5 Januari 1988


Di lereng gunung Slamet Jawa Tengah diriku terlahir bersama sejuknya hawa embun pagi di waktu itu, Aceng namaku Aceng dan itu nama yang tidak umum disana yang mayoritas adalah orang suku Jawa, nama itu bisa melekat dalam diriku disebabkan ibuku adalah orang Sunda asli Bandung sedangkan ayahku adalah orang asli lereng gunung tersebut.

Setelah bekerja lama di Jakarta dan bertemu ibuku ayahku pun enggan meneruskan pekerjaannya di sebuah perusahaan ternama, lebih memilih kembali ke kampung halamannya hingga terlahir diriku disana.

Seperti halnya anak kecil dari pedesaan aku pun selayaknya mereka, senang bermain di sawah bermain bola sampai Maghrib terus diomelin ibu besoknya seperti itu lagi nggak ada kapok kapoknya hingga waktu terus bergulir diriku masuk SMP di kota Slawi, kelas satu kelas dua hingga kelas 3 aku mulai mengenalnya, Mutiara gadis cantik teman satu kelas di 3IPA4 dari awal perkenalan hingga menjalin pertemanan pas mau lulusan malah jadian.



Lulus sekolah bersama, aku dan Mutiara yang ternyata anak orang cukup berada dari kampung sebelah saya sebelahnya lagi dan sebelahnya lagi alias jarak desaku dengan desa Mutiara melewati 3 desa, diriku akhirnya merantau ke Tangerang untuk mencari pekerjaan sedangkan Mutiara pun merantau ke Jakarta untuk meneruskan pendidikan.

Lima tahun kutunggu akhirnya dia menjadi dokter muda, sedangkan aku hanya seorang buruh tapi cinta tak mengenal batasan lagi pula dua orang tua kami pun merestui hubungan antara aku dengan Mutiara dan kami pun menikah, benih cinta terlahir menjadi seorang bayi yang mungil yang kami namakan Husain diambil dari nama orang dulu yang tegar menuntut haknya.

Namun yang namanya perjalanan cinta tak selalu berjalan mulus, Husain masih umur 5 tahun keretakan rumah tangga pun akhirnya pecah juga, aku tak begitu memusingkan dia kenapa jadi begini karena itu nggak penting sebab aku nggak tau jelas kesehariannya yang aku tau dia dokter dan bekerja di salah satu rumah sakit di Tangerang, dan aku pun percaya bahwa Mutiara adalah wanita selain cantik pun baik dan bukanlah orang yang tercela, perceraian hanya karena keretakan rumah tangga kita saja.

Biasalah beda prinsip kayak artis artis



Hubungan tetap lancar walaupun sudah berpisah karena disisi kita ada seorang anak, Husain yang kini tumbuh besar sampailah sesuatu berita mengejutkan datang, Mutiara akan menikah dengan teman seprofesinya, sebenarnya tidak mengejutkan bagiku karena berita itu B aja

Aku turut bahagia, memang semenjak aku mencintainya dari waktu itulah aku berjanji apa yang membuat senang Mutiara maka aku pun turut bahagia, begitu juga saat Mutiara menikah maka aku datang ke pesta pernikahannya yang meriah itu, dan aku Aceng tetap santai disana tidak tergores kesedihan satu sayatan pun di gambar mukaku

Aku tetap mengurus anakku, namun Mutiara dan suami barunya pun tak pernah melupakan Husain hampir tiap bulan selalu menyambangi rumah ini, dan setiap bulan pula aku melihat suami Mutiara tersenyum ke arahku, hampir selalu tersenyum, setiap saat ketika Mutiara sedang bermain dengan husain pun ia selalu tersenyum.

Aku selalu berpikir positif karena memang mungkin dia murah senyum tapi lama lama aku jadi berpikiran seakan menuduh dia tersenyum karena telah menang, aku coba hilangkan perasaan buruk ini dalam hati....karena aku orang baik, tapi aku mantan suami yang kalah



Selesai