- Beranda
- Stories from the Heart
RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)
...
TS
jurigciwidey
RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)
Quote:
Good news for me gan, kemaren ane dah ketemu dengan pihak PH, dan sepakat mereka mengangkat ide cerita tentang kolong mayit sebagai film yang akan mereka buat...
Mereka akan membuat cerita baru dengan desa kolong mayit sebagai latarnya, sehingga akan sedikit berbeda dengan cerita rarasukma yang ane buat
terlepas dari hal itu, ane hanya meminta doanya kepada agan-agan dan sista semua, semoga semuanya di lancarkan ketika prosesnya berjalan dan ide cerita yang akan di jadikan film bisa diterima oleh masyarakat luas
Mereka akan membuat cerita baru dengan desa kolong mayit sebagai latarnya, sehingga akan sedikit berbeda dengan cerita rarasukma yang ane buat
terlepas dari hal itu, ane hanya meminta doanya kepada agan-agan dan sista semua, semoga semuanya di lancarkan ketika prosesnya berjalan dan ide cerita yang akan di jadikan film bisa diterima oleh masyarakat luas
SAMPURASUN
Setelah beberapa tahun menghilang, karena cerita-cerita sebelumnya di tarik oleh salah satu platform, akhirnya kini ane kembali lagi gan. seperti pulang ke kampung halaman setelah merantau selama dua tahun lamanya
Di thread ini ane kembali bercerita, sebuah kisah yang mungkin bisa di nikmati oleh para agan dan sista yang mampir ke thread ane ini.
namun, sebelum baca mohon untuk tidak mengcopy, mengedit, bahkan menyebarkan ke platform atau media lain tanpa seizin dari saya ya.
maka dari itu, mari kita mulai ceritanya.
Di thread ini ane kembali bercerita, sebuah kisah yang mungkin bisa di nikmati oleh para agan dan sista yang mampir ke thread ane ini.
namun, sebelum baca mohon untuk tidak mengcopy, mengedit, bahkan menyebarkan ke platform atau media lain tanpa seizin dari saya ya.
maka dari itu, mari kita mulai ceritanya.
Quote:
Rara, begitulah namanya.
Seseorang yang awalnya adalah gadis biasa, hingga dimana dirinya mendapatkan sesuatu tragedi yang membuat dirinya harus berurusan dengan hal gaib di dalam hidupnya. dan ini adalah awal yang merubah kehidupannya.
Dimana tubuhnya dipaksa untuk bisa menerima semua kejadian yang diluar nalar beserta semua tragedi yang ada di dalamnya.
Seseorang yang awalnya adalah gadis biasa, hingga dimana dirinya mendapatkan sesuatu tragedi yang membuat dirinya harus berurusan dengan hal gaib di dalam hidupnya. dan ini adalah awal yang merubah kehidupannya.
Dimana tubuhnya dipaksa untuk bisa menerima semua kejadian yang diluar nalar beserta semua tragedi yang ada di dalamnya.
ARC 1 : AWAL MULA RARA
BAB 1 (DIBAWAH)
BAB 2 (HILANG)
BAB 3 (RAMAI)
BAB 4 (RUANGAN)
BAB 5 (PULANG)
BAB 6 (SUASANA)
BAB 7 (MELARIKAN DIRI)
BAB 8 TERSADARKAN
ARC 2 : EXPEDISI
BAB 9 SATU BULAN KEMUDIAN
BAB 10 PERTEMUAN
BAB 11
MBAH WALANG
BAB 12 KEBERANGKATAN
BAB 13 BERKUMPUL
BAB 14 MALAM PERTAMA
BAB 15 KELUAR
BAB 16 DARAH
BAB 17 MEMULAI PERJALANAN
BAB 18 LEUWEUNG KUNTI
BAB 19 PERDEBATAN
BAB 20 MEREKA
BAB 21 DILUAR RENCANA
BAB 22 KEPANIKAN
BAB 23 MENGIKUTI
BAB 24 BERPENCAR
BAB 25 MIMPI
BAB 26 KETAKUTAN
BAB 27 SAMPAI
BAB 28 DESA
BAB 29 DIMALAM PERTAMA
BAB 30 KERAMAT
BAB 31 TERSENYUM
BAB 32 TIDAK TERDUGA
BAB 33 KEPANIKAN
BAB 34 MENGUNGSI
BAB 35 KETIDAKTAHUAN
BAB 36 KENYATAAN
BAB 37 TERROR
BAB 38 KETAKUTAN
BAB 39 MELARIKAN DIRI
BAB 40 DIA
BAB 41 DIBALIK ITU SEMUA
BAB 42 PENYESALAN
BAB 43 BANTUAN
BAB 44 MENGHILANG KEMBALI
BAB 45 TERNYATA DIA
BAB 46 KEMBALI
BAB 47 DATANG
BAB 48 BEBERAPA WAKTU YANG LALU (TAMAT)
Quote:
“Bener kita harus lakuin ini Wi?”
Tubuh Rara tiba-tiba bergetar hebat, ketika dia berdiri di salah satu sudut ruangan tua yang sudah dipenuhi oleh tumbuhan-tumbuhan liar yang merambat melalui dinding-dinding yang lembab dan penuh lumut pada malam itu.
“Lu gak perlu takut, semua ini demi konten yang kita bangun. lu tau sendiri kan bagaimana naiknya kalau kita bikin konten tentang horror.”
“Ardi, Dimas, Danang semuanya setuju atas apa yang akan kita lakukan kali ini.”
Tampak seseorang dengan penuh percaya diri memberikan semangat kepada Rara, seseorang yang membuat ide untuk melakukan konten seperti ini di dalam sebuah bangunan yang sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya karena ada kejadian bunuh diri yang mengakibatkan hampir seluruh keluarga yang tinggal disana meninggal dunia dengan cara digantung di dalam ruangan yang sedang mereka berdua masuki pada saat ini.
Dewi yang kini menemani Rara tampak tersenyum pelan, sebagai seorang leader yang meyakinkan Rara bahwa konten yang akan mereka buat sekarang akan trending. Maka sudah sepantasnya dirinya meyakinkan Rara yang kini tampak ketakutan untuk bisa bertahan di sana sampai akhir.
Sedangkan Rara yang merupakan orang yang harus berada di depan kamera setiap waktu, mau tidak mau harus mengkutinya, karena dia adalah bintang utama dari konten ini.
Parasnya yang cantik dan followers instagramnya yang sudah puluhan ribu, membuat dirinya menjadi ujung tombak dari tim yang Dewi bentuk untuk konten tersebut.
“Lu di depan kamera akan dibuat seolah-olah sendirian, membuat vlog untuk menelusuri tempat ini dari ujung ke ujung dan menceritakan tentang terbunuhnya lima anggota keluarga dengan cara gantung diri di rumah ini.”
“Anggap diri lu menjadi seorang indigo, agar bisa menarik banyak penonton, semakin lu heboh maka akan semakin baik.”
Dewi yang mencoba menyemangati Rara yang tampaknya masih ketakutan kini memegang pundak dirinya dengan senyuman kecil pada malam itu.
“Gue tau lu takut karena baru kali ini lu lakuin hal yang seperti ini.”
“Tapi tenang, sebenarnya lu gak akan sendiri, ada kita yang mantau lu di mobil dengan kamera yang sudah kita simpan di setiap sudut.”
“Sehingga ketika lu merasa ketakutan dan merasa ada yang aneh, kita berempat akan langsung ke tempat lu.”
“Kita sudah janji, semua pendapatan dari konten ini, lu akan dapat porsi yang lebih banyak.”
“Jadi, siap-siaplah untuk tenar, siapa tau lu jadi the next Jurnal Rosi atau Sasra Wijayanta nantinya.”
Rara yang mempunyai hutang budi terhadap Dewi yang menaikan pamornya hingga hari ini mau tidak mau harus menuruti apa yang Dewi katakan apapun kontennya.
Karena selama ini, konten-konten yang dia buat bersama dengan tim nya kini menjadi pendapatan utama dirinya di sela-sela kuliah yang sedang dia jalani selama tiga tahun ini.
Meskipun Rara masih ragu atas apa yang akan dia lakukan, namun dia mengangguk sebagai tanda persetujuan. Dia juga kini terlihat menggerakan wajahnya yang kaku, agar terlihat bagus di depan kamera yang dia bawa.
Sebagai seseorang yang terbiasa tampil di depan kamera, Dia harus siap untuk berakting seolah-olah menjadi seorang indigo yang menceritakan tentang tempat-tempat seram dengan segala makhluk yang tinggal disana.
Tentu saja, itu semua hasil dari briefing dan riset yang telah Dewi lakukan dengan tiga anggota lainnya. Sehingga semuanya bisa tampak seperti asli di depan kamera.
“Ya sudah, kalau memang sudah siap gue akan meninggalkan lu disini ya Ra, lu tinggal jalan aja ke tempat-tempat yang sudah kita briefing dan menceritakan semuanya disana.”
“Apa yang lu rasain, apa yang lu lihat nanti ceritakan di depan kamera yang lu bawa ya. Karena lu adalah ujung tombak dari channel yang kita buat.”
Dewi yang senang karena Rara sudah siap atas apa dia kerjakan akhirnya menepuk pundak Rara beberapa kali.
Tak lama, dia pun akhirnya berbalik dan meninggalkan dirinya sendirian dengan senter dan kamera yang dia bawa.
Sambil tersenyum dia mengangkat tangan ke salah satu kamera yang berada di sudut ruangan tersebut, dan memberi isyarat bahwa semuanya sudah siap untuk memulai penelusuran di tempat yang menyeramkan ini.
***
Sebuah mobil tampak terparkir halaman rumah yang terbengkalai itu. Sebuah rumah yang sangat besar, dengan model seperti rumah-rumah mewah yang ada di sinetron masa kini dengan cat putihnya yang sudah memudar dan tampak lapuk di makan usia.
Rumah itu tampaknya sudah lama ditinggalkan bahkan kini rumah tersebut nampak sudah di ambil alih oleh alam dengan tumbuhan merambat yang terlihat seperti menggerogoti isi dari rumah besar tersebut setelah ditinggalkan selama beberapa tahun lamanya.
Sebuah kejadian naas yang mengakibatkan beberapa orang terbunuh karena gantung diri di dalam sana membuat rumah itu terbengkalai.
Entah bagaimana ceritanya kelima orang itu bisa tergantung dengan selendang yang menggantung di langit-langit dan leher mereka yang terikat mereka semua dalam keadaan yang mengenaskan.
Seorang ibu, seorang ayah, dan tiga anak laki-laki yang ditemukan tidak bernyawa oleh anak bungsunya yang pulang ketika libur kuliah.
Semua berspekulasi bahwa itu adalah pembunuhan, namun hingga hari ini bukti-bukti itu tidak bisa ditemukan. Bahkan sang anak bungsu pun mendadak gila karena dia merasa di hantui oleh keluarganya sehingga harus dibawa di Rumah Sakit Jiwa.
Meskipun, beberapa tahun ke belakang sang anak bungsu tiba-tiba menghilang begitu saja disana, dia menghilang tanpa jejak dan hingga hari ini belum ditemukan.
Dewi merasa yakin bahwa konten yang dia buat kali ini akan membuat semua orang menonton kontennya.
Karena, hingga hari ini tidak ada satu pun konten kreator yang membahas rumah ini beserta kasus yang menimpanya.
“Guys, gimana sudah mulai live di semua platform kan?”
Dewi yang tampak semangat kini mendekati Ardi, Dimas yang standby di depan mobil dengan semua peralatan yang mereka bawa untuk konten yang dia bawakan.
Semua platform mereka nyalakan, mereka mengatur pergerakan dari Rara yang ditinggalkan di dalam sana. Mereka semua tampak serius seperti layaknya para pegawai televisi yang sedang sibuk memindahkan kamera-kamera yang terpasang disana agar dia bisa mengikuti kemana Rara melangkah di dalam sana.
Ardi hanya mengangkat tangannya ketika Rara datang menghampirinya. Matanya fokus menatap layar-layar kecil di atas laptopnya dan mengatur nya agar bisa dilihat oleh para penonton yang ada disana.
Sedangkan Dimas terlihat fokus dengan headset yang menempel di kepalanya, juga sebuah soundcard yang dia pakai untuk mengatur suara dari Dewi agar terdengar jelas.
Sedangkan Danang, tampak hanya tertidur pulas di kursi supir. Dia tampaknya terlihat sangat kecapean karena medan yang harus mereka tempuh untuk sampai di tempat ini sangatlah berat.
Dewi yang berada di sana terlihat mendekati Ardi yang fokus dengan laptop dan beberapa HP yang menyala di dekatnya, sesekali dia membaca komentar dari para penonton yang melihat Dewi yang berada disana sendirian.
Benar saja, penonton yang awalnya hanya ratusan kini menjadi ribuan dalam sekejap. Tak terhitung banyak sekali gift-gift dari para penonton yang sedang menyaksikan apa yang Rara lakukan, banyak yang berkomentar bahwa apa yang Rara ceritakan tentang rumah itu terlihat sangat menyeramkan.
Bahkan ada beberapa yang mengatakan bahwa baru kali ini mereka melihat live yang seperti ini di dalam platform yang mereka tonton.
Dewi merasa senang, banyak feedback yang positif dari para penonton setianya. Bahkan melebihi dari konten-konten lain yang sudah dia lakukan dengan timnya.
Dia merasa, bahkan konten horor yang dia lakukan harus tetap berjalan, bahkan mungkin akan menjadi acara reguler agar mereka semakin terkenal.
Dewi terus memperhatikan komentar-komentar tersebut dengan gift yang tak henti-hentinya mengalir pada malam itu.
Namun, tiba-tiba Ardi menunjuk suatu komentar yang agak sedikit aneh. Komentar yang memakai huruf-huruf besar agar mereka bisa melihat tulisan itu dengan seksama.
Sebuah tulisan yang membuat Dewi tiba-tiba bergidik, karena sesaat setelah tulisan itu muncul.
Tiba-tiba…
Pssstttt
Genset yang menyalakan seluruh peralatan disana tiba-tiba mati, bersamaan dengan laptop dan HP yang mereka pakai untuk live di konten tersebut.
Ardi sedikit panik atas apa yang terjadi, perlu beberapa menit hingga akhirnya genset menyala kembali.
Namun, ketika semuanya menyala dan live itu kembali berlangsung. Tiba-tiba sosok Rara yang seharusnya tampak di dalam kamera tiba-tiba menghilang, dia seperti lenyap ditelan bumi di dalam rumah tersebut pada malam itu.
Tubuh Rara tiba-tiba bergetar hebat, ketika dia berdiri di salah satu sudut ruangan tua yang sudah dipenuhi oleh tumbuhan-tumbuhan liar yang merambat melalui dinding-dinding yang lembab dan penuh lumut pada malam itu.
“Lu gak perlu takut, semua ini demi konten yang kita bangun. lu tau sendiri kan bagaimana naiknya kalau kita bikin konten tentang horror.”
“Ardi, Dimas, Danang semuanya setuju atas apa yang akan kita lakukan kali ini.”
Tampak seseorang dengan penuh percaya diri memberikan semangat kepada Rara, seseorang yang membuat ide untuk melakukan konten seperti ini di dalam sebuah bangunan yang sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya karena ada kejadian bunuh diri yang mengakibatkan hampir seluruh keluarga yang tinggal disana meninggal dunia dengan cara digantung di dalam ruangan yang sedang mereka berdua masuki pada saat ini.
Dewi yang kini menemani Rara tampak tersenyum pelan, sebagai seorang leader yang meyakinkan Rara bahwa konten yang akan mereka buat sekarang akan trending. Maka sudah sepantasnya dirinya meyakinkan Rara yang kini tampak ketakutan untuk bisa bertahan di sana sampai akhir.
Sedangkan Rara yang merupakan orang yang harus berada di depan kamera setiap waktu, mau tidak mau harus mengkutinya, karena dia adalah bintang utama dari konten ini.
Parasnya yang cantik dan followers instagramnya yang sudah puluhan ribu, membuat dirinya menjadi ujung tombak dari tim yang Dewi bentuk untuk konten tersebut.
“Lu di depan kamera akan dibuat seolah-olah sendirian, membuat vlog untuk menelusuri tempat ini dari ujung ke ujung dan menceritakan tentang terbunuhnya lima anggota keluarga dengan cara gantung diri di rumah ini.”
“Anggap diri lu menjadi seorang indigo, agar bisa menarik banyak penonton, semakin lu heboh maka akan semakin baik.”
Dewi yang mencoba menyemangati Rara yang tampaknya masih ketakutan kini memegang pundak dirinya dengan senyuman kecil pada malam itu.
“Gue tau lu takut karena baru kali ini lu lakuin hal yang seperti ini.”
“Tapi tenang, sebenarnya lu gak akan sendiri, ada kita yang mantau lu di mobil dengan kamera yang sudah kita simpan di setiap sudut.”
“Sehingga ketika lu merasa ketakutan dan merasa ada yang aneh, kita berempat akan langsung ke tempat lu.”
“Kita sudah janji, semua pendapatan dari konten ini, lu akan dapat porsi yang lebih banyak.”
“Jadi, siap-siaplah untuk tenar, siapa tau lu jadi the next Jurnal Rosi atau Sasra Wijayanta nantinya.”
Rara yang mempunyai hutang budi terhadap Dewi yang menaikan pamornya hingga hari ini mau tidak mau harus menuruti apa yang Dewi katakan apapun kontennya.
Karena selama ini, konten-konten yang dia buat bersama dengan tim nya kini menjadi pendapatan utama dirinya di sela-sela kuliah yang sedang dia jalani selama tiga tahun ini.
Meskipun Rara masih ragu atas apa yang akan dia lakukan, namun dia mengangguk sebagai tanda persetujuan. Dia juga kini terlihat menggerakan wajahnya yang kaku, agar terlihat bagus di depan kamera yang dia bawa.
Sebagai seseorang yang terbiasa tampil di depan kamera, Dia harus siap untuk berakting seolah-olah menjadi seorang indigo yang menceritakan tentang tempat-tempat seram dengan segala makhluk yang tinggal disana.
Tentu saja, itu semua hasil dari briefing dan riset yang telah Dewi lakukan dengan tiga anggota lainnya. Sehingga semuanya bisa tampak seperti asli di depan kamera.
“Ya sudah, kalau memang sudah siap gue akan meninggalkan lu disini ya Ra, lu tinggal jalan aja ke tempat-tempat yang sudah kita briefing dan menceritakan semuanya disana.”
“Apa yang lu rasain, apa yang lu lihat nanti ceritakan di depan kamera yang lu bawa ya. Karena lu adalah ujung tombak dari channel yang kita buat.”
Dewi yang senang karena Rara sudah siap atas apa dia kerjakan akhirnya menepuk pundak Rara beberapa kali.
Tak lama, dia pun akhirnya berbalik dan meninggalkan dirinya sendirian dengan senter dan kamera yang dia bawa.
Sambil tersenyum dia mengangkat tangan ke salah satu kamera yang berada di sudut ruangan tersebut, dan memberi isyarat bahwa semuanya sudah siap untuk memulai penelusuran di tempat yang menyeramkan ini.
***
Sebuah mobil tampak terparkir halaman rumah yang terbengkalai itu. Sebuah rumah yang sangat besar, dengan model seperti rumah-rumah mewah yang ada di sinetron masa kini dengan cat putihnya yang sudah memudar dan tampak lapuk di makan usia.
Rumah itu tampaknya sudah lama ditinggalkan bahkan kini rumah tersebut nampak sudah di ambil alih oleh alam dengan tumbuhan merambat yang terlihat seperti menggerogoti isi dari rumah besar tersebut setelah ditinggalkan selama beberapa tahun lamanya.
Sebuah kejadian naas yang mengakibatkan beberapa orang terbunuh karena gantung diri di dalam sana membuat rumah itu terbengkalai.
Entah bagaimana ceritanya kelima orang itu bisa tergantung dengan selendang yang menggantung di langit-langit dan leher mereka yang terikat mereka semua dalam keadaan yang mengenaskan.
Seorang ibu, seorang ayah, dan tiga anak laki-laki yang ditemukan tidak bernyawa oleh anak bungsunya yang pulang ketika libur kuliah.
Semua berspekulasi bahwa itu adalah pembunuhan, namun hingga hari ini bukti-bukti itu tidak bisa ditemukan. Bahkan sang anak bungsu pun mendadak gila karena dia merasa di hantui oleh keluarganya sehingga harus dibawa di Rumah Sakit Jiwa.
Meskipun, beberapa tahun ke belakang sang anak bungsu tiba-tiba menghilang begitu saja disana, dia menghilang tanpa jejak dan hingga hari ini belum ditemukan.
Dewi merasa yakin bahwa konten yang dia buat kali ini akan membuat semua orang menonton kontennya.
Karena, hingga hari ini tidak ada satu pun konten kreator yang membahas rumah ini beserta kasus yang menimpanya.
“Guys, gimana sudah mulai live di semua platform kan?”
Dewi yang tampak semangat kini mendekati Ardi, Dimas yang standby di depan mobil dengan semua peralatan yang mereka bawa untuk konten yang dia bawakan.
Semua platform mereka nyalakan, mereka mengatur pergerakan dari Rara yang ditinggalkan di dalam sana. Mereka semua tampak serius seperti layaknya para pegawai televisi yang sedang sibuk memindahkan kamera-kamera yang terpasang disana agar dia bisa mengikuti kemana Rara melangkah di dalam sana.
Ardi hanya mengangkat tangannya ketika Rara datang menghampirinya. Matanya fokus menatap layar-layar kecil di atas laptopnya dan mengatur nya agar bisa dilihat oleh para penonton yang ada disana.
Sedangkan Dimas terlihat fokus dengan headset yang menempel di kepalanya, juga sebuah soundcard yang dia pakai untuk mengatur suara dari Dewi agar terdengar jelas.
Sedangkan Danang, tampak hanya tertidur pulas di kursi supir. Dia tampaknya terlihat sangat kecapean karena medan yang harus mereka tempuh untuk sampai di tempat ini sangatlah berat.
Dewi yang berada di sana terlihat mendekati Ardi yang fokus dengan laptop dan beberapa HP yang menyala di dekatnya, sesekali dia membaca komentar dari para penonton yang melihat Dewi yang berada disana sendirian.
Benar saja, penonton yang awalnya hanya ratusan kini menjadi ribuan dalam sekejap. Tak terhitung banyak sekali gift-gift dari para penonton yang sedang menyaksikan apa yang Rara lakukan, banyak yang berkomentar bahwa apa yang Rara ceritakan tentang rumah itu terlihat sangat menyeramkan.
Bahkan ada beberapa yang mengatakan bahwa baru kali ini mereka melihat live yang seperti ini di dalam platform yang mereka tonton.
Dewi merasa senang, banyak feedback yang positif dari para penonton setianya. Bahkan melebihi dari konten-konten lain yang sudah dia lakukan dengan timnya.
Dia merasa, bahkan konten horor yang dia lakukan harus tetap berjalan, bahkan mungkin akan menjadi acara reguler agar mereka semakin terkenal.
Dewi terus memperhatikan komentar-komentar tersebut dengan gift yang tak henti-hentinya mengalir pada malam itu.
Namun, tiba-tiba Ardi menunjuk suatu komentar yang agak sedikit aneh. Komentar yang memakai huruf-huruf besar agar mereka bisa melihat tulisan itu dengan seksama.
Sebuah tulisan yang membuat Dewi tiba-tiba bergidik, karena sesaat setelah tulisan itu muncul.
Tiba-tiba…
Pssstttt
Genset yang menyalakan seluruh peralatan disana tiba-tiba mati, bersamaan dengan laptop dan HP yang mereka pakai untuk live di konten tersebut.
Ardi sedikit panik atas apa yang terjadi, perlu beberapa menit hingga akhirnya genset menyala kembali.
Namun, ketika semuanya menyala dan live itu kembali berlangsung. Tiba-tiba sosok Rara yang seharusnya tampak di dalam kamera tiba-tiba menghilang, dia seperti lenyap ditelan bumi di dalam rumah tersebut pada malam itu.
Diubah oleh jurigciwidey 25-08-2023 07:07
bebyzha dan 47 lainnya memberi reputasi
46
30.7K
Kutip
433
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.7KThread•43.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
jurigciwidey
#123
Mohon maaf, sekarang ane ga rutin update, karena ada laporan bulanan yang harus di kerjakan, ada suatu projectan diluar nulis (podcast dan konten) yang harus ane update, sama ada project bikin cerita twitter yang bikin ane prioritasin hal itu dulu
ane pasti tamatin cerita ini ko, karena takut ane sibuk ikut bantu-bantu naskah yang baru untuk film yang mulai syuting september dengan cerita baru desa kolong mayit sehingga ane mau ga mau sebelum september harus selesai cerita ini
yu sekarang lanjut ceritanya
ane pasti tamatin cerita ini ko, karena takut ane sibuk ikut bantu-bantu naskah yang baru untuk film yang mulai syuting september dengan cerita baru desa kolong mayit sehingga ane mau ga mau sebelum september harus selesai cerita ini
yu sekarang lanjut ceritanya
BAB 36 - KENYATAAN
Quote:
Dimas kini duduk bersama dengan Ardi yang nampak kelelahan, dia kebingungan karena di satu sisi dia harus membantu Ardi yang ada di sebelahnya. Namun di sisi lain, dia juga takut apabila dia harus berangkat ke Desa dengan kondisi seperti ini.
Dimas langsung menghela napas, dia melepaskan kamera yang di slempangkan di tubuhnya, lalu melepaskan tas yang berisi peralatan untuk pengambilan video pada malam ini.
Tubuhnya benar-benar kecapean, semuanya diluar prediksi, dirinya menggerutu, sudah cukup di Leuweung Kunti mereka di pisahkan satu sama lain.
Sekarang, mereka terpisah kembali, dengan sesuatu yang mengintai mereka dari kegelapan malam.
“Lu diem disini, istirahat aja dan tahan atas apa yang lu rasakan ampe kita semua ketemu Mbah Walang dan Pak Cece,” kata Dimas yang kini berdiri, menunggu Danang yang muncul bersama dengan Dewi dan Rara yang tertinggal di belakang.
Sepuluh menit berlalu, Dimas tidak menemukan tanda-tanda Danang yang muncul bersama Rara dan Dewi dari arah jalan setapak yang sudah dia lewati sebelumnya.
Rasa khawatir mulai muncul pada diri Dimas, dia jadi tidak bisa berdiri dengan tenang. dia melangkahkan kakinya kesana-kemari sambil melihat jam yang ada ditangannya.
Namun,
Di saat rasa khawatir itu muncul.
Tiba-tiba
Sebuah tangan yang entah darimana datangnya menepuk, dari arah belakang. sontak Dimas berbalik dan menyangka itu adalah Danang yang dia tunggu.
Meskipun, ternyata apa yang dia lihat adalah..
ARGHHHHHHHH
***
Sssttt
Tiba-tiba, dari balik pepohonan dia melihat seseorang yang datang sambil mengangkat salah satu tangannya ke arah mulutnya.
“Tenang, ini saya, Pak Brata,” Katanya dengan nada yang santai.
Rupanya, tangan yang memegang pundak Dimas adalah Eko, salah satu pengawal Pak Brata yang ada disana.
“Kenapa kalian disini, bukanlah kalian seharusnya mengambil video untuk dokumentasi malam ini?” Kata Pak Brata yang dengan santainya mendekati mereka berdua.
Pak Brata berjalan lalu melihat ke arah Ardi yang terlihat lemas, lalu dia hanya sedikit menggelengkan kepala dan jongkok di dekat Ardi.
“Kamu kenapa, ada sesuatu yang membuat kalian berdua keluar dari tempat itu?” Kata Pak Brata yang kembali menanyakan kondisi mereka setelah melihat Ardi yang duduk disana.
“Eeuuu, I, iya pak, Ardi tiba-tiba kesakitan, katanya ada banyak suara yang terdengar olehnya, saya sendiri ga tau apakah suara-suara itu sudah menghilang atau masih terdengar di telinga Ardi.”
“Tadinya Danang dan Aku akan ke desa untuk meminta bantuan Mbah Walang dan Pak Cece, namun kita tersesat sehingga Danang kembali ke tempat itu untuk menjemput Dewi dan Rara yang tahu jalan.”
“Hmmmm, ya sudah,” Kata Pak Brata yang tiba-tiba mengangguk.
“Jiii, gendong Ardi, dan Eko, bawa peralatan kamera yang Dimas pakai”
Pak Brata langsung memerintahkan mereka berdua untuk mengambil tas dan Ardi yang ada dibawah pohon. Kemudian dia langsung berbalik ke arah Dimas dan berkata.
“Sudah, kalian ga perlu takut lagi, tadi sebenarnya ada sedikit urusan antara Mbah Walang dan Pak Cece.”
“Saya juga meminta maaf, karena kalian yang tidak dijaga oleh Mbah Walang kini malah mengalami hal seperti ini seperti di Leuweung Kunti.”
“Ayo, kita kembali kesana, sepertinya Mbah Walang sudah menyusul kesana sehingga ketika kita sekarang kembali mereka sudah aman dan akan dijaga penuh oleh Mbah Walang ketika kalian mengambil gambar.”
“Tapi Pak,” Tiba-tiba, Dimas memotong pembicaraan Pak Brata pada saat itu.
“Bukanlah Ardi harus di istirahatkan dulu Pak, soalnya kan dia terlihat kecapean”
Pak Brata yang mendengar hal itu langsung melirik Ardi yang sedang di gendong oleh Aji, dia terdiam sejenak, mencoba berfikir dan mencerna apa yang Dimas katakan.
“Tidak, kita akan lanjutkan pengambilan video malam ini, dan harus bisa selesai malam ini, karena tidak bisa ditunda apalagi dibuat ulang di esok hari!!”
Pak Brata tiba-tiba berubah, raut wajahnya yang awalnya santai langsung serius, bahkan dia menatap Dimas dengan nada bicara yang penuh akan penekanan.
“Kalian sudah dibayar, jadi mau tidak mau aku harus me….”
“Pak,” tiba-tiba, Eko yang ada di sebelahnya menepuk Pak Brata dengan pelan.
Anehnya, setelah Eko menepuk pundaknya, tiba-tiba raut wajah yang awalnya serius, kini kembali santai, bahkan dia merapikan sedikit baju yang dia pakai dan mulutnya kembali tersenyum kepada Dimas.
“Ahhh, maaf, saya terbawa suasana.”
“Sata hanya terlalu bersemangat dan terlalu perfeksionis akan hal ini, sehingga saya selalu mengikuti jadwal yang sudah saya tentukan dengan Dewi tentang pengambilan Video dokumenter ini.”
“Dan saya tidak terbiasa dengan kata ngaret, atau ada penundaan terhadap pekerjaan apapun itu.”
“Mohon maaf Dimas, atas nada bicara saya yang meninggi, karena saya terbiasa melakukan hal itu di perusahaan saya.”
Dimas yang mendengar hal itu hanya bisa mengangguk, memang wajar baginya yang merupakan pemimpin perusahaan mempunyai hak untuk itu, apalagi Dimas dan Tim Rarasukma dibayar oleh Pak Brata sehingga mau tidak mau dirinya harus menurut.
“Gimana di, lu kuat ga kesana lagi,” Kata Dimas yang tiba-tiba bertanya kepada Ardi yang digendong oleh Aji pada saat itu.
Ardi hanya mengangguk, sambil mengangkat salah satu tangannya yang menandakan tanda setuju.
“Ok, semuanya sudah setuju, berarti kita kembali kesana menjemput mereka bertiga dan melanjutkan apa yang sudah kalian kerjakan.”
“Saya tidak mau jadwalnya mundur, karena kita punya waktu sedikit di tempat ini, sehingga sebagian harus segera selesai dimalam ini, karena kalau tidak, kita harus menunggu lama lagi untuk moment yang pas ini.” Katanya sambil menepuk Dimas dan berjalan dengan rokok yang dia di tengah-tengah kegelapan malam.
***
“Kenapa bisa terjadi seperti ini kepada si Rara sih, heran nih gue, apakah si Rara sensitif lagi sekarang”
Danang, Dewi serta Rara yang di gendong Danang kini berjalan menyusuri jalanan setapak.
Dewi hanya menggeleng-gelengkan kepala, dia berjalan sambil sedikit menunduk dan melihat jalan dengan senter yang dia bawa.
“Udah, pending aja pengambilan gambarnya, lu pastiin lagi kalau syuting itu si Mbah Walang harus ada, jangan ilang-ilang gitu.”
“Lu tau sendiri gimana di Leuweung Kunti kayak kemaren.”
“Kalau lu ga bisa nego sama Pak Brata, biar gue yang ngomong,”
“Daripada kenapa-kenapa tim kita ini.”
Danang terus-terusan menggerutu, dia melihat Rara yang mulutnya penuh darah ayam membuat dirinya prihatin atas apa yang terjadi di tempat itu.
Apalagi setelah Dewi bercerita bahwa dia melihat Rara begitu menyeramkan, matanya merah, dia seperti orang lain sebelum akhirnya dia terjatuh dan tak sadarkan diri ketika Danang tiba menyusul mereka.
“Eh.”
Dewi tiba-tiba berhenti, dia melihat ke jalanan setapak yang gelap dan menyorot senternya kesana kemari pada malam itu.
“Lu ga jemput si Dimas sama si Ardi?” Tanya Dewi pada saat itu.
Danang hanya menggelengkan kepalanya.
“Kita dah melewati pohon tempat gue ninggalin mereka berdua, dan tuh anak pada ngilang, sepertinya mereka ketakutan dan balik ke desa duluan.”
“Yang pasti, kita langsung ke Desa aja, minta tolong Pak Cece jangan ke Mbah Walang, setelah kejadian kemaren malam di Leuweung Kunti gue jadi takut kepada dia. Apalagi Pak Cece lebih mengerti kenapa si Rara kayak gini karena dia sendiri merupakan Ketua Desa.”
Dewi kembali mengangguk, dia yang awalnya terdiam kini berjalan kembali menyelusuri jalan ke Desa Kolong Mayit.
Desa yang kini kondisinya berbeda dengan apa yang mereka ketahui beberapa jam yang lalu, setelah mayat-mayat itu terbangun dan membuat seisi desa melarikan diri keluar desa untuk melarikan diri.
Dimas langsung menghela napas, dia melepaskan kamera yang di slempangkan di tubuhnya, lalu melepaskan tas yang berisi peralatan untuk pengambilan video pada malam ini.
Tubuhnya benar-benar kecapean, semuanya diluar prediksi, dirinya menggerutu, sudah cukup di Leuweung Kunti mereka di pisahkan satu sama lain.
Sekarang, mereka terpisah kembali, dengan sesuatu yang mengintai mereka dari kegelapan malam.
“Lu diem disini, istirahat aja dan tahan atas apa yang lu rasakan ampe kita semua ketemu Mbah Walang dan Pak Cece,” kata Dimas yang kini berdiri, menunggu Danang yang muncul bersama dengan Dewi dan Rara yang tertinggal di belakang.
Sepuluh menit berlalu, Dimas tidak menemukan tanda-tanda Danang yang muncul bersama Rara dan Dewi dari arah jalan setapak yang sudah dia lewati sebelumnya.
Rasa khawatir mulai muncul pada diri Dimas, dia jadi tidak bisa berdiri dengan tenang. dia melangkahkan kakinya kesana-kemari sambil melihat jam yang ada ditangannya.
Namun,
Di saat rasa khawatir itu muncul.
Tiba-tiba
Sebuah tangan yang entah darimana datangnya menepuk, dari arah belakang. sontak Dimas berbalik dan menyangka itu adalah Danang yang dia tunggu.
Meskipun, ternyata apa yang dia lihat adalah..
ARGHHHHHHHH
***
Sssttt
Tiba-tiba, dari balik pepohonan dia melihat seseorang yang datang sambil mengangkat salah satu tangannya ke arah mulutnya.
“Tenang, ini saya, Pak Brata,” Katanya dengan nada yang santai.
Rupanya, tangan yang memegang pundak Dimas adalah Eko, salah satu pengawal Pak Brata yang ada disana.
“Kenapa kalian disini, bukanlah kalian seharusnya mengambil video untuk dokumentasi malam ini?” Kata Pak Brata yang dengan santainya mendekati mereka berdua.
Pak Brata berjalan lalu melihat ke arah Ardi yang terlihat lemas, lalu dia hanya sedikit menggelengkan kepala dan jongkok di dekat Ardi.
“Kamu kenapa, ada sesuatu yang membuat kalian berdua keluar dari tempat itu?” Kata Pak Brata yang kembali menanyakan kondisi mereka setelah melihat Ardi yang duduk disana.
“Eeuuu, I, iya pak, Ardi tiba-tiba kesakitan, katanya ada banyak suara yang terdengar olehnya, saya sendiri ga tau apakah suara-suara itu sudah menghilang atau masih terdengar di telinga Ardi.”
“Tadinya Danang dan Aku akan ke desa untuk meminta bantuan Mbah Walang dan Pak Cece, namun kita tersesat sehingga Danang kembali ke tempat itu untuk menjemput Dewi dan Rara yang tahu jalan.”
“Hmmmm, ya sudah,” Kata Pak Brata yang tiba-tiba mengangguk.
“Jiii, gendong Ardi, dan Eko, bawa peralatan kamera yang Dimas pakai”
Pak Brata langsung memerintahkan mereka berdua untuk mengambil tas dan Ardi yang ada dibawah pohon. Kemudian dia langsung berbalik ke arah Dimas dan berkata.
“Sudah, kalian ga perlu takut lagi, tadi sebenarnya ada sedikit urusan antara Mbah Walang dan Pak Cece.”
“Saya juga meminta maaf, karena kalian yang tidak dijaga oleh Mbah Walang kini malah mengalami hal seperti ini seperti di Leuweung Kunti.”
“Ayo, kita kembali kesana, sepertinya Mbah Walang sudah menyusul kesana sehingga ketika kita sekarang kembali mereka sudah aman dan akan dijaga penuh oleh Mbah Walang ketika kalian mengambil gambar.”
“Tapi Pak,” Tiba-tiba, Dimas memotong pembicaraan Pak Brata pada saat itu.
“Bukanlah Ardi harus di istirahatkan dulu Pak, soalnya kan dia terlihat kecapean”
Pak Brata yang mendengar hal itu langsung melirik Ardi yang sedang di gendong oleh Aji, dia terdiam sejenak, mencoba berfikir dan mencerna apa yang Dimas katakan.
“Tidak, kita akan lanjutkan pengambilan video malam ini, dan harus bisa selesai malam ini, karena tidak bisa ditunda apalagi dibuat ulang di esok hari!!”
Pak Brata tiba-tiba berubah, raut wajahnya yang awalnya santai langsung serius, bahkan dia menatap Dimas dengan nada bicara yang penuh akan penekanan.
“Kalian sudah dibayar, jadi mau tidak mau aku harus me….”
“Pak,” tiba-tiba, Eko yang ada di sebelahnya menepuk Pak Brata dengan pelan.
Anehnya, setelah Eko menepuk pundaknya, tiba-tiba raut wajah yang awalnya serius, kini kembali santai, bahkan dia merapikan sedikit baju yang dia pakai dan mulutnya kembali tersenyum kepada Dimas.
“Ahhh, maaf, saya terbawa suasana.”
“Sata hanya terlalu bersemangat dan terlalu perfeksionis akan hal ini, sehingga saya selalu mengikuti jadwal yang sudah saya tentukan dengan Dewi tentang pengambilan Video dokumenter ini.”
“Dan saya tidak terbiasa dengan kata ngaret, atau ada penundaan terhadap pekerjaan apapun itu.”
“Mohon maaf Dimas, atas nada bicara saya yang meninggi, karena saya terbiasa melakukan hal itu di perusahaan saya.”
Dimas yang mendengar hal itu hanya bisa mengangguk, memang wajar baginya yang merupakan pemimpin perusahaan mempunyai hak untuk itu, apalagi Dimas dan Tim Rarasukma dibayar oleh Pak Brata sehingga mau tidak mau dirinya harus menurut.
“Gimana di, lu kuat ga kesana lagi,” Kata Dimas yang tiba-tiba bertanya kepada Ardi yang digendong oleh Aji pada saat itu.
Ardi hanya mengangguk, sambil mengangkat salah satu tangannya yang menandakan tanda setuju.
“Ok, semuanya sudah setuju, berarti kita kembali kesana menjemput mereka bertiga dan melanjutkan apa yang sudah kalian kerjakan.”
“Saya tidak mau jadwalnya mundur, karena kita punya waktu sedikit di tempat ini, sehingga sebagian harus segera selesai dimalam ini, karena kalau tidak, kita harus menunggu lama lagi untuk moment yang pas ini.” Katanya sambil menepuk Dimas dan berjalan dengan rokok yang dia di tengah-tengah kegelapan malam.
***
“Kenapa bisa terjadi seperti ini kepada si Rara sih, heran nih gue, apakah si Rara sensitif lagi sekarang”
Danang, Dewi serta Rara yang di gendong Danang kini berjalan menyusuri jalanan setapak.
Dewi hanya menggeleng-gelengkan kepala, dia berjalan sambil sedikit menunduk dan melihat jalan dengan senter yang dia bawa.
“Udah, pending aja pengambilan gambarnya, lu pastiin lagi kalau syuting itu si Mbah Walang harus ada, jangan ilang-ilang gitu.”
“Lu tau sendiri gimana di Leuweung Kunti kayak kemaren.”
“Kalau lu ga bisa nego sama Pak Brata, biar gue yang ngomong,”
“Daripada kenapa-kenapa tim kita ini.”
Danang terus-terusan menggerutu, dia melihat Rara yang mulutnya penuh darah ayam membuat dirinya prihatin atas apa yang terjadi di tempat itu.
Apalagi setelah Dewi bercerita bahwa dia melihat Rara begitu menyeramkan, matanya merah, dia seperti orang lain sebelum akhirnya dia terjatuh dan tak sadarkan diri ketika Danang tiba menyusul mereka.
“Eh.”
Dewi tiba-tiba berhenti, dia melihat ke jalanan setapak yang gelap dan menyorot senternya kesana kemari pada malam itu.
“Lu ga jemput si Dimas sama si Ardi?” Tanya Dewi pada saat itu.
Danang hanya menggelengkan kepalanya.
“Kita dah melewati pohon tempat gue ninggalin mereka berdua, dan tuh anak pada ngilang, sepertinya mereka ketakutan dan balik ke desa duluan.”
“Yang pasti, kita langsung ke Desa aja, minta tolong Pak Cece jangan ke Mbah Walang, setelah kejadian kemaren malam di Leuweung Kunti gue jadi takut kepada dia. Apalagi Pak Cece lebih mengerti kenapa si Rara kayak gini karena dia sendiri merupakan Ketua Desa.”
Dewi kembali mengangguk, dia yang awalnya terdiam kini berjalan kembali menyelusuri jalan ke Desa Kolong Mayit.
Desa yang kini kondisinya berbeda dengan apa yang mereka ketahui beberapa jam yang lalu, setelah mayat-mayat itu terbangun dan membuat seisi desa melarikan diri keluar desa untuk melarikan diri.
sampeuk dan 20 lainnya memberi reputasi
21
Kutip
Balas
Tutup