- Beranda
- Stories from the Heart
RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)
...
TS
jurigciwidey
RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)
Quote:
Good news for me gan, kemaren ane dah ketemu dengan pihak PH, dan sepakat mereka mengangkat ide cerita tentang kolong mayit sebagai film yang akan mereka buat...
Mereka akan membuat cerita baru dengan desa kolong mayit sebagai latarnya, sehingga akan sedikit berbeda dengan cerita rarasukma yang ane buat
terlepas dari hal itu, ane hanya meminta doanya kepada agan-agan dan sista semua, semoga semuanya di lancarkan ketika prosesnya berjalan dan ide cerita yang akan di jadikan film bisa diterima oleh masyarakat luas
Mereka akan membuat cerita baru dengan desa kolong mayit sebagai latarnya, sehingga akan sedikit berbeda dengan cerita rarasukma yang ane buat
terlepas dari hal itu, ane hanya meminta doanya kepada agan-agan dan sista semua, semoga semuanya di lancarkan ketika prosesnya berjalan dan ide cerita yang akan di jadikan film bisa diterima oleh masyarakat luas
SAMPURASUN
Setelah beberapa tahun menghilang, karena cerita-cerita sebelumnya di tarik oleh salah satu platform, akhirnya kini ane kembali lagi gan. seperti pulang ke kampung halaman setelah merantau selama dua tahun lamanya
Di thread ini ane kembali bercerita, sebuah kisah yang mungkin bisa di nikmati oleh para agan dan sista yang mampir ke thread ane ini.
namun, sebelum baca mohon untuk tidak mengcopy, mengedit, bahkan menyebarkan ke platform atau media lain tanpa seizin dari saya ya.
maka dari itu, mari kita mulai ceritanya.
![RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)](https://s.kaskus.id/images/2023/05/30/1454678_20230530104622.png)
Di thread ini ane kembali bercerita, sebuah kisah yang mungkin bisa di nikmati oleh para agan dan sista yang mampir ke thread ane ini.
namun, sebelum baca mohon untuk tidak mengcopy, mengedit, bahkan menyebarkan ke platform atau media lain tanpa seizin dari saya ya.
maka dari itu, mari kita mulai ceritanya.
![RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)](https://s.kaskus.id/images/2023/05/30/1454678_20230530104622.png)
Quote:
Rara, begitulah namanya.
Seseorang yang awalnya adalah gadis biasa, hingga dimana dirinya mendapatkan sesuatu tragedi yang membuat dirinya harus berurusan dengan hal gaib di dalam hidupnya. dan ini adalah awal yang merubah kehidupannya.
Dimana tubuhnya dipaksa untuk bisa menerima semua kejadian yang diluar nalar beserta semua tragedi yang ada di dalamnya.
Seseorang yang awalnya adalah gadis biasa, hingga dimana dirinya mendapatkan sesuatu tragedi yang membuat dirinya harus berurusan dengan hal gaib di dalam hidupnya. dan ini adalah awal yang merubah kehidupannya.
Dimana tubuhnya dipaksa untuk bisa menerima semua kejadian yang diluar nalar beserta semua tragedi yang ada di dalamnya.
ARC 1 : AWAL MULA RARA
BAB 1 (DIBAWAH)
BAB 2 (HILANG)
BAB 3 (RAMAI)
BAB 4 (RUANGAN)
BAB 5 (PULANG)
BAB 6 (SUASANA)
BAB 7 (MELARIKAN DIRI)
BAB 8 TERSADARKAN
ARC 2 : EXPEDISI
BAB 9 SATU BULAN KEMUDIAN
BAB 10 PERTEMUAN
BAB 11
MBAH WALANG
BAB 12 KEBERANGKATAN
BAB 13 BERKUMPUL
BAB 14 MALAM PERTAMA
BAB 15 KELUAR
BAB 16 DARAH
BAB 17 MEMULAI PERJALANAN
BAB 18 LEUWEUNG KUNTI
BAB 19 PERDEBATAN
BAB 20 MEREKA
BAB 21 DILUAR RENCANA
BAB 22 KEPANIKAN
BAB 23 MENGIKUTI
BAB 24 BERPENCAR
BAB 25 MIMPI
BAB 26 KETAKUTAN
BAB 27 SAMPAI
BAB 28 DESA
BAB 29 DIMALAM PERTAMA
BAB 30 KERAMAT
BAB 31 TERSENYUM
BAB 32 TIDAK TERDUGA
BAB 33 KEPANIKAN
BAB 34 MENGUNGSI
BAB 35 KETIDAKTAHUAN
BAB 36 KENYATAAN
BAB 37 TERROR
BAB 38 KETAKUTAN
BAB 39 MELARIKAN DIRI
BAB 40 DIA
BAB 41 DIBALIK ITU SEMUA
BAB 42 PENYESALAN
BAB 43 BANTUAN
BAB 44 MENGHILANG KEMBALI
BAB 45 TERNYATA DIA
BAB 46 KEMBALI
BAB 47 DATANG
BAB 48 BEBERAPA WAKTU YANG LALU (TAMAT)
Quote:
“Bener kita harus lakuin ini Wi?”
Tubuh Rara tiba-tiba bergetar hebat, ketika dia berdiri di salah satu sudut ruangan tua yang sudah dipenuhi oleh tumbuhan-tumbuhan liar yang merambat melalui dinding-dinding yang lembab dan penuh lumut pada malam itu.
“Lu gak perlu takut, semua ini demi konten yang kita bangun. lu tau sendiri kan bagaimana naiknya kalau kita bikin konten tentang horror.”
“Ardi, Dimas, Danang semuanya setuju atas apa yang akan kita lakukan kali ini.”
Tampak seseorang dengan penuh percaya diri memberikan semangat kepada Rara, seseorang yang membuat ide untuk melakukan konten seperti ini di dalam sebuah bangunan yang sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya karena ada kejadian bunuh diri yang mengakibatkan hampir seluruh keluarga yang tinggal disana meninggal dunia dengan cara digantung di dalam ruangan yang sedang mereka berdua masuki pada saat ini.
Dewi yang kini menemani Rara tampak tersenyum pelan, sebagai seorang leader yang meyakinkan Rara bahwa konten yang akan mereka buat sekarang akan trending. Maka sudah sepantasnya dirinya meyakinkan Rara yang kini tampak ketakutan untuk bisa bertahan di sana sampai akhir.
Sedangkan Rara yang merupakan orang yang harus berada di depan kamera setiap waktu, mau tidak mau harus mengkutinya, karena dia adalah bintang utama dari konten ini.
Parasnya yang cantik dan followers instagramnya yang sudah puluhan ribu, membuat dirinya menjadi ujung tombak dari tim yang Dewi bentuk untuk konten tersebut.
“Lu di depan kamera akan dibuat seolah-olah sendirian, membuat vlog untuk menelusuri tempat ini dari ujung ke ujung dan menceritakan tentang terbunuhnya lima anggota keluarga dengan cara gantung diri di rumah ini.”
“Anggap diri lu menjadi seorang indigo, agar bisa menarik banyak penonton, semakin lu heboh maka akan semakin baik.”
Dewi yang mencoba menyemangati Rara yang tampaknya masih ketakutan kini memegang pundak dirinya dengan senyuman kecil pada malam itu.
“Gue tau lu takut karena baru kali ini lu lakuin hal yang seperti ini.”
“Tapi tenang, sebenarnya lu gak akan sendiri, ada kita yang mantau lu di mobil dengan kamera yang sudah kita simpan di setiap sudut.”
“Sehingga ketika lu merasa ketakutan dan merasa ada yang aneh, kita berempat akan langsung ke tempat lu.”
“Kita sudah janji, semua pendapatan dari konten ini, lu akan dapat porsi yang lebih banyak.”
“Jadi, siap-siaplah untuk tenar, siapa tau lu jadi the next Jurnal Rosi atau Sasra Wijayanta nantinya.”
Rara yang mempunyai hutang budi terhadap Dewi yang menaikan pamornya hingga hari ini mau tidak mau harus menuruti apa yang Dewi katakan apapun kontennya.
Karena selama ini, konten-konten yang dia buat bersama dengan tim nya kini menjadi pendapatan utama dirinya di sela-sela kuliah yang sedang dia jalani selama tiga tahun ini.
Meskipun Rara masih ragu atas apa yang akan dia lakukan, namun dia mengangguk sebagai tanda persetujuan. Dia juga kini terlihat menggerakan wajahnya yang kaku, agar terlihat bagus di depan kamera yang dia bawa.
Sebagai seseorang yang terbiasa tampil di depan kamera, Dia harus siap untuk berakting seolah-olah menjadi seorang indigo yang menceritakan tentang tempat-tempat seram dengan segala makhluk yang tinggal disana.
Tentu saja, itu semua hasil dari briefing dan riset yang telah Dewi lakukan dengan tiga anggota lainnya. Sehingga semuanya bisa tampak seperti asli di depan kamera.
“Ya sudah, kalau memang sudah siap gue akan meninggalkan lu disini ya Ra, lu tinggal jalan aja ke tempat-tempat yang sudah kita briefing dan menceritakan semuanya disana.”
“Apa yang lu rasain, apa yang lu lihat nanti ceritakan di depan kamera yang lu bawa ya. Karena lu adalah ujung tombak dari channel yang kita buat.”
Dewi yang senang karena Rara sudah siap atas apa dia kerjakan akhirnya menepuk pundak Rara beberapa kali.
Tak lama, dia pun akhirnya berbalik dan meninggalkan dirinya sendirian dengan senter dan kamera yang dia bawa.
Sambil tersenyum dia mengangkat tangan ke salah satu kamera yang berada di sudut ruangan tersebut, dan memberi isyarat bahwa semuanya sudah siap untuk memulai penelusuran di tempat yang menyeramkan ini.
***
Sebuah mobil tampak terparkir halaman rumah yang terbengkalai itu. Sebuah rumah yang sangat besar, dengan model seperti rumah-rumah mewah yang ada di sinetron masa kini dengan cat putihnya yang sudah memudar dan tampak lapuk di makan usia.
Rumah itu tampaknya sudah lama ditinggalkan bahkan kini rumah tersebut nampak sudah di ambil alih oleh alam dengan tumbuhan merambat yang terlihat seperti menggerogoti isi dari rumah besar tersebut setelah ditinggalkan selama beberapa tahun lamanya.
Sebuah kejadian naas yang mengakibatkan beberapa orang terbunuh karena gantung diri di dalam sana membuat rumah itu terbengkalai.
Entah bagaimana ceritanya kelima orang itu bisa tergantung dengan selendang yang menggantung di langit-langit dan leher mereka yang terikat mereka semua dalam keadaan yang mengenaskan.
Seorang ibu, seorang ayah, dan tiga anak laki-laki yang ditemukan tidak bernyawa oleh anak bungsunya yang pulang ketika libur kuliah.
Semua berspekulasi bahwa itu adalah pembunuhan, namun hingga hari ini bukti-bukti itu tidak bisa ditemukan. Bahkan sang anak bungsu pun mendadak gila karena dia merasa di hantui oleh keluarganya sehingga harus dibawa di Rumah Sakit Jiwa.
Meskipun, beberapa tahun ke belakang sang anak bungsu tiba-tiba menghilang begitu saja disana, dia menghilang tanpa jejak dan hingga hari ini belum ditemukan.
Dewi merasa yakin bahwa konten yang dia buat kali ini akan membuat semua orang menonton kontennya.
Karena, hingga hari ini tidak ada satu pun konten kreator yang membahas rumah ini beserta kasus yang menimpanya.
“Guys, gimana sudah mulai live di semua platform kan?”
Dewi yang tampak semangat kini mendekati Ardi, Dimas yang standby di depan mobil dengan semua peralatan yang mereka bawa untuk konten yang dia bawakan.
Semua platform mereka nyalakan, mereka mengatur pergerakan dari Rara yang ditinggalkan di dalam sana. Mereka semua tampak serius seperti layaknya para pegawai televisi yang sedang sibuk memindahkan kamera-kamera yang terpasang disana agar dia bisa mengikuti kemana Rara melangkah di dalam sana.
Ardi hanya mengangkat tangannya ketika Rara datang menghampirinya. Matanya fokus menatap layar-layar kecil di atas laptopnya dan mengatur nya agar bisa dilihat oleh para penonton yang ada disana.
Sedangkan Dimas terlihat fokus dengan headset yang menempel di kepalanya, juga sebuah soundcard yang dia pakai untuk mengatur suara dari Dewi agar terdengar jelas.
Sedangkan Danang, tampak hanya tertidur pulas di kursi supir. Dia tampaknya terlihat sangat kecapean karena medan yang harus mereka tempuh untuk sampai di tempat ini sangatlah berat.
Dewi yang berada di sana terlihat mendekati Ardi yang fokus dengan laptop dan beberapa HP yang menyala di dekatnya, sesekali dia membaca komentar dari para penonton yang melihat Dewi yang berada disana sendirian.
Benar saja, penonton yang awalnya hanya ratusan kini menjadi ribuan dalam sekejap. Tak terhitung banyak sekali gift-gift dari para penonton yang sedang menyaksikan apa yang Rara lakukan, banyak yang berkomentar bahwa apa yang Rara ceritakan tentang rumah itu terlihat sangat menyeramkan.
Bahkan ada beberapa yang mengatakan bahwa baru kali ini mereka melihat live yang seperti ini di dalam platform yang mereka tonton.
Dewi merasa senang, banyak feedback yang positif dari para penonton setianya. Bahkan melebihi dari konten-konten lain yang sudah dia lakukan dengan timnya.
Dia merasa, bahkan konten horor yang dia lakukan harus tetap berjalan, bahkan mungkin akan menjadi acara reguler agar mereka semakin terkenal.
Dewi terus memperhatikan komentar-komentar tersebut dengan gift yang tak henti-hentinya mengalir pada malam itu.
Namun, tiba-tiba Ardi menunjuk suatu komentar yang agak sedikit aneh. Komentar yang memakai huruf-huruf besar agar mereka bisa melihat tulisan itu dengan seksama.
Sebuah tulisan yang membuat Dewi tiba-tiba bergidik, karena sesaat setelah tulisan itu muncul.
Tiba-tiba…
Pssstttt
Genset yang menyalakan seluruh peralatan disana tiba-tiba mati, bersamaan dengan laptop dan HP yang mereka pakai untuk live di konten tersebut.
Ardi sedikit panik atas apa yang terjadi, perlu beberapa menit hingga akhirnya genset menyala kembali.
Namun, ketika semuanya menyala dan live itu kembali berlangsung. Tiba-tiba sosok Rara yang seharusnya tampak di dalam kamera tiba-tiba menghilang, dia seperti lenyap ditelan bumi di dalam rumah tersebut pada malam itu.
Tubuh Rara tiba-tiba bergetar hebat, ketika dia berdiri di salah satu sudut ruangan tua yang sudah dipenuhi oleh tumbuhan-tumbuhan liar yang merambat melalui dinding-dinding yang lembab dan penuh lumut pada malam itu.
“Lu gak perlu takut, semua ini demi konten yang kita bangun. lu tau sendiri kan bagaimana naiknya kalau kita bikin konten tentang horror.”
“Ardi, Dimas, Danang semuanya setuju atas apa yang akan kita lakukan kali ini.”
Tampak seseorang dengan penuh percaya diri memberikan semangat kepada Rara, seseorang yang membuat ide untuk melakukan konten seperti ini di dalam sebuah bangunan yang sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya karena ada kejadian bunuh diri yang mengakibatkan hampir seluruh keluarga yang tinggal disana meninggal dunia dengan cara digantung di dalam ruangan yang sedang mereka berdua masuki pada saat ini.
Dewi yang kini menemani Rara tampak tersenyum pelan, sebagai seorang leader yang meyakinkan Rara bahwa konten yang akan mereka buat sekarang akan trending. Maka sudah sepantasnya dirinya meyakinkan Rara yang kini tampak ketakutan untuk bisa bertahan di sana sampai akhir.
Sedangkan Rara yang merupakan orang yang harus berada di depan kamera setiap waktu, mau tidak mau harus mengkutinya, karena dia adalah bintang utama dari konten ini.
Parasnya yang cantik dan followers instagramnya yang sudah puluhan ribu, membuat dirinya menjadi ujung tombak dari tim yang Dewi bentuk untuk konten tersebut.
“Lu di depan kamera akan dibuat seolah-olah sendirian, membuat vlog untuk menelusuri tempat ini dari ujung ke ujung dan menceritakan tentang terbunuhnya lima anggota keluarga dengan cara gantung diri di rumah ini.”
“Anggap diri lu menjadi seorang indigo, agar bisa menarik banyak penonton, semakin lu heboh maka akan semakin baik.”
Dewi yang mencoba menyemangati Rara yang tampaknya masih ketakutan kini memegang pundak dirinya dengan senyuman kecil pada malam itu.
“Gue tau lu takut karena baru kali ini lu lakuin hal yang seperti ini.”
“Tapi tenang, sebenarnya lu gak akan sendiri, ada kita yang mantau lu di mobil dengan kamera yang sudah kita simpan di setiap sudut.”
“Sehingga ketika lu merasa ketakutan dan merasa ada yang aneh, kita berempat akan langsung ke tempat lu.”
“Kita sudah janji, semua pendapatan dari konten ini, lu akan dapat porsi yang lebih banyak.”
“Jadi, siap-siaplah untuk tenar, siapa tau lu jadi the next Jurnal Rosi atau Sasra Wijayanta nantinya.”
Rara yang mempunyai hutang budi terhadap Dewi yang menaikan pamornya hingga hari ini mau tidak mau harus menuruti apa yang Dewi katakan apapun kontennya.
Karena selama ini, konten-konten yang dia buat bersama dengan tim nya kini menjadi pendapatan utama dirinya di sela-sela kuliah yang sedang dia jalani selama tiga tahun ini.
Meskipun Rara masih ragu atas apa yang akan dia lakukan, namun dia mengangguk sebagai tanda persetujuan. Dia juga kini terlihat menggerakan wajahnya yang kaku, agar terlihat bagus di depan kamera yang dia bawa.
Sebagai seseorang yang terbiasa tampil di depan kamera, Dia harus siap untuk berakting seolah-olah menjadi seorang indigo yang menceritakan tentang tempat-tempat seram dengan segala makhluk yang tinggal disana.
Tentu saja, itu semua hasil dari briefing dan riset yang telah Dewi lakukan dengan tiga anggota lainnya. Sehingga semuanya bisa tampak seperti asli di depan kamera.
“Ya sudah, kalau memang sudah siap gue akan meninggalkan lu disini ya Ra, lu tinggal jalan aja ke tempat-tempat yang sudah kita briefing dan menceritakan semuanya disana.”
“Apa yang lu rasain, apa yang lu lihat nanti ceritakan di depan kamera yang lu bawa ya. Karena lu adalah ujung tombak dari channel yang kita buat.”
Dewi yang senang karena Rara sudah siap atas apa dia kerjakan akhirnya menepuk pundak Rara beberapa kali.
Tak lama, dia pun akhirnya berbalik dan meninggalkan dirinya sendirian dengan senter dan kamera yang dia bawa.
Sambil tersenyum dia mengangkat tangan ke salah satu kamera yang berada di sudut ruangan tersebut, dan memberi isyarat bahwa semuanya sudah siap untuk memulai penelusuran di tempat yang menyeramkan ini.
***
Sebuah mobil tampak terparkir halaman rumah yang terbengkalai itu. Sebuah rumah yang sangat besar, dengan model seperti rumah-rumah mewah yang ada di sinetron masa kini dengan cat putihnya yang sudah memudar dan tampak lapuk di makan usia.
Rumah itu tampaknya sudah lama ditinggalkan bahkan kini rumah tersebut nampak sudah di ambil alih oleh alam dengan tumbuhan merambat yang terlihat seperti menggerogoti isi dari rumah besar tersebut setelah ditinggalkan selama beberapa tahun lamanya.
Sebuah kejadian naas yang mengakibatkan beberapa orang terbunuh karena gantung diri di dalam sana membuat rumah itu terbengkalai.
Entah bagaimana ceritanya kelima orang itu bisa tergantung dengan selendang yang menggantung di langit-langit dan leher mereka yang terikat mereka semua dalam keadaan yang mengenaskan.
Seorang ibu, seorang ayah, dan tiga anak laki-laki yang ditemukan tidak bernyawa oleh anak bungsunya yang pulang ketika libur kuliah.
Semua berspekulasi bahwa itu adalah pembunuhan, namun hingga hari ini bukti-bukti itu tidak bisa ditemukan. Bahkan sang anak bungsu pun mendadak gila karena dia merasa di hantui oleh keluarganya sehingga harus dibawa di Rumah Sakit Jiwa.
Meskipun, beberapa tahun ke belakang sang anak bungsu tiba-tiba menghilang begitu saja disana, dia menghilang tanpa jejak dan hingga hari ini belum ditemukan.
Dewi merasa yakin bahwa konten yang dia buat kali ini akan membuat semua orang menonton kontennya.
Karena, hingga hari ini tidak ada satu pun konten kreator yang membahas rumah ini beserta kasus yang menimpanya.
“Guys, gimana sudah mulai live di semua platform kan?”
Dewi yang tampak semangat kini mendekati Ardi, Dimas yang standby di depan mobil dengan semua peralatan yang mereka bawa untuk konten yang dia bawakan.
Semua platform mereka nyalakan, mereka mengatur pergerakan dari Rara yang ditinggalkan di dalam sana. Mereka semua tampak serius seperti layaknya para pegawai televisi yang sedang sibuk memindahkan kamera-kamera yang terpasang disana agar dia bisa mengikuti kemana Rara melangkah di dalam sana.
Ardi hanya mengangkat tangannya ketika Rara datang menghampirinya. Matanya fokus menatap layar-layar kecil di atas laptopnya dan mengatur nya agar bisa dilihat oleh para penonton yang ada disana.
Sedangkan Dimas terlihat fokus dengan headset yang menempel di kepalanya, juga sebuah soundcard yang dia pakai untuk mengatur suara dari Dewi agar terdengar jelas.
Sedangkan Danang, tampak hanya tertidur pulas di kursi supir. Dia tampaknya terlihat sangat kecapean karena medan yang harus mereka tempuh untuk sampai di tempat ini sangatlah berat.
Dewi yang berada di sana terlihat mendekati Ardi yang fokus dengan laptop dan beberapa HP yang menyala di dekatnya, sesekali dia membaca komentar dari para penonton yang melihat Dewi yang berada disana sendirian.
Benar saja, penonton yang awalnya hanya ratusan kini menjadi ribuan dalam sekejap. Tak terhitung banyak sekali gift-gift dari para penonton yang sedang menyaksikan apa yang Rara lakukan, banyak yang berkomentar bahwa apa yang Rara ceritakan tentang rumah itu terlihat sangat menyeramkan.
Bahkan ada beberapa yang mengatakan bahwa baru kali ini mereka melihat live yang seperti ini di dalam platform yang mereka tonton.
Dewi merasa senang, banyak feedback yang positif dari para penonton setianya. Bahkan melebihi dari konten-konten lain yang sudah dia lakukan dengan timnya.
Dia merasa, bahkan konten horor yang dia lakukan harus tetap berjalan, bahkan mungkin akan menjadi acara reguler agar mereka semakin terkenal.
Dewi terus memperhatikan komentar-komentar tersebut dengan gift yang tak henti-hentinya mengalir pada malam itu.
Namun, tiba-tiba Ardi menunjuk suatu komentar yang agak sedikit aneh. Komentar yang memakai huruf-huruf besar agar mereka bisa melihat tulisan itu dengan seksama.
Sebuah tulisan yang membuat Dewi tiba-tiba bergidik, karena sesaat setelah tulisan itu muncul.
Tiba-tiba…
Pssstttt
Genset yang menyalakan seluruh peralatan disana tiba-tiba mati, bersamaan dengan laptop dan HP yang mereka pakai untuk live di konten tersebut.
Ardi sedikit panik atas apa yang terjadi, perlu beberapa menit hingga akhirnya genset menyala kembali.
Namun, ketika semuanya menyala dan live itu kembali berlangsung. Tiba-tiba sosok Rara yang seharusnya tampak di dalam kamera tiba-tiba menghilang, dia seperti lenyap ditelan bumi di dalam rumah tersebut pada malam itu.
Diubah oleh jurigciwidey 25-08-2023 14:07
iwakcetol dan 49 lainnya memberi reputasi
48
35.5K
Kutip
433
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
jurigciwidey
#132
BAB 39 - MELARIKAN DIRI
Quote:
GUBRAK
“Tungguin gue nang.”
Dewi tiba-tiba terjatuh di antara rumah-rumah panggung yang ada di desa tersebut, rumah-rumah panggung yang dipisahkan oleh suatu parit kecil sebagai tempat air hujan yang jatuh dari atap sehingga tidak menggenang di pinggir rumah panggung yang ada disana.
Danang yang berlari di depan sambil menggendong Rara langsung berbalik, membantu Dewi yang terjauh disana dengan tergesa-gesa.
Meskipun, ketika satu langsung dia melangkahkan kakinya menuju Dewi.
Tiba-tiba,
Bruakkk
Sebuah tangan terlihat menembus dinding yang terbuat dari bilik bambu, seperti berusaha untuk menangkap Danang yang kini sedang mendekati Dewi.
“Awasss” Kata Dewi yang tiba-tiba berteriak.
Danang pun reflek menunduk dan membiarkan tangan itu meraba-raba disana dengan kukunya yang tajam.
Hah, hah, hah
Danang terlihat kecapean, bagaimana tidak, di punggungnya dia menggendong Rara yang beratnya sekitar satu pertiga dari berat tubuhnya sendiri.
Lalu, dia harus berlari menghindari mayat-mayat yang kini terbangun dan muncul di semua tempat di desa ini.
Apalagi, jalan ke arah hutan, tempat dirinya mengambil gambar bersama dengan Dimas dan Ardi sudah penuh dengan mayat-mayat itu sehingga mereka harus segera memutar melewati pinggiran rumah yang sempit dan gelap.
“Lu ga kenapa-napa,” Kata Danang sambil memegang tangan dari Dewi.
“Cepet lu bangun lagi, di belakang kita mereka mengejar semua.”
“Mereka bukan hantu, bukan makhluk yang bisa ngilang atau cuman nakut-nakutin doang, mereka mayat, yang bisa ngejar dan gigit kita dengan gigi mereka.”
“Cepet wi”
Arrggghhhhh
Dewi langsung meringis kesakitan, kakinya seperti sedikit terkilir ketika hal itu terjadi, sedangkan Danang yang kembali membalikan badan sambil menggendong Rara melihat tangan yang tadi muncul secara mendadak masih mencoba meraba-raba dari dalam rumah ke arah luar.
Apalagi, kolong-kolong rumah yang ada di sisi kiri dan sisi kanan mereka seperti gaduh, mayat-mayat itu rupanya belum keluar seluruhnya sehingga masih ada yang berusaha untuk keluar dari dalam tanah.
Terlihat dari banyaknya mata-mata merah yang menyala dari kolong rumah yang gelap. Dewi awalnya ingin menyorot mereka dengan senter yang dia bawa.
Namun hal itu harus ditahan oleh Danang dan berkata bahwa dia harus segera keluar dari Desa dan menjemput Dimas dan Ardi yang mungkin saja kembali ke tempat itu setelah melihat Desa Kolong Mayit yang kini dipenuhi oleh banyaknya mayat yang bangkit.
Rasa takut, khawatir, bahkan rasa sedih kini terpancar oleh Dewi, semua yang sudah direncanakan kini hancur berantakan. Bahkan dirinya tidak menyangka bahwa hal ini akan terjadi diluar apa yang sudah mereka perkirakan.
Sambil menahan rasa sakit dari kakinya yang terkilir, matanya secara perlahan-lahan mengeluarkan air mata, sebuah air mata kesedihan dan suatu pertanggung jawaban karena dia harus bertanggung jawab atas keselamatan teman-teman nya, sekarang.
Apalagi, setelah melihat Rara di rasuki oleh sesuatu dan tiba-tiba dia tidak sadarkan diri hingga sekarang. hatinya semakin gelisah, bahkan dia sulit untuk berpikir jernih dalam keadaan yang seperti ini.
Hingga akhirnya
“AWASSSSS”
Danang langsung merentangkan salah satu tangannya.
Dewi yang sedikit berlari sambil berpikir banyak hal langsung menabrak tangan Danang dan langsung menghentikan langkahnya.
Danang langsung melangkah mundur secara perlahan, wajahnya langsung berusaha mencari tempat yang aman untuk mereka bersembunyi.
“Mundur, mundur, masuk kesana, masuk kesana” Kata Danang sambil menunjuk ke arah sebuah pintu dapur yang ada di dekat mereka.
Dewi yang tidak mengetahui apapun langsung mundur dan berlari, membuka pintu dapur itu bersama Danang dan menutupnya serta menahannya dengan tubuhnya agar susah dibuka.
Rara yang masih tak sadarkan diri langsung diturunkan dan direntangkan di lantai.
Dewi yang masih kebingungan tiba-tiba bertanya kepada Danang pada saat itu.
“Apa yang lo liat nang.” Kata Dewi dengan nafas yang terengah-engah.
Ssttt
Danang hanya mengisyaratkan Dewi untuk diam, dia mengangkat tangannya dan menempelkannya pada mulutnya.
Dewi hanya mengangguk, tubuhnya menyender ke arah pintu sebagai penahan agar apa yang ditakutkan Danang tidak memaksa masuk ke dalam.
Sedangkan Danang, dia mencoba mengecek apa yang terjadi diluar dengan melihat di sebuah celah kecil yang ada di bilik bambu itu.
Dengan rasa takutnya yang mendalam, dia melihat ke arah jendela, dan dia begitu terkejut ketika dia melihat banyak sekali mayat-mayat yang melewatinya.
Bukan satu atau dua, tapi puluhan mayat bahkan mungkin bisa menyentuh ratusan yang melintas ke tempat mereka bersembunyi di balik pintu dapur rumah.
Mayat-mayat yang memakai kain kafan sebagai penutupnya, Mayat dengan kain kafan yang masih baru hingga kain kafan yang sudah lapuk dimakan usia ada disana.
Bahkan, mayat-mayat yang dimakamkan begitu saja, mayat yang dikubur dengan tradisi leluhur ketika masih menganut sistem kepercayaan kini terlihat dengan jelas.
Wajahnya sudah berbentuk lagi, bahkan sebagian sudah menjadi tengkorak dan tulang belulang. Namun mereka hidup pada malam ini, hidup seperti mayat, dan akan kembali tak bernyawa ketika pagi menjelang.
Danang hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, bagaimana cara mereka bisa melarikan diri dari mereka. Juga, kenapa dirinya tidak menemukan Mbah Walang, Pak Cece bahkan Pak Brata serta kedua pengawalnya.
Apakah mereka ikut melarikan diri kepada warga, atau ada sesuatu yang mereka lakukan sehingga mereka menghilang.
Semua pikiran-pikiran itu menumpuk di otak Danang, namun kini dirinya tidak terlalu memikirkan hal itu. Karena yang dia pikirkan pada saat ini bagaimana caranya keluar dari lokasi ini dan menjemput Dimas dan Ardi yang belum ditemukan.
***
Hah, hah, hah
“Wi, wi, gue cape, gue berhenti dulu wi, si Rara berat wi berat.”
Setelah melewati teror yang mengerikan, akhirnya mereka bisa masuk kembali ke dalam hutan, mencari tempat yang tadi mereka datangi dengan harapan mereka bisa bertemu dengan Dimas dan Ardi.
“Sabar Nang, dikit lagi, kita ketemu dulu sama mereka berdua, baru kita mencari tempat aman dan beristirahat.”
Danang yang terlihat kecapean hanya bisa mengangguk. mereka memang kini berlomba dengan waktu sekarang, rasa khawatir Dewi pun belum bisa terobati apabila dirinya belum menemukan Dimas dan Ardi.
Sehingga Dewi sengaja memaksa tubuhnya tanpa beristirahat untuk segera sampai ke tempat itu.
“Dikit lagi nang, ayo, tuh lihat ada banyak senter disana, sepertinya Ardi dan Dimas memang berkumpul disana,” Kata Dewi sambil menunjuk titik-titik cahaya yang terlihat dari kejauhan.
Rasa lelah Dewi sedikit terbayarkan, karena titik-titik cahaya itu adalah harapan bagi dirinya untuk berkumpul kembali setelah beberapa jam terpisah.
Namun,
Ketika mereka semakin dekat dengan tempat tersebut. Dewi tiba-tiba terdiam, tubuhnya kembali bergetar hebat, karena dia tidak menyangka apa yang dia lihat.
Sesuatu yang menakutkan, benar-benar menakutkan, yang tidak bisa dia percayai selama hidupnya.
Hal itu dirasakan oleh Danang, dia tidak bisa berkata apa-apa atas apa yang kini dia lihat sekarang.
Karena, apa yang mereka lihat, adalah sesuatu yang membuat mereka semakin ketakutan.
“Tungguin gue nang.”
Dewi tiba-tiba terjatuh di antara rumah-rumah panggung yang ada di desa tersebut, rumah-rumah panggung yang dipisahkan oleh suatu parit kecil sebagai tempat air hujan yang jatuh dari atap sehingga tidak menggenang di pinggir rumah panggung yang ada disana.
Danang yang berlari di depan sambil menggendong Rara langsung berbalik, membantu Dewi yang terjauh disana dengan tergesa-gesa.
Meskipun, ketika satu langsung dia melangkahkan kakinya menuju Dewi.
Tiba-tiba,
Bruakkk
Sebuah tangan terlihat menembus dinding yang terbuat dari bilik bambu, seperti berusaha untuk menangkap Danang yang kini sedang mendekati Dewi.
“Awasss” Kata Dewi yang tiba-tiba berteriak.
Danang pun reflek menunduk dan membiarkan tangan itu meraba-raba disana dengan kukunya yang tajam.
Hah, hah, hah
Danang terlihat kecapean, bagaimana tidak, di punggungnya dia menggendong Rara yang beratnya sekitar satu pertiga dari berat tubuhnya sendiri.
Lalu, dia harus berlari menghindari mayat-mayat yang kini terbangun dan muncul di semua tempat di desa ini.
Apalagi, jalan ke arah hutan, tempat dirinya mengambil gambar bersama dengan Dimas dan Ardi sudah penuh dengan mayat-mayat itu sehingga mereka harus segera memutar melewati pinggiran rumah yang sempit dan gelap.
“Lu ga kenapa-napa,” Kata Danang sambil memegang tangan dari Dewi.
“Cepet lu bangun lagi, di belakang kita mereka mengejar semua.”
“Mereka bukan hantu, bukan makhluk yang bisa ngilang atau cuman nakut-nakutin doang, mereka mayat, yang bisa ngejar dan gigit kita dengan gigi mereka.”
“Cepet wi”
Arrggghhhhh
Dewi langsung meringis kesakitan, kakinya seperti sedikit terkilir ketika hal itu terjadi, sedangkan Danang yang kembali membalikan badan sambil menggendong Rara melihat tangan yang tadi muncul secara mendadak masih mencoba meraba-raba dari dalam rumah ke arah luar.
Apalagi, kolong-kolong rumah yang ada di sisi kiri dan sisi kanan mereka seperti gaduh, mayat-mayat itu rupanya belum keluar seluruhnya sehingga masih ada yang berusaha untuk keluar dari dalam tanah.
Terlihat dari banyaknya mata-mata merah yang menyala dari kolong rumah yang gelap. Dewi awalnya ingin menyorot mereka dengan senter yang dia bawa.
Namun hal itu harus ditahan oleh Danang dan berkata bahwa dia harus segera keluar dari Desa dan menjemput Dimas dan Ardi yang mungkin saja kembali ke tempat itu setelah melihat Desa Kolong Mayit yang kini dipenuhi oleh banyaknya mayat yang bangkit.
Rasa takut, khawatir, bahkan rasa sedih kini terpancar oleh Dewi, semua yang sudah direncanakan kini hancur berantakan. Bahkan dirinya tidak menyangka bahwa hal ini akan terjadi diluar apa yang sudah mereka perkirakan.
Sambil menahan rasa sakit dari kakinya yang terkilir, matanya secara perlahan-lahan mengeluarkan air mata, sebuah air mata kesedihan dan suatu pertanggung jawaban karena dia harus bertanggung jawab atas keselamatan teman-teman nya, sekarang.
Apalagi, setelah melihat Rara di rasuki oleh sesuatu dan tiba-tiba dia tidak sadarkan diri hingga sekarang. hatinya semakin gelisah, bahkan dia sulit untuk berpikir jernih dalam keadaan yang seperti ini.
Hingga akhirnya
“AWASSSSS”
Danang langsung merentangkan salah satu tangannya.
Dewi yang sedikit berlari sambil berpikir banyak hal langsung menabrak tangan Danang dan langsung menghentikan langkahnya.
Danang langsung melangkah mundur secara perlahan, wajahnya langsung berusaha mencari tempat yang aman untuk mereka bersembunyi.
“Mundur, mundur, masuk kesana, masuk kesana” Kata Danang sambil menunjuk ke arah sebuah pintu dapur yang ada di dekat mereka.
Dewi yang tidak mengetahui apapun langsung mundur dan berlari, membuka pintu dapur itu bersama Danang dan menutupnya serta menahannya dengan tubuhnya agar susah dibuka.
Rara yang masih tak sadarkan diri langsung diturunkan dan direntangkan di lantai.
Dewi yang masih kebingungan tiba-tiba bertanya kepada Danang pada saat itu.
“Apa yang lo liat nang.” Kata Dewi dengan nafas yang terengah-engah.
Ssttt
Danang hanya mengisyaratkan Dewi untuk diam, dia mengangkat tangannya dan menempelkannya pada mulutnya.
Dewi hanya mengangguk, tubuhnya menyender ke arah pintu sebagai penahan agar apa yang ditakutkan Danang tidak memaksa masuk ke dalam.
Sedangkan Danang, dia mencoba mengecek apa yang terjadi diluar dengan melihat di sebuah celah kecil yang ada di bilik bambu itu.
Dengan rasa takutnya yang mendalam, dia melihat ke arah jendela, dan dia begitu terkejut ketika dia melihat banyak sekali mayat-mayat yang melewatinya.
Bukan satu atau dua, tapi puluhan mayat bahkan mungkin bisa menyentuh ratusan yang melintas ke tempat mereka bersembunyi di balik pintu dapur rumah.
Mayat-mayat yang memakai kain kafan sebagai penutupnya, Mayat dengan kain kafan yang masih baru hingga kain kafan yang sudah lapuk dimakan usia ada disana.
Bahkan, mayat-mayat yang dimakamkan begitu saja, mayat yang dikubur dengan tradisi leluhur ketika masih menganut sistem kepercayaan kini terlihat dengan jelas.
Wajahnya sudah berbentuk lagi, bahkan sebagian sudah menjadi tengkorak dan tulang belulang. Namun mereka hidup pada malam ini, hidup seperti mayat, dan akan kembali tak bernyawa ketika pagi menjelang.
Danang hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, bagaimana cara mereka bisa melarikan diri dari mereka. Juga, kenapa dirinya tidak menemukan Mbah Walang, Pak Cece bahkan Pak Brata serta kedua pengawalnya.
Apakah mereka ikut melarikan diri kepada warga, atau ada sesuatu yang mereka lakukan sehingga mereka menghilang.
Semua pikiran-pikiran itu menumpuk di otak Danang, namun kini dirinya tidak terlalu memikirkan hal itu. Karena yang dia pikirkan pada saat ini bagaimana caranya keluar dari lokasi ini dan menjemput Dimas dan Ardi yang belum ditemukan.
***
Hah, hah, hah
“Wi, wi, gue cape, gue berhenti dulu wi, si Rara berat wi berat.”
Setelah melewati teror yang mengerikan, akhirnya mereka bisa masuk kembali ke dalam hutan, mencari tempat yang tadi mereka datangi dengan harapan mereka bisa bertemu dengan Dimas dan Ardi.
“Sabar Nang, dikit lagi, kita ketemu dulu sama mereka berdua, baru kita mencari tempat aman dan beristirahat.”
Danang yang terlihat kecapean hanya bisa mengangguk. mereka memang kini berlomba dengan waktu sekarang, rasa khawatir Dewi pun belum bisa terobati apabila dirinya belum menemukan Dimas dan Ardi.
Sehingga Dewi sengaja memaksa tubuhnya tanpa beristirahat untuk segera sampai ke tempat itu.
“Dikit lagi nang, ayo, tuh lihat ada banyak senter disana, sepertinya Ardi dan Dimas memang berkumpul disana,” Kata Dewi sambil menunjuk titik-titik cahaya yang terlihat dari kejauhan.
Rasa lelah Dewi sedikit terbayarkan, karena titik-titik cahaya itu adalah harapan bagi dirinya untuk berkumpul kembali setelah beberapa jam terpisah.
Namun,
Ketika mereka semakin dekat dengan tempat tersebut. Dewi tiba-tiba terdiam, tubuhnya kembali bergetar hebat, karena dia tidak menyangka apa yang dia lihat.
Sesuatu yang menakutkan, benar-benar menakutkan, yang tidak bisa dia percayai selama hidupnya.
Hal itu dirasakan oleh Danang, dia tidak bisa berkata apa-apa atas apa yang kini dia lihat sekarang.
Karena, apa yang mereka lihat, adalah sesuatu yang membuat mereka semakin ketakutan.
sampeuk dan 18 lainnya memberi reputasi
19
Kutip
Balas
Tutup