- Beranda
- Stories from the Heart
Numpang Curhat
...
TS
IztaLorie
Numpang Curhat

Part 1
Bermuka Dua
Bermuka Dua
Baru juga aku menyadarkan diri di sofa sewarna matahari yang ada di sudut kamar, pintu kamar sudah terbuka dengan keras.
"Ups, sorry. Terlalu semangat," ucap cewek yang kemudian masuk ke dalam kamar, tanpa menunggu dipersilakan.
Mataku tertuju pada gerak-geriknya yang mencurigakan, karena setelah bersemangat mendobrak pintu, sekarang malah dia menutup pintu dengan perlahan-lahan. Dahiku berkerut ketika cewek itu menoleh dan menyunggingkan senyum ganjil.
"Mau apa kamu?"
Aku meraih novel setebal 300 halaman yang tergeletak di atas meja. Berjaga-jaga seandainya cewek itu bukanlah temanku yang sesungguhnya. Bisa jadi ada makhluk jadi-jadian yang hendak mencelakaiku.
"Numpang curhat dong." Yura mengedip sebelum menghampiriku.
Telapak tanganku menghadap ke arahnya. "Stop! Mau sebentar atau lama?"
"Emang, apa bedanya?" tanya Yura yang tidak mengindahkan laranganku dan malah duduk di kursi kayu terdekat.
"Kalau mau lama, mending kamu cari cemilan dulu deh sembari aku bikin teh."
"Tenang saja, Put. Aman. Aku sudah bawa amunisi yang banyak. Aku sudah hafal dengan kebiasaanmu ngemil. Asal ada makanan, tu mulut pasti sibuk mengunyah dan tidak akan banyak berkomentar." Yura meletakkan seplastik besar cemilan di atas meja.
Suara kekehan lolos dari bibirku. Bagaimana bisa aku tidak melihat plastik yang ditenteng Yura ketika memasuki kamar ini. Mungkin karena terlalu curiga dan waspada, malah jadi kurang fokus.
"Ya, udah. Monggo, silakan curhat," ucapku sambil membuka salah satu cemilan dengan rasa pedas.
"Jadi gini ceritanya. Kamu kan tahu aku kerja di florist sudah satu tahun ini. Nah, beberapa minggu lalu ada anak baru masuk. Sama bu Bos, aku yang disuruh ngajarin. Anak ini orangnya ramah dan selalu mengiyakan perkataanku."
Aku mengangguk-angguk untuk menanggapi ceritanya, tapi mulutku tidak berhenti mengunyah. Si Yura emang pintar mengambil hati orang lain karena selain membaca cemilan, dia juga membawa berbagai minuman kemasan dan juga air mineral. Bisa dibilang ini merupakan paket lengkap sogokan supaya bisa numpang curhat.
"Sesuai dengan tugas yang diamanatkan, aku ngajarin dia dengan sepenuh hati. Kamu tahu kan, kalau aku suka banget ngajarin orang lain?" tanya Yura untuk memastikan aku masih menyimak.
"Iya, Ra. Kamu memang selalu senang membantu orang lain," ucapku untuk meyakinkan dia, kalau aku masih mendengar curhatnya.
"Tapi tadi pas aku abis dari nganter pesanan, aku nggak sengaja dengar dia ngobrol sama bu Bos. Dia bilang kalau selama ini aku nggak pernah ngajarin dia. Dia bisa merangkai bunga karena belajar dari video."
Tanganku berhenti meraih cemilan untuk memperhatikan ekspresi Yura. Cewek dengan kulit sawo matang itu menghela napas panjang.
"Udah gitu, dia juga menjelek-jelekkan aku di depan Bos. Masa dia bilang kalau aku sering keluar waktu si Bos nggak ngantor. Padahal yang sering izin keluar itu dia, buat ketemu pacarnya." Yura geleng-geleng kepala setelah selesai berbicara.
"Setelah mereka selesai berbincang-bincang. Aku baru masuk ke dalam. Aku pura-pura tidak dengar pembicaraan mereka. Anak ini begitu melihatku langsung memanggil dengan ramah dan menanyakan beberapa teknik merangkai bunga. Pertanyaannya kujawab dengan ala kadarnya karena masih sebal dengan tingkah lakunya di belakangku."
Tangan Yura bergerak cepat untuk menyambar air mineral yang sudah kubuka. Meskipun kesal, tapi aku membiarkannya dan meraih botol air yang baru.
"Tadi pagi aku dipanggil ke ruangan si Bos. Kamu pasti tidak akan percaya dengan apa yang dikatakan Bos, karena aku sendiri juga susah mencernanya. Kata Bos, mulai hari ini, aku diminta untuk melakukan tugas stok sedangkan tugas merangkai bunga dialihkan ke anak baru itu. Menurutmu, aku harus bagaimana?" Kembali tangan Yura menyambar makanan yang sedang kupegang.
"Kok diambil? Aku belum habis yang makan," protesku dengan kembali merampas bungkus cemilan.
"Tapi curhatku sudah selesai. Ada solusi nggak?"
Pandanganku tertuju pada mata Yura yang dibuat sayu. Lah, tadi katanya numpang curhat? Kok sekarang minta solusi.
Diubah oleh IztaLorie 03-06-2023 21:52
wilona.eg346 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
836
14
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
IztaLorie
#8
Numpang Curhat
Part 3 Tanpa Undangan

“Tok, tok, tok. Numpang Curhat.”
Kepalaku terangkat saat mendengar suara seperti bunyi ketukan pintu. Pandanganku kemudian beralih ke arah kalender duduk yang ada di atas meja kaca ruang tamu. Ternyata sudah seminggu berlalu setelah drama numpang curhat Yura.
“Masuk, Ra.”
Kali ini Yura tidak datang sendiri. Apa mungkin ini teman kerjanya yang sekarang sudah bertobat?”
“Nggak usah repot-repot bikin minum atau siapin makanan. Aku kan tamu yang tahu diri, jadi sudah bawa semuanya.” Alis kananku terangkat mendengar perkataannya.
“Sini duduk! Ini siapa, Ra?” tanyaku tanpa perlu berbasa-basi.
Tangan Yura menggandeng cewek yang terlihat masih sungkan untuk masuk. Sampai-sampai Yura memegang pundaknya dan mengarahkan cewek itu untuk duduk di seberangku.
“Mau numpang curhat lagi?”
“Ya, iyalah, masa ya iya dong. Kan tadi aku sudah sebut password sebelum masuk sini.”
Melihat ekspresi kebahagiaan di wajah Yura, aku jadi yakin kalau cewek itu sudah baik-baik saja. Namun, pasti ada masalah lain sampai masih mau curhat.
“Buruan kalau mau curhat. Aku masih mau nonton drakor ini,” ucapku untuk menggoda Yura.
“Kamu ituloh drakor mulu yang diurusin. Gimana kalau sekali-kali kita nongkrong di kafe gitu atau ke warung angkringan saat sesi curhat,” sambar Yura dengan tidak sabar.
“Yang ada bukan curhat namanya,” balasku sambil menggeledah kantong belanjaan.
“Terus apa dong?”
“Pengumuman. Suaramu kan seperti toa. Nanti yang lain jadi ikut nyimak,” jelasku sambil terkekeh.
“Betul juga ya?” tanya Yura pada teman yang duduk di sampingnya.
Cewek itu mengangguk dengan malu-malu. Terlihat kalau Yura memang terbiasa mendominasi pembicaraan.
“Katanya mau curhat? Jadi nggak nih?” tagihku yang sudah mulai membuka bungkus kuaci dengan gambar bunga matahari.
Namun kedua orang yang duduk bersebelahan itu malah saling tatap dan melemparkan kode tentang siapa yang akan berbicara. Ini benar-benar menguji kesabaran. Meskipun sudah mendapatkan sogokan berupa cemilan, tapi waktuku jadi terbuang sia-sia. Harusnya aku bisa nonton dua drakor on going sore ini.
“Ehm, ehm.” Aku sengaja mencari perhatian.
“Yaelah bentar dong, Put. Apa kamu nggak lihat kalau kami baru diskusi?”
Ekspresi wajahku yang kesal membuat cewek yang mengenakan kaus sewarna melon itu ketakutan. Beberapa kali terlihat dia meremas-remas ujung kaus. Gerakan itu mau tak mau mengingatkanku kalau masih belum mencuci baju.
“Sebenarnya yang mau curhat itu Elvira.” Kedua telapak tangan yang terbuka diarahkan ke temannya itu.
“Ehm, kenalkan, aku Elvira. Sebenarnya aku tadi cuma iseng pas curhat sama Yura. Belum juga selesai cerita malah sudah dipotong dan diajak kesini. Aku tidak tahu kalau harus bercerita di depan orang lain yang bahkan tidak kukenal.” Wajah cemberut Elvira sama sekali tidak mengusik Yura.
Cewek itu malah sibuk memberi semangat dengan mengayunkan kedua tangan yang terkepal. Entah karena terlalu percaya dengan Yura atau memang takut kalau dimarahi, akhirnya cewek itu kembali melanjutkan perkataannya.
“Jadi gini. Akhir-akhir ini aku merasa teman-teman kerjaku suka membicarakan sesuatu tanpa melibatkan aku. Mereka bahkan sering keluar tanpa mengajakku. Aku bukannya tipe yang senang nongkrong, tapi rasanya seperti sedang dikucilkan.”
Aku mengangguk-angguk mendengar cerita itu. Tanpa cerita panjang lebar pun aku sudah tahu gambaran kondisi yang dialaminya karena sudah pernah mengalaminya sendiri.
“Kamu pengen tetap masuk dalam lingkungan mereka? Pengen diajak pergi gitu?” pancingku sebelum memberitahu solusi atas masalahnya.

“Tok, tok, tok. Numpang Curhat.”
Kepalaku terangkat saat mendengar suara seperti bunyi ketukan pintu. Pandanganku kemudian beralih ke arah kalender duduk yang ada di atas meja kaca ruang tamu. Ternyata sudah seminggu berlalu setelah drama numpang curhat Yura.
“Masuk, Ra.”
Kali ini Yura tidak datang sendiri. Apa mungkin ini teman kerjanya yang sekarang sudah bertobat?”
“Nggak usah repot-repot bikin minum atau siapin makanan. Aku kan tamu yang tahu diri, jadi sudah bawa semuanya.” Alis kananku terangkat mendengar perkataannya.
“Sini duduk! Ini siapa, Ra?” tanyaku tanpa perlu berbasa-basi.
Tangan Yura menggandeng cewek yang terlihat masih sungkan untuk masuk. Sampai-sampai Yura memegang pundaknya dan mengarahkan cewek itu untuk duduk di seberangku.
“Mau numpang curhat lagi?”
“Ya, iyalah, masa ya iya dong. Kan tadi aku sudah sebut password sebelum masuk sini.”
Melihat ekspresi kebahagiaan di wajah Yura, aku jadi yakin kalau cewek itu sudah baik-baik saja. Namun, pasti ada masalah lain sampai masih mau curhat.
“Buruan kalau mau curhat. Aku masih mau nonton drakor ini,” ucapku untuk menggoda Yura.
“Kamu ituloh drakor mulu yang diurusin. Gimana kalau sekali-kali kita nongkrong di kafe gitu atau ke warung angkringan saat sesi curhat,” sambar Yura dengan tidak sabar.
“Yang ada bukan curhat namanya,” balasku sambil menggeledah kantong belanjaan.
“Terus apa dong?”
“Pengumuman. Suaramu kan seperti toa. Nanti yang lain jadi ikut nyimak,” jelasku sambil terkekeh.
“Betul juga ya?” tanya Yura pada teman yang duduk di sampingnya.
Cewek itu mengangguk dengan malu-malu. Terlihat kalau Yura memang terbiasa mendominasi pembicaraan.
“Katanya mau curhat? Jadi nggak nih?” tagihku yang sudah mulai membuka bungkus kuaci dengan gambar bunga matahari.
Namun kedua orang yang duduk bersebelahan itu malah saling tatap dan melemparkan kode tentang siapa yang akan berbicara. Ini benar-benar menguji kesabaran. Meskipun sudah mendapatkan sogokan berupa cemilan, tapi waktuku jadi terbuang sia-sia. Harusnya aku bisa nonton dua drakor on going sore ini.
“Ehm, ehm.” Aku sengaja mencari perhatian.
“Yaelah bentar dong, Put. Apa kamu nggak lihat kalau kami baru diskusi?”
Ekspresi wajahku yang kesal membuat cewek yang mengenakan kaus sewarna melon itu ketakutan. Beberapa kali terlihat dia meremas-remas ujung kaus. Gerakan itu mau tak mau mengingatkanku kalau masih belum mencuci baju.
“Sebenarnya yang mau curhat itu Elvira.” Kedua telapak tangan yang terbuka diarahkan ke temannya itu.
“Ehm, kenalkan, aku Elvira. Sebenarnya aku tadi cuma iseng pas curhat sama Yura. Belum juga selesai cerita malah sudah dipotong dan diajak kesini. Aku tidak tahu kalau harus bercerita di depan orang lain yang bahkan tidak kukenal.” Wajah cemberut Elvira sama sekali tidak mengusik Yura.
Cewek itu malah sibuk memberi semangat dengan mengayunkan kedua tangan yang terkepal. Entah karena terlalu percaya dengan Yura atau memang takut kalau dimarahi, akhirnya cewek itu kembali melanjutkan perkataannya.
“Jadi gini. Akhir-akhir ini aku merasa teman-teman kerjaku suka membicarakan sesuatu tanpa melibatkan aku. Mereka bahkan sering keluar tanpa mengajakku. Aku bukannya tipe yang senang nongkrong, tapi rasanya seperti sedang dikucilkan.”
Aku mengangguk-angguk mendengar cerita itu. Tanpa cerita panjang lebar pun aku sudah tahu gambaran kondisi yang dialaminya karena sudah pernah mengalaminya sendiri.
“Kamu pengen tetap masuk dalam lingkungan mereka? Pengen diajak pergi gitu?” pancingku sebelum memberitahu solusi atas masalahnya.
wilona.eg346 memberi reputasi
1