- Beranda
- Stories from the Heart
Kehidupan Kami
...
TS
aranea
Kehidupan Kami

"Kalau ga ada dia, mungkin saja aku ga bisa melewati semuanya" Desember 2016
Setiap kita pasti pernah dihadapkan pada sebuah pengambilan keputusan yang sulit. Lantas bagaimana kita menyikapinya? Bahkan ketika kita sendiri tak tahu apakah keputusan kita adalah yang terbaik? Bagaimana jika tak sesuai harapan? "Ada hikmah dari setiap perjalanan hidup"
INDEX Cerita
1. Masa Kecil
2. Pertemuan Pertama
3. Sebuah Peristiwa
4. Air Mata
5. Rumah
6. Pesan
7. Mencari Jawaban
8. Bertemu
9. Keputusan
10. Lantunan Doa
11. Kabar
12. Memori - Bag 1
13. Memori - Bag 2
14. Pertemuan Kedua
15. Sahabat
16. Satu Jalan
17. Rahasia Kecil Syifa
18. Cincin
19. Melodi Pernikahan
20. Dua Insan
21. Abdi
22. LDM
22. LDM 2
23. Perubahan Hidup
24. Kesalahan
25. Kebersamaan
26. Kasih Sayang
27. Teman Baru
28. Syifa Bakery
29. Kebahagiaan Keluarga
30. Duka
31. Pancake Strawberry
32. Kembali ke Jakarta
33. Hari Syifa
34. Pulang ke Bandung
35. Keluarga Ceria
36. Sebuah Musibah
37. Kecemasan
38. Anugerah dari Teman
39. Suami takut Istri
40. Satu Berita
41. Kejutan Kecil untuk Jafar
42. Cindy
43. Flashback 1 - Si Pria Kalem
44. Flashback 2 - Hancur
45. Flashback 3 - Sang Pelindung
46. Flashback 4 - Chandra
47. Flashback 5 - Dendam
48. Pergi Berlibur
49. Que Sera, Sera
50. Kekuatan Cinta
51. D-Day
52. Gugur
53. Tahap Pemulihan
54. Sebuah Rasa
55. Melepas Rindu
56. Rindu tak Terbendung
57. Jalan Kehidupan
58. Kenyataan
59. Dua Pria
60. Bertemu Cindy lagi?
61. Aisyah Nur Aulia
62. Ungkapan Hati
63. Cahaya Memudar
64. Perjuangan
65. Puncak Kebahagiaan Syifa
66. Sebuah Masa
67. Kehidupan Kami (Ending)
68. Langit Biru di Balik Badai
Diubah oleh aranea 08-09-2023 19:36
percyjackson321 dan 15 lainnya memberi reputasi
16
9.4K
186
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
aranea
#91
Melepas Rindu

"Kak, makasih ya udah ajak aku buat liburan sama kalian" kata Amel
"Sama-sama. Jangan sungkan" kata Jafar
"Oh iya, kamu kesini cuma bawa ransel aja?" kata Syifa
"Iya, soalnya kan niatnya cuma mau ziarah sama mengunjungi orang tua Satrio aja" kata Amel
"Yasudah besok sebelum pulang kita pamit sama mereka. Saya besok pagi harus ke kafe dulu untuk mengurus beberapa hal, lalu kita akan kerumah orang tua Satrio. Setelah itu kita pulang" kata Jafar
Setibanya dirumah, Nilam dan Sarah langsung masuk kedalam membawa belanjaan semua orang. Sementara Amel terdiam diteras depan seperti nampak bingung
"Kenapa?" kata Jafar
"Gapapa kak" kata Amel
"Kamu nginep aja Mel disini" kata Syifa
"Emang gapapa? Aku gamau repotin" kata Amel
"Engga lah. Kasur saya besar kok" kata Jafar
"Heeeh . . . . kalau Amel di kamar, aa di sofa" kata Syifa sambil menjewer Jafar
"Iiy iya iya neng . . . sakit" kata Jafar
Amel hanya tertawa melihat keduanya saling bercanda. Dulu ia sempat mengharapkan memiliki hubungan seperti mereka berdua. Dalam artian hubungan yang selalu harmonis, meskipun hidup tidak selalu baik, dan ada saja masalah yang muncul, namun dimata Amel, Jafar dan Syifa selalu bisa melalui itu tanpa hambatan yang berarti
"Yuk, Mel. Nanti kamu tidur sama aku, biar aa di sofa" kata Syifa
"Jahatnya kamu neng . . . " canda Jafar
"Biarin, kalau engga nanti aa keenakan" kata Syifa
"Iya iya neng, paham kok" kata Jafar
"Hehe, pinter" kata Syifa
Jafar duduk sejenak diluar sekedar menghela nafas. Dirinya merasa bahagia dapat menghabiskan waktu bersama orang-orang yang ia sayangi. Jafarpun masuk kedalam sesaat setelah Syifa memanggilnya dan mempersiapkan kebutuhan untuk dirinya. Jafarpun membersihkan diri dan setelahnya ia kembali duduk di teras depan sambil meminta Syifa untuk dibuatkan teh. Beberapa saat kemudian,
"Ini tehnya"
"Terima kasih sa . . . " ucap Jafar terpotong saat menoleh ke sumber suara
"Astagfirullah . . . maaf, kirain Syifa" kata Jafar
"Gapapa kak hehe, Syifa mules katanya jadi minta maaf ga bisa antar langsung dan minta tolong aku" kata Amel
"MasyaAllah, hal kecilpun dia sampai minta maaf" kata Jafar pelan
"Wanita shalihah kak. Aku boleh ikut duduk?" kata Amel
"Boleh, duduk aja disana" kata Jafar menunjuk kursi yang berada di sisi lainnya.
Suasanapun menjadi canggung. Jafar yang sedari tadi memainkan handphonepun tak banyak bicara, begitupun dengan Amel yang nampaknya terlihat gugup, namun ia mencoba mengalihkannya dengan memandangi halaman depan rumah.
"Jadi mau bicara atau hanya diam saja?" ucap Jafar tiba-tiba sambil meletakkan handphonenya
"Eh kak hehe . . . " ucap Amel semakin gugup
"Tanpa mengurangi rasa hormat, saya tau kamu perempuan baik, ga mungkin akan disini sama saya tanpa alasan, jika tidak mungkin akan menimbulkan fitnah" kata Jafar
"Iya kak. aku cuma mau tanya aja kak, soal kerjaan yang kakak tawarkan" kata Amel
"Aku benar-benar menghargai tawaran kakak, Jafar. Aku tahu kamu dan Syifa memiliki usaha yang luar biasa, dan mungkin suatu hari aku bisa melihatnya sebagai kesempatan yang tepat" kata Amel
"Tentu, Amel. Apapun keputusanmu, kami tetap akan menjadi teman dan mendukungmu" kata Jafar
"Setelah mempertimbangkan, aku memutuskan menerima tawaran kakak" kata Amel
"Sungguh? Saya senang mendengarnya" kata Jafar
"Aku ingin mengatasi rasa takutku, dan aku tahu ini adalah langkah yang baik untuk melakukannya. Aku merasa bahwa bekerja di bakery ini juga bisa membantuku mengembalikan kepercayaan diriku" kata Amel
"Itu baru semangat. Tenang, kamu ga sendirian, nanti kita akan kenalkan sama yang lain. InsyaAllah baik kok" kata JAfar
"Terima kasih atas kesempatannya, kak. Aku akan berusaha keras dan memberikan yang terbaik" kata Amel
Tak lama kemudian Syifa datang
"Hayooo ih berduaan, ngobrolin apa hayo" kata Syifa
"Engga kok neng, cuma ngomongin soal . . . " ucapan Jafar dipotong
"Poligami" potong Amel
"Haah? Aa ih ga nyangka neng mah" kata Syifa
"Mel, apaan sih, engga gitu neng. Cuma ngobrol soal . . . " ucapan Jafar dipotong lagi oleh Amel
"Istri muda, katanya boleh ga, hahaha" canda Amel
"Iih, aa, neng ga nyangka. Tau ah, neng bete" kata Syifa sambil masuk kedalam
"Mel apaan sih ah, ga lucu" kata Jafar
"Hehe, selamat merayu kak. Awas kalau kakak gagal membujuk Syifa" kata Amel
"Lah, ini kan gara-gara kamu" kata Jafar
"Aku masuk ya kak hehe" kata Amel
Jafar tidak mengikuti Amel ataupun Syifa. Ia tetap duduk diteras sambil berfikir apa yang harus ia lakukan. Entah candaan atau bukan hal itu membuat dirinya menjadi overthinking. Jafar mengambil gelasnya dan memutuskan untuk masuk. Terlihat kamarnya sudah dalam keadaan tertutup, menyisakan Nilam dan Sarah yang masih nonton TV diruang tamu. Saat melihat ke arah sofa, tidak ada bantal ataupun selimut yang dipersiapkan untuk Jafar. Membuat Jafar berfikir
"Marah bener ini" ucapnya dalam hati
Jafar duduk disamping Nilam dan Sarah.
"Udah pada tidur?" kata Jafar
"Udah mungkin a" kata Nilam
"Aa ga tidur di kamar ayah sama ibu aja?" kata Sarah
"Engga, hal itu cuma bikin aa jadi kepikiran mereka dan cuma bikin aa sedih aja" kata Jafar
"Iya a, tapi jangan lupain mereka" kata Nilam
"Engga lah, aa cuma gamau lagi-lagi berlarut dalam kesedihan" kata Jafar
Tentunya Jafar mengingat kalau ternyata ayahnya Chandra lah yang telah membuat mereka tiada. Masih ada rasa marah dan benci pada Chandra karena dirinya yang benar-benar tidak tahu apa-apa tapi sampai kedua orang tuanya yang menjadi korban
"Kalian sendiri ga tidur?" kata Jafar
"Bentar lagi a. Mau aku bawain bantal dari kamar ayah?" kata Nilam
"Ga usah, pake bantal sofa aja" kata Jafar
"Emang teh Syifa ga ngasih gitu a?" tanya Sarah
"Kan dipake buat Amel, sayang. Selama aa ga ada disini, kalian baik-baik kan?" tanya Jafar
"Baik aa, kan ada mang Hilman sama bibi Rina. Mereka baik kok sama kita" kata Sarah
"Inget, belajar yang rajin, ibadahnya jangan ditinggal" kata Jafar
"Iya aa" jawab mereka berdua
"Aku ngantuk, tidur duluan gapapa a?" kata Sarah
"Gapapa, kalian istirahat aja" kata Jafar
"Aa juga tidur" kata Nilam
"Iya, ini mau kok." jawab Jafar
Kedua adiknya mencium pipi Jafar secara bersamaan kemudian kembali ke kamarnya meninggalkan Jafar seorang diri. Jafar mematikan lampu sehingga ruangan menjadi remang-remang. Tak butuh waktu lama iapun tertidur. Beberapa jam kemudian ia terbangun karena ia merasa mendengar suara obrolan di sekitarnya. Jafar merasa hatinya berdebar kencang. Dia melihat orang tuanya duduk di sana, tersenyum padanya dengan penuh cinta.
"Ayah, Ibu... Apa... apa ini nyata?" kata Jafar
"Kami di sini hanya untuk sejenak" kata ibunya Jafar
"Kami ingin memberikan pesan kepadamu, Jafar." ucap sang ayah
"Jafar merindukan kalian, Ayah, Ibu.
"Kami juga merindukanmu. Tetapi kami ingin kamu tahu bahwa kami selalu ada dalam hatimu" ucap sang ibu
Dalam percakapan diruang tengah itu, Jafar merasa begitu dekat dengan orang tuanya, seolah-olah jarak dan waktu tidak lagi ada. Mereka berbicara tentang kenangan indah yang mereka bagikan, tentang cinta dan dukungan yang mereka berikan padanya.
"Jafar, kami ingin kamu tahu bahwa meskipun kami tidak lagi di sini, kami bangga denganmu" ucap ibu sambil mengusap kepalanya
"Kamu adalah seseorang yang luar biasa, Jafar. Kami selalu bersamamu dalam setiap langkah hidupmu." kata sang ayah
Jafar terpejam dalam pelukan mereka, membuat airmata yang hanya mentes kecil kini mengalir penuh di pipinya. Rasa rindu yang selama ini ia pendam terbayar sudah. Saat ia tersadar, ia tengah dalam posisi duduk di sofa. Ia menyadari kalau pertemuan itu hanyalah sebuah mimpi. Dengan mengucap istigfar, Jafar menatap sekitar dan membayangkan kehangatan keluarga yang pernah ada disana. Ia bangkit menuju kamar mandi, mengambil wudhu dan memutuskan untuk melaksanakan shalat tahajud. Selesai melaksanakan shalat, iapun mengaji. Suaranya yang begitu sendu ditambah teringat mimpinya beberapa saat lalu membuatnya kembali menitikkan air mata. Ia begitu menghayati ayat demi ayat, dan itu adalah perasaan ternikmat yang pernah ia rasakan sebelumnya. Tak lupa ia juga mendoakan kedua orang tuanya disana.
Jafarpun memutuskan untuk terus mengaji sampai waktu adzan subuh tiba. Suasana rumah masih sangat sepi. Ia memutuskan untuk pergi ke masjid dan bersiap untuk shalat subuh disana. Saat ia hendak pergi, ia melihat selimut di sofa tempat ia tidur. Secara diam-diam, semalam Syifa memberikan Jafar selimut dan menyampaikan ucapan maaf padanya. Tentunya Syifa tidak ingin menjadi istri durhaka pada suaminya. Sekembalinya dari masjid, ia melihat Syifa sedang duduk didepan teras depan seorang diri sambil membaca Al-Qur'an kecil di tangannya
"Assalamualaikum" ucap Jafar
"Waalaikumussalam, aa" jawab Syifa sambil mencium tangan Jafar
Tapi tanpa berkata apa-apa lagi, Jafar masuk kedalam dan berdiri sejenak memperhatikan ruang tengah. Hal itu tentunya membuat Syifa menjadi berfikir kalau Jafar marah dengan dirinya karena hal semalam.
"Aa" panggil Syifa sambil mendekati Jafar
Tanpa menjawab dan menghiraukan Syifa, Jafar berjalan menuju kamar orangtuanya. Ia membuka kunci kamar tersebut hingga akhirnya terbukalah kamar itu. Ia kemudian menutup pintu kamar tersebut dan menguncinya dari dalam
"Aa, kenapa a, aa marah sama neng? Aa maafin neng" kata Syifa sambil mengetuk pintu
"Aa . . buka dong aa. Maafin neng" kata Syifa
Dari balik pintu, Jafar duduk bersandar di pintu sambil memegangi rambutnya layaknya seperti orang yang sedang depresi. Airmata lagi-lagi mengalir di pipinya, terbayang mimpi semalam. Meskipun itu hanya mimpi, tetapi ia merasa seolah-olah orang tuanya telah mengunjungi hatinya untuk memberikan pesan cinta dan dorongan. Ia tahu bahwa orang tuanya selalu ada di sana untuknya, meskipun dalam bentuk kenangan dan pesan-pesan yang memberikan inspirasi dalam setiap langkah perjalanan hidupnya.
bachtiar.78 memberi reputasi
1