Kaskus

Story

ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
Supernatural
Quote:


Mungkin agan di sini pernah baca cerita ane yang berjudul pancasona? Kali ini ane akan melanjutkan kisah itu di sini. Yang suka cerita genre fantasi, kasus pembunuhan berantai, gengster werewolf, vampire dan sejenisnya. Silakan mampir. emoticon-Betty

Supernatural

Quote:


INDEKS
Part 1 abimanyu maheswara
Part 2 abimanyu
Part 3 kalla
Part 4 siapa kalla
Part 5 seorang gadis
part 6 Ellea
part 7 taman
Part 8 kamar ellea
Part 9 pagi bersama ellea
Part 10 rencana
Part 11 tentang kalla
part 12 rumah elang
Part 13 kembali aktivitas
part 14 emosi elang
part 15 janin kalla
part 16 elang
Part 17 vin
Part 18 kantor
Part 19 kemunculan kalla
part 20 pulau titik nol kehidupan
part 21 desa terkutuk
Part 22 wira
Part 23 teman lama
Part 24 patung wira
part 25 teror di rumah John
part 26 tato
part 27 simbol aldebaro
part 28 buku
part 29 kantor kalla
part 30 batu saphire
part 31 Lian dan Ayu
part 32 kakak beradik yang kompak
part 33 penyusup
part 34 kalah jumlah
part 35 lorong rahasia
Part 36 masuk lorong
part 37 cairan aneh
part 38 rahasia kalandra
part 39 Nayaka adalah Kalandra
Part 40 kemampuan nayaka
Part 41 Arkie
Part 42 Arkie (2)
Part 43 peperangan
Part 44 berakhir
Part 45 desa abi
part 46 nabila
part 47 cafe abi
Part 48 Maya
part 49 riki kembali, risna terancam
part 50 iblis bertubuh manusia
part 51 bertemu eliza
part 52 Feliz
Part 53 Bisma
Part 54 ke mana bisma
part 55 rahasia mayat
part 56 bisma kabur
part 57 pertemuan tak terduga
part 58 penyelidikan
part 59 tabir rahasia
part 60 kebakaran
part 61 Bajra
part 62 pengorbanan Bajra
part 63 the best team
part 64 masa lalu
part 65 perang dimulai
part 66 kisah baru
part 67 bertemu vin
part 68 san paz
part 69 cafe KOV
part 70 demigod
part 71 california
part 72 Allea dan Ellea
part 73 rumah ellea
part 74 alan cha
part 75 latin kings
part 76 kediaman faizal
part 77 kematian faizal.
part 78 permainan
part 79 ellea cemburu
part 80 rumah
part 81 keributan
part 82 racun
part 83 mayat
part 84 rencana
part 85 kampung....
Part 86 kematian adi
part 87 tiga sekawan
part 88 zikal
part 89 duri dalam daging
part 90 kerja sama
part 91 Abraham alexi Bonar
part 92 terusir
part 93 penemuan mayat
part 94 dongeng manusia serigala
part 95 hewan atau manusia
part 96 Rendra adalah werewolf
part 97 Beta
part 98 melamar
part 99 pencarian lycanoid
part 100 siapa sebenarnya anda
part 101 terungkap kebenaran
part 102 kisah yang panjang
part 103 buku mantra
part 104 sebuah simbol
part 105 kaki tangan
part 106 pertikaian
part 107 bertemu elizabet
part 108 orang asing
part 109 mantra eksorsisme
part 110 Vin bersikap aneh
part 111 Samael
part 112 Linda sang paranormal
part 113 reinkarnasi
part 114 Nayla
part 115 Archangel
part 116 Flashback vin kesurupan
part 117 ritual
part 118 darah suci
part 119 Lasha
part 120 Amon
part 121 masa lalu arya
part 122 sekte sesat
part 123 sekte
part 124 bu rahayu
part 125 dhampire
part 126 penculikan
part 127 pengakuan rian.
part 128 azazil
part 129 ungkapan perasaan
part 130 perjalanan pertama
part 131 desa angukuni
part 132 Galiyan
part 133 hilang
part 134 Hans dan Jean
part 135 lintah Vlad
part 136 rahasia homestay
part 137 rumah kutukan
part 138 patung aneh
part 139 pulau insula mortem
part 140 mercusuar
part 141 kastil archanum
part 142 blue hole
part 143 jerogumo
part 144 timbuktu
part 145 gerbang gaib
part 146 hutan rougarau
part 147 bertemu azazil
part 148 SMU Mortus
part 149 Wendigo
part 150 danau misterius
part 151 jiwa yang hilang
part 152 serangan di rumah
part 153 misteri di sekolah
part 154 rumah rayi
part 155 makhluk lain di sekolah
part 156 Djin
part 157 menjemput jiwa
part 158 abitra
part 159 kepergian faza
part 160 Sabrina
part 161 puncak emosi
part 162 ilmu hitam
part 163 pertandingan basket
part 164 mariaban
part 165 Dagon
part 166 bantuan

INDEKS LANJUT DI SINI INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 16-05-2023 21:45
indrag057Avatar border
bejo.gathelAvatar border
itkgidAvatar border
itkgid dan 12 lainnya memberi reputasi
13
13.5K
222
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52.1KAnggota
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#161
156 Djin
"Kalian udah denger belum?" bisiknya dengan sebuah pertanyaan yang ambigu. Aku dan Kak Rayi hanya saling tatap dan menggeleng bersamaan. "Elu aja belum bilang apa-apa, gimana kami tau, bego!" ungkap nya kesal, sambil menjitak kepala Zidan.

Tentu kalimat itu berhasil membuatku terkekeh. Dan Zidan makin mendekat, wajahnya benar-benar lucu. Terlebih saat akan menyebarkan gosip seperti ini. Aku sudah hafal bagaimana tabiatnya. Dia ini mirip nitizen yang sering aku lihat di media sosial artis. Dan dia juga bagai sumber informasi tentang banyak hal di sekolah.

"Katanya salah satu siswa yang pingsan tadi, ada yang meninggal dunia. Tubuhnya jadi kurus dan kering gitu, gaes. Hih, ngeri, kan?"

"Siapa?" tanyaku.

"Seno, anak kelas 1-1."

"Jadi bener, kalau kelas itu juga ada korban pingsan? Bukannya mereka udah pulang dan udah sadar, ya?" tanya Kak Rayi.

"Itulah keanehan nya. Mereka udah baik- baik aja katanya, eh baru aja ini Bu Nawang bilang kalau sekolah nanti pulang awal, karena kita melayat ke rumah Seno."

Kak Rayi menarik tanganku menjauh dari Zidan, "aku takut, kalau yang lain akan bernasib sama, Bil. Gimana caranya kita hentikan semua sebelum terlambat? Kamu nggak bisa tanya Rio sekarang?" bisiknya dengan pertanyaan yang sebenarnya ingin kulakukan.

Tapi Rio tidak lagi terlihat sekarang. Aku bahkan tidak tau di mana dia, dan apakah dia baik-baik saja atau tidak. Hm, aku mulai khawatir.

______________

Sesuai informasi dari Zidan tadi, setelah bel masuk berbunyi, sekolah dipulangkan lebih awal. Dan bagi siswa yang memiliki kesadaran akan ikut melayat ke rumah Seno. Karena tidak memungkinkan memaksa semua siswa untuk datang ke sana. Selain tidak semua mengenal Seno, yang mengenal pun banyak yang lebih memilih untuk pulang ke rumah atau justru jalan -jalan bersama teman- temannya. Dan itu yang kudengar dari beberapa teman sekelas ku tadi. Moment pulang lebih awal adalah hal yang paling menggembirakan bagi semua siswa, aku pun juga.

Kini aku sudah berada di parkiran motor, menunggu Zidan mengeluarkan kuda besi nya. Karena kami sudah sepakat akan ke sana sebagai perwakilan kelas, bersama beberapa teman sekelas lain yang juga mengenal Seno cukup dekat. Tapi tiba -tiba Kak Rayi melambaikan tangan ke arahku dari kejauhan. Aku menyipitkan mata agar dapat melihatnya dengan lebih jelas. Saat aku melihatnya, aku juga menoleh ke belakang, takut kalau dia tidak sedang mengajakku mengobrol. Di belakangku, tidak ada seorang pun yang ada di sana, dan aku baru yakin kalau aku lah yang sedang ia ajak bicara.

Mungkin Kak Rayi kesal, melihat aku yang hanya diam saja, seperti orang kebingungan. Dia lantas berlari kecil mendekatiku. " Mau ke mana?" tanyanya tiba-tiba.

"Eh, ke rumah Seno. Mau melayat," sahutku agak canggung. Kak Rayi melirik ke Zidan yang sudah bersiap dengan helm di kepalanya. "Boncengan?" tanya Kak Rayi, lagi. Aku dan Zidan mengangguk.

"Berdua?" tanyanya lagi. Kami berdua saling pandang, lalu mengangguk bersamaan.

"Eh tapi sama teman-teman sekelas yang lain juga kok," jawabku yang mengerti kalau tatapan mata itu pertanda dia tidak suka pada kedekatanku dengan Zidan.

"Oh, aku ikut. Tapi Nabila bonceng motorku aja," cetusnya sambil menunjuk motor miliknya di sisi lain lahan parkir.

"Oh, oke, Kak. Kalau gitu gue duluan aja, ya, Bil. Tuh, teman-teman udah jalan," tunjuk Zidan ke barisan motor yang baru saja lewat. Aku mengangguk sekaligus merasa tidak nyaman dengan keadaan ini.

Setelah Zidan pergi, Kak Rayi kembali menatapku hangat. Tiba-tiba sorot matanya berubah seperti biasanya. Tidak sedingin saat ada Zidan tadi. "Bentar, ya, aku ambil motorku dulu." Kak Rayi kembali berlari kecil ke sebuah motor besar berwarna putih di sana. Kendaraannya cukup mencolok, karena teman-temannya juga memakai jenis motor yang sama, hanya dengan warna yang berbeda-beda.

Suara bising terdengar saat kendaraan itu dinyalakan. Ia melesat ke arahku dan memberikan sebuah helm yang sepertinya sengaja ia bawa dari rumah. Sedikit ragu, namun aku tetap memakainya dan kini mulai naik ke jok belakang motor ini. Lagi, beberapa pasang mata menatap kepada kami.

"Bil ... Pegangan dong," jerit Kak Rayi padaku. Aku melihat ke arah tanganku yang kini sedang berpegangan pada besi di belakangku. Dan tidak menjawab apa pun atas permintaannya tadi.

"Bil, pegangan. Nanti kalau jatuh gimana? Aku bisa dimarahin Papa kamu." Aku masih diam, ragu-ragu. Namun saat motor Kak Rayi berhenti, dia melirik ke belakang, dan melihatku sambil mendengus sebal.

"Oke," kataku, melepaskan tangan, lalu memegang pinggangnya, ragu. Dia langsung tersenyum. "Gitu dong. Nggak apa-apa, megangnya cuma gitu, yang penting pegangan," ujarnya. Ia kembali menyalakan mesin motor dan melanjutkan perjalanan.

"Kak ...," panggilku sedikit mendekat ke samping telinga Kak Rayi yang tertutup oleh helm.

"Hm?"

"Tumben nggak pakai mobil?"

"Kenapa? Kamu lebih suka aku pakai mobil?" Ia kembali melirik ke belakang sedikit. Dengan suara yang agak tinggi karena suara bisingnya jalanan.

"Enggak gitu, cuma biasanya pakai mobil."

"Biar bisa gini."

"Gini gimana?"

"Ya ini, boncengin kamu dan kita pulang bareng gini. Siapa tau aku bisa dipeluk kayak itu tuh," tunjuknya ke arah Kak sepasang siswa dari sekolah kami juga yang memeluk pria di depannya erat.

"Ih, Kak Rayi, mereka itu kan sudah pacaran. Riski sama Reni, kan itu."

"Oh, jadi kita harus pacaran dulu ya, baru kamu mau kayak Reni?" Pertanyaannya telak membuatku tidak bisa menjawabnya. "Eh, malah diem." Kak Rayi kembali menoleh ke belakang, kali ini bahkan sampai terus melihat wajahku yang tepat berada di belakangnya. Aku lantas tertawa setelah beberapa saat. Dia ikut tertawa dan kembali melihat ke depan.

Beberapa motor dengan siswa siswi dari sekolah kami seperti gerombolan siswa yang sedang konvoi. Seragam kami memang tidak sama seperti sekolah lain. Bahkan beberapa sekolah memakai seragam identitas sehingga membuat satu sama lain saling tau asal sekolah masing-masing, jika bertemu di jalan.Aku dan Kak Rayi yang tidak tau di mana rumah Seno, hanya mengekor teman-teman lain di depan kami.

Sampailah kami di sebuah rumah dengan bendera putih di depan. Deretan kursi plastik berwarna biru muda berjejer di halaman rumah itu. Foto seseorang yang sering kulihat merupakan pertanda kalau ini benar rumah Seno. Jenazahnya terlihat sedang terbaring di ruang tamu. Karena terlihat dari pintu. Tubuh itu terbungkus kain putih dan di selimuti bagian wajahnya dengan kain tipis berwarna putih juga. Kami duduk di kursi kosong yang disediakan. Guru-guru mewakili dan terlihat sedang mengobrol dengan keluarga Seno. Banjir air mata terlihat dari kejauhan. Tidak ada yang akan baik-baik saja dengan kehilangan. Apalagi kematian, kepergiannya yang mendadak membuat semua orang akan merasakan kesedihan mendalam. Aku yakin itu.

"Langkah kita selanjutnya gimana?" tanya Kak Rayi berbisik tanpa melepaskan pandangan dari orang tua Seno yang terus tergugu. Bu Retno selaku wali kelas Seno berusaha menenangkan orang tua Seno tersebut. Sesekali wali kelas yang terkenal galak seantero sekolah itu juga menitikkan air mata walau langsung segera ia usap cepat.

"Kita harus bikin data siapa saja yang terkena pengaruh Djin tadi. Karena sekali pun mereka sudah sadar dari pingsan, mereka belum sepenuhnya bebas, Kak."

"Kamu benar, justru aku merasa kalau kesembuhan itu hanya kamuflase, untuk membuat korban sudah merasa baik-baik saja, yang pada akhirnya malah merenggut nyawanya." Analisis Kak Rayi memang masuk akal. Dan aku pun sependapat dengan dirinya.

"Kak Rayi masih ingat, nama teman-teman sekelas Kak Rayi yang tadi pingsan?" tanyaku.

"Ingat. Cuma 5 orang aja kok. Aku masih ingat karena tadi juga aku bantu mereka semua."

"Ada nggak salah satu dari mereka yang ada di sini?" Netraku menyapu pandang ke sekitar, meneliti satu persatu wajah teman-teman yang ada di halaman rumah ini. Aku memang tidak begitu hafal dengan semua siswa, tapi aku masih dapat membedakan mana siswa kelas 1, kelas 2 atau bahkan kelas 3. Kak Rayi ikut menatap sekitar dan menunjuk 2 orang.

"Oke, yuk," ajakku menarik tangannya.

"Eh, ke mana?" tanyanya tidak paham, namun pasrah saja saat tangannya kutarik. Kami mendekat ke dua teman Kak Rayi yang tadi dia tunjuk. Kerumunan ini memang sebagian besar berasal dari anak-anak kelas 2. Memang tidak banyak perwakilan teman-teman, tapi suasana terlihat cukup ramai. Dan sebagian besar memang siswa-siswi yang memakai seragam seperti yang sedang kupakai.

Kak Rayi melirik padaku, karena teman-temannya menatap kami aneh. Aku melotot ke arah Kak Rayi, seolah memberikan isyarat agar dia mampu mengatasi suasana ini. Dia berdeham, kebetulan kami duduk dekat dua teman Kak Rayi tadi. "Dito, kalian udah nggak apa-apa? Tadi gue samperin ke UKS padahal, tapi kalian masih nggak sadar," kata Kak Rayi basa-basi.

Pria yang bernama Dito menarik nafas panjang, "Yah, gitu deh, Yi. Gue juga nggak tau kenapa, tiba-tiba kayak orang baru bangun dari mimpi buruk. Bersyukur kalau gue sama Sandi baik-baik aja. Tapi ...." Kak Dito tidak melanjutkan kalimatnya.

"Tapi apa?" tanya Kak Rayi. Dua pemuda itu malah saling tatap dengan sorot mata yang aneh.

"Gini, terserah elu percaya atau enggak, tapi yang gue bilang mimpi buruk itu memang bener, dan anehnya mimpi kami sama!" bisik Kak Dito lagi. Kak Sandi yang berada di sampingnya mengangguk mengiyakan.

"Mimpi yang sama? Kalian berdua bermimpi hal yang sama? Maksudnya gimana? Kapan?" tanya Kak Rayi antusias.

"Saat kami pingsan, Yi. Semua hal yang ada di dalam mimpi kami, seolah sama. Bahkan setiap detailnya."

Penjelasan itu membuat Kak Rayi beralih menatapku, dan membuatku makin yakin kalau apa yang dikatakan Rio memang benar. Djin tersebut perlahan mengambil jiwa-jiwa manusia yang diincarnya. Dan sepertinya saat manusia itu kembali pada kesadarannya, bukan berarti mereka sudah terbebas dari pengaruh Djin tersebut.

___________________

Kami sudah mengantongi daftar nama sepuluh orang tadi.

-Seno

-Dito

-Sandi

-Aira

- Azka

-Gilang

-Biya

-Lala

-Tama

-Dafa

Hal ini akan memudahkan kami untuk mencari tau siapa korban berikutnya, ah tidak juga, karena kami tidak tau bagaimana urutan korban dan siapa yang akan menjadi korban berikutnya.

"Oke, kita harus kerja sama. Sebisa mungkin, kumpulkan 9 orang sisanya, bawa ke sini," suruh Kak Rayi. Aku, Kak Roger, Kak Bintang, Kak Faza, Zidan, Kak Sandi dan Kak Dito kini berkumpul di rumah Kak Rayi.

"Kenapa harus ke sini? Terus gimana cara kami membawa mereka ke sini, kalian tau, kan mereka nggak mungkin semudah itu untuk disuruh-suruh?" tanya Kak Sandi. Kak Rayi melirik ke arahku.

"Gini, kak, kita sedang menghadapi sejenis makhluk halus, percaya nggak percaya, aku yakin kalian akan mendapat giliran mati seperti Seno tadi. Dan, kami akan berusaha membantu menghentikan hal itu," jelasku.

"Dan, cara terjitu untuk melakukan itu adalah mengumpulkan kalian menjadi satu, di rumah ini. Agar kami tau, siapa yang akan menjadi giliran berikutnya, dan kami akan coba untuk menghentikan itu!" tambah Kak Bintang, serius.

"Kalian itu mau dibantu nggak sih?" tanya Kak Roger, mulai kesal. Akhirnya mereka diam, dan mau tidak mau setuju pada rencana ini. Tapi Kak Sandi dan Kak Dito akan tetap tinggal di rumah ini. Setidaknya di rumah ini ada penjaganya. Mungkin makhluk tadi tidak akan berani muncul. Itu yang ada di pikiranku tadi. Aku akan tinggal, sementara yang lain pergi menjemput 7 orang lainnya. Zidan juga ikut serta karena kebetulan dia juga mengenal anak-anak dari kelas 1 tadi.

"Kamu nggak apa-apa, kan, di rumah?" tanya Kak Rayi sebelum pergi.

"Iya, Kak, aku baik-baik aja kok. Biar aku jagain mereka di sini," kataku sambil melihat dua pria yang sedang duduk di sofa bermain game di ponsel mereka. Mama Kak Rayi sedang tidak ada di rumah, jadi aku akan sendirian di rumah ini bersama dua pria itu.

"Oke, kalau ada apa-apa, cepat telepon aku, ya." Kak Rayi mengatakan hal itu pelan, tangannya meraih anak rambutku dan menyelipkannya di belakang telinga. Kemudian tersenyum. Aku hanya mengangguk malu. Dan, saat dia akan pergi, Kak Rayi mengecup keningku cukup lama. Aku memejamkan mata, jantungku bergemuruh hebat. Namun aku seolah tidak mampu menolak perlakuannya. Dan aku justru merasa sangat nyaman diperlakukan seperti itu olehnya.

Setelah mereka semua pergi, aku, Kak Sandi dan Kak Dito duduk di ruang tengah. TV dibiarkan menyala dan menampilkan sebuah film action yang cukup ramai. Aku dan Kak Dito cukup antusias menonton film ini, apalagi dengan camilan yang sudah di sediakan di meja. Membuat kami makin hanyut dalam cerita ini. Bahkan aku dan Kak Dito juga membahas beberapa film serupa yang sama bagusnya. Rupanya aku dan Kak Dito memiliki selera film yang sama.

"Nah, bener tuh, film itu tuh pernah aku sama Sandi tonton, iya, kan, San?" tanya Kak Dito menoleh ke temannya yang duduk di sofa satunya. Aku pun ikut menoleh ke orang tersebut, namun anehnya Kak Sandi justru terlihat aneh. Berkali-kali Kak Dito memanggil namanya, mengguncang tubuhnya namun tidak ada reaksi apa pun.

"Apa dia tidur, kak?" tanyaku. Kak Dito menatap lekat-lekat Kak Sandi. "Iya, sih. Dia masih nafas, Bil. Belum mati. Tapi kenapa dia nggak bangun, padahal udah aku bangunin keras gitu, kan?"

Benar juga. Ini aneh. Seharusnya Kak Sandi pasti terbangun saat ini. Tapi dia tidur bagai orang mati. Aku pun mendekat, dan menatapnya lekat-lekat. Perasaanku tidak enak. Kini bulu kudukku meremang hebat. Dan, aku justru merasa ada seseorang yang sedang memperhatikan kami dari luar jendela. Seperti mendapat sinyal kuat, aku beranjak dan berjalan ke jendela yang terhubung ke halaman samping. "Kak, jagain Kak Sandi dulu," pintaku. Kak Dito yang berteriak memanggil namaku, tak kuhiraukan.

Saat sampai jendela, aku mengintip dari celah jendela yang kordennya tersingkap sedikit. Di luar tampak jelas ada dua sosok yang sedang berada di luar. Kak Sandi! Aku bahkan sampai menoleh kembali ke tempat Kak Dito, dan di sana tubuh Kak Sandi masih ada di sofa. Kak Dito masih berteriak memanggil nama temannya, berusaha membangunkannya terus.

Jika tubuh Kak Sandi ada di dalam, lantas siapa yang ada di halaman rumah. Dan siapa orang di sampingnya. Aku buru-buru keluar rumah dan mengejar Kak Sandi. Meneriakkan namanya. Dia berhenti dan sempat menoleh padaku. Tentu dengan sosok di sampingnya.

"Itu ... Djin?" gumamku berbicara sendiri.

Sosok itu menoleh dan menyeringai. Saat aku akan mengejarnya, tiba-tiba ada sebuah tangan dingin mencegahku. Di sampingku ada Rio yang menggeleng pelan. "Jangan, Bil. Percuma."

"Tapi ... Kak Sandi!"

"Dia terlalu kuat. Walau dia tidak bisa masuk ke rumah ini, tapi jika korban itu tertidur, maka tidak akan ada yang bisa mencegahnya dibawa oleh Djin," ucap seekor harimau yang berdiri di samping kananku.

Rupanya dia saja tidak bisa membantu banyak. Dan, semua kembali pada para korban. Jika mereka tertidur maka jiwa mereka akan dibawa oleh Djin. "Apa nggak ada cara untuk mengambil jiwa itu kembali?" tanyaku.

"Bisa. Tentu harus dijemput, dan kita ambil kembali dari dia."

"Jadi maksudnya, kita harus menjemput jiwa itu?"

"Iya, Bil. Jujur, aku nggak bisa bantu. Karena tadi, aku sempat mau membawa salah satu dari jiwa itu, tapi justru energiku diserap oleh Djin. Dan aku udah nggak punya kekuatan untuk melawannya. Kalau aku nekat, aku bakal hilang. Selamanya."

"Jadi kamu nggak muncul karena itu?"

Rio mengangguk. Saat kuperhatikan wajahnya memang terlihat sayu, bibirnya membiru dan dan dia terlihat lemah. "Oke, aku bakal ke sana. Buat jemput jiwa Kak Sandi!" kataku yakin.

"Aku ikut!" tukas Kak Rayi yang ternyata sudah ada di belakangku. Dia lantas mendekat, dan menatapku dalam. "Kali ini aku nggak akan biarkan kamu menghadapi ini sendirian."

Aku hanya diam, lalu menoleh ke penjaga rumah ini. Dia tidak bereaksi hanya menatap ke arah Djin tadi pergi.

____________

Ruang tengah sudah ramai oleh para korban Djin tadi. Mereka akhirnya dengan mudah di kumpulkan, tapi ada 1 orang yang ternyata bernasib sama seperti Kak Sandi. Aira. Dia sudah tertidur sebelum Kak Rayi datang menjemputnya.

"Gimana?"

"Gue bakal ke sana sama Nabila!" cetus Kak Rayi yakin.

"Kak, tapi kakak tau gimana caranya? Ini nggak mudah loh," cegahku sambil menatap matanya dalam.

"Aku tau, gimana caranya kok. Tuh, kita bawa salah satu orang yang bisa bantu nanti," tunjuknya ke seseorang yang tidak kukenal sama sekali. Dia seorang wanita dengan banyak kalung dan ikat kepala aneh. Hm, mirip wanita gipsi versi Indonesia.

"Dia siapa?" tanyaku yang baru menyadari adanya orang lain yang belum pernah kulihat sebelumnya.

"Sepupu aku. Dia bisa bantu kita untuk menyeberang ke tempat itu, menjemput jiwa-jiwa yang terjebak di sana." Aku menatapnya lekat-lekat. Melihat tatapan matanya yang tajam membuatku agak ngeri. Tapi setidaknya ada rasa bahagia sedikit, saat tau kalau Kak Rayi juga akan ikut pergi bersamaku.

Wanita yang bernama Rachel itu, membuat sebuah lingkaran dengan kapur suci. Entah bagaimana dia mendapatkan benda itu, tapi katanya ini sangat berguna untuk melindungi raga kami saat jiwa kami keluar dari tubuh nanti. Karena konon kabarnya, saat jiwa seseorang terpisah dari raganya untuk melintas dimensi atau dunia lain, akan banyak iblis yang ingin menguasai tubuh itu. Dan kapur itu, sangat berguna, untuk menangkal masuknya iblis di sekitar tubuh kami nanti, dan sekaligus memastikan kalau yang kembali masuk ke tubuh kami adalah jiwa kami.

"Siap?" tanya Rachel menatap kami berdua bergantian. Kak Rayi tersenyum tipis dan mengangguk sambil menatapku. Tidak hanya kami berdua yang berada di lingkaran itu, tapi juga tubuh Kak Sandi dan Aira. Karena menurut pengalaman Rachel, manusia yang sudah melintas ke dunia lain atau bahkan jiwanya di tahan oleh makhluk lain, harus mengalami serangkaian tes, untuk meyakinkan kalau jiwa yang kembali adalah memang benar jiwanya. Karena sering kali, manusia yang jiwanya pernah hilang, akan bersikap aneh dan tidak wajar. Dan ini bukan perjalanan gaib pertamaku.

Aku dan Kak Rayi duduk bersila, Rachel akan membantu kami untuk lebih cepat sampai ke tempat itu. Tubuh Kak Sandi dan Aira juga dibaringkan di dalam lingkaran. Di sekitar kapur tersebut juga di kelilingi oleh lilin-lilin yang dibuat seperti pagar. Melingkar dengan nyala api yang membuat ruangan temaram. Lampu-lampu dimatikan, agar ritual ini dapat berjalan baik. Begitu kata Rachel.

Rachel mulai menginstruksikan kami berdua untuk memejamkan mata, dengan tangan saling berpegangan. Kami duduk berhadapan. Sementara dua orang yang jiwanya sudah dibawa pergi itu, ada di samping kanan dan kiri kami. Wanita yang biasa dia anggap cenayang oleh beberapa orang itu, mulai merapalkan kalimat-kalimat yang aku tidak paham. Bahasanya belum pernah kudengar sebelumnya.

Mendengar semua kalimat yang diucapkan Rachel membuat telingaku seperti terhipnotis. Walau sedang memejamkan mata, aku seperti terseret pada sebuah pusaran lingkaran yang terus berputar-putar. Makin lama terasa makin dalam dan memusingkan. Sampai akhirnya aku merasa hawa di sekitarku lebih dingin dari sebelumnya. Suasana yang awalnya senyap, kini terasa riuh oleh embusan angin.

Dan membuat aku penasaran lalu akhirnya membuka mata perlahan. Sedikit terkejut saat melihat keadaan di sekitarku berubah. Bukan lagi berada di rumah Kak Rayi, tapi sudah berada di sekolah kami. Tanganku dan tangan Kak Rayi masih dalam kondisi berpegangan tangan. Kak Rayi masih memejamkan matanya. Aku menggoyang-goyangkan tangannya agar dia segera membuka mata. Sambil terus memanggil namanya, berbisik. Jujur, aku takut dengan keadaan di sekitarku yang sudah gelap. Tidak ada penerangan sama sekali di sekitar kami.
unclevello
tariganna
regmekujo
regmekujo dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.