- Beranda
- Stories from the Heart
RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)
...
TS
jurigciwidey
RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)
Quote:
Good news for me gan, kemaren ane dah ketemu dengan pihak PH, dan sepakat mereka mengangkat ide cerita tentang kolong mayit sebagai film yang akan mereka buat...
Mereka akan membuat cerita baru dengan desa kolong mayit sebagai latarnya, sehingga akan sedikit berbeda dengan cerita rarasukma yang ane buat
terlepas dari hal itu, ane hanya meminta doanya kepada agan-agan dan sista semua, semoga semuanya di lancarkan ketika prosesnya berjalan dan ide cerita yang akan di jadikan film bisa diterima oleh masyarakat luas
Mereka akan membuat cerita baru dengan desa kolong mayit sebagai latarnya, sehingga akan sedikit berbeda dengan cerita rarasukma yang ane buat
terlepas dari hal itu, ane hanya meminta doanya kepada agan-agan dan sista semua, semoga semuanya di lancarkan ketika prosesnya berjalan dan ide cerita yang akan di jadikan film bisa diterima oleh masyarakat luas
SAMPURASUN
Setelah beberapa tahun menghilang, karena cerita-cerita sebelumnya di tarik oleh salah satu platform, akhirnya kini ane kembali lagi gan. seperti pulang ke kampung halaman setelah merantau selama dua tahun lamanya
Di thread ini ane kembali bercerita, sebuah kisah yang mungkin bisa di nikmati oleh para agan dan sista yang mampir ke thread ane ini.
namun, sebelum baca mohon untuk tidak mengcopy, mengedit, bahkan menyebarkan ke platform atau media lain tanpa seizin dari saya ya.
maka dari itu, mari kita mulai ceritanya.
![RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)](https://s.kaskus.id/images/2023/05/30/1454678_20230530104622.png)
Di thread ini ane kembali bercerita, sebuah kisah yang mungkin bisa di nikmati oleh para agan dan sista yang mampir ke thread ane ini.
namun, sebelum baca mohon untuk tidak mengcopy, mengedit, bahkan menyebarkan ke platform atau media lain tanpa seizin dari saya ya.
maka dari itu, mari kita mulai ceritanya.
![RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)](https://s.kaskus.id/images/2023/05/30/1454678_20230530104622.png)
Quote:
Rara, begitulah namanya.
Seseorang yang awalnya adalah gadis biasa, hingga dimana dirinya mendapatkan sesuatu tragedi yang membuat dirinya harus berurusan dengan hal gaib di dalam hidupnya. dan ini adalah awal yang merubah kehidupannya.
Dimana tubuhnya dipaksa untuk bisa menerima semua kejadian yang diluar nalar beserta semua tragedi yang ada di dalamnya.
Seseorang yang awalnya adalah gadis biasa, hingga dimana dirinya mendapatkan sesuatu tragedi yang membuat dirinya harus berurusan dengan hal gaib di dalam hidupnya. dan ini adalah awal yang merubah kehidupannya.
Dimana tubuhnya dipaksa untuk bisa menerima semua kejadian yang diluar nalar beserta semua tragedi yang ada di dalamnya.
ARC 1 : AWAL MULA RARA
BAB 1 (DIBAWAH)
BAB 2 (HILANG)
BAB 3 (RAMAI)
BAB 4 (RUANGAN)
BAB 5 (PULANG)
BAB 6 (SUASANA)
BAB 7 (MELARIKAN DIRI)
BAB 8 TERSADARKAN
ARC 2 : EXPEDISI
BAB 9 SATU BULAN KEMUDIAN
BAB 10 PERTEMUAN
BAB 11
MBAH WALANG
BAB 12 KEBERANGKATAN
BAB 13 BERKUMPUL
BAB 14 MALAM PERTAMA
BAB 15 KELUAR
BAB 16 DARAH
BAB 17 MEMULAI PERJALANAN
BAB 18 LEUWEUNG KUNTI
BAB 19 PERDEBATAN
BAB 20 MEREKA
BAB 21 DILUAR RENCANA
BAB 22 KEPANIKAN
BAB 23 MENGIKUTI
BAB 24 BERPENCAR
BAB 25 MIMPI
BAB 26 KETAKUTAN
BAB 27 SAMPAI
BAB 28 DESA
BAB 29 DIMALAM PERTAMA
BAB 30 KERAMAT
BAB 31 TERSENYUM
BAB 32 TIDAK TERDUGA
BAB 33 KEPANIKAN
BAB 34 MENGUNGSI
BAB 35 KETIDAKTAHUAN
BAB 36 KENYATAAN
BAB 37 TERROR
BAB 38 KETAKUTAN
BAB 39 MELARIKAN DIRI
BAB 40 DIA
BAB 41 DIBALIK ITU SEMUA
BAB 42 PENYESALAN
BAB 43 BANTUAN
BAB 44 MENGHILANG KEMBALI
BAB 45 TERNYATA DIA
BAB 46 KEMBALI
BAB 47 DATANG
BAB 48 BEBERAPA WAKTU YANG LALU (TAMAT)
Quote:
“Bener kita harus lakuin ini Wi?”
Tubuh Rara tiba-tiba bergetar hebat, ketika dia berdiri di salah satu sudut ruangan tua yang sudah dipenuhi oleh tumbuhan-tumbuhan liar yang merambat melalui dinding-dinding yang lembab dan penuh lumut pada malam itu.
“Lu gak perlu takut, semua ini demi konten yang kita bangun. lu tau sendiri kan bagaimana naiknya kalau kita bikin konten tentang horror.”
“Ardi, Dimas, Danang semuanya setuju atas apa yang akan kita lakukan kali ini.”
Tampak seseorang dengan penuh percaya diri memberikan semangat kepada Rara, seseorang yang membuat ide untuk melakukan konten seperti ini di dalam sebuah bangunan yang sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya karena ada kejadian bunuh diri yang mengakibatkan hampir seluruh keluarga yang tinggal disana meninggal dunia dengan cara digantung di dalam ruangan yang sedang mereka berdua masuki pada saat ini.
Dewi yang kini menemani Rara tampak tersenyum pelan, sebagai seorang leader yang meyakinkan Rara bahwa konten yang akan mereka buat sekarang akan trending. Maka sudah sepantasnya dirinya meyakinkan Rara yang kini tampak ketakutan untuk bisa bertahan di sana sampai akhir.
Sedangkan Rara yang merupakan orang yang harus berada di depan kamera setiap waktu, mau tidak mau harus mengkutinya, karena dia adalah bintang utama dari konten ini.
Parasnya yang cantik dan followers instagramnya yang sudah puluhan ribu, membuat dirinya menjadi ujung tombak dari tim yang Dewi bentuk untuk konten tersebut.
“Lu di depan kamera akan dibuat seolah-olah sendirian, membuat vlog untuk menelusuri tempat ini dari ujung ke ujung dan menceritakan tentang terbunuhnya lima anggota keluarga dengan cara gantung diri di rumah ini.”
“Anggap diri lu menjadi seorang indigo, agar bisa menarik banyak penonton, semakin lu heboh maka akan semakin baik.”
Dewi yang mencoba menyemangati Rara yang tampaknya masih ketakutan kini memegang pundak dirinya dengan senyuman kecil pada malam itu.
“Gue tau lu takut karena baru kali ini lu lakuin hal yang seperti ini.”
“Tapi tenang, sebenarnya lu gak akan sendiri, ada kita yang mantau lu di mobil dengan kamera yang sudah kita simpan di setiap sudut.”
“Sehingga ketika lu merasa ketakutan dan merasa ada yang aneh, kita berempat akan langsung ke tempat lu.”
“Kita sudah janji, semua pendapatan dari konten ini, lu akan dapat porsi yang lebih banyak.”
“Jadi, siap-siaplah untuk tenar, siapa tau lu jadi the next Jurnal Rosi atau Sasra Wijayanta nantinya.”
Rara yang mempunyai hutang budi terhadap Dewi yang menaikan pamornya hingga hari ini mau tidak mau harus menuruti apa yang Dewi katakan apapun kontennya.
Karena selama ini, konten-konten yang dia buat bersama dengan tim nya kini menjadi pendapatan utama dirinya di sela-sela kuliah yang sedang dia jalani selama tiga tahun ini.
Meskipun Rara masih ragu atas apa yang akan dia lakukan, namun dia mengangguk sebagai tanda persetujuan. Dia juga kini terlihat menggerakan wajahnya yang kaku, agar terlihat bagus di depan kamera yang dia bawa.
Sebagai seseorang yang terbiasa tampil di depan kamera, Dia harus siap untuk berakting seolah-olah menjadi seorang indigo yang menceritakan tentang tempat-tempat seram dengan segala makhluk yang tinggal disana.
Tentu saja, itu semua hasil dari briefing dan riset yang telah Dewi lakukan dengan tiga anggota lainnya. Sehingga semuanya bisa tampak seperti asli di depan kamera.
“Ya sudah, kalau memang sudah siap gue akan meninggalkan lu disini ya Ra, lu tinggal jalan aja ke tempat-tempat yang sudah kita briefing dan menceritakan semuanya disana.”
“Apa yang lu rasain, apa yang lu lihat nanti ceritakan di depan kamera yang lu bawa ya. Karena lu adalah ujung tombak dari channel yang kita buat.”
Dewi yang senang karena Rara sudah siap atas apa dia kerjakan akhirnya menepuk pundak Rara beberapa kali.
Tak lama, dia pun akhirnya berbalik dan meninggalkan dirinya sendirian dengan senter dan kamera yang dia bawa.
Sambil tersenyum dia mengangkat tangan ke salah satu kamera yang berada di sudut ruangan tersebut, dan memberi isyarat bahwa semuanya sudah siap untuk memulai penelusuran di tempat yang menyeramkan ini.
***
Sebuah mobil tampak terparkir halaman rumah yang terbengkalai itu. Sebuah rumah yang sangat besar, dengan model seperti rumah-rumah mewah yang ada di sinetron masa kini dengan cat putihnya yang sudah memudar dan tampak lapuk di makan usia.
Rumah itu tampaknya sudah lama ditinggalkan bahkan kini rumah tersebut nampak sudah di ambil alih oleh alam dengan tumbuhan merambat yang terlihat seperti menggerogoti isi dari rumah besar tersebut setelah ditinggalkan selama beberapa tahun lamanya.
Sebuah kejadian naas yang mengakibatkan beberapa orang terbunuh karena gantung diri di dalam sana membuat rumah itu terbengkalai.
Entah bagaimana ceritanya kelima orang itu bisa tergantung dengan selendang yang menggantung di langit-langit dan leher mereka yang terikat mereka semua dalam keadaan yang mengenaskan.
Seorang ibu, seorang ayah, dan tiga anak laki-laki yang ditemukan tidak bernyawa oleh anak bungsunya yang pulang ketika libur kuliah.
Semua berspekulasi bahwa itu adalah pembunuhan, namun hingga hari ini bukti-bukti itu tidak bisa ditemukan. Bahkan sang anak bungsu pun mendadak gila karena dia merasa di hantui oleh keluarganya sehingga harus dibawa di Rumah Sakit Jiwa.
Meskipun, beberapa tahun ke belakang sang anak bungsu tiba-tiba menghilang begitu saja disana, dia menghilang tanpa jejak dan hingga hari ini belum ditemukan.
Dewi merasa yakin bahwa konten yang dia buat kali ini akan membuat semua orang menonton kontennya.
Karena, hingga hari ini tidak ada satu pun konten kreator yang membahas rumah ini beserta kasus yang menimpanya.
“Guys, gimana sudah mulai live di semua platform kan?”
Dewi yang tampak semangat kini mendekati Ardi, Dimas yang standby di depan mobil dengan semua peralatan yang mereka bawa untuk konten yang dia bawakan.
Semua platform mereka nyalakan, mereka mengatur pergerakan dari Rara yang ditinggalkan di dalam sana. Mereka semua tampak serius seperti layaknya para pegawai televisi yang sedang sibuk memindahkan kamera-kamera yang terpasang disana agar dia bisa mengikuti kemana Rara melangkah di dalam sana.
Ardi hanya mengangkat tangannya ketika Rara datang menghampirinya. Matanya fokus menatap layar-layar kecil di atas laptopnya dan mengatur nya agar bisa dilihat oleh para penonton yang ada disana.
Sedangkan Dimas terlihat fokus dengan headset yang menempel di kepalanya, juga sebuah soundcard yang dia pakai untuk mengatur suara dari Dewi agar terdengar jelas.
Sedangkan Danang, tampak hanya tertidur pulas di kursi supir. Dia tampaknya terlihat sangat kecapean karena medan yang harus mereka tempuh untuk sampai di tempat ini sangatlah berat.
Dewi yang berada di sana terlihat mendekati Ardi yang fokus dengan laptop dan beberapa HP yang menyala di dekatnya, sesekali dia membaca komentar dari para penonton yang melihat Dewi yang berada disana sendirian.
Benar saja, penonton yang awalnya hanya ratusan kini menjadi ribuan dalam sekejap. Tak terhitung banyak sekali gift-gift dari para penonton yang sedang menyaksikan apa yang Rara lakukan, banyak yang berkomentar bahwa apa yang Rara ceritakan tentang rumah itu terlihat sangat menyeramkan.
Bahkan ada beberapa yang mengatakan bahwa baru kali ini mereka melihat live yang seperti ini di dalam platform yang mereka tonton.
Dewi merasa senang, banyak feedback yang positif dari para penonton setianya. Bahkan melebihi dari konten-konten lain yang sudah dia lakukan dengan timnya.
Dia merasa, bahkan konten horor yang dia lakukan harus tetap berjalan, bahkan mungkin akan menjadi acara reguler agar mereka semakin terkenal.
Dewi terus memperhatikan komentar-komentar tersebut dengan gift yang tak henti-hentinya mengalir pada malam itu.
Namun, tiba-tiba Ardi menunjuk suatu komentar yang agak sedikit aneh. Komentar yang memakai huruf-huruf besar agar mereka bisa melihat tulisan itu dengan seksama.
Sebuah tulisan yang membuat Dewi tiba-tiba bergidik, karena sesaat setelah tulisan itu muncul.
Tiba-tiba…
Pssstttt
Genset yang menyalakan seluruh peralatan disana tiba-tiba mati, bersamaan dengan laptop dan HP yang mereka pakai untuk live di konten tersebut.
Ardi sedikit panik atas apa yang terjadi, perlu beberapa menit hingga akhirnya genset menyala kembali.
Namun, ketika semuanya menyala dan live itu kembali berlangsung. Tiba-tiba sosok Rara yang seharusnya tampak di dalam kamera tiba-tiba menghilang, dia seperti lenyap ditelan bumi di dalam rumah tersebut pada malam itu.
Tubuh Rara tiba-tiba bergetar hebat, ketika dia berdiri di salah satu sudut ruangan tua yang sudah dipenuhi oleh tumbuhan-tumbuhan liar yang merambat melalui dinding-dinding yang lembab dan penuh lumut pada malam itu.
“Lu gak perlu takut, semua ini demi konten yang kita bangun. lu tau sendiri kan bagaimana naiknya kalau kita bikin konten tentang horror.”
“Ardi, Dimas, Danang semuanya setuju atas apa yang akan kita lakukan kali ini.”
Tampak seseorang dengan penuh percaya diri memberikan semangat kepada Rara, seseorang yang membuat ide untuk melakukan konten seperti ini di dalam sebuah bangunan yang sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya karena ada kejadian bunuh diri yang mengakibatkan hampir seluruh keluarga yang tinggal disana meninggal dunia dengan cara digantung di dalam ruangan yang sedang mereka berdua masuki pada saat ini.
Dewi yang kini menemani Rara tampak tersenyum pelan, sebagai seorang leader yang meyakinkan Rara bahwa konten yang akan mereka buat sekarang akan trending. Maka sudah sepantasnya dirinya meyakinkan Rara yang kini tampak ketakutan untuk bisa bertahan di sana sampai akhir.
Sedangkan Rara yang merupakan orang yang harus berada di depan kamera setiap waktu, mau tidak mau harus mengkutinya, karena dia adalah bintang utama dari konten ini.
Parasnya yang cantik dan followers instagramnya yang sudah puluhan ribu, membuat dirinya menjadi ujung tombak dari tim yang Dewi bentuk untuk konten tersebut.
“Lu di depan kamera akan dibuat seolah-olah sendirian, membuat vlog untuk menelusuri tempat ini dari ujung ke ujung dan menceritakan tentang terbunuhnya lima anggota keluarga dengan cara gantung diri di rumah ini.”
“Anggap diri lu menjadi seorang indigo, agar bisa menarik banyak penonton, semakin lu heboh maka akan semakin baik.”
Dewi yang mencoba menyemangati Rara yang tampaknya masih ketakutan kini memegang pundak dirinya dengan senyuman kecil pada malam itu.
“Gue tau lu takut karena baru kali ini lu lakuin hal yang seperti ini.”
“Tapi tenang, sebenarnya lu gak akan sendiri, ada kita yang mantau lu di mobil dengan kamera yang sudah kita simpan di setiap sudut.”
“Sehingga ketika lu merasa ketakutan dan merasa ada yang aneh, kita berempat akan langsung ke tempat lu.”
“Kita sudah janji, semua pendapatan dari konten ini, lu akan dapat porsi yang lebih banyak.”
“Jadi, siap-siaplah untuk tenar, siapa tau lu jadi the next Jurnal Rosi atau Sasra Wijayanta nantinya.”
Rara yang mempunyai hutang budi terhadap Dewi yang menaikan pamornya hingga hari ini mau tidak mau harus menuruti apa yang Dewi katakan apapun kontennya.
Karena selama ini, konten-konten yang dia buat bersama dengan tim nya kini menjadi pendapatan utama dirinya di sela-sela kuliah yang sedang dia jalani selama tiga tahun ini.
Meskipun Rara masih ragu atas apa yang akan dia lakukan, namun dia mengangguk sebagai tanda persetujuan. Dia juga kini terlihat menggerakan wajahnya yang kaku, agar terlihat bagus di depan kamera yang dia bawa.
Sebagai seseorang yang terbiasa tampil di depan kamera, Dia harus siap untuk berakting seolah-olah menjadi seorang indigo yang menceritakan tentang tempat-tempat seram dengan segala makhluk yang tinggal disana.
Tentu saja, itu semua hasil dari briefing dan riset yang telah Dewi lakukan dengan tiga anggota lainnya. Sehingga semuanya bisa tampak seperti asli di depan kamera.
“Ya sudah, kalau memang sudah siap gue akan meninggalkan lu disini ya Ra, lu tinggal jalan aja ke tempat-tempat yang sudah kita briefing dan menceritakan semuanya disana.”
“Apa yang lu rasain, apa yang lu lihat nanti ceritakan di depan kamera yang lu bawa ya. Karena lu adalah ujung tombak dari channel yang kita buat.”
Dewi yang senang karena Rara sudah siap atas apa dia kerjakan akhirnya menepuk pundak Rara beberapa kali.
Tak lama, dia pun akhirnya berbalik dan meninggalkan dirinya sendirian dengan senter dan kamera yang dia bawa.
Sambil tersenyum dia mengangkat tangan ke salah satu kamera yang berada di sudut ruangan tersebut, dan memberi isyarat bahwa semuanya sudah siap untuk memulai penelusuran di tempat yang menyeramkan ini.
***
Sebuah mobil tampak terparkir halaman rumah yang terbengkalai itu. Sebuah rumah yang sangat besar, dengan model seperti rumah-rumah mewah yang ada di sinetron masa kini dengan cat putihnya yang sudah memudar dan tampak lapuk di makan usia.
Rumah itu tampaknya sudah lama ditinggalkan bahkan kini rumah tersebut nampak sudah di ambil alih oleh alam dengan tumbuhan merambat yang terlihat seperti menggerogoti isi dari rumah besar tersebut setelah ditinggalkan selama beberapa tahun lamanya.
Sebuah kejadian naas yang mengakibatkan beberapa orang terbunuh karena gantung diri di dalam sana membuat rumah itu terbengkalai.
Entah bagaimana ceritanya kelima orang itu bisa tergantung dengan selendang yang menggantung di langit-langit dan leher mereka yang terikat mereka semua dalam keadaan yang mengenaskan.
Seorang ibu, seorang ayah, dan tiga anak laki-laki yang ditemukan tidak bernyawa oleh anak bungsunya yang pulang ketika libur kuliah.
Semua berspekulasi bahwa itu adalah pembunuhan, namun hingga hari ini bukti-bukti itu tidak bisa ditemukan. Bahkan sang anak bungsu pun mendadak gila karena dia merasa di hantui oleh keluarganya sehingga harus dibawa di Rumah Sakit Jiwa.
Meskipun, beberapa tahun ke belakang sang anak bungsu tiba-tiba menghilang begitu saja disana, dia menghilang tanpa jejak dan hingga hari ini belum ditemukan.
Dewi merasa yakin bahwa konten yang dia buat kali ini akan membuat semua orang menonton kontennya.
Karena, hingga hari ini tidak ada satu pun konten kreator yang membahas rumah ini beserta kasus yang menimpanya.
“Guys, gimana sudah mulai live di semua platform kan?”
Dewi yang tampak semangat kini mendekati Ardi, Dimas yang standby di depan mobil dengan semua peralatan yang mereka bawa untuk konten yang dia bawakan.
Semua platform mereka nyalakan, mereka mengatur pergerakan dari Rara yang ditinggalkan di dalam sana. Mereka semua tampak serius seperti layaknya para pegawai televisi yang sedang sibuk memindahkan kamera-kamera yang terpasang disana agar dia bisa mengikuti kemana Rara melangkah di dalam sana.
Ardi hanya mengangkat tangannya ketika Rara datang menghampirinya. Matanya fokus menatap layar-layar kecil di atas laptopnya dan mengatur nya agar bisa dilihat oleh para penonton yang ada disana.
Sedangkan Dimas terlihat fokus dengan headset yang menempel di kepalanya, juga sebuah soundcard yang dia pakai untuk mengatur suara dari Dewi agar terdengar jelas.
Sedangkan Danang, tampak hanya tertidur pulas di kursi supir. Dia tampaknya terlihat sangat kecapean karena medan yang harus mereka tempuh untuk sampai di tempat ini sangatlah berat.
Dewi yang berada di sana terlihat mendekati Ardi yang fokus dengan laptop dan beberapa HP yang menyala di dekatnya, sesekali dia membaca komentar dari para penonton yang melihat Dewi yang berada disana sendirian.
Benar saja, penonton yang awalnya hanya ratusan kini menjadi ribuan dalam sekejap. Tak terhitung banyak sekali gift-gift dari para penonton yang sedang menyaksikan apa yang Rara lakukan, banyak yang berkomentar bahwa apa yang Rara ceritakan tentang rumah itu terlihat sangat menyeramkan.
Bahkan ada beberapa yang mengatakan bahwa baru kali ini mereka melihat live yang seperti ini di dalam platform yang mereka tonton.
Dewi merasa senang, banyak feedback yang positif dari para penonton setianya. Bahkan melebihi dari konten-konten lain yang sudah dia lakukan dengan timnya.
Dia merasa, bahkan konten horor yang dia lakukan harus tetap berjalan, bahkan mungkin akan menjadi acara reguler agar mereka semakin terkenal.
Dewi terus memperhatikan komentar-komentar tersebut dengan gift yang tak henti-hentinya mengalir pada malam itu.
Namun, tiba-tiba Ardi menunjuk suatu komentar yang agak sedikit aneh. Komentar yang memakai huruf-huruf besar agar mereka bisa melihat tulisan itu dengan seksama.
Sebuah tulisan yang membuat Dewi tiba-tiba bergidik, karena sesaat setelah tulisan itu muncul.
Tiba-tiba…
Pssstttt
Genset yang menyalakan seluruh peralatan disana tiba-tiba mati, bersamaan dengan laptop dan HP yang mereka pakai untuk live di konten tersebut.
Ardi sedikit panik atas apa yang terjadi, perlu beberapa menit hingga akhirnya genset menyala kembali.
Namun, ketika semuanya menyala dan live itu kembali berlangsung. Tiba-tiba sosok Rara yang seharusnya tampak di dalam kamera tiba-tiba menghilang, dia seperti lenyap ditelan bumi di dalam rumah tersebut pada malam itu.
Diubah oleh jurigciwidey 25-08-2023 14:07
iwakcetol dan 49 lainnya memberi reputasi
48
35.6K
Kutip
433
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
jurigciwidey
#86
BAB 24 BERPENCAR
Quote:
Entis hanya terdiam, tubuhnya tidak bisa bergerak. Dua orang yang ada di depannya rupanya bukan Mbah Walang dan Danang, namun dua mahluk yang seringkali menjadi sebuah cerita bagi masyarakat desa yang menjadi tempat tinggalnya tak jauh dari hutan ini.
Aden-aden, adalah salah satu mahluk penghuni Leuweung Kunti maupun Leuweung Poek yang seringkali muncul di depan para manusia ketika mereka melakukan aktifitas di malam hari di dua hutan ini.
Mereka sebenarnya tidak terlalu berbahaya seperti para mahluk yang lain, tubuhnya yang sama seperti manusia seringkali tidak membuat para manusia lain yang melintas menghiraukannya.
Namun tetap saja, ketika manusia melihat mereka dari dekat mereka akan tau bahwa itu bukanlah manusia yang dia kira.
Karena, wajah mereka rata, tidak ada apapun di wajahnya, hidung, mata, mulut semuanya hilang, bahkan telinga yang harusnya ada di wajahnya pun menghilang.
Kedua mahluk itu hanya menengok ke arah Entis yang kini berdiri beberapa meter di belakangnya. Cahaya dari api unggun yang menyala di dekat mereka membuat tubuh dari kedua mahluk itu semakin terlihat jelas.
Entis juga melihat bagaimana kedua tangan mereka yang keriput dengan kuku-kukunya yang panjang tiba-tiba menunjuk ke arahnya secara perlahan, lalu bergerak secara perlahan ke arah kiri seperti sedang memberi tahu sesuatu.
Entis hanya terdiam dan tidak merespon apapun pada saat itu, tubuhnya tiba-tiba basah oleh keringat dingin yang muncul di dari dalam dirinya. Suaranya yang muncul ketika tadi berteriak kini seolah-olah menghilang, sehingga Entis tidak bisa meminta tolong dan meminta bantuan dari Adang dan tim rarasukma yang dia sangka masih ada di area tenda dibelakang sana.
Namun, dirinya hanya ingat satu hal. Dia di ajarkan untuk tidak terlalu panik ketika bertemu dengan hal-hal seperti ini.
Hidup di desa yang berdampingan dengan Leuweung Kunti dan Leuweung Poek membuat dirinya seringkali di nasehati oleh kedua orang tuanya sewaktu kecil, juga cerita-cerita dari warga desa yang seringkali bertemu dengan para mahluk seperti ini.
Sehingga, di saat rasa takut kini muncul dan mengambil alih dirinya. Dia lebih baik untuk mencoba menggerakan tubuhnya dan mundur beberapa langkah untuk menjauhi kedua mahluk itu secara perlahan.
Dia berusaha untuk tidak berlari di tengah-tengah kegelapan hutan yang lebat dan gelap ini. karena dia takut, ada mahluk lain yang sedang menunggu dirinya dan bersembunyi di dalam kegelapan malam.
Satu langkah.
Dua langkah.
Tiga langkah.
Entis mundur secara perlahan, dia sangat berhati-hati atas langkahnya. Bahkan dia secara pelan-pelan menginjak daun-daun kering yang ada dibawah sana. Dia takut suara-suara keras yang timbul akibat pijakan kakinya bisa mengundang mahluk lain untuk datang ke tempat ini.
Langkah ke empat dan langkah kelima sepertinya sudah berhasil dia lakukan. Secara perlahan-lahan dia mundur dan menjauhi aden-aden yang masih melihat ke arah dirinya dengan kedua wajahnya yang rata.
Namun, ketika dia mengambil langkah yang ke enam.
Dia merasakan bahwa pijakannya hilang. Dia merasa bahwa tidak ada tanah yang bisa dia pijak dibawah sana.
Sehingga…
Krosakkkk
Entis tiba-tiba terjatuh, tubuhnya yang mundur membuat dirinya terdorong ke dalam sebuah jurang yang tepat berada di belakangnya. Hal itu membuat tubuhnya terguling-guling dengan banyak sekali dedaunan kering yang menggulung tubuhnya pada saat itu.
Tubuhnya beberapa kali terbentur batu, menabrak semak-semak dengan duri yang tajam. serta menabrak beberapa pepohonan yang ada disana.
Entis tidak bisa mengendalikan tubuhnya yang terguling disana. Dia hanya bisa menahan sakit sambil mempertahankan kesadarannya.
Meskipun, tak lama kemudian dirinya tidak sadarkan diri ketika tubuhnya tepat jatuh ke arah sungai yang ada dibawah sana, bersamaan dengan senter kecil yang terlempar tak jauh dari tubuhnya pada malam itu.
***
“SERIUS LU KEHILANGAN RARA.”
Dewi tiba-tiba meninggikan suaranya ketika tau bahwa Adang dan Dimas kehilangan Rara. dia langsung menggelengkan kepalanya dan mendekatkan ibu jarinya untuk dia gigit karena cemas akan sahabatnya yang menghilang.
Adang dan Dimas hanya bisa terdiam. Mereka berdua memperlihatkan video yang awalnya melihat Rara dari kejauhan dan menghilang begitu saja ketika melewati dua buah pohon besar yang kini ada di dekat mereka.
“Lihat wi, Rara menghilang di antara dua pepohonan ini, tubuhnya kayak yang tiba-tiba ilang gitu dalam gelap wi.”
“Tau sendiri yang menggerakan tubuhnya pada saat itu bukan Rara, dia sambil jalan terus aja mengoceh dalam bahasa sunda dan ga berhenti untuk berjalan.”
Adang yang bersama mereka berdua kini terduduk lemas dan menyenderkan tubuhnya di salah satu pohon yang ada disana, dia bergumam sendiri dan seperti menyesali keputusan untuk mengantar Pak Brata dan tim rarasukma ke Desa Kolong Mayit melalui Leuweung Poek.
“Geus di bejaan ku aink, ulah lewat leuweung ieu, naha sih jelema beunghar eta hayang pisan asup leuweung kunti, akhirna kan kieu, si Entis leungit, si Neng Rara teuing kamana, kabeh papencar. (Sudah dikasih tau, jangan lewat hutan ini, kenapa sih manusia kaya itu ingin banget masuk Leuweung Kunti, akhirnya kan gini, si Entis hilang, si Neng Rara ga tau kemana, semuanya berpisah.)”
Kepala Adang tertunduk, tubuhnya benar-benar lelah atas apa yang terjadi pada malam ini. dia tidak menyangka Leuweung Kunti benar-benar menakutkan ketika malam, apalagi Entis yang merupakan salah satu warga yang sama dengannya hilang begitu saja ditelan oleh hutan yang gelap ini.
Dewi yang tau bahasa sunda langsung mendekati Adang yang sedang duduk disana. Dia mencoba untuk menyemangati Adang agar tidak menyerah di saat-saat seperti ini.
Sedangkan Diimas langsung berinisiatif kembali mengangkat kameranya dan merekam apa yang sedang terjadi disana.
“Kang, ulah sieun, urang pilarian Kang Entis sareng Rara nya. (Kang, jangan takut, kita cari kang Entis dan Rara ya.)”
“Da sigahnamah moal tebih ti dieu, sugan atuh engke pas rada shubuh kapendak. (Karena sepertinya tidak jauh dari sini, siapa tau nanti pas agak subuh ketemu.)”
Dewi yang merasa bertanggung jawab atas hal itu berusaha membuat Adang bisa kembali berdiri dan mencari Entis dan Rara yang kini masih menghilang.
Meskipun…
“MARANEH JELEMA KOTA TEU NGARTI SITUASI AYEUNA, AINK ANU GEUS LILA DIDIEU APAL KUMAHA LEUWEUNG KUNTI DI JERO NA. (KALIAN ORANG KOTA GA AKAN MENGERTI SITUASI SEKARANG, AKU YANG SUDAH LAMA DISINI TAU BAGAIMANA LEUWEUNG KUNTI DI DALAMNYA.)”
Adang yang mendengar hal itu dari Dewi langsung berteriak. sebagai orang yang sudah lama tinggal di desa yang dekat dengan Leuweung Kunti dan Leuweung Poek, dia benar-benar tau bagaimana seramnya hutan itu ketika malam tiba
“Iya, iya aku tau kang aku tau, tenang-tenang ya.”
Dewi kaget atas apa yang dikatakan Adang, namun di satu sisi dia harus tetap menenangkan Adang karena dia adalah satu-satunya orang yang tau wilayah dari Leuweung Kunti ini.
Bahkan Dimas yang awalnya merekam kejadian itu langsung mematikan kameranya dan ikut mendekati Dewi untuk membantu menenangkan Adang yang nampak prustasi atas kejadian yang terjadi kepada mereka pada malam itu.
Butuh waktu lama untuk membuat Adang tenang, akhirnya dia bisa tenang setelah mengatur napas sembari menundukan kepala. Sesekali dia melihat ke arah Dewi dan Dimas yang masih berusaha untuk menenangkan dirinya, bahkan dia juga melihat pepohonan yang tinggi besar yang ada di sekeliling dirinya sekarang
“Sudah tenang kan, yu kang kita cari lagi, sekarang sudah jam tiga shubuh lebih hampir setengah empat. semoga kali ini kita bisa menemukan mereka berdua.” kata Dewi yang kini tersenyum kepada Adang agar dirinya bisa berdiri kembali dan melanjutkan apa yang sedang mereka cari.
***
Nampak seseorang tengah terbaring di antara rerumputan yang lembab oleh embun pagi yang mulai muncul. meskipun langit masih dalam keadaan gelap, namun karena dinginnya hutan membuat dedaunan dan rerumputan yang ada disekitarnya kini berembun dengan air yang nampak dingin ketika menetes ke kulit.
Seseorang itu tiba-tiba terbangun, embun-embun basah yang kini membasahi tubuhnya yang terbaring itu membuat dirinya membuka matanya secara perlahan.
Hal yang pertama kali dia lihat adalah sebuah pemandangan indah berupa bulan purnama yang bersinar terang dengan bintang-bintang yang membanjiri seluruh langit yang nampak masih gelap gulita pada saat itu.
Sambil menggerakan tubuhnya yang nampak kaku, dia melihat sekeliling tempat itu yang nampak berbeda dengan tempat yang dia datangi sebelumnya.
“Dimana ini? bukannya tadi ada di Leuweung Kunti, kenapa sekarang berada di area terbuka.” kata Rara yang nampak heran dengan apa yang terjadi kepada dirinya pada saat itu.
Aden-aden, adalah salah satu mahluk penghuni Leuweung Kunti maupun Leuweung Poek yang seringkali muncul di depan para manusia ketika mereka melakukan aktifitas di malam hari di dua hutan ini.
Mereka sebenarnya tidak terlalu berbahaya seperti para mahluk yang lain, tubuhnya yang sama seperti manusia seringkali tidak membuat para manusia lain yang melintas menghiraukannya.
Namun tetap saja, ketika manusia melihat mereka dari dekat mereka akan tau bahwa itu bukanlah manusia yang dia kira.
Karena, wajah mereka rata, tidak ada apapun di wajahnya, hidung, mata, mulut semuanya hilang, bahkan telinga yang harusnya ada di wajahnya pun menghilang.
Kedua mahluk itu hanya menengok ke arah Entis yang kini berdiri beberapa meter di belakangnya. Cahaya dari api unggun yang menyala di dekat mereka membuat tubuh dari kedua mahluk itu semakin terlihat jelas.
Entis juga melihat bagaimana kedua tangan mereka yang keriput dengan kuku-kukunya yang panjang tiba-tiba menunjuk ke arahnya secara perlahan, lalu bergerak secara perlahan ke arah kiri seperti sedang memberi tahu sesuatu.
Entis hanya terdiam dan tidak merespon apapun pada saat itu, tubuhnya tiba-tiba basah oleh keringat dingin yang muncul di dari dalam dirinya. Suaranya yang muncul ketika tadi berteriak kini seolah-olah menghilang, sehingga Entis tidak bisa meminta tolong dan meminta bantuan dari Adang dan tim rarasukma yang dia sangka masih ada di area tenda dibelakang sana.
Namun, dirinya hanya ingat satu hal. Dia di ajarkan untuk tidak terlalu panik ketika bertemu dengan hal-hal seperti ini.
Hidup di desa yang berdampingan dengan Leuweung Kunti dan Leuweung Poek membuat dirinya seringkali di nasehati oleh kedua orang tuanya sewaktu kecil, juga cerita-cerita dari warga desa yang seringkali bertemu dengan para mahluk seperti ini.
Sehingga, di saat rasa takut kini muncul dan mengambil alih dirinya. Dia lebih baik untuk mencoba menggerakan tubuhnya dan mundur beberapa langkah untuk menjauhi kedua mahluk itu secara perlahan.
Dia berusaha untuk tidak berlari di tengah-tengah kegelapan hutan yang lebat dan gelap ini. karena dia takut, ada mahluk lain yang sedang menunggu dirinya dan bersembunyi di dalam kegelapan malam.
Satu langkah.
Dua langkah.
Tiga langkah.
Entis mundur secara perlahan, dia sangat berhati-hati atas langkahnya. Bahkan dia secara pelan-pelan menginjak daun-daun kering yang ada dibawah sana. Dia takut suara-suara keras yang timbul akibat pijakan kakinya bisa mengundang mahluk lain untuk datang ke tempat ini.
Langkah ke empat dan langkah kelima sepertinya sudah berhasil dia lakukan. Secara perlahan-lahan dia mundur dan menjauhi aden-aden yang masih melihat ke arah dirinya dengan kedua wajahnya yang rata.
Namun, ketika dia mengambil langkah yang ke enam.
Dia merasakan bahwa pijakannya hilang. Dia merasa bahwa tidak ada tanah yang bisa dia pijak dibawah sana.
Sehingga…
Krosakkkk
Entis tiba-tiba terjatuh, tubuhnya yang mundur membuat dirinya terdorong ke dalam sebuah jurang yang tepat berada di belakangnya. Hal itu membuat tubuhnya terguling-guling dengan banyak sekali dedaunan kering yang menggulung tubuhnya pada saat itu.
Tubuhnya beberapa kali terbentur batu, menabrak semak-semak dengan duri yang tajam. serta menabrak beberapa pepohonan yang ada disana.
Entis tidak bisa mengendalikan tubuhnya yang terguling disana. Dia hanya bisa menahan sakit sambil mempertahankan kesadarannya.
Meskipun, tak lama kemudian dirinya tidak sadarkan diri ketika tubuhnya tepat jatuh ke arah sungai yang ada dibawah sana, bersamaan dengan senter kecil yang terlempar tak jauh dari tubuhnya pada malam itu.
***
“SERIUS LU KEHILANGAN RARA.”
Dewi tiba-tiba meninggikan suaranya ketika tau bahwa Adang dan Dimas kehilangan Rara. dia langsung menggelengkan kepalanya dan mendekatkan ibu jarinya untuk dia gigit karena cemas akan sahabatnya yang menghilang.
Adang dan Dimas hanya bisa terdiam. Mereka berdua memperlihatkan video yang awalnya melihat Rara dari kejauhan dan menghilang begitu saja ketika melewati dua buah pohon besar yang kini ada di dekat mereka.
“Lihat wi, Rara menghilang di antara dua pepohonan ini, tubuhnya kayak yang tiba-tiba ilang gitu dalam gelap wi.”
“Tau sendiri yang menggerakan tubuhnya pada saat itu bukan Rara, dia sambil jalan terus aja mengoceh dalam bahasa sunda dan ga berhenti untuk berjalan.”
Adang yang bersama mereka berdua kini terduduk lemas dan menyenderkan tubuhnya di salah satu pohon yang ada disana, dia bergumam sendiri dan seperti menyesali keputusan untuk mengantar Pak Brata dan tim rarasukma ke Desa Kolong Mayit melalui Leuweung Poek.
“Geus di bejaan ku aink, ulah lewat leuweung ieu, naha sih jelema beunghar eta hayang pisan asup leuweung kunti, akhirna kan kieu, si Entis leungit, si Neng Rara teuing kamana, kabeh papencar. (Sudah dikasih tau, jangan lewat hutan ini, kenapa sih manusia kaya itu ingin banget masuk Leuweung Kunti, akhirnya kan gini, si Entis hilang, si Neng Rara ga tau kemana, semuanya berpisah.)”
Kepala Adang tertunduk, tubuhnya benar-benar lelah atas apa yang terjadi pada malam ini. dia tidak menyangka Leuweung Kunti benar-benar menakutkan ketika malam, apalagi Entis yang merupakan salah satu warga yang sama dengannya hilang begitu saja ditelan oleh hutan yang gelap ini.
Dewi yang tau bahasa sunda langsung mendekati Adang yang sedang duduk disana. Dia mencoba untuk menyemangati Adang agar tidak menyerah di saat-saat seperti ini.
Sedangkan Diimas langsung berinisiatif kembali mengangkat kameranya dan merekam apa yang sedang terjadi disana.
“Kang, ulah sieun, urang pilarian Kang Entis sareng Rara nya. (Kang, jangan takut, kita cari kang Entis dan Rara ya.)”
“Da sigahnamah moal tebih ti dieu, sugan atuh engke pas rada shubuh kapendak. (Karena sepertinya tidak jauh dari sini, siapa tau nanti pas agak subuh ketemu.)”
Dewi yang merasa bertanggung jawab atas hal itu berusaha membuat Adang bisa kembali berdiri dan mencari Entis dan Rara yang kini masih menghilang.
Meskipun…
“MARANEH JELEMA KOTA TEU NGARTI SITUASI AYEUNA, AINK ANU GEUS LILA DIDIEU APAL KUMAHA LEUWEUNG KUNTI DI JERO NA. (KALIAN ORANG KOTA GA AKAN MENGERTI SITUASI SEKARANG, AKU YANG SUDAH LAMA DISINI TAU BAGAIMANA LEUWEUNG KUNTI DI DALAMNYA.)”
Adang yang mendengar hal itu dari Dewi langsung berteriak. sebagai orang yang sudah lama tinggal di desa yang dekat dengan Leuweung Kunti dan Leuweung Poek, dia benar-benar tau bagaimana seramnya hutan itu ketika malam tiba
“Iya, iya aku tau kang aku tau, tenang-tenang ya.”
Dewi kaget atas apa yang dikatakan Adang, namun di satu sisi dia harus tetap menenangkan Adang karena dia adalah satu-satunya orang yang tau wilayah dari Leuweung Kunti ini.
Bahkan Dimas yang awalnya merekam kejadian itu langsung mematikan kameranya dan ikut mendekati Dewi untuk membantu menenangkan Adang yang nampak prustasi atas kejadian yang terjadi kepada mereka pada malam itu.
Butuh waktu lama untuk membuat Adang tenang, akhirnya dia bisa tenang setelah mengatur napas sembari menundukan kepala. Sesekali dia melihat ke arah Dewi dan Dimas yang masih berusaha untuk menenangkan dirinya, bahkan dia juga melihat pepohonan yang tinggi besar yang ada di sekeliling dirinya sekarang
“Sudah tenang kan, yu kang kita cari lagi, sekarang sudah jam tiga shubuh lebih hampir setengah empat. semoga kali ini kita bisa menemukan mereka berdua.” kata Dewi yang kini tersenyum kepada Adang agar dirinya bisa berdiri kembali dan melanjutkan apa yang sedang mereka cari.
***
Nampak seseorang tengah terbaring di antara rerumputan yang lembab oleh embun pagi yang mulai muncul. meskipun langit masih dalam keadaan gelap, namun karena dinginnya hutan membuat dedaunan dan rerumputan yang ada disekitarnya kini berembun dengan air yang nampak dingin ketika menetes ke kulit.
Seseorang itu tiba-tiba terbangun, embun-embun basah yang kini membasahi tubuhnya yang terbaring itu membuat dirinya membuka matanya secara perlahan.
Hal yang pertama kali dia lihat adalah sebuah pemandangan indah berupa bulan purnama yang bersinar terang dengan bintang-bintang yang membanjiri seluruh langit yang nampak masih gelap gulita pada saat itu.
Sambil menggerakan tubuhnya yang nampak kaku, dia melihat sekeliling tempat itu yang nampak berbeda dengan tempat yang dia datangi sebelumnya.
“Dimana ini? bukannya tadi ada di Leuweung Kunti, kenapa sekarang berada di area terbuka.” kata Rara yang nampak heran dengan apa yang terjadi kepada dirinya pada saat itu.
itkgid dan 21 lainnya memberi reputasi
22
Kutip
Balas