- Beranda
- Stories from the Heart
RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)
...
TS
jurigciwidey
RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)
Quote:
Good news for me gan, kemaren ane dah ketemu dengan pihak PH, dan sepakat mereka mengangkat ide cerita tentang kolong mayit sebagai film yang akan mereka buat...
Mereka akan membuat cerita baru dengan desa kolong mayit sebagai latarnya, sehingga akan sedikit berbeda dengan cerita rarasukma yang ane buat
terlepas dari hal itu, ane hanya meminta doanya kepada agan-agan dan sista semua, semoga semuanya di lancarkan ketika prosesnya berjalan dan ide cerita yang akan di jadikan film bisa diterima oleh masyarakat luas
Mereka akan membuat cerita baru dengan desa kolong mayit sebagai latarnya, sehingga akan sedikit berbeda dengan cerita rarasukma yang ane buat
terlepas dari hal itu, ane hanya meminta doanya kepada agan-agan dan sista semua, semoga semuanya di lancarkan ketika prosesnya berjalan dan ide cerita yang akan di jadikan film bisa diterima oleh masyarakat luas
SAMPURASUN
Setelah beberapa tahun menghilang, karena cerita-cerita sebelumnya di tarik oleh salah satu platform, akhirnya kini ane kembali lagi gan. seperti pulang ke kampung halaman setelah merantau selama dua tahun lamanya
Di thread ini ane kembali bercerita, sebuah kisah yang mungkin bisa di nikmati oleh para agan dan sista yang mampir ke thread ane ini.
namun, sebelum baca mohon untuk tidak mengcopy, mengedit, bahkan menyebarkan ke platform atau media lain tanpa seizin dari saya ya.
maka dari itu, mari kita mulai ceritanya.
![RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)](https://s.kaskus.id/images/2023/05/30/1454678_20230530104622.png)
Di thread ini ane kembali bercerita, sebuah kisah yang mungkin bisa di nikmati oleh para agan dan sista yang mampir ke thread ane ini.
namun, sebelum baca mohon untuk tidak mengcopy, mengedit, bahkan menyebarkan ke platform atau media lain tanpa seizin dari saya ya.
maka dari itu, mari kita mulai ceritanya.
![RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)](https://s.kaskus.id/images/2023/05/30/1454678_20230530104622.png)
Quote:
Rara, begitulah namanya.
Seseorang yang awalnya adalah gadis biasa, hingga dimana dirinya mendapatkan sesuatu tragedi yang membuat dirinya harus berurusan dengan hal gaib di dalam hidupnya. dan ini adalah awal yang merubah kehidupannya.
Dimana tubuhnya dipaksa untuk bisa menerima semua kejadian yang diluar nalar beserta semua tragedi yang ada di dalamnya.
Seseorang yang awalnya adalah gadis biasa, hingga dimana dirinya mendapatkan sesuatu tragedi yang membuat dirinya harus berurusan dengan hal gaib di dalam hidupnya. dan ini adalah awal yang merubah kehidupannya.
Dimana tubuhnya dipaksa untuk bisa menerima semua kejadian yang diluar nalar beserta semua tragedi yang ada di dalamnya.
ARC 1 : AWAL MULA RARA
BAB 1 (DIBAWAH)
BAB 2 (HILANG)
BAB 3 (RAMAI)
BAB 4 (RUANGAN)
BAB 5 (PULANG)
BAB 6 (SUASANA)
BAB 7 (MELARIKAN DIRI)
BAB 8 TERSADARKAN
ARC 2 : EXPEDISI
BAB 9 SATU BULAN KEMUDIAN
BAB 10 PERTEMUAN
BAB 11
MBAH WALANG
BAB 12 KEBERANGKATAN
BAB 13 BERKUMPUL
BAB 14 MALAM PERTAMA
BAB 15 KELUAR
BAB 16 DARAH
BAB 17 MEMULAI PERJALANAN
BAB 18 LEUWEUNG KUNTI
BAB 19 PERDEBATAN
BAB 20 MEREKA
BAB 21 DILUAR RENCANA
BAB 22 KEPANIKAN
BAB 23 MENGIKUTI
BAB 24 BERPENCAR
BAB 25 MIMPI
BAB 26 KETAKUTAN
BAB 27 SAMPAI
BAB 28 DESA
BAB 29 DIMALAM PERTAMA
BAB 30 KERAMAT
BAB 31 TERSENYUM
BAB 32 TIDAK TERDUGA
BAB 33 KEPANIKAN
BAB 34 MENGUNGSI
BAB 35 KETIDAKTAHUAN
BAB 36 KENYATAAN
BAB 37 TERROR
BAB 38 KETAKUTAN
BAB 39 MELARIKAN DIRI
BAB 40 DIA
BAB 41 DIBALIK ITU SEMUA
BAB 42 PENYESALAN
BAB 43 BANTUAN
BAB 44 MENGHILANG KEMBALI
BAB 45 TERNYATA DIA
BAB 46 KEMBALI
BAB 47 DATANG
BAB 48 BEBERAPA WAKTU YANG LALU (TAMAT)
Quote:
“Bener kita harus lakuin ini Wi?”
Tubuh Rara tiba-tiba bergetar hebat, ketika dia berdiri di salah satu sudut ruangan tua yang sudah dipenuhi oleh tumbuhan-tumbuhan liar yang merambat melalui dinding-dinding yang lembab dan penuh lumut pada malam itu.
“Lu gak perlu takut, semua ini demi konten yang kita bangun. lu tau sendiri kan bagaimana naiknya kalau kita bikin konten tentang horror.”
“Ardi, Dimas, Danang semuanya setuju atas apa yang akan kita lakukan kali ini.”
Tampak seseorang dengan penuh percaya diri memberikan semangat kepada Rara, seseorang yang membuat ide untuk melakukan konten seperti ini di dalam sebuah bangunan yang sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya karena ada kejadian bunuh diri yang mengakibatkan hampir seluruh keluarga yang tinggal disana meninggal dunia dengan cara digantung di dalam ruangan yang sedang mereka berdua masuki pada saat ini.
Dewi yang kini menemani Rara tampak tersenyum pelan, sebagai seorang leader yang meyakinkan Rara bahwa konten yang akan mereka buat sekarang akan trending. Maka sudah sepantasnya dirinya meyakinkan Rara yang kini tampak ketakutan untuk bisa bertahan di sana sampai akhir.
Sedangkan Rara yang merupakan orang yang harus berada di depan kamera setiap waktu, mau tidak mau harus mengkutinya, karena dia adalah bintang utama dari konten ini.
Parasnya yang cantik dan followers instagramnya yang sudah puluhan ribu, membuat dirinya menjadi ujung tombak dari tim yang Dewi bentuk untuk konten tersebut.
“Lu di depan kamera akan dibuat seolah-olah sendirian, membuat vlog untuk menelusuri tempat ini dari ujung ke ujung dan menceritakan tentang terbunuhnya lima anggota keluarga dengan cara gantung diri di rumah ini.”
“Anggap diri lu menjadi seorang indigo, agar bisa menarik banyak penonton, semakin lu heboh maka akan semakin baik.”
Dewi yang mencoba menyemangati Rara yang tampaknya masih ketakutan kini memegang pundak dirinya dengan senyuman kecil pada malam itu.
“Gue tau lu takut karena baru kali ini lu lakuin hal yang seperti ini.”
“Tapi tenang, sebenarnya lu gak akan sendiri, ada kita yang mantau lu di mobil dengan kamera yang sudah kita simpan di setiap sudut.”
“Sehingga ketika lu merasa ketakutan dan merasa ada yang aneh, kita berempat akan langsung ke tempat lu.”
“Kita sudah janji, semua pendapatan dari konten ini, lu akan dapat porsi yang lebih banyak.”
“Jadi, siap-siaplah untuk tenar, siapa tau lu jadi the next Jurnal Rosi atau Sasra Wijayanta nantinya.”
Rara yang mempunyai hutang budi terhadap Dewi yang menaikan pamornya hingga hari ini mau tidak mau harus menuruti apa yang Dewi katakan apapun kontennya.
Karena selama ini, konten-konten yang dia buat bersama dengan tim nya kini menjadi pendapatan utama dirinya di sela-sela kuliah yang sedang dia jalani selama tiga tahun ini.
Meskipun Rara masih ragu atas apa yang akan dia lakukan, namun dia mengangguk sebagai tanda persetujuan. Dia juga kini terlihat menggerakan wajahnya yang kaku, agar terlihat bagus di depan kamera yang dia bawa.
Sebagai seseorang yang terbiasa tampil di depan kamera, Dia harus siap untuk berakting seolah-olah menjadi seorang indigo yang menceritakan tentang tempat-tempat seram dengan segala makhluk yang tinggal disana.
Tentu saja, itu semua hasil dari briefing dan riset yang telah Dewi lakukan dengan tiga anggota lainnya. Sehingga semuanya bisa tampak seperti asli di depan kamera.
“Ya sudah, kalau memang sudah siap gue akan meninggalkan lu disini ya Ra, lu tinggal jalan aja ke tempat-tempat yang sudah kita briefing dan menceritakan semuanya disana.”
“Apa yang lu rasain, apa yang lu lihat nanti ceritakan di depan kamera yang lu bawa ya. Karena lu adalah ujung tombak dari channel yang kita buat.”
Dewi yang senang karena Rara sudah siap atas apa dia kerjakan akhirnya menepuk pundak Rara beberapa kali.
Tak lama, dia pun akhirnya berbalik dan meninggalkan dirinya sendirian dengan senter dan kamera yang dia bawa.
Sambil tersenyum dia mengangkat tangan ke salah satu kamera yang berada di sudut ruangan tersebut, dan memberi isyarat bahwa semuanya sudah siap untuk memulai penelusuran di tempat yang menyeramkan ini.
***
Sebuah mobil tampak terparkir halaman rumah yang terbengkalai itu. Sebuah rumah yang sangat besar, dengan model seperti rumah-rumah mewah yang ada di sinetron masa kini dengan cat putihnya yang sudah memudar dan tampak lapuk di makan usia.
Rumah itu tampaknya sudah lama ditinggalkan bahkan kini rumah tersebut nampak sudah di ambil alih oleh alam dengan tumbuhan merambat yang terlihat seperti menggerogoti isi dari rumah besar tersebut setelah ditinggalkan selama beberapa tahun lamanya.
Sebuah kejadian naas yang mengakibatkan beberapa orang terbunuh karena gantung diri di dalam sana membuat rumah itu terbengkalai.
Entah bagaimana ceritanya kelima orang itu bisa tergantung dengan selendang yang menggantung di langit-langit dan leher mereka yang terikat mereka semua dalam keadaan yang mengenaskan.
Seorang ibu, seorang ayah, dan tiga anak laki-laki yang ditemukan tidak bernyawa oleh anak bungsunya yang pulang ketika libur kuliah.
Semua berspekulasi bahwa itu adalah pembunuhan, namun hingga hari ini bukti-bukti itu tidak bisa ditemukan. Bahkan sang anak bungsu pun mendadak gila karena dia merasa di hantui oleh keluarganya sehingga harus dibawa di Rumah Sakit Jiwa.
Meskipun, beberapa tahun ke belakang sang anak bungsu tiba-tiba menghilang begitu saja disana, dia menghilang tanpa jejak dan hingga hari ini belum ditemukan.
Dewi merasa yakin bahwa konten yang dia buat kali ini akan membuat semua orang menonton kontennya.
Karena, hingga hari ini tidak ada satu pun konten kreator yang membahas rumah ini beserta kasus yang menimpanya.
“Guys, gimana sudah mulai live di semua platform kan?”
Dewi yang tampak semangat kini mendekati Ardi, Dimas yang standby di depan mobil dengan semua peralatan yang mereka bawa untuk konten yang dia bawakan.
Semua platform mereka nyalakan, mereka mengatur pergerakan dari Rara yang ditinggalkan di dalam sana. Mereka semua tampak serius seperti layaknya para pegawai televisi yang sedang sibuk memindahkan kamera-kamera yang terpasang disana agar dia bisa mengikuti kemana Rara melangkah di dalam sana.
Ardi hanya mengangkat tangannya ketika Rara datang menghampirinya. Matanya fokus menatap layar-layar kecil di atas laptopnya dan mengatur nya agar bisa dilihat oleh para penonton yang ada disana.
Sedangkan Dimas terlihat fokus dengan headset yang menempel di kepalanya, juga sebuah soundcard yang dia pakai untuk mengatur suara dari Dewi agar terdengar jelas.
Sedangkan Danang, tampak hanya tertidur pulas di kursi supir. Dia tampaknya terlihat sangat kecapean karena medan yang harus mereka tempuh untuk sampai di tempat ini sangatlah berat.
Dewi yang berada di sana terlihat mendekati Ardi yang fokus dengan laptop dan beberapa HP yang menyala di dekatnya, sesekali dia membaca komentar dari para penonton yang melihat Dewi yang berada disana sendirian.
Benar saja, penonton yang awalnya hanya ratusan kini menjadi ribuan dalam sekejap. Tak terhitung banyak sekali gift-gift dari para penonton yang sedang menyaksikan apa yang Rara lakukan, banyak yang berkomentar bahwa apa yang Rara ceritakan tentang rumah itu terlihat sangat menyeramkan.
Bahkan ada beberapa yang mengatakan bahwa baru kali ini mereka melihat live yang seperti ini di dalam platform yang mereka tonton.
Dewi merasa senang, banyak feedback yang positif dari para penonton setianya. Bahkan melebihi dari konten-konten lain yang sudah dia lakukan dengan timnya.
Dia merasa, bahkan konten horor yang dia lakukan harus tetap berjalan, bahkan mungkin akan menjadi acara reguler agar mereka semakin terkenal.
Dewi terus memperhatikan komentar-komentar tersebut dengan gift yang tak henti-hentinya mengalir pada malam itu.
Namun, tiba-tiba Ardi menunjuk suatu komentar yang agak sedikit aneh. Komentar yang memakai huruf-huruf besar agar mereka bisa melihat tulisan itu dengan seksama.
Sebuah tulisan yang membuat Dewi tiba-tiba bergidik, karena sesaat setelah tulisan itu muncul.
Tiba-tiba…
Pssstttt
Genset yang menyalakan seluruh peralatan disana tiba-tiba mati, bersamaan dengan laptop dan HP yang mereka pakai untuk live di konten tersebut.
Ardi sedikit panik atas apa yang terjadi, perlu beberapa menit hingga akhirnya genset menyala kembali.
Namun, ketika semuanya menyala dan live itu kembali berlangsung. Tiba-tiba sosok Rara yang seharusnya tampak di dalam kamera tiba-tiba menghilang, dia seperti lenyap ditelan bumi di dalam rumah tersebut pada malam itu.
Tubuh Rara tiba-tiba bergetar hebat, ketika dia berdiri di salah satu sudut ruangan tua yang sudah dipenuhi oleh tumbuhan-tumbuhan liar yang merambat melalui dinding-dinding yang lembab dan penuh lumut pada malam itu.
“Lu gak perlu takut, semua ini demi konten yang kita bangun. lu tau sendiri kan bagaimana naiknya kalau kita bikin konten tentang horror.”
“Ardi, Dimas, Danang semuanya setuju atas apa yang akan kita lakukan kali ini.”
Tampak seseorang dengan penuh percaya diri memberikan semangat kepada Rara, seseorang yang membuat ide untuk melakukan konten seperti ini di dalam sebuah bangunan yang sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya karena ada kejadian bunuh diri yang mengakibatkan hampir seluruh keluarga yang tinggal disana meninggal dunia dengan cara digantung di dalam ruangan yang sedang mereka berdua masuki pada saat ini.
Dewi yang kini menemani Rara tampak tersenyum pelan, sebagai seorang leader yang meyakinkan Rara bahwa konten yang akan mereka buat sekarang akan trending. Maka sudah sepantasnya dirinya meyakinkan Rara yang kini tampak ketakutan untuk bisa bertahan di sana sampai akhir.
Sedangkan Rara yang merupakan orang yang harus berada di depan kamera setiap waktu, mau tidak mau harus mengkutinya, karena dia adalah bintang utama dari konten ini.
Parasnya yang cantik dan followers instagramnya yang sudah puluhan ribu, membuat dirinya menjadi ujung tombak dari tim yang Dewi bentuk untuk konten tersebut.
“Lu di depan kamera akan dibuat seolah-olah sendirian, membuat vlog untuk menelusuri tempat ini dari ujung ke ujung dan menceritakan tentang terbunuhnya lima anggota keluarga dengan cara gantung diri di rumah ini.”
“Anggap diri lu menjadi seorang indigo, agar bisa menarik banyak penonton, semakin lu heboh maka akan semakin baik.”
Dewi yang mencoba menyemangati Rara yang tampaknya masih ketakutan kini memegang pundak dirinya dengan senyuman kecil pada malam itu.
“Gue tau lu takut karena baru kali ini lu lakuin hal yang seperti ini.”
“Tapi tenang, sebenarnya lu gak akan sendiri, ada kita yang mantau lu di mobil dengan kamera yang sudah kita simpan di setiap sudut.”
“Sehingga ketika lu merasa ketakutan dan merasa ada yang aneh, kita berempat akan langsung ke tempat lu.”
“Kita sudah janji, semua pendapatan dari konten ini, lu akan dapat porsi yang lebih banyak.”
“Jadi, siap-siaplah untuk tenar, siapa tau lu jadi the next Jurnal Rosi atau Sasra Wijayanta nantinya.”
Rara yang mempunyai hutang budi terhadap Dewi yang menaikan pamornya hingga hari ini mau tidak mau harus menuruti apa yang Dewi katakan apapun kontennya.
Karena selama ini, konten-konten yang dia buat bersama dengan tim nya kini menjadi pendapatan utama dirinya di sela-sela kuliah yang sedang dia jalani selama tiga tahun ini.
Meskipun Rara masih ragu atas apa yang akan dia lakukan, namun dia mengangguk sebagai tanda persetujuan. Dia juga kini terlihat menggerakan wajahnya yang kaku, agar terlihat bagus di depan kamera yang dia bawa.
Sebagai seseorang yang terbiasa tampil di depan kamera, Dia harus siap untuk berakting seolah-olah menjadi seorang indigo yang menceritakan tentang tempat-tempat seram dengan segala makhluk yang tinggal disana.
Tentu saja, itu semua hasil dari briefing dan riset yang telah Dewi lakukan dengan tiga anggota lainnya. Sehingga semuanya bisa tampak seperti asli di depan kamera.
“Ya sudah, kalau memang sudah siap gue akan meninggalkan lu disini ya Ra, lu tinggal jalan aja ke tempat-tempat yang sudah kita briefing dan menceritakan semuanya disana.”
“Apa yang lu rasain, apa yang lu lihat nanti ceritakan di depan kamera yang lu bawa ya. Karena lu adalah ujung tombak dari channel yang kita buat.”
Dewi yang senang karena Rara sudah siap atas apa dia kerjakan akhirnya menepuk pundak Rara beberapa kali.
Tak lama, dia pun akhirnya berbalik dan meninggalkan dirinya sendirian dengan senter dan kamera yang dia bawa.
Sambil tersenyum dia mengangkat tangan ke salah satu kamera yang berada di sudut ruangan tersebut, dan memberi isyarat bahwa semuanya sudah siap untuk memulai penelusuran di tempat yang menyeramkan ini.
***
Sebuah mobil tampak terparkir halaman rumah yang terbengkalai itu. Sebuah rumah yang sangat besar, dengan model seperti rumah-rumah mewah yang ada di sinetron masa kini dengan cat putihnya yang sudah memudar dan tampak lapuk di makan usia.
Rumah itu tampaknya sudah lama ditinggalkan bahkan kini rumah tersebut nampak sudah di ambil alih oleh alam dengan tumbuhan merambat yang terlihat seperti menggerogoti isi dari rumah besar tersebut setelah ditinggalkan selama beberapa tahun lamanya.
Sebuah kejadian naas yang mengakibatkan beberapa orang terbunuh karena gantung diri di dalam sana membuat rumah itu terbengkalai.
Entah bagaimana ceritanya kelima orang itu bisa tergantung dengan selendang yang menggantung di langit-langit dan leher mereka yang terikat mereka semua dalam keadaan yang mengenaskan.
Seorang ibu, seorang ayah, dan tiga anak laki-laki yang ditemukan tidak bernyawa oleh anak bungsunya yang pulang ketika libur kuliah.
Semua berspekulasi bahwa itu adalah pembunuhan, namun hingga hari ini bukti-bukti itu tidak bisa ditemukan. Bahkan sang anak bungsu pun mendadak gila karena dia merasa di hantui oleh keluarganya sehingga harus dibawa di Rumah Sakit Jiwa.
Meskipun, beberapa tahun ke belakang sang anak bungsu tiba-tiba menghilang begitu saja disana, dia menghilang tanpa jejak dan hingga hari ini belum ditemukan.
Dewi merasa yakin bahwa konten yang dia buat kali ini akan membuat semua orang menonton kontennya.
Karena, hingga hari ini tidak ada satu pun konten kreator yang membahas rumah ini beserta kasus yang menimpanya.
“Guys, gimana sudah mulai live di semua platform kan?”
Dewi yang tampak semangat kini mendekati Ardi, Dimas yang standby di depan mobil dengan semua peralatan yang mereka bawa untuk konten yang dia bawakan.
Semua platform mereka nyalakan, mereka mengatur pergerakan dari Rara yang ditinggalkan di dalam sana. Mereka semua tampak serius seperti layaknya para pegawai televisi yang sedang sibuk memindahkan kamera-kamera yang terpasang disana agar dia bisa mengikuti kemana Rara melangkah di dalam sana.
Ardi hanya mengangkat tangannya ketika Rara datang menghampirinya. Matanya fokus menatap layar-layar kecil di atas laptopnya dan mengatur nya agar bisa dilihat oleh para penonton yang ada disana.
Sedangkan Dimas terlihat fokus dengan headset yang menempel di kepalanya, juga sebuah soundcard yang dia pakai untuk mengatur suara dari Dewi agar terdengar jelas.
Sedangkan Danang, tampak hanya tertidur pulas di kursi supir. Dia tampaknya terlihat sangat kecapean karena medan yang harus mereka tempuh untuk sampai di tempat ini sangatlah berat.
Dewi yang berada di sana terlihat mendekati Ardi yang fokus dengan laptop dan beberapa HP yang menyala di dekatnya, sesekali dia membaca komentar dari para penonton yang melihat Dewi yang berada disana sendirian.
Benar saja, penonton yang awalnya hanya ratusan kini menjadi ribuan dalam sekejap. Tak terhitung banyak sekali gift-gift dari para penonton yang sedang menyaksikan apa yang Rara lakukan, banyak yang berkomentar bahwa apa yang Rara ceritakan tentang rumah itu terlihat sangat menyeramkan.
Bahkan ada beberapa yang mengatakan bahwa baru kali ini mereka melihat live yang seperti ini di dalam platform yang mereka tonton.
Dewi merasa senang, banyak feedback yang positif dari para penonton setianya. Bahkan melebihi dari konten-konten lain yang sudah dia lakukan dengan timnya.
Dia merasa, bahkan konten horor yang dia lakukan harus tetap berjalan, bahkan mungkin akan menjadi acara reguler agar mereka semakin terkenal.
Dewi terus memperhatikan komentar-komentar tersebut dengan gift yang tak henti-hentinya mengalir pada malam itu.
Namun, tiba-tiba Ardi menunjuk suatu komentar yang agak sedikit aneh. Komentar yang memakai huruf-huruf besar agar mereka bisa melihat tulisan itu dengan seksama.
Sebuah tulisan yang membuat Dewi tiba-tiba bergidik, karena sesaat setelah tulisan itu muncul.
Tiba-tiba…
Pssstttt
Genset yang menyalakan seluruh peralatan disana tiba-tiba mati, bersamaan dengan laptop dan HP yang mereka pakai untuk live di konten tersebut.
Ardi sedikit panik atas apa yang terjadi, perlu beberapa menit hingga akhirnya genset menyala kembali.
Namun, ketika semuanya menyala dan live itu kembali berlangsung. Tiba-tiba sosok Rara yang seharusnya tampak di dalam kamera tiba-tiba menghilang, dia seperti lenyap ditelan bumi di dalam rumah tersebut pada malam itu.
Diubah oleh jurigciwidey 25-08-2023 14:07
iwakcetol dan 49 lainnya memberi reputasi
48
35.6K
Kutip
433
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
jurigciwidey
#142
BAB 42 - PENYESALAN
Quote:
“Adang, lainna maneh tadi jeung si entis terus jeung para warga (bukannya kamu tadi dengan si entis dan para warga.”
Nampak seseorang berjalan melewati hutan, dia berjalan bersamaan dengan para warga yang terakhir meninggalkan desa.
Terlihat, Adang sedang duduk di jalanan yang gelap bersamaan dengan senter kecil yang selalu dia bawa untuk penerangan, dan ketika mendengar asal suara tersebut, dia langsung menyorot senternya dan berdiri menghampiri orang itu.
“Pak Cece, ari sadayana atos kaluar desa? (apakah semuanya sudah keluar desa?)”
Adang balik bertanya, dan Pak Cece hanya menjawab bahwa semua warga yang tersisa sudah ikut bersama mereka semua. Di jalan pun mereka tidak menemukan kesulitan, karena tampaknya para mayat-mayat itu hanya berkeliling di sekitar desa dan tidak mengejar sampai ke hutan.
Namun.
“Semuanya sudah ikut untuk keluar, hanya Ma Uneh saja yang memutuskan untuk tinggal di desa.”
“Katanya, dia tidak ingin meninggalkan keluarganya di sana, sehingga apapun yang terjadi dia akan tinggal di desa.”
Adang hanya mengangguk mendengar jawaban itu, tidak ada yang bisa dia lakukan lagi terhadap Ma Uneh karena itu adalah keputusannya.
“Eh, gimana yang lain, apakah sudah berada di tempat yang aman.”
Adang mengangguk, semua warga termasuk entis kini berada di tempat yang aman. mereka semua seperti sudah terbiasa dengan hal ini, sehingga mereka tidak terlalu takut atas apa yang terjadi di desa.
Karena, setiap tahun mereka melakukan hal tersebut, membiarkan desa itu kosong ketika mayat-mayat itu terbangun. dan orang-orang seperti Pak Brata biasanya akan muncul untuk memanfaatkan itu.
Pak Cece akhirnya menyuruh warga yang tersisa untuk kembali kepada keluarganya yang ada tak jauh dari sana.
Sedangkan dirinya kini kembali duduk bersama Adang yang tampaknya sedikit khawatir atas apa yang terjadi di desa.
“Malam ayeuna kacau nya pak.” Kata Adang sambil menyorot jalanan setapak ke arah desa yang nampak kosong.
“Hu’uh, nafsu jelema mah saha nu apal, gara-gara nafsu jelema urang-urang jadi beunang imbas. (nafsu manusia tidak ada yang tau, gara-gara nafsu manusia kita-kita jadi kena imbas.)” Jawab Pak Cece
“Kuduna peuting isuk maranehna nyieun ritual jeung si aki teh, tapi malah di gancangkeun jadi peuting ayeuna. (seharusnya malam besok mereka membuat ritual dengan si aki, tapi malah dipercepat jadi malam sekarang.)”
“Adang, edek rokok? (Mau rokok?)” Katanya sambil menyodorkan satu batang rokok kepadanya.
Adang mengambil satu batang rokok itu dan menghisapnya agar tubuhnya bisa semakin tenang atas apa yang terjadi pada malam itu.
Terlihat, asap-asap putih mengepul di atas kepala mereka, lalu asap-asap itu hilang ditelan malam yang gelap yang ada di sekitar mereka.
“Urang penasaran pak, sabenerna saha anu nyieun mayit eta hudang poe ayeuna. (Aku penasaran pak, sebenarnya siapa yang membuat mayat itu bangun di hari sekarang.)”
“Pak Brata?” tanya Adang sambil menghisap rokok miliknya
Pak Cece terdiam, dia hanya menghisap rokok yang dia pegang beberapa kali sambil menjawab pertanyaan Adang.
“Meureun. (mungkin.)”
“Maneh oge apal meureun, selain Pak Brata, aya hiji tamu deui anu datang tiheula, tamu anu mondok di imah maneh basa Pak Brata edek datang ka tempat ieu. (Kamu pasti tau, selain Pak Brata, ada satu tamu lagi yang datang duluan, tamu yang menginap di rumahmu ketika Pak Brata datang ke tempat ini.)”
“”Kabeh jelema boga ambisi, boga kahayang, boga sesuatu anu bisa ngahalalkeun kabeh cara meh kahayangnya kacapai. (Semua manusia punya ambisi, punya kemauan, punya sesuatu yang bisa menghalalkan semua cara agar kemauannya tercapai.)”
“Urang tingali we, saha anu isuk salamet. (Kita lihat saja, siapa yang besok selamat.)”
“Ngan urang mah ulah ikut campur kahayang jelema, nu menta ka si aki jang hirupna meskipun kudu ngorbankeun lima jalma jang syaratna. (tapi kita mah jangan ikut campur kemauan manusia, yang meminta ke si aki untuk hidupnya meskipun harus mengorbankan lima manusia untuk syaratnya.)”
***
Danang dan Dewi kini terlihat lemas. Rara yang masih tak sadarkan disandarkan olehnya di bawah sebuah pohon.
Napas mereka terdengar sangat berat, jantung mereka berdetak dengan kencang, serta keringat dingin kini membanjiri tubuh mereka semua.
Mereka semua terdiam, tertunduk di tengah-tengah kegelapan yang menghantui mereka semua.
Rasa takut, cemas, khawatir kini berkumpul di dalam pikiran mereka semua.
Tubuh mereka bergetar hebat, mereka tidak menyangka apa yang tadi mereka lihat dengan kedua matanya.
“Nangggg.”
“Dimas sama Ardi nang, di, di dia matiiii.”
Dewi tak kuasa menahan tangis ketika sedang berada disana, wajahnya yang tertunduk langsung meneteskan air mata yang mengalir hingga menetes membasahi tanah yang ada dibawahnya.
Sedangkan Danang, kini hanya terdiam. Dengan perasaan yang tak jauh berbeda dengan Dewi dia tidak bisa berkata apa-apa.
Dia hanya bisa melihat Dewi sekilas, dan melihat Rara yang masih belum terbangun. Tak lama, dia langsung melihat ke sekeliling mereka, dimana kini mereka berada di tengah-tengah rimbunnya pohon bambu yang menutupi diri mereka dari orang-orang itu.
“Gue tau lu sedih wi, gue tau.”
“Tapi, ga guna kalau lu meluapkan kesedihan lu disini, mendingan kita harus mencari cara bagaimana kita keluar dari desa ini secepatnya wi.”
“Kita harus meminta bantuan mereka, para warga desa yang mungkin kini sudah mengungsi keluar.” Kata Danang yang masih waspada dengan apa yang ada di sekitarnya.
“Tapi nang, Dimas dan Ardi gimana?”
Dewi yang wajahnya penuh dengan air mata masih memperhatikan Dimas dan Ardi yang tidak selamat karena ambisinya akan film dokumenter ini yang membuatnya kehilangan nyawanya.
“Sudah dewi, sudah, mereka dan mati wi, matiii!!”
“Mau lu nangis dan menyesal bagaimana pun itu ga bisa merubah keadaan kalau mereka dah mati wi.”
“Yang penting sekarang, kita harus melewati desa itu bagaimana pun caranya, menghindari mayat-mayat itu agar kita bisa selamat.”
“Apalagi, kita ga tau ritual apa yang sedang dijalankan oleh Pak Brata. yang pasti kita harus segera keluar, mencari bantuan dan melaporkan apa yang Pak Brata lakukan di tempat ini.”
Apa yang dikatakan Danang seketika membuat Dewi semakin meneteskan air matanya, isak tangis pun terdengar lebih keras di antara rumpun bambu yang mengelilingi mereka pada malam itu.
Namun.
Mereka tampaknya tidak sadar, tubuh Rara yang disandarkan tak jauh darinya nampaknya sudah terbangun. Kedua matanya seperti melotot ke arah mereka berdua dengan tatapannya yang tajam.
Entah siapa yang masuk ke dalam tubuh Rara sekarang, apakah itu Rara yang benar-benar sudah sadar. atau ada sesuatu yang lain yang mengambil alih tubuhnya sekarang.
Nampak seseorang berjalan melewati hutan, dia berjalan bersamaan dengan para warga yang terakhir meninggalkan desa.
Terlihat, Adang sedang duduk di jalanan yang gelap bersamaan dengan senter kecil yang selalu dia bawa untuk penerangan, dan ketika mendengar asal suara tersebut, dia langsung menyorot senternya dan berdiri menghampiri orang itu.
“Pak Cece, ari sadayana atos kaluar desa? (apakah semuanya sudah keluar desa?)”
Adang balik bertanya, dan Pak Cece hanya menjawab bahwa semua warga yang tersisa sudah ikut bersama mereka semua. Di jalan pun mereka tidak menemukan kesulitan, karena tampaknya para mayat-mayat itu hanya berkeliling di sekitar desa dan tidak mengejar sampai ke hutan.
Namun.
“Semuanya sudah ikut untuk keluar, hanya Ma Uneh saja yang memutuskan untuk tinggal di desa.”
“Katanya, dia tidak ingin meninggalkan keluarganya di sana, sehingga apapun yang terjadi dia akan tinggal di desa.”
Adang hanya mengangguk mendengar jawaban itu, tidak ada yang bisa dia lakukan lagi terhadap Ma Uneh karena itu adalah keputusannya.
“Eh, gimana yang lain, apakah sudah berada di tempat yang aman.”
Adang mengangguk, semua warga termasuk entis kini berada di tempat yang aman. mereka semua seperti sudah terbiasa dengan hal ini, sehingga mereka tidak terlalu takut atas apa yang terjadi di desa.
Karena, setiap tahun mereka melakukan hal tersebut, membiarkan desa itu kosong ketika mayat-mayat itu terbangun. dan orang-orang seperti Pak Brata biasanya akan muncul untuk memanfaatkan itu.
Pak Cece akhirnya menyuruh warga yang tersisa untuk kembali kepada keluarganya yang ada tak jauh dari sana.
Sedangkan dirinya kini kembali duduk bersama Adang yang tampaknya sedikit khawatir atas apa yang terjadi di desa.
“Malam ayeuna kacau nya pak.” Kata Adang sambil menyorot jalanan setapak ke arah desa yang nampak kosong.
“Hu’uh, nafsu jelema mah saha nu apal, gara-gara nafsu jelema urang-urang jadi beunang imbas. (nafsu manusia tidak ada yang tau, gara-gara nafsu manusia kita-kita jadi kena imbas.)” Jawab Pak Cece
“Kuduna peuting isuk maranehna nyieun ritual jeung si aki teh, tapi malah di gancangkeun jadi peuting ayeuna. (seharusnya malam besok mereka membuat ritual dengan si aki, tapi malah dipercepat jadi malam sekarang.)”
“Adang, edek rokok? (Mau rokok?)” Katanya sambil menyodorkan satu batang rokok kepadanya.
Adang mengambil satu batang rokok itu dan menghisapnya agar tubuhnya bisa semakin tenang atas apa yang terjadi pada malam itu.
Terlihat, asap-asap putih mengepul di atas kepala mereka, lalu asap-asap itu hilang ditelan malam yang gelap yang ada di sekitar mereka.
“Urang penasaran pak, sabenerna saha anu nyieun mayit eta hudang poe ayeuna. (Aku penasaran pak, sebenarnya siapa yang membuat mayat itu bangun di hari sekarang.)”
“Pak Brata?” tanya Adang sambil menghisap rokok miliknya
Pak Cece terdiam, dia hanya menghisap rokok yang dia pegang beberapa kali sambil menjawab pertanyaan Adang.
“Meureun. (mungkin.)”
“Maneh oge apal meureun, selain Pak Brata, aya hiji tamu deui anu datang tiheula, tamu anu mondok di imah maneh basa Pak Brata edek datang ka tempat ieu. (Kamu pasti tau, selain Pak Brata, ada satu tamu lagi yang datang duluan, tamu yang menginap di rumahmu ketika Pak Brata datang ke tempat ini.)”
“”Kabeh jelema boga ambisi, boga kahayang, boga sesuatu anu bisa ngahalalkeun kabeh cara meh kahayangnya kacapai. (Semua manusia punya ambisi, punya kemauan, punya sesuatu yang bisa menghalalkan semua cara agar kemauannya tercapai.)”
“Urang tingali we, saha anu isuk salamet. (Kita lihat saja, siapa yang besok selamat.)”
“Ngan urang mah ulah ikut campur kahayang jelema, nu menta ka si aki jang hirupna meskipun kudu ngorbankeun lima jalma jang syaratna. (tapi kita mah jangan ikut campur kemauan manusia, yang meminta ke si aki untuk hidupnya meskipun harus mengorbankan lima manusia untuk syaratnya.)”
***
Danang dan Dewi kini terlihat lemas. Rara yang masih tak sadarkan disandarkan olehnya di bawah sebuah pohon.
Napas mereka terdengar sangat berat, jantung mereka berdetak dengan kencang, serta keringat dingin kini membanjiri tubuh mereka semua.
Mereka semua terdiam, tertunduk di tengah-tengah kegelapan yang menghantui mereka semua.
Rasa takut, cemas, khawatir kini berkumpul di dalam pikiran mereka semua.
Tubuh mereka bergetar hebat, mereka tidak menyangka apa yang tadi mereka lihat dengan kedua matanya.
“Nangggg.”
“Dimas sama Ardi nang, di, di dia matiiii.”
Dewi tak kuasa menahan tangis ketika sedang berada disana, wajahnya yang tertunduk langsung meneteskan air mata yang mengalir hingga menetes membasahi tanah yang ada dibawahnya.
Sedangkan Danang, kini hanya terdiam. Dengan perasaan yang tak jauh berbeda dengan Dewi dia tidak bisa berkata apa-apa.
Dia hanya bisa melihat Dewi sekilas, dan melihat Rara yang masih belum terbangun. Tak lama, dia langsung melihat ke sekeliling mereka, dimana kini mereka berada di tengah-tengah rimbunnya pohon bambu yang menutupi diri mereka dari orang-orang itu.
“Gue tau lu sedih wi, gue tau.”
“Tapi, ga guna kalau lu meluapkan kesedihan lu disini, mendingan kita harus mencari cara bagaimana kita keluar dari desa ini secepatnya wi.”
“Kita harus meminta bantuan mereka, para warga desa yang mungkin kini sudah mengungsi keluar.” Kata Danang yang masih waspada dengan apa yang ada di sekitarnya.
“Tapi nang, Dimas dan Ardi gimana?”
Dewi yang wajahnya penuh dengan air mata masih memperhatikan Dimas dan Ardi yang tidak selamat karena ambisinya akan film dokumenter ini yang membuatnya kehilangan nyawanya.
“Sudah dewi, sudah, mereka dan mati wi, matiii!!”
“Mau lu nangis dan menyesal bagaimana pun itu ga bisa merubah keadaan kalau mereka dah mati wi.”
“Yang penting sekarang, kita harus melewati desa itu bagaimana pun caranya, menghindari mayat-mayat itu agar kita bisa selamat.”
“Apalagi, kita ga tau ritual apa yang sedang dijalankan oleh Pak Brata. yang pasti kita harus segera keluar, mencari bantuan dan melaporkan apa yang Pak Brata lakukan di tempat ini.”
Apa yang dikatakan Danang seketika membuat Dewi semakin meneteskan air matanya, isak tangis pun terdengar lebih keras di antara rumpun bambu yang mengelilingi mereka pada malam itu.
Namun.
Mereka tampaknya tidak sadar, tubuh Rara yang disandarkan tak jauh darinya nampaknya sudah terbangun. Kedua matanya seperti melotot ke arah mereka berdua dengan tatapannya yang tajam.
Entah siapa yang masuk ke dalam tubuh Rara sekarang, apakah itu Rara yang benar-benar sudah sadar. atau ada sesuatu yang lain yang mengambil alih tubuhnya sekarang.
Diubah oleh jurigciwidey 16-08-2023 04:16
sampeuk dan 15 lainnya memberi reputasi
16
Kutip
Balas
Tutup