- Beranda
- Stories from the Heart
RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)
...
TS
jurigciwidey
RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)
Quote:
Good news for me gan, kemaren ane dah ketemu dengan pihak PH, dan sepakat mereka mengangkat ide cerita tentang kolong mayit sebagai film yang akan mereka buat...
Mereka akan membuat cerita baru dengan desa kolong mayit sebagai latarnya, sehingga akan sedikit berbeda dengan cerita rarasukma yang ane buat
terlepas dari hal itu, ane hanya meminta doanya kepada agan-agan dan sista semua, semoga semuanya di lancarkan ketika prosesnya berjalan dan ide cerita yang akan di jadikan film bisa diterima oleh masyarakat luas
Mereka akan membuat cerita baru dengan desa kolong mayit sebagai latarnya, sehingga akan sedikit berbeda dengan cerita rarasukma yang ane buat
terlepas dari hal itu, ane hanya meminta doanya kepada agan-agan dan sista semua, semoga semuanya di lancarkan ketika prosesnya berjalan dan ide cerita yang akan di jadikan film bisa diterima oleh masyarakat luas
SAMPURASUN
Setelah beberapa tahun menghilang, karena cerita-cerita sebelumnya di tarik oleh salah satu platform, akhirnya kini ane kembali lagi gan. seperti pulang ke kampung halaman setelah merantau selama dua tahun lamanya
Di thread ini ane kembali bercerita, sebuah kisah yang mungkin bisa di nikmati oleh para agan dan sista yang mampir ke thread ane ini.
namun, sebelum baca mohon untuk tidak mengcopy, mengedit, bahkan menyebarkan ke platform atau media lain tanpa seizin dari saya ya.
maka dari itu, mari kita mulai ceritanya.
![RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)](https://s.kaskus.id/images/2023/05/30/1454678_20230530104622.png)
Di thread ini ane kembali bercerita, sebuah kisah yang mungkin bisa di nikmati oleh para agan dan sista yang mampir ke thread ane ini.
namun, sebelum baca mohon untuk tidak mengcopy, mengedit, bahkan menyebarkan ke platform atau media lain tanpa seizin dari saya ya.
maka dari itu, mari kita mulai ceritanya.
![RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)](https://s.kaskus.id/images/2023/05/30/1454678_20230530104622.png)
Quote:
Rara, begitulah namanya.
Seseorang yang awalnya adalah gadis biasa, hingga dimana dirinya mendapatkan sesuatu tragedi yang membuat dirinya harus berurusan dengan hal gaib di dalam hidupnya. dan ini adalah awal yang merubah kehidupannya.
Dimana tubuhnya dipaksa untuk bisa menerima semua kejadian yang diluar nalar beserta semua tragedi yang ada di dalamnya.
Seseorang yang awalnya adalah gadis biasa, hingga dimana dirinya mendapatkan sesuatu tragedi yang membuat dirinya harus berurusan dengan hal gaib di dalam hidupnya. dan ini adalah awal yang merubah kehidupannya.
Dimana tubuhnya dipaksa untuk bisa menerima semua kejadian yang diluar nalar beserta semua tragedi yang ada di dalamnya.
ARC 1 : AWAL MULA RARA
BAB 1 (DIBAWAH)
BAB 2 (HILANG)
BAB 3 (RAMAI)
BAB 4 (RUANGAN)
BAB 5 (PULANG)
BAB 6 (SUASANA)
BAB 7 (MELARIKAN DIRI)
BAB 8 TERSADARKAN
ARC 2 : EXPEDISI
BAB 9 SATU BULAN KEMUDIAN
BAB 10 PERTEMUAN
BAB 11
MBAH WALANG
BAB 12 KEBERANGKATAN
BAB 13 BERKUMPUL
BAB 14 MALAM PERTAMA
BAB 15 KELUAR
BAB 16 DARAH
BAB 17 MEMULAI PERJALANAN
BAB 18 LEUWEUNG KUNTI
BAB 19 PERDEBATAN
BAB 20 MEREKA
BAB 21 DILUAR RENCANA
BAB 22 KEPANIKAN
BAB 23 MENGIKUTI
BAB 24 BERPENCAR
BAB 25 MIMPI
BAB 26 KETAKUTAN
BAB 27 SAMPAI
BAB 28 DESA
BAB 29 DIMALAM PERTAMA
BAB 30 KERAMAT
BAB 31 TERSENYUM
BAB 32 TIDAK TERDUGA
BAB 33 KEPANIKAN
BAB 34 MENGUNGSI
BAB 35 KETIDAKTAHUAN
BAB 36 KENYATAAN
BAB 37 TERROR
BAB 38 KETAKUTAN
BAB 39 MELARIKAN DIRI
BAB 40 DIA
BAB 41 DIBALIK ITU SEMUA
BAB 42 PENYESALAN
BAB 43 BANTUAN
BAB 44 MENGHILANG KEMBALI
BAB 45 TERNYATA DIA
BAB 46 KEMBALI
BAB 47 DATANG
BAB 48 BEBERAPA WAKTU YANG LALU (TAMAT)
Quote:
“Bener kita harus lakuin ini Wi?”
Tubuh Rara tiba-tiba bergetar hebat, ketika dia berdiri di salah satu sudut ruangan tua yang sudah dipenuhi oleh tumbuhan-tumbuhan liar yang merambat melalui dinding-dinding yang lembab dan penuh lumut pada malam itu.
“Lu gak perlu takut, semua ini demi konten yang kita bangun. lu tau sendiri kan bagaimana naiknya kalau kita bikin konten tentang horror.”
“Ardi, Dimas, Danang semuanya setuju atas apa yang akan kita lakukan kali ini.”
Tampak seseorang dengan penuh percaya diri memberikan semangat kepada Rara, seseorang yang membuat ide untuk melakukan konten seperti ini di dalam sebuah bangunan yang sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya karena ada kejadian bunuh diri yang mengakibatkan hampir seluruh keluarga yang tinggal disana meninggal dunia dengan cara digantung di dalam ruangan yang sedang mereka berdua masuki pada saat ini.
Dewi yang kini menemani Rara tampak tersenyum pelan, sebagai seorang leader yang meyakinkan Rara bahwa konten yang akan mereka buat sekarang akan trending. Maka sudah sepantasnya dirinya meyakinkan Rara yang kini tampak ketakutan untuk bisa bertahan di sana sampai akhir.
Sedangkan Rara yang merupakan orang yang harus berada di depan kamera setiap waktu, mau tidak mau harus mengkutinya, karena dia adalah bintang utama dari konten ini.
Parasnya yang cantik dan followers instagramnya yang sudah puluhan ribu, membuat dirinya menjadi ujung tombak dari tim yang Dewi bentuk untuk konten tersebut.
“Lu di depan kamera akan dibuat seolah-olah sendirian, membuat vlog untuk menelusuri tempat ini dari ujung ke ujung dan menceritakan tentang terbunuhnya lima anggota keluarga dengan cara gantung diri di rumah ini.”
“Anggap diri lu menjadi seorang indigo, agar bisa menarik banyak penonton, semakin lu heboh maka akan semakin baik.”
Dewi yang mencoba menyemangati Rara yang tampaknya masih ketakutan kini memegang pundak dirinya dengan senyuman kecil pada malam itu.
“Gue tau lu takut karena baru kali ini lu lakuin hal yang seperti ini.”
“Tapi tenang, sebenarnya lu gak akan sendiri, ada kita yang mantau lu di mobil dengan kamera yang sudah kita simpan di setiap sudut.”
“Sehingga ketika lu merasa ketakutan dan merasa ada yang aneh, kita berempat akan langsung ke tempat lu.”
“Kita sudah janji, semua pendapatan dari konten ini, lu akan dapat porsi yang lebih banyak.”
“Jadi, siap-siaplah untuk tenar, siapa tau lu jadi the next Jurnal Rosi atau Sasra Wijayanta nantinya.”
Rara yang mempunyai hutang budi terhadap Dewi yang menaikan pamornya hingga hari ini mau tidak mau harus menuruti apa yang Dewi katakan apapun kontennya.
Karena selama ini, konten-konten yang dia buat bersama dengan tim nya kini menjadi pendapatan utama dirinya di sela-sela kuliah yang sedang dia jalani selama tiga tahun ini.
Meskipun Rara masih ragu atas apa yang akan dia lakukan, namun dia mengangguk sebagai tanda persetujuan. Dia juga kini terlihat menggerakan wajahnya yang kaku, agar terlihat bagus di depan kamera yang dia bawa.
Sebagai seseorang yang terbiasa tampil di depan kamera, Dia harus siap untuk berakting seolah-olah menjadi seorang indigo yang menceritakan tentang tempat-tempat seram dengan segala makhluk yang tinggal disana.
Tentu saja, itu semua hasil dari briefing dan riset yang telah Dewi lakukan dengan tiga anggota lainnya. Sehingga semuanya bisa tampak seperti asli di depan kamera.
“Ya sudah, kalau memang sudah siap gue akan meninggalkan lu disini ya Ra, lu tinggal jalan aja ke tempat-tempat yang sudah kita briefing dan menceritakan semuanya disana.”
“Apa yang lu rasain, apa yang lu lihat nanti ceritakan di depan kamera yang lu bawa ya. Karena lu adalah ujung tombak dari channel yang kita buat.”
Dewi yang senang karena Rara sudah siap atas apa dia kerjakan akhirnya menepuk pundak Rara beberapa kali.
Tak lama, dia pun akhirnya berbalik dan meninggalkan dirinya sendirian dengan senter dan kamera yang dia bawa.
Sambil tersenyum dia mengangkat tangan ke salah satu kamera yang berada di sudut ruangan tersebut, dan memberi isyarat bahwa semuanya sudah siap untuk memulai penelusuran di tempat yang menyeramkan ini.
***
Sebuah mobil tampak terparkir halaman rumah yang terbengkalai itu. Sebuah rumah yang sangat besar, dengan model seperti rumah-rumah mewah yang ada di sinetron masa kini dengan cat putihnya yang sudah memudar dan tampak lapuk di makan usia.
Rumah itu tampaknya sudah lama ditinggalkan bahkan kini rumah tersebut nampak sudah di ambil alih oleh alam dengan tumbuhan merambat yang terlihat seperti menggerogoti isi dari rumah besar tersebut setelah ditinggalkan selama beberapa tahun lamanya.
Sebuah kejadian naas yang mengakibatkan beberapa orang terbunuh karena gantung diri di dalam sana membuat rumah itu terbengkalai.
Entah bagaimana ceritanya kelima orang itu bisa tergantung dengan selendang yang menggantung di langit-langit dan leher mereka yang terikat mereka semua dalam keadaan yang mengenaskan.
Seorang ibu, seorang ayah, dan tiga anak laki-laki yang ditemukan tidak bernyawa oleh anak bungsunya yang pulang ketika libur kuliah.
Semua berspekulasi bahwa itu adalah pembunuhan, namun hingga hari ini bukti-bukti itu tidak bisa ditemukan. Bahkan sang anak bungsu pun mendadak gila karena dia merasa di hantui oleh keluarganya sehingga harus dibawa di Rumah Sakit Jiwa.
Meskipun, beberapa tahun ke belakang sang anak bungsu tiba-tiba menghilang begitu saja disana, dia menghilang tanpa jejak dan hingga hari ini belum ditemukan.
Dewi merasa yakin bahwa konten yang dia buat kali ini akan membuat semua orang menonton kontennya.
Karena, hingga hari ini tidak ada satu pun konten kreator yang membahas rumah ini beserta kasus yang menimpanya.
“Guys, gimana sudah mulai live di semua platform kan?”
Dewi yang tampak semangat kini mendekati Ardi, Dimas yang standby di depan mobil dengan semua peralatan yang mereka bawa untuk konten yang dia bawakan.
Semua platform mereka nyalakan, mereka mengatur pergerakan dari Rara yang ditinggalkan di dalam sana. Mereka semua tampak serius seperti layaknya para pegawai televisi yang sedang sibuk memindahkan kamera-kamera yang terpasang disana agar dia bisa mengikuti kemana Rara melangkah di dalam sana.
Ardi hanya mengangkat tangannya ketika Rara datang menghampirinya. Matanya fokus menatap layar-layar kecil di atas laptopnya dan mengatur nya agar bisa dilihat oleh para penonton yang ada disana.
Sedangkan Dimas terlihat fokus dengan headset yang menempel di kepalanya, juga sebuah soundcard yang dia pakai untuk mengatur suara dari Dewi agar terdengar jelas.
Sedangkan Danang, tampak hanya tertidur pulas di kursi supir. Dia tampaknya terlihat sangat kecapean karena medan yang harus mereka tempuh untuk sampai di tempat ini sangatlah berat.
Dewi yang berada di sana terlihat mendekati Ardi yang fokus dengan laptop dan beberapa HP yang menyala di dekatnya, sesekali dia membaca komentar dari para penonton yang melihat Dewi yang berada disana sendirian.
Benar saja, penonton yang awalnya hanya ratusan kini menjadi ribuan dalam sekejap. Tak terhitung banyak sekali gift-gift dari para penonton yang sedang menyaksikan apa yang Rara lakukan, banyak yang berkomentar bahwa apa yang Rara ceritakan tentang rumah itu terlihat sangat menyeramkan.
Bahkan ada beberapa yang mengatakan bahwa baru kali ini mereka melihat live yang seperti ini di dalam platform yang mereka tonton.
Dewi merasa senang, banyak feedback yang positif dari para penonton setianya. Bahkan melebihi dari konten-konten lain yang sudah dia lakukan dengan timnya.
Dia merasa, bahkan konten horor yang dia lakukan harus tetap berjalan, bahkan mungkin akan menjadi acara reguler agar mereka semakin terkenal.
Dewi terus memperhatikan komentar-komentar tersebut dengan gift yang tak henti-hentinya mengalir pada malam itu.
Namun, tiba-tiba Ardi menunjuk suatu komentar yang agak sedikit aneh. Komentar yang memakai huruf-huruf besar agar mereka bisa melihat tulisan itu dengan seksama.
Sebuah tulisan yang membuat Dewi tiba-tiba bergidik, karena sesaat setelah tulisan itu muncul.
Tiba-tiba…
Pssstttt
Genset yang menyalakan seluruh peralatan disana tiba-tiba mati, bersamaan dengan laptop dan HP yang mereka pakai untuk live di konten tersebut.
Ardi sedikit panik atas apa yang terjadi, perlu beberapa menit hingga akhirnya genset menyala kembali.
Namun, ketika semuanya menyala dan live itu kembali berlangsung. Tiba-tiba sosok Rara yang seharusnya tampak di dalam kamera tiba-tiba menghilang, dia seperti lenyap ditelan bumi di dalam rumah tersebut pada malam itu.
Tubuh Rara tiba-tiba bergetar hebat, ketika dia berdiri di salah satu sudut ruangan tua yang sudah dipenuhi oleh tumbuhan-tumbuhan liar yang merambat melalui dinding-dinding yang lembab dan penuh lumut pada malam itu.
“Lu gak perlu takut, semua ini demi konten yang kita bangun. lu tau sendiri kan bagaimana naiknya kalau kita bikin konten tentang horror.”
“Ardi, Dimas, Danang semuanya setuju atas apa yang akan kita lakukan kali ini.”
Tampak seseorang dengan penuh percaya diri memberikan semangat kepada Rara, seseorang yang membuat ide untuk melakukan konten seperti ini di dalam sebuah bangunan yang sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya karena ada kejadian bunuh diri yang mengakibatkan hampir seluruh keluarga yang tinggal disana meninggal dunia dengan cara digantung di dalam ruangan yang sedang mereka berdua masuki pada saat ini.
Dewi yang kini menemani Rara tampak tersenyum pelan, sebagai seorang leader yang meyakinkan Rara bahwa konten yang akan mereka buat sekarang akan trending. Maka sudah sepantasnya dirinya meyakinkan Rara yang kini tampak ketakutan untuk bisa bertahan di sana sampai akhir.
Sedangkan Rara yang merupakan orang yang harus berada di depan kamera setiap waktu, mau tidak mau harus mengkutinya, karena dia adalah bintang utama dari konten ini.
Parasnya yang cantik dan followers instagramnya yang sudah puluhan ribu, membuat dirinya menjadi ujung tombak dari tim yang Dewi bentuk untuk konten tersebut.
“Lu di depan kamera akan dibuat seolah-olah sendirian, membuat vlog untuk menelusuri tempat ini dari ujung ke ujung dan menceritakan tentang terbunuhnya lima anggota keluarga dengan cara gantung diri di rumah ini.”
“Anggap diri lu menjadi seorang indigo, agar bisa menarik banyak penonton, semakin lu heboh maka akan semakin baik.”
Dewi yang mencoba menyemangati Rara yang tampaknya masih ketakutan kini memegang pundak dirinya dengan senyuman kecil pada malam itu.
“Gue tau lu takut karena baru kali ini lu lakuin hal yang seperti ini.”
“Tapi tenang, sebenarnya lu gak akan sendiri, ada kita yang mantau lu di mobil dengan kamera yang sudah kita simpan di setiap sudut.”
“Sehingga ketika lu merasa ketakutan dan merasa ada yang aneh, kita berempat akan langsung ke tempat lu.”
“Kita sudah janji, semua pendapatan dari konten ini, lu akan dapat porsi yang lebih banyak.”
“Jadi, siap-siaplah untuk tenar, siapa tau lu jadi the next Jurnal Rosi atau Sasra Wijayanta nantinya.”
Rara yang mempunyai hutang budi terhadap Dewi yang menaikan pamornya hingga hari ini mau tidak mau harus menuruti apa yang Dewi katakan apapun kontennya.
Karena selama ini, konten-konten yang dia buat bersama dengan tim nya kini menjadi pendapatan utama dirinya di sela-sela kuliah yang sedang dia jalani selama tiga tahun ini.
Meskipun Rara masih ragu atas apa yang akan dia lakukan, namun dia mengangguk sebagai tanda persetujuan. Dia juga kini terlihat menggerakan wajahnya yang kaku, agar terlihat bagus di depan kamera yang dia bawa.
Sebagai seseorang yang terbiasa tampil di depan kamera, Dia harus siap untuk berakting seolah-olah menjadi seorang indigo yang menceritakan tentang tempat-tempat seram dengan segala makhluk yang tinggal disana.
Tentu saja, itu semua hasil dari briefing dan riset yang telah Dewi lakukan dengan tiga anggota lainnya. Sehingga semuanya bisa tampak seperti asli di depan kamera.
“Ya sudah, kalau memang sudah siap gue akan meninggalkan lu disini ya Ra, lu tinggal jalan aja ke tempat-tempat yang sudah kita briefing dan menceritakan semuanya disana.”
“Apa yang lu rasain, apa yang lu lihat nanti ceritakan di depan kamera yang lu bawa ya. Karena lu adalah ujung tombak dari channel yang kita buat.”
Dewi yang senang karena Rara sudah siap atas apa dia kerjakan akhirnya menepuk pundak Rara beberapa kali.
Tak lama, dia pun akhirnya berbalik dan meninggalkan dirinya sendirian dengan senter dan kamera yang dia bawa.
Sambil tersenyum dia mengangkat tangan ke salah satu kamera yang berada di sudut ruangan tersebut, dan memberi isyarat bahwa semuanya sudah siap untuk memulai penelusuran di tempat yang menyeramkan ini.
***
Sebuah mobil tampak terparkir halaman rumah yang terbengkalai itu. Sebuah rumah yang sangat besar, dengan model seperti rumah-rumah mewah yang ada di sinetron masa kini dengan cat putihnya yang sudah memudar dan tampak lapuk di makan usia.
Rumah itu tampaknya sudah lama ditinggalkan bahkan kini rumah tersebut nampak sudah di ambil alih oleh alam dengan tumbuhan merambat yang terlihat seperti menggerogoti isi dari rumah besar tersebut setelah ditinggalkan selama beberapa tahun lamanya.
Sebuah kejadian naas yang mengakibatkan beberapa orang terbunuh karena gantung diri di dalam sana membuat rumah itu terbengkalai.
Entah bagaimana ceritanya kelima orang itu bisa tergantung dengan selendang yang menggantung di langit-langit dan leher mereka yang terikat mereka semua dalam keadaan yang mengenaskan.
Seorang ibu, seorang ayah, dan tiga anak laki-laki yang ditemukan tidak bernyawa oleh anak bungsunya yang pulang ketika libur kuliah.
Semua berspekulasi bahwa itu adalah pembunuhan, namun hingga hari ini bukti-bukti itu tidak bisa ditemukan. Bahkan sang anak bungsu pun mendadak gila karena dia merasa di hantui oleh keluarganya sehingga harus dibawa di Rumah Sakit Jiwa.
Meskipun, beberapa tahun ke belakang sang anak bungsu tiba-tiba menghilang begitu saja disana, dia menghilang tanpa jejak dan hingga hari ini belum ditemukan.
Dewi merasa yakin bahwa konten yang dia buat kali ini akan membuat semua orang menonton kontennya.
Karena, hingga hari ini tidak ada satu pun konten kreator yang membahas rumah ini beserta kasus yang menimpanya.
“Guys, gimana sudah mulai live di semua platform kan?”
Dewi yang tampak semangat kini mendekati Ardi, Dimas yang standby di depan mobil dengan semua peralatan yang mereka bawa untuk konten yang dia bawakan.
Semua platform mereka nyalakan, mereka mengatur pergerakan dari Rara yang ditinggalkan di dalam sana. Mereka semua tampak serius seperti layaknya para pegawai televisi yang sedang sibuk memindahkan kamera-kamera yang terpasang disana agar dia bisa mengikuti kemana Rara melangkah di dalam sana.
Ardi hanya mengangkat tangannya ketika Rara datang menghampirinya. Matanya fokus menatap layar-layar kecil di atas laptopnya dan mengatur nya agar bisa dilihat oleh para penonton yang ada disana.
Sedangkan Dimas terlihat fokus dengan headset yang menempel di kepalanya, juga sebuah soundcard yang dia pakai untuk mengatur suara dari Dewi agar terdengar jelas.
Sedangkan Danang, tampak hanya tertidur pulas di kursi supir. Dia tampaknya terlihat sangat kecapean karena medan yang harus mereka tempuh untuk sampai di tempat ini sangatlah berat.
Dewi yang berada di sana terlihat mendekati Ardi yang fokus dengan laptop dan beberapa HP yang menyala di dekatnya, sesekali dia membaca komentar dari para penonton yang melihat Dewi yang berada disana sendirian.
Benar saja, penonton yang awalnya hanya ratusan kini menjadi ribuan dalam sekejap. Tak terhitung banyak sekali gift-gift dari para penonton yang sedang menyaksikan apa yang Rara lakukan, banyak yang berkomentar bahwa apa yang Rara ceritakan tentang rumah itu terlihat sangat menyeramkan.
Bahkan ada beberapa yang mengatakan bahwa baru kali ini mereka melihat live yang seperti ini di dalam platform yang mereka tonton.
Dewi merasa senang, banyak feedback yang positif dari para penonton setianya. Bahkan melebihi dari konten-konten lain yang sudah dia lakukan dengan timnya.
Dia merasa, bahkan konten horor yang dia lakukan harus tetap berjalan, bahkan mungkin akan menjadi acara reguler agar mereka semakin terkenal.
Dewi terus memperhatikan komentar-komentar tersebut dengan gift yang tak henti-hentinya mengalir pada malam itu.
Namun, tiba-tiba Ardi menunjuk suatu komentar yang agak sedikit aneh. Komentar yang memakai huruf-huruf besar agar mereka bisa melihat tulisan itu dengan seksama.
Sebuah tulisan yang membuat Dewi tiba-tiba bergidik, karena sesaat setelah tulisan itu muncul.
Tiba-tiba…
Pssstttt
Genset yang menyalakan seluruh peralatan disana tiba-tiba mati, bersamaan dengan laptop dan HP yang mereka pakai untuk live di konten tersebut.
Ardi sedikit panik atas apa yang terjadi, perlu beberapa menit hingga akhirnya genset menyala kembali.
Namun, ketika semuanya menyala dan live itu kembali berlangsung. Tiba-tiba sosok Rara yang seharusnya tampak di dalam kamera tiba-tiba menghilang, dia seperti lenyap ditelan bumi di dalam rumah tersebut pada malam itu.
Diubah oleh jurigciwidey 25-08-2023 14:07
iwakcetol dan 49 lainnya memberi reputasi
48
35.6K
Kutip
433
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
jurigciwidey
#125
BAB 37 - TERROR
Quote:
Desa Kolong Mayit, desa yang awalnya tenang dengan rumah panggung yang berjejer dengan berbagai macam aktifitas warga yang ada di dalamnya kini nampak sepi.
Sejauh mata memandang, terlihat kini hanyalah rumah-rumah kosong yang gelap dan nampak tidak berpenghuni.
Dewi dan Danang yang sedang menggendong Rara awalnya bisa dengan jelas melihat bahwa di dalam rumah ada orang yang sedang beraktifitas atau tidak dengan titik-titik cahaya yang muncul dari sela-sela bilik bambu yang menjadi dinding rumah.
Namun kini, semuanya gelap gulita, bahkan lampu tempet yang biasanya menjadi penerang di tengah rumah kini menghilang begitu saja, dan membuatnya menjadi menyeramkan.
“Wi, bener ini desa yang kita datangi tadi siang, ko jadi kosong gini?”
“Lu salah masuk desa kali wi.” kata Danang sambil melihat Desa Kolong Mayit yang kini benar-benar sepi.
“Iya nang, gue yakin ini Desanya, gue udah survei beberapa kali, bulak balik sendirian waktu siang sama Pak Cece sebelum ngambil video dan ini memang desanya, tuh rumah Ma Uneh masih ada di ujung sana, gue ingat betul itu,” kata Dewi sambil menunjuk ke salah satu rumah yang letaknya sedikit jauh namun masih terlihat oleh cahaya senternya yang dia pegang.
“Ayo, mungkin ada sesuatu di rumah Pak Cece, terutama gara-gara Mbah Walang yang nampaknya melakukan sesuatu tanpa ada izin dari Pak Cece sehingga mereka semua ngumpul disana.”
Dewi pun mengajak Danang untuk kembali berjalan menyusuri desa yang kini gelap gulita. mereka berjalan perlahan dengan sedikit rasa takut yang mereka rasakan. karena kini desa itu benar-benar gelap, bahkan bulan yang awalnya muncul dengan penuh bintang di atas sana, nampaknya menghilang dan tertutup oleh awan hitam yang tebal yang membuat suasana semakin mencekam.
Apalagi, penerangan satu-satunya adalah senter yang Dewi bawa. sedangkan Danang hanya bisa mengikuti Dewi karena dia harus menahan Rara yang digendong olehnya dalam keadaan tak sadarkan diri.
“Hadeuhh, ini anak berdua kemana lagi, bukanya nungguin disana malah ngilang, ampe desa malah gini.”
Danang kembali menggerutu, namun Dewi mencoba menenangkan kembali atas apa yang di katakan Danang.
“Mungkin mereka berdua ketakutan nang, lu tau sendiri mereka berdua kayak gimana, setelah kejadian di rumah mewah itu, terus kejadian di Leuweung Kunti dan ketika di basecamp pas di Rara sering mengoceh tentang hantu dan mahluk yang dia lihat, mereka berdua jadi parno sendiri.”
“Udahlah, yang penting kita berharap mereka ga tersesat kayak di Leuweung Kunti kemarin. siapa tau mereka berdua udah di rumah Pak Cece sekarang.”
Danang yang mendengar hal itu hanya menghela napas panjang, dia tidak menyangka dokumenter yang mereka buat akan penuh dengan masalah. apalagi dengan kejanggalan yang terjadi selama mereka bersama Pak Brata.
Dewi dan Danang terus berjalan, langkah kaki mereka nampak berjalan pelan karena mereka melihat keanehan yang terjadi di sekitar desa.
Papan-papan yang menjadi penutup bagi kolong rumah tergeletak begitu saja, ada sebagian yang sudah menempel kembali, namun ada juga yang hanya menempel begitu saja tanpa di rapatkan sehingga kolong rumah mereka masih terbuka lebar.
Pintu-pintu rumah mereka pun masih terbuka lebar. sehingga Dewi seringkali menyorot senter yang dia bawa ke arah rumah yang terbuka.
Aneh, benar-benar aneh, suasana desa benar-benar berubah drastis. Dewi yang berjalan bersama Danang pun benar-benar merasakan sesuatu yang salah akan desa itu.
Desa yang mereka kenal seperti sudah mengalami suatu kejadian yang membuat orang-orang yang seharusnya tinggal di desa ini menghilang begitu saja.
“Wi.”
Danang tiba-tiba menepuk kembali bahu Dewi seperti ingin menanyakan sesuatu.
“Lu beneran ga salah desa kan, ini desa kayak berbeda gini wi, asli,” kata Danang sambil menunjuk ke arah rumah-rumah yang kini kosong tak berpenghuni.
Dewi yang awalnya mengatakan bahwa ini benar-benar Desa Kolong Mayit kini ragu atas perkataannnya sendiri. bahkan dia tiba-tiba langsung menyorot ke arah belakang. Memastikan bahwa desa yang mereka masuki adalah Desa Kolong Mayit yang sebenarnya.
“Bentar nang, bentar.”
Seperti mendapatkan sesuatu untuk meyakinkan perkataannya, Dewi tiba-tiba berlari kecil meninggalkan Danang sendirian disana, sedangkan Danang hanya berjalan mengikuti Dewi dari belakang dengan Rara yang masih dia gendong di punggungnya.
“Naaanggg, Siniii…”
Tiba-tiba, Dewi berhenti di salah satu rumah yang dia kenal, dia memanggil Danang yang masih berjalan di belakangnya untuk segera mendekat.
Dewi menunjuk ke arah rumah itu yang terlihat ada titik-titik cahaya di dalamnya, titik-titik cahaya yang menembus sela-sela bilik bambu yang menjadi dinding rumahnya.
“Ma Uneh sepertinya masih ada di dalam sana. ayo kita tanya ke Ma Uneh,” kata Dewi dengan nada yang semangat.
Danang hanya mengangguk, dan Dewi yang melihat anggukan itu langsung berlari ke depan rumah. dia langsung melepas sendal gunung yang dia kenakan dan naik ke rumah panggung Ma Uneh pada saat itu.
“Ma, ma, malam ma.”
“Ma Uneehh”
Dewi mencoba mengetuk-ngetuk pintu rumahnya, tak lama kemudian terdengar suara orang yang berdiri dan berjalan perlahan ke arah pintu.
Secara perlahan, pintu rumah kemudian terbuka sedikit, dan terlihat Ma Uneh muncul dari balik pintu sambil tersenyum ke arahnya.
“Eh si neng, naha didieu keneh? (Eh si Neng, kenapa masih disini?)” tanyanya dengan senyumannya yang khas.
Ma Uneh hanya sedikit membuka pintunya, sehingga Dewi hanya bisa melihat setengah wajah Ma Uneh yang keriput dengan rambutnya yang sedikit acak-acakan.
“Eee, iya Ma, kita juga seharusnya masih di tempat itu, tapi ada sebuah kejadian yang bikin temen kita ga sadarkan diri sehingga kita harus membawanya ke desa. Namun, pas sampe sini desanya tiba-tiba sepi,” Kata Dewi yang heran dengan kondisi Desa Kolong Mayit ini.
“Owh, enya, neng mah pasti teu apal, kudunamah lain peuting ayeuna neng, tapi teuing kunaun malah peuting ayeuna. (Oh, iya, neng pasti tidak tau, harusnya tidak malam sekarang neng, tapi tidak mengapa malah jadi malam sekarang.)”
“Mendingan neng ayeuna uih deui, candak babaturan neng anu masih aya diditu (Mendingan neng sekarang kembali lagi, bawa temen neng yang masih ada disana.)”
“Soalna…..”
Gubrak
Tiba-tiba Ma Uneh yang ada di balik pintu langsung terjatuh, kepalanya langsung membentur lantai dengan posisi pintu yang sedikit terbuka.
Dia seperti ditarik oleh sesuatu yang ada di dalam rumah dan tidak di ketahui oleh Dewi dan Danang yang ada di luar.
Pintu yang awalnya terbuka sedikit pun terbuka lebar secara perlahan. ditemani oleh suara Ma Uneh yang tiba-tiba kesakitan sambil tubuhnya terseret paksa ke dalam rumah.
Sontak, Dewi langsung menyorotkan senternya ke dalam rumah dengan keadaan kaget dan ketakutan secara mendadak.
Apalagi..
Tepat ketika senter itu menyorot ke arah Ma Uneh..
“Astagaa, maaaaa”
Mulut Dewi langsung terbuka lebar, salah satu tangannya langsung menutup mulut itu dengan tubuhnya yang bergetar dengan hebat.
Bagaimana tidak, nampak setengah wajah Ma Uneh sudah hancur dan penuh darah sehingga dia hanya bisa memperlihatkan setengah wajahnya kepada Dewi kepada membuka pintunya.
Tangannya sudah nampak hancur, bahkan daging-dagingnya terkelupas. kakinya di seret dan di gigit oleh sesuatu.
Sesuatu yang tak mereka sangka, yaitu mayat-mayat yang terbangun pada malam itu tanpa mereka ketahui. mayat yang seharusnya hanya bangun dan menghilang begitu saja kini berubah menjadi buas dan menyerang semua manusia yang ada disana.
Entah mengapa mereka menjadi seperti itu. namun hal itu tidak bisa di atasi oleh Pak Cece sehingga dia memerintahkan semua warga untuk keluar desa pada malam itu juga.
“Tong hariwang neng, ieu dulur-dulur ema, anu keur ngegel suku ema oge ieu teh salaki ma, jeung budak ema anu gede nu geus maot tiheula. (Jangan khawatir neng, ini saudara ma, yang sedang gigit kaki ma juga ini adalah suami ma dan anak ma yang sudah besar yang sudah mati duluan.)”
“Mendingan neng kabur ayeuna, soalna sabenerna lain mayit-mayit ieu anu kudu neng hariwangkeun, tapi jelema anu bareng jeung neng” (Mendingan neng kabur sekarang, soalnya sebenarnya bukan mayat-mayat ini yang harus neng waspadai, tapi manusia yang bareng dengan neng”)
“Jig kabur ka leuweung. (Jig, kabur ke hutan.)”
“Soalna bisi neng cilaka, bisi neng malah paeh ku jelema, lain ku mayit jigah ma ayeuna. (Soalnya takut neng celaka, takut neng malah mati oleh manusia, bukan oleh mayat jigah ma sekarang.)”
Sejauh mata memandang, terlihat kini hanyalah rumah-rumah kosong yang gelap dan nampak tidak berpenghuni.
Dewi dan Danang yang sedang menggendong Rara awalnya bisa dengan jelas melihat bahwa di dalam rumah ada orang yang sedang beraktifitas atau tidak dengan titik-titik cahaya yang muncul dari sela-sela bilik bambu yang menjadi dinding rumah.
Namun kini, semuanya gelap gulita, bahkan lampu tempet yang biasanya menjadi penerang di tengah rumah kini menghilang begitu saja, dan membuatnya menjadi menyeramkan.
“Wi, bener ini desa yang kita datangi tadi siang, ko jadi kosong gini?”
“Lu salah masuk desa kali wi.” kata Danang sambil melihat Desa Kolong Mayit yang kini benar-benar sepi.
“Iya nang, gue yakin ini Desanya, gue udah survei beberapa kali, bulak balik sendirian waktu siang sama Pak Cece sebelum ngambil video dan ini memang desanya, tuh rumah Ma Uneh masih ada di ujung sana, gue ingat betul itu,” kata Dewi sambil menunjuk ke salah satu rumah yang letaknya sedikit jauh namun masih terlihat oleh cahaya senternya yang dia pegang.
“Ayo, mungkin ada sesuatu di rumah Pak Cece, terutama gara-gara Mbah Walang yang nampaknya melakukan sesuatu tanpa ada izin dari Pak Cece sehingga mereka semua ngumpul disana.”
Dewi pun mengajak Danang untuk kembali berjalan menyusuri desa yang kini gelap gulita. mereka berjalan perlahan dengan sedikit rasa takut yang mereka rasakan. karena kini desa itu benar-benar gelap, bahkan bulan yang awalnya muncul dengan penuh bintang di atas sana, nampaknya menghilang dan tertutup oleh awan hitam yang tebal yang membuat suasana semakin mencekam.
Apalagi, penerangan satu-satunya adalah senter yang Dewi bawa. sedangkan Danang hanya bisa mengikuti Dewi karena dia harus menahan Rara yang digendong olehnya dalam keadaan tak sadarkan diri.
“Hadeuhh, ini anak berdua kemana lagi, bukanya nungguin disana malah ngilang, ampe desa malah gini.”
Danang kembali menggerutu, namun Dewi mencoba menenangkan kembali atas apa yang di katakan Danang.
“Mungkin mereka berdua ketakutan nang, lu tau sendiri mereka berdua kayak gimana, setelah kejadian di rumah mewah itu, terus kejadian di Leuweung Kunti dan ketika di basecamp pas di Rara sering mengoceh tentang hantu dan mahluk yang dia lihat, mereka berdua jadi parno sendiri.”
“Udahlah, yang penting kita berharap mereka ga tersesat kayak di Leuweung Kunti kemarin. siapa tau mereka berdua udah di rumah Pak Cece sekarang.”
Danang yang mendengar hal itu hanya menghela napas panjang, dia tidak menyangka dokumenter yang mereka buat akan penuh dengan masalah. apalagi dengan kejanggalan yang terjadi selama mereka bersama Pak Brata.
Dewi dan Danang terus berjalan, langkah kaki mereka nampak berjalan pelan karena mereka melihat keanehan yang terjadi di sekitar desa.
Papan-papan yang menjadi penutup bagi kolong rumah tergeletak begitu saja, ada sebagian yang sudah menempel kembali, namun ada juga yang hanya menempel begitu saja tanpa di rapatkan sehingga kolong rumah mereka masih terbuka lebar.
Pintu-pintu rumah mereka pun masih terbuka lebar. sehingga Dewi seringkali menyorot senter yang dia bawa ke arah rumah yang terbuka.
Aneh, benar-benar aneh, suasana desa benar-benar berubah drastis. Dewi yang berjalan bersama Danang pun benar-benar merasakan sesuatu yang salah akan desa itu.
Desa yang mereka kenal seperti sudah mengalami suatu kejadian yang membuat orang-orang yang seharusnya tinggal di desa ini menghilang begitu saja.
“Wi.”
Danang tiba-tiba menepuk kembali bahu Dewi seperti ingin menanyakan sesuatu.
“Lu beneran ga salah desa kan, ini desa kayak berbeda gini wi, asli,” kata Danang sambil menunjuk ke arah rumah-rumah yang kini kosong tak berpenghuni.
Dewi yang awalnya mengatakan bahwa ini benar-benar Desa Kolong Mayit kini ragu atas perkataannnya sendiri. bahkan dia tiba-tiba langsung menyorot ke arah belakang. Memastikan bahwa desa yang mereka masuki adalah Desa Kolong Mayit yang sebenarnya.
“Bentar nang, bentar.”
Seperti mendapatkan sesuatu untuk meyakinkan perkataannya, Dewi tiba-tiba berlari kecil meninggalkan Danang sendirian disana, sedangkan Danang hanya berjalan mengikuti Dewi dari belakang dengan Rara yang masih dia gendong di punggungnya.
“Naaanggg, Siniii…”
Tiba-tiba, Dewi berhenti di salah satu rumah yang dia kenal, dia memanggil Danang yang masih berjalan di belakangnya untuk segera mendekat.
Dewi menunjuk ke arah rumah itu yang terlihat ada titik-titik cahaya di dalamnya, titik-titik cahaya yang menembus sela-sela bilik bambu yang menjadi dinding rumahnya.
“Ma Uneh sepertinya masih ada di dalam sana. ayo kita tanya ke Ma Uneh,” kata Dewi dengan nada yang semangat.
Danang hanya mengangguk, dan Dewi yang melihat anggukan itu langsung berlari ke depan rumah. dia langsung melepas sendal gunung yang dia kenakan dan naik ke rumah panggung Ma Uneh pada saat itu.
“Ma, ma, malam ma.”
“Ma Uneehh”
Dewi mencoba mengetuk-ngetuk pintu rumahnya, tak lama kemudian terdengar suara orang yang berdiri dan berjalan perlahan ke arah pintu.
Secara perlahan, pintu rumah kemudian terbuka sedikit, dan terlihat Ma Uneh muncul dari balik pintu sambil tersenyum ke arahnya.
“Eh si neng, naha didieu keneh? (Eh si Neng, kenapa masih disini?)” tanyanya dengan senyumannya yang khas.
Ma Uneh hanya sedikit membuka pintunya, sehingga Dewi hanya bisa melihat setengah wajah Ma Uneh yang keriput dengan rambutnya yang sedikit acak-acakan.
“Eee, iya Ma, kita juga seharusnya masih di tempat itu, tapi ada sebuah kejadian yang bikin temen kita ga sadarkan diri sehingga kita harus membawanya ke desa. Namun, pas sampe sini desanya tiba-tiba sepi,” Kata Dewi yang heran dengan kondisi Desa Kolong Mayit ini.
“Owh, enya, neng mah pasti teu apal, kudunamah lain peuting ayeuna neng, tapi teuing kunaun malah peuting ayeuna. (Oh, iya, neng pasti tidak tau, harusnya tidak malam sekarang neng, tapi tidak mengapa malah jadi malam sekarang.)”
“Mendingan neng ayeuna uih deui, candak babaturan neng anu masih aya diditu (Mendingan neng sekarang kembali lagi, bawa temen neng yang masih ada disana.)”
“Soalna…..”
Gubrak
Tiba-tiba Ma Uneh yang ada di balik pintu langsung terjatuh, kepalanya langsung membentur lantai dengan posisi pintu yang sedikit terbuka.
Dia seperti ditarik oleh sesuatu yang ada di dalam rumah dan tidak di ketahui oleh Dewi dan Danang yang ada di luar.
Pintu yang awalnya terbuka sedikit pun terbuka lebar secara perlahan. ditemani oleh suara Ma Uneh yang tiba-tiba kesakitan sambil tubuhnya terseret paksa ke dalam rumah.
Sontak, Dewi langsung menyorotkan senternya ke dalam rumah dengan keadaan kaget dan ketakutan secara mendadak.
Apalagi..
Tepat ketika senter itu menyorot ke arah Ma Uneh..
“Astagaa, maaaaa”
Mulut Dewi langsung terbuka lebar, salah satu tangannya langsung menutup mulut itu dengan tubuhnya yang bergetar dengan hebat.
Bagaimana tidak, nampak setengah wajah Ma Uneh sudah hancur dan penuh darah sehingga dia hanya bisa memperlihatkan setengah wajahnya kepada Dewi kepada membuka pintunya.
Tangannya sudah nampak hancur, bahkan daging-dagingnya terkelupas. kakinya di seret dan di gigit oleh sesuatu.
Sesuatu yang tak mereka sangka, yaitu mayat-mayat yang terbangun pada malam itu tanpa mereka ketahui. mayat yang seharusnya hanya bangun dan menghilang begitu saja kini berubah menjadi buas dan menyerang semua manusia yang ada disana.
Entah mengapa mereka menjadi seperti itu. namun hal itu tidak bisa di atasi oleh Pak Cece sehingga dia memerintahkan semua warga untuk keluar desa pada malam itu juga.
“Tong hariwang neng, ieu dulur-dulur ema, anu keur ngegel suku ema oge ieu teh salaki ma, jeung budak ema anu gede nu geus maot tiheula. (Jangan khawatir neng, ini saudara ma, yang sedang gigit kaki ma juga ini adalah suami ma dan anak ma yang sudah besar yang sudah mati duluan.)”
“Mendingan neng kabur ayeuna, soalna sabenerna lain mayit-mayit ieu anu kudu neng hariwangkeun, tapi jelema anu bareng jeung neng” (Mendingan neng kabur sekarang, soalnya sebenarnya bukan mayat-mayat ini yang harus neng waspadai, tapi manusia yang bareng dengan neng”)
“Jig kabur ka leuweung. (Jig, kabur ke hutan.)”
“Soalna bisi neng cilaka, bisi neng malah paeh ku jelema, lain ku mayit jigah ma ayeuna. (Soalnya takut neng celaka, takut neng malah mati oleh manusia, bukan oleh mayat jigah ma sekarang.)”
sampeuk dan 18 lainnya memberi reputasi
19
Kutip
Balas
Tutup