- Beranda
- Stories from the Heart
RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)
...
TS
jurigciwidey
RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)
Quote:
Good news for me gan, kemaren ane dah ketemu dengan pihak PH, dan sepakat mereka mengangkat ide cerita tentang kolong mayit sebagai film yang akan mereka buat...
Mereka akan membuat cerita baru dengan desa kolong mayit sebagai latarnya, sehingga akan sedikit berbeda dengan cerita rarasukma yang ane buat
terlepas dari hal itu, ane hanya meminta doanya kepada agan-agan dan sista semua, semoga semuanya di lancarkan ketika prosesnya berjalan dan ide cerita yang akan di jadikan film bisa diterima oleh masyarakat luas
Mereka akan membuat cerita baru dengan desa kolong mayit sebagai latarnya, sehingga akan sedikit berbeda dengan cerita rarasukma yang ane buat
terlepas dari hal itu, ane hanya meminta doanya kepada agan-agan dan sista semua, semoga semuanya di lancarkan ketika prosesnya berjalan dan ide cerita yang akan di jadikan film bisa diterima oleh masyarakat luas
SAMPURASUN
Setelah beberapa tahun menghilang, karena cerita-cerita sebelumnya di tarik oleh salah satu platform, akhirnya kini ane kembali lagi gan. seperti pulang ke kampung halaman setelah merantau selama dua tahun lamanya
Di thread ini ane kembali bercerita, sebuah kisah yang mungkin bisa di nikmati oleh para agan dan sista yang mampir ke thread ane ini.
namun, sebelum baca mohon untuk tidak mengcopy, mengedit, bahkan menyebarkan ke platform atau media lain tanpa seizin dari saya ya.
maka dari itu, mari kita mulai ceritanya.
![RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)](https://s.kaskus.id/images/2023/05/30/1454678_20230530104622.png)
Di thread ini ane kembali bercerita, sebuah kisah yang mungkin bisa di nikmati oleh para agan dan sista yang mampir ke thread ane ini.
namun, sebelum baca mohon untuk tidak mengcopy, mengedit, bahkan menyebarkan ke platform atau media lain tanpa seizin dari saya ya.
maka dari itu, mari kita mulai ceritanya.
![RARASUKMA [DESA KOLONG MAYIT] (TAMAT)](https://s.kaskus.id/images/2023/05/30/1454678_20230530104622.png)
Quote:
Rara, begitulah namanya.
Seseorang yang awalnya adalah gadis biasa, hingga dimana dirinya mendapatkan sesuatu tragedi yang membuat dirinya harus berurusan dengan hal gaib di dalam hidupnya. dan ini adalah awal yang merubah kehidupannya.
Dimana tubuhnya dipaksa untuk bisa menerima semua kejadian yang diluar nalar beserta semua tragedi yang ada di dalamnya.
Seseorang yang awalnya adalah gadis biasa, hingga dimana dirinya mendapatkan sesuatu tragedi yang membuat dirinya harus berurusan dengan hal gaib di dalam hidupnya. dan ini adalah awal yang merubah kehidupannya.
Dimana tubuhnya dipaksa untuk bisa menerima semua kejadian yang diluar nalar beserta semua tragedi yang ada di dalamnya.
ARC 1 : AWAL MULA RARA
BAB 1 (DIBAWAH)
BAB 2 (HILANG)
BAB 3 (RAMAI)
BAB 4 (RUANGAN)
BAB 5 (PULANG)
BAB 6 (SUASANA)
BAB 7 (MELARIKAN DIRI)
BAB 8 TERSADARKAN
ARC 2 : EXPEDISI
BAB 9 SATU BULAN KEMUDIAN
BAB 10 PERTEMUAN
BAB 11
MBAH WALANG
BAB 12 KEBERANGKATAN
BAB 13 BERKUMPUL
BAB 14 MALAM PERTAMA
BAB 15 KELUAR
BAB 16 DARAH
BAB 17 MEMULAI PERJALANAN
BAB 18 LEUWEUNG KUNTI
BAB 19 PERDEBATAN
BAB 20 MEREKA
BAB 21 DILUAR RENCANA
BAB 22 KEPANIKAN
BAB 23 MENGIKUTI
BAB 24 BERPENCAR
BAB 25 MIMPI
BAB 26 KETAKUTAN
BAB 27 SAMPAI
BAB 28 DESA
BAB 29 DIMALAM PERTAMA
BAB 30 KERAMAT
BAB 31 TERSENYUM
BAB 32 TIDAK TERDUGA
BAB 33 KEPANIKAN
BAB 34 MENGUNGSI
BAB 35 KETIDAKTAHUAN
BAB 36 KENYATAAN
BAB 37 TERROR
BAB 38 KETAKUTAN
BAB 39 MELARIKAN DIRI
BAB 40 DIA
BAB 41 DIBALIK ITU SEMUA
BAB 42 PENYESALAN
BAB 43 BANTUAN
BAB 44 MENGHILANG KEMBALI
BAB 45 TERNYATA DIA
BAB 46 KEMBALI
BAB 47 DATANG
BAB 48 BEBERAPA WAKTU YANG LALU (TAMAT)
Quote:
“Bener kita harus lakuin ini Wi?”
Tubuh Rara tiba-tiba bergetar hebat, ketika dia berdiri di salah satu sudut ruangan tua yang sudah dipenuhi oleh tumbuhan-tumbuhan liar yang merambat melalui dinding-dinding yang lembab dan penuh lumut pada malam itu.
“Lu gak perlu takut, semua ini demi konten yang kita bangun. lu tau sendiri kan bagaimana naiknya kalau kita bikin konten tentang horror.”
“Ardi, Dimas, Danang semuanya setuju atas apa yang akan kita lakukan kali ini.”
Tampak seseorang dengan penuh percaya diri memberikan semangat kepada Rara, seseorang yang membuat ide untuk melakukan konten seperti ini di dalam sebuah bangunan yang sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya karena ada kejadian bunuh diri yang mengakibatkan hampir seluruh keluarga yang tinggal disana meninggal dunia dengan cara digantung di dalam ruangan yang sedang mereka berdua masuki pada saat ini.
Dewi yang kini menemani Rara tampak tersenyum pelan, sebagai seorang leader yang meyakinkan Rara bahwa konten yang akan mereka buat sekarang akan trending. Maka sudah sepantasnya dirinya meyakinkan Rara yang kini tampak ketakutan untuk bisa bertahan di sana sampai akhir.
Sedangkan Rara yang merupakan orang yang harus berada di depan kamera setiap waktu, mau tidak mau harus mengkutinya, karena dia adalah bintang utama dari konten ini.
Parasnya yang cantik dan followers instagramnya yang sudah puluhan ribu, membuat dirinya menjadi ujung tombak dari tim yang Dewi bentuk untuk konten tersebut.
“Lu di depan kamera akan dibuat seolah-olah sendirian, membuat vlog untuk menelusuri tempat ini dari ujung ke ujung dan menceritakan tentang terbunuhnya lima anggota keluarga dengan cara gantung diri di rumah ini.”
“Anggap diri lu menjadi seorang indigo, agar bisa menarik banyak penonton, semakin lu heboh maka akan semakin baik.”
Dewi yang mencoba menyemangati Rara yang tampaknya masih ketakutan kini memegang pundak dirinya dengan senyuman kecil pada malam itu.
“Gue tau lu takut karena baru kali ini lu lakuin hal yang seperti ini.”
“Tapi tenang, sebenarnya lu gak akan sendiri, ada kita yang mantau lu di mobil dengan kamera yang sudah kita simpan di setiap sudut.”
“Sehingga ketika lu merasa ketakutan dan merasa ada yang aneh, kita berempat akan langsung ke tempat lu.”
“Kita sudah janji, semua pendapatan dari konten ini, lu akan dapat porsi yang lebih banyak.”
“Jadi, siap-siaplah untuk tenar, siapa tau lu jadi the next Jurnal Rosi atau Sasra Wijayanta nantinya.”
Rara yang mempunyai hutang budi terhadap Dewi yang menaikan pamornya hingga hari ini mau tidak mau harus menuruti apa yang Dewi katakan apapun kontennya.
Karena selama ini, konten-konten yang dia buat bersama dengan tim nya kini menjadi pendapatan utama dirinya di sela-sela kuliah yang sedang dia jalani selama tiga tahun ini.
Meskipun Rara masih ragu atas apa yang akan dia lakukan, namun dia mengangguk sebagai tanda persetujuan. Dia juga kini terlihat menggerakan wajahnya yang kaku, agar terlihat bagus di depan kamera yang dia bawa.
Sebagai seseorang yang terbiasa tampil di depan kamera, Dia harus siap untuk berakting seolah-olah menjadi seorang indigo yang menceritakan tentang tempat-tempat seram dengan segala makhluk yang tinggal disana.
Tentu saja, itu semua hasil dari briefing dan riset yang telah Dewi lakukan dengan tiga anggota lainnya. Sehingga semuanya bisa tampak seperti asli di depan kamera.
“Ya sudah, kalau memang sudah siap gue akan meninggalkan lu disini ya Ra, lu tinggal jalan aja ke tempat-tempat yang sudah kita briefing dan menceritakan semuanya disana.”
“Apa yang lu rasain, apa yang lu lihat nanti ceritakan di depan kamera yang lu bawa ya. Karena lu adalah ujung tombak dari channel yang kita buat.”
Dewi yang senang karena Rara sudah siap atas apa dia kerjakan akhirnya menepuk pundak Rara beberapa kali.
Tak lama, dia pun akhirnya berbalik dan meninggalkan dirinya sendirian dengan senter dan kamera yang dia bawa.
Sambil tersenyum dia mengangkat tangan ke salah satu kamera yang berada di sudut ruangan tersebut, dan memberi isyarat bahwa semuanya sudah siap untuk memulai penelusuran di tempat yang menyeramkan ini.
***
Sebuah mobil tampak terparkir halaman rumah yang terbengkalai itu. Sebuah rumah yang sangat besar, dengan model seperti rumah-rumah mewah yang ada di sinetron masa kini dengan cat putihnya yang sudah memudar dan tampak lapuk di makan usia.
Rumah itu tampaknya sudah lama ditinggalkan bahkan kini rumah tersebut nampak sudah di ambil alih oleh alam dengan tumbuhan merambat yang terlihat seperti menggerogoti isi dari rumah besar tersebut setelah ditinggalkan selama beberapa tahun lamanya.
Sebuah kejadian naas yang mengakibatkan beberapa orang terbunuh karena gantung diri di dalam sana membuat rumah itu terbengkalai.
Entah bagaimana ceritanya kelima orang itu bisa tergantung dengan selendang yang menggantung di langit-langit dan leher mereka yang terikat mereka semua dalam keadaan yang mengenaskan.
Seorang ibu, seorang ayah, dan tiga anak laki-laki yang ditemukan tidak bernyawa oleh anak bungsunya yang pulang ketika libur kuliah.
Semua berspekulasi bahwa itu adalah pembunuhan, namun hingga hari ini bukti-bukti itu tidak bisa ditemukan. Bahkan sang anak bungsu pun mendadak gila karena dia merasa di hantui oleh keluarganya sehingga harus dibawa di Rumah Sakit Jiwa.
Meskipun, beberapa tahun ke belakang sang anak bungsu tiba-tiba menghilang begitu saja disana, dia menghilang tanpa jejak dan hingga hari ini belum ditemukan.
Dewi merasa yakin bahwa konten yang dia buat kali ini akan membuat semua orang menonton kontennya.
Karena, hingga hari ini tidak ada satu pun konten kreator yang membahas rumah ini beserta kasus yang menimpanya.
“Guys, gimana sudah mulai live di semua platform kan?”
Dewi yang tampak semangat kini mendekati Ardi, Dimas yang standby di depan mobil dengan semua peralatan yang mereka bawa untuk konten yang dia bawakan.
Semua platform mereka nyalakan, mereka mengatur pergerakan dari Rara yang ditinggalkan di dalam sana. Mereka semua tampak serius seperti layaknya para pegawai televisi yang sedang sibuk memindahkan kamera-kamera yang terpasang disana agar dia bisa mengikuti kemana Rara melangkah di dalam sana.
Ardi hanya mengangkat tangannya ketika Rara datang menghampirinya. Matanya fokus menatap layar-layar kecil di atas laptopnya dan mengatur nya agar bisa dilihat oleh para penonton yang ada disana.
Sedangkan Dimas terlihat fokus dengan headset yang menempel di kepalanya, juga sebuah soundcard yang dia pakai untuk mengatur suara dari Dewi agar terdengar jelas.
Sedangkan Danang, tampak hanya tertidur pulas di kursi supir. Dia tampaknya terlihat sangat kecapean karena medan yang harus mereka tempuh untuk sampai di tempat ini sangatlah berat.
Dewi yang berada di sana terlihat mendekati Ardi yang fokus dengan laptop dan beberapa HP yang menyala di dekatnya, sesekali dia membaca komentar dari para penonton yang melihat Dewi yang berada disana sendirian.
Benar saja, penonton yang awalnya hanya ratusan kini menjadi ribuan dalam sekejap. Tak terhitung banyak sekali gift-gift dari para penonton yang sedang menyaksikan apa yang Rara lakukan, banyak yang berkomentar bahwa apa yang Rara ceritakan tentang rumah itu terlihat sangat menyeramkan.
Bahkan ada beberapa yang mengatakan bahwa baru kali ini mereka melihat live yang seperti ini di dalam platform yang mereka tonton.
Dewi merasa senang, banyak feedback yang positif dari para penonton setianya. Bahkan melebihi dari konten-konten lain yang sudah dia lakukan dengan timnya.
Dia merasa, bahkan konten horor yang dia lakukan harus tetap berjalan, bahkan mungkin akan menjadi acara reguler agar mereka semakin terkenal.
Dewi terus memperhatikan komentar-komentar tersebut dengan gift yang tak henti-hentinya mengalir pada malam itu.
Namun, tiba-tiba Ardi menunjuk suatu komentar yang agak sedikit aneh. Komentar yang memakai huruf-huruf besar agar mereka bisa melihat tulisan itu dengan seksama.
Sebuah tulisan yang membuat Dewi tiba-tiba bergidik, karena sesaat setelah tulisan itu muncul.
Tiba-tiba…
Pssstttt
Genset yang menyalakan seluruh peralatan disana tiba-tiba mati, bersamaan dengan laptop dan HP yang mereka pakai untuk live di konten tersebut.
Ardi sedikit panik atas apa yang terjadi, perlu beberapa menit hingga akhirnya genset menyala kembali.
Namun, ketika semuanya menyala dan live itu kembali berlangsung. Tiba-tiba sosok Rara yang seharusnya tampak di dalam kamera tiba-tiba menghilang, dia seperti lenyap ditelan bumi di dalam rumah tersebut pada malam itu.
Tubuh Rara tiba-tiba bergetar hebat, ketika dia berdiri di salah satu sudut ruangan tua yang sudah dipenuhi oleh tumbuhan-tumbuhan liar yang merambat melalui dinding-dinding yang lembab dan penuh lumut pada malam itu.
“Lu gak perlu takut, semua ini demi konten yang kita bangun. lu tau sendiri kan bagaimana naiknya kalau kita bikin konten tentang horror.”
“Ardi, Dimas, Danang semuanya setuju atas apa yang akan kita lakukan kali ini.”
Tampak seseorang dengan penuh percaya diri memberikan semangat kepada Rara, seseorang yang membuat ide untuk melakukan konten seperti ini di dalam sebuah bangunan yang sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya karena ada kejadian bunuh diri yang mengakibatkan hampir seluruh keluarga yang tinggal disana meninggal dunia dengan cara digantung di dalam ruangan yang sedang mereka berdua masuki pada saat ini.
Dewi yang kini menemani Rara tampak tersenyum pelan, sebagai seorang leader yang meyakinkan Rara bahwa konten yang akan mereka buat sekarang akan trending. Maka sudah sepantasnya dirinya meyakinkan Rara yang kini tampak ketakutan untuk bisa bertahan di sana sampai akhir.
Sedangkan Rara yang merupakan orang yang harus berada di depan kamera setiap waktu, mau tidak mau harus mengkutinya, karena dia adalah bintang utama dari konten ini.
Parasnya yang cantik dan followers instagramnya yang sudah puluhan ribu, membuat dirinya menjadi ujung tombak dari tim yang Dewi bentuk untuk konten tersebut.
“Lu di depan kamera akan dibuat seolah-olah sendirian, membuat vlog untuk menelusuri tempat ini dari ujung ke ujung dan menceritakan tentang terbunuhnya lima anggota keluarga dengan cara gantung diri di rumah ini.”
“Anggap diri lu menjadi seorang indigo, agar bisa menarik banyak penonton, semakin lu heboh maka akan semakin baik.”
Dewi yang mencoba menyemangati Rara yang tampaknya masih ketakutan kini memegang pundak dirinya dengan senyuman kecil pada malam itu.
“Gue tau lu takut karena baru kali ini lu lakuin hal yang seperti ini.”
“Tapi tenang, sebenarnya lu gak akan sendiri, ada kita yang mantau lu di mobil dengan kamera yang sudah kita simpan di setiap sudut.”
“Sehingga ketika lu merasa ketakutan dan merasa ada yang aneh, kita berempat akan langsung ke tempat lu.”
“Kita sudah janji, semua pendapatan dari konten ini, lu akan dapat porsi yang lebih banyak.”
“Jadi, siap-siaplah untuk tenar, siapa tau lu jadi the next Jurnal Rosi atau Sasra Wijayanta nantinya.”
Rara yang mempunyai hutang budi terhadap Dewi yang menaikan pamornya hingga hari ini mau tidak mau harus menuruti apa yang Dewi katakan apapun kontennya.
Karena selama ini, konten-konten yang dia buat bersama dengan tim nya kini menjadi pendapatan utama dirinya di sela-sela kuliah yang sedang dia jalani selama tiga tahun ini.
Meskipun Rara masih ragu atas apa yang akan dia lakukan, namun dia mengangguk sebagai tanda persetujuan. Dia juga kini terlihat menggerakan wajahnya yang kaku, agar terlihat bagus di depan kamera yang dia bawa.
Sebagai seseorang yang terbiasa tampil di depan kamera, Dia harus siap untuk berakting seolah-olah menjadi seorang indigo yang menceritakan tentang tempat-tempat seram dengan segala makhluk yang tinggal disana.
Tentu saja, itu semua hasil dari briefing dan riset yang telah Dewi lakukan dengan tiga anggota lainnya. Sehingga semuanya bisa tampak seperti asli di depan kamera.
“Ya sudah, kalau memang sudah siap gue akan meninggalkan lu disini ya Ra, lu tinggal jalan aja ke tempat-tempat yang sudah kita briefing dan menceritakan semuanya disana.”
“Apa yang lu rasain, apa yang lu lihat nanti ceritakan di depan kamera yang lu bawa ya. Karena lu adalah ujung tombak dari channel yang kita buat.”
Dewi yang senang karena Rara sudah siap atas apa dia kerjakan akhirnya menepuk pundak Rara beberapa kali.
Tak lama, dia pun akhirnya berbalik dan meninggalkan dirinya sendirian dengan senter dan kamera yang dia bawa.
Sambil tersenyum dia mengangkat tangan ke salah satu kamera yang berada di sudut ruangan tersebut, dan memberi isyarat bahwa semuanya sudah siap untuk memulai penelusuran di tempat yang menyeramkan ini.
***
Sebuah mobil tampak terparkir halaman rumah yang terbengkalai itu. Sebuah rumah yang sangat besar, dengan model seperti rumah-rumah mewah yang ada di sinetron masa kini dengan cat putihnya yang sudah memudar dan tampak lapuk di makan usia.
Rumah itu tampaknya sudah lama ditinggalkan bahkan kini rumah tersebut nampak sudah di ambil alih oleh alam dengan tumbuhan merambat yang terlihat seperti menggerogoti isi dari rumah besar tersebut setelah ditinggalkan selama beberapa tahun lamanya.
Sebuah kejadian naas yang mengakibatkan beberapa orang terbunuh karena gantung diri di dalam sana membuat rumah itu terbengkalai.
Entah bagaimana ceritanya kelima orang itu bisa tergantung dengan selendang yang menggantung di langit-langit dan leher mereka yang terikat mereka semua dalam keadaan yang mengenaskan.
Seorang ibu, seorang ayah, dan tiga anak laki-laki yang ditemukan tidak bernyawa oleh anak bungsunya yang pulang ketika libur kuliah.
Semua berspekulasi bahwa itu adalah pembunuhan, namun hingga hari ini bukti-bukti itu tidak bisa ditemukan. Bahkan sang anak bungsu pun mendadak gila karena dia merasa di hantui oleh keluarganya sehingga harus dibawa di Rumah Sakit Jiwa.
Meskipun, beberapa tahun ke belakang sang anak bungsu tiba-tiba menghilang begitu saja disana, dia menghilang tanpa jejak dan hingga hari ini belum ditemukan.
Dewi merasa yakin bahwa konten yang dia buat kali ini akan membuat semua orang menonton kontennya.
Karena, hingga hari ini tidak ada satu pun konten kreator yang membahas rumah ini beserta kasus yang menimpanya.
“Guys, gimana sudah mulai live di semua platform kan?”
Dewi yang tampak semangat kini mendekati Ardi, Dimas yang standby di depan mobil dengan semua peralatan yang mereka bawa untuk konten yang dia bawakan.
Semua platform mereka nyalakan, mereka mengatur pergerakan dari Rara yang ditinggalkan di dalam sana. Mereka semua tampak serius seperti layaknya para pegawai televisi yang sedang sibuk memindahkan kamera-kamera yang terpasang disana agar dia bisa mengikuti kemana Rara melangkah di dalam sana.
Ardi hanya mengangkat tangannya ketika Rara datang menghampirinya. Matanya fokus menatap layar-layar kecil di atas laptopnya dan mengatur nya agar bisa dilihat oleh para penonton yang ada disana.
Sedangkan Dimas terlihat fokus dengan headset yang menempel di kepalanya, juga sebuah soundcard yang dia pakai untuk mengatur suara dari Dewi agar terdengar jelas.
Sedangkan Danang, tampak hanya tertidur pulas di kursi supir. Dia tampaknya terlihat sangat kecapean karena medan yang harus mereka tempuh untuk sampai di tempat ini sangatlah berat.
Dewi yang berada di sana terlihat mendekati Ardi yang fokus dengan laptop dan beberapa HP yang menyala di dekatnya, sesekali dia membaca komentar dari para penonton yang melihat Dewi yang berada disana sendirian.
Benar saja, penonton yang awalnya hanya ratusan kini menjadi ribuan dalam sekejap. Tak terhitung banyak sekali gift-gift dari para penonton yang sedang menyaksikan apa yang Rara lakukan, banyak yang berkomentar bahwa apa yang Rara ceritakan tentang rumah itu terlihat sangat menyeramkan.
Bahkan ada beberapa yang mengatakan bahwa baru kali ini mereka melihat live yang seperti ini di dalam platform yang mereka tonton.
Dewi merasa senang, banyak feedback yang positif dari para penonton setianya. Bahkan melebihi dari konten-konten lain yang sudah dia lakukan dengan timnya.
Dia merasa, bahkan konten horor yang dia lakukan harus tetap berjalan, bahkan mungkin akan menjadi acara reguler agar mereka semakin terkenal.
Dewi terus memperhatikan komentar-komentar tersebut dengan gift yang tak henti-hentinya mengalir pada malam itu.
Namun, tiba-tiba Ardi menunjuk suatu komentar yang agak sedikit aneh. Komentar yang memakai huruf-huruf besar agar mereka bisa melihat tulisan itu dengan seksama.
Sebuah tulisan yang membuat Dewi tiba-tiba bergidik, karena sesaat setelah tulisan itu muncul.
Tiba-tiba…
Pssstttt
Genset yang menyalakan seluruh peralatan disana tiba-tiba mati, bersamaan dengan laptop dan HP yang mereka pakai untuk live di konten tersebut.
Ardi sedikit panik atas apa yang terjadi, perlu beberapa menit hingga akhirnya genset menyala kembali.
Namun, ketika semuanya menyala dan live itu kembali berlangsung. Tiba-tiba sosok Rara yang seharusnya tampak di dalam kamera tiba-tiba menghilang, dia seperti lenyap ditelan bumi di dalam rumah tersebut pada malam itu.
Diubah oleh jurigciwidey 25-08-2023 14:07
iwakcetol dan 49 lainnya memberi reputasi
48
35.6K
Kutip
433
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
jurigciwidey
#81
Setelah sibuk berkecimpung dengan daging kurban ampe kolestrol naik, akhirnya bisa nulis kembali
bekicrot
BAB 22 KEPANIKAN
bekicrot
BAB 22 KEPANIKAN
Quote:
“Maaf, Pak brata tidak bisa di ganggu, biarkan dia tidur dengan nyenyak pada malam ini.”
Adang yang panik dan ingin membangunkan Pak Brata, kini ditentang oleh Aji dan Eko yang menjaga tenda Pak Brata. Sebagai pengawalnya, sudah sewajarnya mereka berprilaku seperti itu di depan bos mereka.
“Ta, tapi, itu entis, entis menghilang diluar sana,” kata Adang dengan nada yang sedikit panik.
Kepanikan yang dibuat oleh Adang terdengar hingga Rara dan Dewi terbangun dari tidurnya. mereka berdua keluar dari tenda dan mencari tau apa yang sebenarnya terjadi diluar.
Sedangkan Dimas dan Ardi nampaknya masih berada di dalam tenda dan sedikit menghiraukan atas apa yang terjadi disana.
“Kenapa kang? apa terjadi sesuatu dengan Kang Entis.”
Rara yang keluar sambil memakai jacket tebal bersama dengan Dewi terlihat ingin mencari tau atas apa yang terjadi.
Adang yang mendengar suara lain dibelakangnya langsung berbalik. dengan sedikit berlari dia langsung menghampiri Rara dan Dewi pada malam itu dengan wajahnya yang pucat serta napasnya yang sedikit terengah-engah.
“Itu neng, itu, si Entis katanya liat si Kang Danang diluar, tapi ga tau kenapa dia langsung berlari keluar dan menghilang di semak-semak.”
“Terus.”
“Terus, terus ketika saya mengejarnya.”
“Ti, tiba-tiba.”
“Muncul, i, i, itu…”
Dewi penasaran atas apa yang sedang dibicarakan oleh Adang pada saat itu, karena dia melihat Adang wajahnya benar-benar pucat dengan keringat dingin yang membanjiri tubuhnya.
“Itu apa kang, coba akang duduk dulu, tenangin dulu.”
“Tarik napas dulu kang biar tenang.”
Dewi mencoba memberi tahu agar Adang bisa menarik napas panjang agar tubuhnya tenang, Adang hanya mengangguk dan memprakterkan apa yang Dewi lakukan pada saat itu.
“Udah, udah tenang, coba ceritakan lagi kang, akang liat apa sehingga akang ketakutan seperti ini.”
Dengan nada yang sedikit tenang, Adang menjelaskan kembali dengan nada yang pelan.
“Kuntilanak neng, kuntilanak, dia muncul tepat ketika saya keluar area tenda ini.”
“Mana munculnya deket banget dengan muka yang menyeramkan neng, saya bisa melihat dengan jelas bagaimana rambut yang acak-acakan itu menutup wajahnya. Bahkan wajahnya yang pucat dengan daging yang sedikit busuk sehingga ada belatung yang menggerogoti kulit wajahnya benar-benar membuat saya ketakutan neng.”
“Mana, itu, itu, tangannya, pucat banget, kuku nya tajem banget, kayak udah menunggu saya keluar dari tenda ini.”
“Aduh pokoknya serem pisan neng, baru kali ini saya lihat kunti sedekat itu. bener pisan kata si abah kalau ga boleh masuk ke leuweung kunti malam-malam neng.”
“Apalagi, itu di belakangnya banyak banget kuntianak yang muncul neng.”
“Ada, satu, dua, ti……, ah banyak banget pokoknya.”
Mata Dewi terbelalak melihat apa yang dilihat oleh Adang atas apa yang terjadi diluar tenda. Otak liarnya berputar dengan cepat, dia yang seharusnya takut atas cerita Adang malah mempunyai pemikiran yang berbeda.
“Bentar kang.”
“Akang duduk dulu disini ya, tenangin diri akang dulu ok.”
Dewi yang menyuruh Adang untuk duduk dan menenangkan diri, tiba-tiba langsung berbalik dan masuk ke tenda Dimas meninggalkan Rara dan Adang disana.
Rara yang sadar bahwa mereka semua sedang dikelilingi oleh para kuntilanak penghuni leuweung kunti ini hanya bisa terdiam tanpa banyak bicara kepada Adang.
Meskipun dirinya tidak terlalu sensitif lagi seperti yang terjadi pada malam itu di depan kostnya. tapi dia masih bisa merasakan sedikit hal-hal aneh yang tidak bisa diterima akal diluar sana.
Matanya hanya bisa fokus melihat pepohonan yang tinggi di dan rimbun di dalam kegelapan malam di hutan tersebut.
Beberapa kali melihat ke sekeliling, dia bahkan menengok dan menatap dengan tajam ke arah tempat Entis menghilang di dalam kegelapan.
Sedangkan Dewi, terlihat sedang mengambil beberapa kamera dan senter sembari membangunkan Dimas dan Ardi yang masih berada di dalam tenda.
“Mas, bangun mas.”
“Di lu juga bangun, ada momen penting ini,” kata Dewi sambil memegang kamera yang disimpan di dekat Dimas pada saat itu.
“Ada apa sih ra, bukannya syuting dah beres,” jawab Dimas dengan nada yang sedikit mengantuk.
“Itu, si Kang Entis hilang, lalu si Kang Adang kepergok kunti diluar, ayo kita cari penampakan diluar sana sambil cari Kang Entis”
Ardi yang tau pemikiran Dewi akan hal itu langsung menjawab dengan sedikit ketus, dia kali ini benar-benar menolak ajakan Dewi, dia takut apa yang terjadi pada malam itu kembali terjadi pada dirinya, dan itu sudah cukup membuat dia ketakutan.
“Gue ga ikut, lu aja sama Dimas sambil bawa clip on noh.”
“Ajakin juga dua orang besar itu wi, gue lebih baik tidur disini ampe pagi. gue ga mau lihat yang kayak gituan lagi, ga mau gue di tampakin ama mahluk dari deket.”
Dewi yang tidak tau apa yang Ardi rasakan hanya bisa menggelengkan kepala, namun dia juga tidak memaksa. Karena dia tau mungkin dia masih trauma atas hilangnya Rara sehingga dia lebih memilih untuk tidak ikut campur apabila hal-hal seperti ini yang malah dijadikan konten oleh Dewi pada saat itu.
“Ya udah lu jaga tenda aja, Pak Brata juga sepertinya ga mungkin ikut karena tadi si Kang Adang aja ga diperbolehkan untuk membangunkan Pak Brata ama dua pengawalnya.”
Ardi hanya mengangguk, sedangkan Dimas langsung terbangun dan mengambil peralatan serta senter yang terang untuk mencari Entis sekaligus mendokumentasikan apa yang terjadi pada malam itu.
Dewi akhirnya kembali keluar tenda bersamaan dengan Dimas, dia menghampiri Adang yang kini bersama Aji yang ikut duduk bersamanya. sedangkan Eko masih berada di depan tenda Pak Brata untuk menjaganya pada malam itu.
Namun,
“Kang Adang, Rara mana, ko hilang?”
Disana hanya ada Adang dan Aji, namun dia tidak bisa menemukan Rara yang seharusnya menemani mereka berdua sambil menunggu dirinya yang sedang membangunkan Dimas.
Beberapa detik ketika Dewi mempertanyakan itu, tiba-tiba pandangannya langsung teralihkan. karena dirinya tiba-tiba mendengar suara Rara yang sedikit berteriak diluar tenda.
“INGKAH MANEH, JELEMA ANU CICING DIDIEU LAIN JANG MARANEH ULINKEUN JIGAH JELEMA-JELEMA ANU ASUP KE LEUWEUNG IEU. (PERGI KAMU, MANUSIA YANG DIA DISINI BUKAN MANUSIA YANG BISA KAMU PERMAINKAN, SEPERTI MANUSIA-MANUSIA YANG MASUK KE DALAM HUTAN INI.)”
Rara berdiri sambil membelakangi mereka yang berada di dalam area tenda, tangannya terlihat menunjuk ke area pepohonan yang nampak gelap pada saat itu.
Tak lama kemudian, Rara kemudian berjalan sendiri tanpa penerangan. kakinya seperti di seret sehingga terdengar dengan jelas suara daun-daung kering yang terinjak oleh kakinya secara perlahan.
Tubuh Dewi langsung berpaling, dia kaget karena dia melihat Rara sudah berada di luar area tenda sambil marah-marah kepada sesuatu yang tidak dia lihat disana.
Tak lama, Dewi langsung memanggil Rara dan mendekatinya.
Meskipun,
“Wi.”
Tiba-tiba Dimas menarik tangan Dewi agar berhenti mengejar Rara.
“Lebih baik kita ikutin Rara dari belakang, bersama Adang dan Pak Aji, jangan mendekati Rara dengan kondisi yang seperti ini.”
“Karena lu tau sendiri kan, Rara itu ga bisa bahasa sunda, tapi kenapa dia bisa marah-marah memakai bahasa sunda dengan nada yang sedikit berat seperti orang yang sudah berumur.” kata Dimas dengan nada yang sedikit pelan.
Adang yang panik dan ingin membangunkan Pak Brata, kini ditentang oleh Aji dan Eko yang menjaga tenda Pak Brata. Sebagai pengawalnya, sudah sewajarnya mereka berprilaku seperti itu di depan bos mereka.
“Ta, tapi, itu entis, entis menghilang diluar sana,” kata Adang dengan nada yang sedikit panik.
Kepanikan yang dibuat oleh Adang terdengar hingga Rara dan Dewi terbangun dari tidurnya. mereka berdua keluar dari tenda dan mencari tau apa yang sebenarnya terjadi diluar.
Sedangkan Dimas dan Ardi nampaknya masih berada di dalam tenda dan sedikit menghiraukan atas apa yang terjadi disana.
“Kenapa kang? apa terjadi sesuatu dengan Kang Entis.”
Rara yang keluar sambil memakai jacket tebal bersama dengan Dewi terlihat ingin mencari tau atas apa yang terjadi.
Adang yang mendengar suara lain dibelakangnya langsung berbalik. dengan sedikit berlari dia langsung menghampiri Rara dan Dewi pada malam itu dengan wajahnya yang pucat serta napasnya yang sedikit terengah-engah.
“Itu neng, itu, si Entis katanya liat si Kang Danang diluar, tapi ga tau kenapa dia langsung berlari keluar dan menghilang di semak-semak.”
“Terus.”
“Terus, terus ketika saya mengejarnya.”
“Ti, tiba-tiba.”
“Muncul, i, i, itu…”
Dewi penasaran atas apa yang sedang dibicarakan oleh Adang pada saat itu, karena dia melihat Adang wajahnya benar-benar pucat dengan keringat dingin yang membanjiri tubuhnya.
“Itu apa kang, coba akang duduk dulu, tenangin dulu.”
“Tarik napas dulu kang biar tenang.”
Dewi mencoba memberi tahu agar Adang bisa menarik napas panjang agar tubuhnya tenang, Adang hanya mengangguk dan memprakterkan apa yang Dewi lakukan pada saat itu.
“Udah, udah tenang, coba ceritakan lagi kang, akang liat apa sehingga akang ketakutan seperti ini.”
Dengan nada yang sedikit tenang, Adang menjelaskan kembali dengan nada yang pelan.
“Kuntilanak neng, kuntilanak, dia muncul tepat ketika saya keluar area tenda ini.”
“Mana munculnya deket banget dengan muka yang menyeramkan neng, saya bisa melihat dengan jelas bagaimana rambut yang acak-acakan itu menutup wajahnya. Bahkan wajahnya yang pucat dengan daging yang sedikit busuk sehingga ada belatung yang menggerogoti kulit wajahnya benar-benar membuat saya ketakutan neng.”
“Mana, itu, itu, tangannya, pucat banget, kuku nya tajem banget, kayak udah menunggu saya keluar dari tenda ini.”
“Aduh pokoknya serem pisan neng, baru kali ini saya lihat kunti sedekat itu. bener pisan kata si abah kalau ga boleh masuk ke leuweung kunti malam-malam neng.”
“Apalagi, itu di belakangnya banyak banget kuntianak yang muncul neng.”
“Ada, satu, dua, ti……, ah banyak banget pokoknya.”
Mata Dewi terbelalak melihat apa yang dilihat oleh Adang atas apa yang terjadi diluar tenda. Otak liarnya berputar dengan cepat, dia yang seharusnya takut atas cerita Adang malah mempunyai pemikiran yang berbeda.
“Bentar kang.”
“Akang duduk dulu disini ya, tenangin diri akang dulu ok.”
Dewi yang menyuruh Adang untuk duduk dan menenangkan diri, tiba-tiba langsung berbalik dan masuk ke tenda Dimas meninggalkan Rara dan Adang disana.
Rara yang sadar bahwa mereka semua sedang dikelilingi oleh para kuntilanak penghuni leuweung kunti ini hanya bisa terdiam tanpa banyak bicara kepada Adang.
Meskipun dirinya tidak terlalu sensitif lagi seperti yang terjadi pada malam itu di depan kostnya. tapi dia masih bisa merasakan sedikit hal-hal aneh yang tidak bisa diterima akal diluar sana.
Matanya hanya bisa fokus melihat pepohonan yang tinggi di dan rimbun di dalam kegelapan malam di hutan tersebut.
Beberapa kali melihat ke sekeliling, dia bahkan menengok dan menatap dengan tajam ke arah tempat Entis menghilang di dalam kegelapan.
Sedangkan Dewi, terlihat sedang mengambil beberapa kamera dan senter sembari membangunkan Dimas dan Ardi yang masih berada di dalam tenda.
“Mas, bangun mas.”
“Di lu juga bangun, ada momen penting ini,” kata Dewi sambil memegang kamera yang disimpan di dekat Dimas pada saat itu.
“Ada apa sih ra, bukannya syuting dah beres,” jawab Dimas dengan nada yang sedikit mengantuk.
“Itu, si Kang Entis hilang, lalu si Kang Adang kepergok kunti diluar, ayo kita cari penampakan diluar sana sambil cari Kang Entis”
Ardi yang tau pemikiran Dewi akan hal itu langsung menjawab dengan sedikit ketus, dia kali ini benar-benar menolak ajakan Dewi, dia takut apa yang terjadi pada malam itu kembali terjadi pada dirinya, dan itu sudah cukup membuat dia ketakutan.
“Gue ga ikut, lu aja sama Dimas sambil bawa clip on noh.”
“Ajakin juga dua orang besar itu wi, gue lebih baik tidur disini ampe pagi. gue ga mau lihat yang kayak gituan lagi, ga mau gue di tampakin ama mahluk dari deket.”
Dewi yang tidak tau apa yang Ardi rasakan hanya bisa menggelengkan kepala, namun dia juga tidak memaksa. Karena dia tau mungkin dia masih trauma atas hilangnya Rara sehingga dia lebih memilih untuk tidak ikut campur apabila hal-hal seperti ini yang malah dijadikan konten oleh Dewi pada saat itu.
“Ya udah lu jaga tenda aja, Pak Brata juga sepertinya ga mungkin ikut karena tadi si Kang Adang aja ga diperbolehkan untuk membangunkan Pak Brata ama dua pengawalnya.”
Ardi hanya mengangguk, sedangkan Dimas langsung terbangun dan mengambil peralatan serta senter yang terang untuk mencari Entis sekaligus mendokumentasikan apa yang terjadi pada malam itu.
Dewi akhirnya kembali keluar tenda bersamaan dengan Dimas, dia menghampiri Adang yang kini bersama Aji yang ikut duduk bersamanya. sedangkan Eko masih berada di depan tenda Pak Brata untuk menjaganya pada malam itu.
Namun,
“Kang Adang, Rara mana, ko hilang?”
Disana hanya ada Adang dan Aji, namun dia tidak bisa menemukan Rara yang seharusnya menemani mereka berdua sambil menunggu dirinya yang sedang membangunkan Dimas.
Beberapa detik ketika Dewi mempertanyakan itu, tiba-tiba pandangannya langsung teralihkan. karena dirinya tiba-tiba mendengar suara Rara yang sedikit berteriak diluar tenda.
“INGKAH MANEH, JELEMA ANU CICING DIDIEU LAIN JANG MARANEH ULINKEUN JIGAH JELEMA-JELEMA ANU ASUP KE LEUWEUNG IEU. (PERGI KAMU, MANUSIA YANG DIA DISINI BUKAN MANUSIA YANG BISA KAMU PERMAINKAN, SEPERTI MANUSIA-MANUSIA YANG MASUK KE DALAM HUTAN INI.)”
Rara berdiri sambil membelakangi mereka yang berada di dalam area tenda, tangannya terlihat menunjuk ke area pepohonan yang nampak gelap pada saat itu.
Tak lama kemudian, Rara kemudian berjalan sendiri tanpa penerangan. kakinya seperti di seret sehingga terdengar dengan jelas suara daun-daung kering yang terinjak oleh kakinya secara perlahan.
Tubuh Dewi langsung berpaling, dia kaget karena dia melihat Rara sudah berada di luar area tenda sambil marah-marah kepada sesuatu yang tidak dia lihat disana.
Tak lama, Dewi langsung memanggil Rara dan mendekatinya.
Meskipun,
“Wi.”
Tiba-tiba Dimas menarik tangan Dewi agar berhenti mengejar Rara.
“Lebih baik kita ikutin Rara dari belakang, bersama Adang dan Pak Aji, jangan mendekati Rara dengan kondisi yang seperti ini.”
“Karena lu tau sendiri kan, Rara itu ga bisa bahasa sunda, tapi kenapa dia bisa marah-marah memakai bahasa sunda dengan nada yang sedikit berat seperti orang yang sudah berumur.” kata Dimas dengan nada yang sedikit pelan.
sampeuk dan 19 lainnya memberi reputasi
20
Kutip
Balas