak semua warga mengetahui tempat ini, dan mungkin saja ada sesuatu yang disembunyikan. Sesuatu yang tidak boleh diketahui oleh warga lain seperti obrolan dari orang-orang yang ada di belakang pintu besi yang aku datangi tadi.
Aku terus saja mempercepat langkahku, semakin lama aku berada di dalam lorong sempit ini entah mengapa aku sangat sulit sekali untuk bernafas, nafasku semakin lama semakin berat. Mungkin karena asap-asap belerang yang muncul di beberapa titik di dalam lorong ini sehingga aku merasakan paru-paruku memompa udara lebih berat dari sebelumnya.
Aku terus-menerus berjalan, bahkan berlari kecil agar aku bisa segera keluar dari tempat ini.
Meskipun,
Srttt
Aku tiba-tiba menghentikan langkahku, tepat ketika aku melihat banyak sekali mayat wanita yang berdiri tubuhnya terlihat sangat kaku dengan wajah-wajahnya yang terlihat hancur sehingga terlihat sangat menyeramkan.
Mayat-mayat itu terlihat seperti memakai kebaya yang sering dipakai pada zaman dulu, namun tubuh mereka pucat bahkan banyak dari mereka yang tubuhnya sudah dimakan oleh belatung yang ada di sekitar tubuh mereka.
Mereka hanya berdiri dan menatapku dengan tatapan yang kosong, mayat-mayat itu seperti menghalangiku agar aku tidak keluar dari tempat ini sekarang.
Aku yang kaget akan hal itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dengan rasa takut yang memenuhi tubuhku pada saat itu, aku benar-benar tidak mengerti atas apa yang terjadi di tempat ini.
Bahkan lagi-lagi aku mempertanyakan tentang desa yang tiba-tiba berubah yang menyeramkan seperti ini.
“Siapa mereka?”
“Kenapa mereka berdiri dan menghalangi jalanku untuk keluar dari tempat ini?” kataku dengan keringat dingin yang membanjiri tubuhku.
Mataku yang awalnya terpejam kini terbuka secara perlahan, tubuhku basah kuyup dengan beberapa luka memar yang aku rasakan sangat pedih ketika aku rasakan.
Aku tergeletak tak berdaya dengan tubuhku yang menyentuh tanah yang berpasir pada saat itu, bahkan wajahku sendiri menyentuh pasir sehingga menempel di rambut dan di pipi sebelah kananku pada saat itu.
Aku benar-benar tidak ingat ketika aku terjatuh dari lorong yang gelap itu, yang aku ingat hanyalah terjatuh dari atas dan aku baru tersadarkan sekarang dengan baju yang basah kuyup dan beberapa luka memar yang ada di sekitar tubuhku pada saat itu.
Zraaaaaaas
Aku mencoba mengangkat wajahku, dan aku melihat aliran air yang sangat deras seperti sungai mengalir di belakangku, sepertinya aku jatuh dan terbawa arus sungai bawah tanah hingga akhirnya aku sampai di tempat ini.
Sebuah tempat yang sepertinya semacam gua yang gelap, namun kini gua tersebut berubah secara perlahan karena mungkin waktu sudah mulai menjelang malam hari, seperti yang aku rasakan ketika pertama kali datang ke Desa Cihalimun ini.
Trak
Trak
Trak, tak, tak, tak
Bunyi aliran air yang deras kini bercampur dengan suara retakan dan patahan dari dinding-dinding gua yang terlihat terkelupas secara perlahan.
Dinding-dinding batu yang awalnya gelap gulita dan aku sendiripun tidak bisa melihatnya karena gelap kini secara perlahan-lahan menjadi terang dan berubah menjadi warna merah yang menyala ketika dindingnya terkelupas seperti halnya rumah-rumah yang pernah aku lihat kemarin malam.
Ruangan yang awalnya gelap pun kini berubah total, dinding-dinding batu pun kini terlihat seperti dinding bangunan yang tampak berantakan dan penuh bercak darah dimana-mana. Apalagi di beberapa titik tiba-tiba muncul cahaya dari obor yang muncul dan menerangi tempatku terbaring pada saat ini.
Hingga saat ini, aku masih belum mengerti kenapa desa tempat tinggalku bisa seperti ini. Kenapa desa yang makmur ini tiba-tiba berubah menjadi menyeramkan, apalagi aku benar-benar tidak mengerti ada apa dibalik semua ini.
Dan setelah di ingat lagi, ada orang-orang yang tadi berada di lorong membicarakan sesuatu yang tidak aku mengerti, dan aku rasa mereka pasti mengetahui tentang hal yang menyebabkan Desa Cihalimun menjadi seperti ini.
“Arggghhhhhh!”
Aku yang masih terbaring akhirnya mencoba untuk bangun, meskipun aku merasakan rasa sakit yang luar biasa ketika aku mengangkat salah satu tanganku pada saat itu, karena mungkin tanganku terkilir ketika aku jatuh sehingga aku sangat sulit untuk menggerakan tangan ini sesuai keinginanku.
Aku yang kesakitan akhirnya berdiri. Meskipun aku sadar, aku harus bersusah payah hanya untuk berdiri saja namun aku harus segera keluar dari tempat ini dan mencari tempat yang aman, karena waktu sudah malam dan aku yakin para makhluk itu akan datang kepada siapa saja yang masih berada di luar ketika malam tiba, dan aku tidak mau kejadian kemarin malam kembali terulang.
Aku melihat sekeliling gua tempat aku tersadar benar-benar berubah, ruangan dalam gua itu kini terlihat dengan jelas. Sebuah ruangan gua yang lumayan besar dengan lantai yang berpasir, sepertinya ini dipakai oleh warga untuk mengambil air dan mengalirkannya ke rumah-rumah warga yang ada di atas, karena terlihat banyak sekali pipa-pipa karet dan pipa plastik yang menempel di dinding gua itu dan masuk ke dalam lorong kecil seukuran manusia yang ada di ujung sana.
Aku mulai berpikir, mungkin ada jalan keluar ketika aku melewati lorong kecil itu, karena pipa-pipa ini aku yakini akan berakhir di desa, meskipun aku sendiri tidak tahu akan keluar dimana. Namun yang pasti dengan adanya pipa tersebut gua ini sudah pernah dimasuki oleh manusia.
Tes tes tes
Tetesan air dari pipa air itu cukup membuatku yang dari tadi berlari merasakan haus, aku pun mendekati tetesan air itu dan menampungnya dalam tanganku untuk ku minum.
Glup glup glup
aaah
Akhirnya, aku pun memberanikan diriku untuk melangkahkan kakiku ke dalam lorong kecil itu, ruangan yang awalnya sangat gelap kini berubah menjadi terang karena warna merah darah yang mengeluarkan cahaya redup di dinding gua membuatku tidak kesulitan untuk menyusuri lorong kecil itu.
Beberapa kali aku merenyit kesakitan, beberapa kali pula aku memegang tangan kananku yang terkilir sehingga salah satu tanganku terlihat sangat lemas dan tidak bisa digerakan sama sekali.
Namun, aku tidak bisa begitu saja menunggu di tempat ini sendirian hingga suasana di dalam sini berubah kembali menjadi sedia kala.
Aku benar-benar harus keluar dari sini dan mencari tahu siapa orang-orang yang berada di lorong itu, dan apa yang mereka kerjakan disana.
Karena, mungkin saja itu ada hubungannya dengan hilangnya Bapak dan beberapa warga lain yang hingga hari ini belum ditemukan.
“Argh, ada apa dengan tempat ini sebenarnya?”
“Bukan ini yang aku mau, selepas aku dipenjara di tempat yang pengap selama tiga tahun,” kataku dengan nada yang kesal.
Aku berjalan melalui lorong ini dengan langkah yang cepat, detak jantungku yang awalnya berdetak dengan normal kini berdetak dengan cepat. Beberapa kali aku menoleh ke belakang karena aku takut ada sesuatu yang mengikutiku atau mengagetkanku secara tiba-tiba di tempat ini.
Lorong itu semakin lama semakin aneh, jalanan yang awalnya berupa tanah dan berpasir kini dipenuhi oleh papan-papan kayu yang menjadi alas untuk kakiku, sehingga suara langkah dari kakiku terdengar sangat jelas dan menggema di seluruh lorong.
Juga, dinding-dindingnya kini terlihat banyak sekali tiang-tiang penyangga yang terbuat dari besi dan kayu yang menutupi dinding agar tidak roboh dan menimpa orang-orang yang melewatinya.
Apalagi, di beberapa titik aku melihat sebuah asap putih yang muncul di sela-sela bebatuan di dalam lorong itu, asap putih yang berupa belerang yang bisa saja membuatku keracunan ketika aku menghirupnya lama-kelamaan.
“Sebenarnya tempat apa ini?”
“Seumur-umur aku hidup di desa ini, aku tidak pernah tahu ada tempat seperti ini,” kataku.
Jujur, aku yang seumur hidupku sering main dan menjelajahi tempat-tempat yang ada di sekitar desa ketika aku kecil tidak pernah sekalipun aku mendengar bahwa banyak sekali ruang bawah tanah yang ada di dalam Desa Cihalimun ini.
Apalagi lorong ini sepertinya memang sengaja dibuat oleh manusia, mungkin saja dibuat oleh para leluhur untuk mengambil air dan menambang sesuatu di bawah sini.
Namun, tetap saja. Tidak semua warga mengetahui tempat ini, dan mungkin saja ada sesuatu yang disembunyikan. Sesuatu yang tidak boleh diketahui oleh warga lain seperti obrolan dari orang-orang yang ada di belakang pintu besi yang aku datangi tadi.
Aku terus saja mempercepat langkahku, semakin lama aku berada di dalam lorong sempit ini entah mengapa aku sangat sulit sekali untuk bernafas, nafasku semakin lama semakin berat. Mungkin karena asap-asap belerang yang muncul di beberapa titik di dalam lorong ini sehingga aku merasakan paru-paruku memompa udara lebih berat dari sebelumnya.
Aku terus-menerus berjalan, bahkan berlari kecil agar aku bisa segera keluar dari tempat ini.
Meskipun,
Srttt
Aku tiba-tiba menghentikan langkahku, tepat ketika aku melihat banyak sekali mayat wanita yang berdiri tubuhnya terlihat sangat kaku dengan wajah-wajahnya yang terlihat hancur sehingga terlihat sangat menyeramkan.
Mayat-mayat itu terlihat seperti memakai kebaya yang sering dipakai pada zaman dulu, namun tubuh mereka pucat bahkan banyak dari mereka yang tubuhnya sudah dimakan oleh belatung yang ada di sekitar tubuh mereka.
Mereka hanya berdiri dan menatapku dengan tatapan yang kosong, mayat-mayat itu seperti menghalangiku agar aku tidak keluar dari tempat ini sekarang.
Aku yang kaget akan hal itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dengan rasa takut yang memenuhi tubuhku pada saat itu, aku benar-benar tidak mengerti atas apa yang terjadi di tempat ini.
Bahkan lagi-lagi aku mempertanyakan tentang desa yang tiba-tiba berubah yang menyeramkan seperti ini.
“Siapa mereka?”
“Kenapa mereka berdiri dan menghalangi jalanku untuk keluar dari tempat ini?” kataku dengan keringat dingin yang membanjiri tubuhku.
bebyzha dan 20 lainnya memberi reputasi
21
Kutip
Balas