Kaskus

Story

wowonwaeAvatar border
TS
wowonwae
Misteri Mancingmania
Misteri Mancingmania

Misteri Mancingmania
PROLOG

Memancing itu memang menyenangkan sekaligus menenangkan. Menyenangkan sebab bisa sekalian berpetualang cari spot yang bagus di alam bebas yang indah nan permai. Menenangkan sebab nggak boleh berisik, ikan-ikan ntar pada lari dong !

Demi hobinya ini, tak ayal para pemancingmania pun rela merogoh kocek tak sedikit dan juga rela tak pulang berhari-hari demi spot memancing yang bagus. Tanpa disadari, terkadang lokasi yang dituju ternyata adalah tempat yang pamali untuk dikunjungi. Bersekat tipis dengan alam gaib yang misterius. Maka tak sedikit bisa kita dengar kisah-kisah aneh yang dialami para pemancingmania. Dan berikut adalah salah satu dari sekian banyak kisah yang paling misterius menurut TS.

Selamat membaca !

Misteri Mancingmania

Misteri Mancingmania

Ini kisah sudah lama sekali, kisaran 25 tahunan yang lalu. Aku teringat dan mencoba menuturkan kembali di sini. Dulu di daerah Banjarmasin ada kawasan hutan larangan yang di dalamnya terdapat rawa-rawa. Ikannya banyak sekali dan macem-macem. Ada gurame, patin, baung, gabus, manjuhan dan sebagainya. Tapi waktu itu ya cuma warga desa sekitar saja yang berani ke sana. Itupun jarang-jarang.

Ada salah satu warga yang rumahnya gak jauh dari hutan. Namanya Daeng. Di belakang rumahnya ada sungai yang kalau ditelusuri itu nyambung sama rawa-rawa yang ada di tengah hutan. Dia kalau perlu ikan cukup memancing di sungai tersebut. Dari situ saja hasilnya sudah cukup memuaskan, lebih dari cukup kalau cuma buat lauk makan sehari-hari. Nggak perlu repot-repot pergi ke rawa-rawa di tengah hutan.

Tapi kisah misteri ini bukan dialami oleh Daeng ya... Kisah ini dialami sama bosnya, Pak Trihadmojo.

Jadi ceritanya waktu itu Daeng kerja jadi karyawan lepas di sebuah perusahaan milik pemerintah daerah Palangkaraya. Katakanlah kalau sekarang ya BUMN. Di perusahaan itu dia dikenal sama bosnya yang hobi berat memancing. Pangkatnya gak main-main, salah satu dari sekian direktur perusahaan. Dialah Trihadmojo, atau biasa dipanggil Pak Tri. Dari namanya saja sudah ketebak ya kalau Pak Tri ini asalnya dari Jawa. Nah, oleh sebab kedekatan Daeng sama Trihadmojo itulah karir kerjanya cepat sekali melambung.

Awal Daeng dikenal sama Trihadmojo itu adalah ketika beliau sedang melakukan survei proyek di lapangan, tempat Daeng bekerja. Pas jam istirahat, Daeng dan kawan-kawannya makan rame-rame di lokasi proyek. Lauknya ikan hasil pancingan Daeng dari sungai belakang rumahnya. Gedhe-gedhe ikannya, masih seger dan rasanya gurih sekali. Pak Tri yang melihatnya lalu minta sedikit buat dicicipi. Kebetulan yang diambilnya itu ikan manjuhan, atau sama orang Banjarmasin biasa disebut ikan jelawat yang terkenal sekali gurihnya. Pak Tri baru kali itu melihat ikan yang bentuknya kayak gitu dan rasanya juga maknyush di lidah.

Sejak itulah, Pak Tri jadi akrab sama Daeng. Dia sering main ke rumahnya cuma buat nyalurin hobinya memancing ikan. Tiap habis mancing di sungai belakang rumah Daeng, Pak Tri selalu pulang dengan wajah puas meskipun yang dibawa pulang cuma sedikit. Pasalnya hanya dipilih ikan yang ukurannya besar saja. Biar bisa buat dipamerin nanti sama kawan-kawan di kompleks rumahnya sana.

Nah, lama-lama Pak Tri ini nggak puas lagi sama ukuran ikan yang berhasil dipancingnya. dia pengen ikan yang lebih gedhe lagi. Maka sama tetangga Daeng, Pak Tri disarankan untuk mancing di rawa tengah hutan saja. Katanya, di sanalah sumber indukan ikan-ikan itu. Wah..., Pak Tri jelas penasaran. Tapi sayangnya Daeng selalu melarang. Perkaranya banyak kejadian aneh yang sudah menimpa orang-orang dari luar daerah Banjarmasin yang nekat pergi memancing ke sana. Daeng jelas khawatir dong atas keselamatan si bosnya yang notabene bahkan bukan orang asli kalimantan

Tapi karena penasaran, suatu hari Pak Tri nekat melanggar larangan Daeng. Habis mancing sekitaran dua jam di belakang rumah Daeng, dia segera pamit. Daeng sebenernya ya kaget. Soalnya biasa gelagat Pak Tri nggak kayak gitu. Biasanya malah sampai nginep segala di losmen, lalu besoknya lanjut mancing lagi. Tapi ya namanya bos, mungkin lagi banyak urusan. Maka Daeng menepis segala kecurigaannya.

Rupanya, Trihadmojo ini cuma mengelabuhi Daeng. Dia tidak pulang ke Palangkaraya melainkan mengambil jalur memutar mengikuti alur sungai sampai tiba di tepi hutan larangan. Mobilnya yang jeep 4wd diparkir agak menjorok sedikit ke dalam hutan biar tidak diketahui kawan-kawan Daeng. Soalnya kalau orang-orang memberitahu si Daeng, pasti dia bakalan nyusul dan memintanya pulang.

Dari tempatnya memarkir mobil itu, Trihadmojo mesti berjalan kaki ngiterin tepi hutan sampai di jalur yang sudah biasa dilewati warga sekitar. Nggak masalah ! Dia berjalan dengan penuh semangat.

Di tengah perjalanan, Trihadmojo merasa bertemu seorang warga lokal yang tampaknya baru selesai memancing ikan. Dua tangannya menenteng lima ekor  ikan jelawat gedhe-gedhe. Setelah ngobrol sebentar, lanjutlah Pak Tri jalan. Makin semangat dan cepet-cepet aja  langkahnya. Pokoknya, Trihadmojo dalam hati bertekad bulat untuk pantang pulang sebelum dapet ikan kayak orang tadi.

Di sore hari, Daeng akhirnya mendengar juga kabar tentang bosnya yang nekat masuk hutan larangan. Rupanya ada tetangga Daeng yang baru pulang dari ngumpulin kayu bakar di hutan. Dia bilang ke Daeng bahwa dia melihat mobil jeepnya Pak Tri diparkir di hutan. Tanpa berpikir panjang, Daeng segera beranjak. Dibawanya senjata tradisional khas daerahnya dan tak lupa pula kalung jimat warisan kakeknya. Berlarilah dia menyusul Trihadmojo ke hutan larangan.

Sampai di tengah hutan, dilihatnya ada lima orang yang sedang asyik memancing. Posisinya berpencar di sekeliling rawa-rawa. Rawa-rawa itu rupanya membentuk semacam lingkaran seperti danau tapi kecil.  Anehnya, tak ada dilihatnya sosok si bos Trihadmojo. Satu per satu orang-orang yang lagi asyik mancing itu lalu ditanyai dan tak ada satupun yang mengaku melihatnya. Daeng cemas ! Dia putuskan untuk pulang saja dulu ke kampung dan mencari bantuan.

Warga kampung Daeng pun heboh mendengar laporan Daeng. Kabarnya langsung  menyebar ke seantero kampung. Beberapa orang warga segera menemani Daeng kembali lagi ke hutan larangan mencari bosnya, sementara kepala kampung segera melapor ke polsek setempat.

Sesorean Daeng bersama kawan-kawan warga kampungnya menyisir hutan larangan, hasilnya nihil sampai malam menjelang. Cuma mobil jeep si bos yang berhasil ditemukan. Polisipun akhirnya turun tangan sampai dikerahkan divisi polisi air untuk mencari Trihadmojo.

Sebentar saja, kabar hilangnya Trihadmojo langsung menyebar ke seantero Banjarmasin. Maklum, Trihadmojo itu kan termasuk orang terpandang di kalangan pegawai pemerintah daerah. Tak ayal  akhirnya kasus hilangnya Trihadmojo pun diambil alih Kapolda. Dan keesokan harinya, pencarian besar-besaran pun dilakukan. Bekerjasama dengan kelompok masyarakat adat  dan Tim SAR gabungan.

Misteri Mancingmania

Nyambung ke :
bagian 2
bagian 3
bagian 4
bagian 5
bagian 6
bagian 7
bagian 8
bagian 9
bagian 10

Quote:
Diubah oleh wowonwae 15-12-2023 11:04
scorpiolamaAvatar border
bukan.bomatAvatar border
pulaukapokAvatar border
pulaukapok dan 28 lainnya memberi reputasi
29
14.1K
172
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52.1KAnggota
Tampilkan semua post
wowonwaeAvatar border
TS
wowonwae
#17
Misteri Mancingmania (Bagian 6)
kaskus-image

"Na...Nara", kata Trihadmojo sambil menunjuk si gadis di samping si Paman.

"San...nnja", katanya lagi sambil menunjuk si gadis di sampingnya.

Mimik wajah Trihadmojo tampak begitu ceria. Bukan apa-apa, setidaknya kini Trihadmojo punya lawan bicara yang paham bahasa Indonesia. Nara, Sanja dan Paman Labih pun tersenyum melihatnya.

"Nara, maafkan aku", kata Trihadmojo mengungkap rasa penyesalannya sekali lagi.

"Ma'af kenapa kak ?" jawab Nara.

"Aku..., aku..., aku khilaf. Aku melihat mahkluk mengerikan itu. Aku begitu ketakutan dan berlari. Aku lupa padamu dan meninggalkanmu. Ma'afkan aku...", jelas Trihadmojo terbata-bata.

Tak disangka, Nara malah memasang wajah keheranan. Menoleh ke arah Paman Labih sambil mengernyitkan dahi. Si paman pun mengatakan sesuatu dalam bahasa yang tak dipahami Trihadmojo. Lalu menyuruh Sanja agar meminumkan segelas bambu ramuan yang rupanya telah disiapkan sejak tadi. Sanja dengan sigap mengambil ramuan itu dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya dipakai untuk mengangkat kepala Trihadmojo. Meski tampak ragu-ragu, Trihadmojo pun meminum air ramuan dalam gelas bambu yang disodorkan Sanja ke mulutnya.

"Kakak beristirahatlah dulu. Menginaplah di rumah kami barang semalam. Biarkan air ramuan itu bekerja memulihkan kondisi kakak", kata Nara kemudian.

"Nara...", kata Trihadmojo.
"Tidak apa kalau hanya semalam. Aku harus kembali pulang besok. Aku tak bisa berlama-lama di sini. Lusa aku meski kembali bekerja. Jika besok aku tak kembali, orang-orang pasti akan kebingungan mencariku."

"Kakak sepertinya telah bertemu Donggo. Ada tanda di dahi kakak. Kakak belum aman sampai tanda itu hilang" jawab Nara tegas.

Trihadmojo melongo mendengar penjelasan Nara. Sanja pun segera menyangga kepala Trihadmojo lalu mengangkatnya. Pelan-pelan tapi terus berlanjut hingga Trihadmojo terduduk, lalu melepas kain basah yang menempel di dahinya. Sedang Paman Labih segera beranjak dari tempatnya. Tergopoh-gopoh keluar kamar, tapi sebentar kembali dengan membawa wadah semacam baskom berisi air jernih. Meletakkannya di pangkuan Trihadomojo dan memberi isyarat agar Trihadmojo menundukkan kepalanya. Maksudnya disuruh bercermin, melihat pantulan wajahnya sendiri di permukaan air. Hingga akhirnya Trihadmojo bisa melihat tanda bulatan-bulatan kecil seperti di kartu domino. Tiga biji, warnanya hitam kecoklatan dan letaknya tidak sejajar.

Tanda itu rupanya menyatu dengan kulit. Berkali-kali Trihadmojo mengusap-usap dengan telapak tangannya, tanda itu tak berubah sedikitpun. Tak puas hanya mengusap, dibasuhnya pula dengan air. Hasilnya sama, tetap tak berubah.

"A...apa ini ?!" seru tanya Trihadmojo dengan wajah cemas.

"Apa mahkluk mengerikan yang kakak lihat tadi adalah serupa manusia tapi tak berwajah ?" tanya Nara.

Trihadmojo mengangguk cepat berulangkali sambil menatap Nara dengan tajam. Tanda penasaran.

"Itulah Donggo. Kakak sudah ditandai sebagai mangsanya. Kakak tak mungkin selamat", jelas Nara.

"Mmm...mmm...mangsa ? Apa maksudnya?!" seru tanya Trihadmojo makin cemas.

Nara tak menjawab. Dia malah menyuruh Sanja dengan isyarat. Sanja cepat tanggap. Diraihnya lagi gelas bambu berisi ramuan dan menyodorkannya ke mulut Tihadmojo.

"Kakak, habiskanlah dulu ramuan itu ! Nanti kujelaskan", kata Nara.

Trihadmojo yang penasaran bercampur cemas dengan antusias segera menenggak segelas ramuan itu sampai habis tak bersisa. Tiba-tiba, pandangan matanya berangsur menjadi kabur dan rasa kantuk dengan cepat sekali menyelimuti. "Ramuan apa ini?" gumam Trihadmojo dalam hati. Tak kuasa lagi dia terduduk. Dengan dibantu sangga tangan Sanja, pelan-pelas akhirnya terbaringlah lagi tubuhnya. Lalu terlelap dalam sekejap.

Paman labih segera mengambil wadah serupa baskom berisi air jernih tadi dari atas paha Trihadmojo. Lalu memberi instruksi kepada kedua anak gadisnya yang cantik-cantik dengan bahasanya. Nara dan Sanja pun menurut. Mengemasi semua perkakas yang ada lalu beranjak menyusul ayahnya. Meninggalkan Trihadmojo yang tertidur lelap di dalam sebuah bilik kamar sendirian.

Nyambung ke bagian 7
Diubah oleh wowonwae 27-11-2023 23:58
mamduh1985
doelviev
cos44rm
cos44rm dan 13 lainnya memberi reputasi
14
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.