Kaskus

Story

ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
Supernatural
Quote:


Mungkin agan di sini pernah baca cerita ane yang berjudul pancasona? Kali ini ane akan melanjutkan kisah itu di sini. Yang suka cerita genre fantasi, kasus pembunuhan berantai, gengster werewolf, vampire dan sejenisnya. Silakan mampir. emoticon-Betty

Supernatural

Quote:


INDEKS
Part 1 abimanyu maheswara
Part 2 abimanyu
Part 3 kalla
Part 4 siapa kalla
Part 5 seorang gadis
part 6 Ellea
part 7 taman
Part 8 kamar ellea
Part 9 pagi bersama ellea
Part 10 rencana
Part 11 tentang kalla
part 12 rumah elang
Part 13 kembali aktivitas
part 14 emosi elang
part 15 janin kalla
part 16 elang
Part 17 vin
Part 18 kantor
Part 19 kemunculan kalla
part 20 pulau titik nol kehidupan
part 21 desa terkutuk
Part 22 wira
Part 23 teman lama
Part 24 patung wira
part 25 teror di rumah John
part 26 tato
part 27 simbol aldebaro
part 28 buku
part 29 kantor kalla
part 30 batu saphire
part 31 Lian dan Ayu
part 32 kakak beradik yang kompak
part 33 penyusup
part 34 kalah jumlah
part 35 lorong rahasia
Part 36 masuk lorong
part 37 cairan aneh
part 38 rahasia kalandra
part 39 Nayaka adalah Kalandra
Part 40 kemampuan nayaka
Part 41 Arkie
Part 42 Arkie (2)
Part 43 peperangan
Part 44 berakhir
Part 45 desa abi
part 46 nabila
part 47 cafe abi
Part 48 Maya
part 49 riki kembali, risna terancam
part 50 iblis bertubuh manusia
part 51 bertemu eliza
part 52 Feliz
Part 53 Bisma
Part 54 ke mana bisma
part 55 rahasia mayat
part 56 bisma kabur
part 57 pertemuan tak terduga
part 58 penyelidikan
part 59 tabir rahasia
part 60 kebakaran
part 61 Bajra
part 62 pengorbanan Bajra
part 63 the best team
part 64 masa lalu
part 65 perang dimulai
part 66 kisah baru
part 67 bertemu vin
part 68 san paz
part 69 cafe KOV
part 70 demigod
part 71 california
part 72 Allea dan Ellea
part 73 rumah ellea
part 74 alan cha
part 75 latin kings
part 76 kediaman faizal
part 77 kematian faizal.
part 78 permainan
part 79 ellea cemburu
part 80 rumah
part 81 keributan
part 82 racun
part 83 mayat
part 84 rencana
part 85 kampung....
Part 86 kematian adi
part 87 tiga sekawan
part 88 zikal
part 89 duri dalam daging
part 90 kerja sama
part 91 Abraham alexi Bonar
part 92 terusir
part 93 penemuan mayat
part 94 dongeng manusia serigala
part 95 hewan atau manusia
part 96 Rendra adalah werewolf
part 97 Beta
part 98 melamar
part 99 pencarian lycanoid
part 100 siapa sebenarnya anda
part 101 terungkap kebenaran
part 102 kisah yang panjang
part 103 buku mantra
part 104 sebuah simbol
part 105 kaki tangan
part 106 pertikaian
part 107 bertemu elizabet
part 108 orang asing
part 109 mantra eksorsisme
part 110 Vin bersikap aneh
part 111 Samael
part 112 Linda sang paranormal
part 113 reinkarnasi
part 114 Nayla
part 115 Archangel
part 116 Flashback vin kesurupan
part 117 ritual
part 118 darah suci
part 119 Lasha
part 120 Amon
part 121 masa lalu arya
part 122 sekte sesat
part 123 sekte
part 124 bu rahayu
part 125 dhampire
part 126 penculikan
part 127 pengakuan rian.
part 128 azazil
part 129 ungkapan perasaan
part 130 perjalanan pertama
part 131 desa angukuni
part 132 Galiyan
part 133 hilang
part 134 Hans dan Jean
part 135 lintah Vlad
part 136 rahasia homestay
part 137 rumah kutukan
part 138 patung aneh
part 139 pulau insula mortem
part 140 mercusuar
part 141 kastil archanum
part 142 blue hole
part 143 jerogumo
part 144 timbuktu
part 145 gerbang gaib
part 146 hutan rougarau
part 147 bertemu azazil
part 148 SMU Mortus
part 149 Wendigo
part 150 danau misterius
part 151 jiwa yang hilang
part 152 serangan di rumah
part 153 misteri di sekolah
part 154 rumah rayi
part 155 makhluk lain di sekolah
part 156 Djin
part 157 menjemput jiwa
part 158 abitra
part 159 kepergian faza
part 160 Sabrina
part 161 puncak emosi
part 162 ilmu hitam
part 163 pertandingan basket
part 164 mariaban
part 165 Dagon
part 166 bantuan

INDEKS LANJUT DI SINI INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 16-05-2023 21:45
indrag057Avatar border
bejo.gathelAvatar border
itkgidAvatar border
itkgid dan 12 lainnya memberi reputasi
13
13.5K
222
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#160
155 Makhluk Lain Di sekolah
Aku hanya tersenyum kikuk. Rasanya ini bukan kebiasaan ku dan aku tidak bisa cepat akrab dengan orang baru. Apalagi dia ... Mama Kak Rayi.

"Tante masak apa?" tanya Kak Faza sambil menghirup aroma masakan di meja.

"Nah, kita langsung aja makan, ya." Aku juga digandeng untuk duduk di kursi yang kosong. Semua antusias dan kelaparan. Mengambil nasi serta lauk pauk di meja bergantian. Sementara aku hanya diam, yah, setidaknya aku menunggu sampai mereka selesai.

"Eh, Nabila malah diem aja. Sini, tante ambilin. Jangan diem aja. Mereka ini rakus, jadi kalau kamu nggak ambil cepat-cepat bakalan habis sama mereka ini." Piringku diambil oleh Mama Kak Rayi, lalu beliau mengambilkan aku nasi dan lauk pauk lainnya. "Makan yang banyak, ya," katanya, meletakkan piring di depan ku dengan senyum manis yang meneduhkan.

Dan, akhirnya kami makan bersama. Sebuah momen yang jarang terjadi. Bahkan tidak pernah terjadi dalam hidupku. Makan di rumah orang lain, bersama teman -temanku. Namun saat makan, aku merasakan seseorang yang mengintip dari lantai atas. Namun, saat aku menengok tidak ada satu orang pun di sana.

"Kenapa, Nabila?" tanya Mama Kak Rayi.

"Eum, nggak apa-apa, tante."

"Eh, Bil. Di rumah Rayi ada setan nya juga?" tanya Kak Roger serius. Seperti nya mereka mulai terbiasa dengan ku.

"Apa? Setan?"

"Iya, tante. Nabila ini sensitif sama hal begituan," tambah Kak Bintang.

Mama Kak Rayi menatapku dalam, "jadi kamu lihat dia?" tanyanya menunjuk ke atas. Begitu aku mengikuti jari Mama Kak Rayi, aku melotot.

Saat aku melihat ke atas, tepatnya di lantai atas rumah ini ada satu sosok yang memang terlihat di sana. Bukan manusia melainkan seekor harimau putih dengan loreng hitam. "Wow," gumamku pelan.

"Apaan, Bil?" tanya Kak Roger yang kini ikut berdiri di sampingku, dan menatap ke arah yang kutatap.

"Ngeri," sahutku masih terdengar berbisik.

"Apaan sih?!" tanya Kak Bintang ikut mendekat.

"Heh?! Apa-apaan sih, jauhan-jauhan! Enak aja!" timpal Kak Rayi ke arah kami. Sontak kedua pria tersebut langsung menjauh dariku, diiringi omelan mereka berdua.

"Sok memiliki!"

"Iya, padahal pacaran aja belum."

"Salah. Bukannya belum pacaran, tapi nembak aja belum," sindir Kak Roger. Alhasil sebuah kroket melayang mengenai kepalanya.

"Malah pada berantem! Udah ah!" lerai Mama Kak Rayi.

Aku yang sudah mulai terbiasa dengan tingkah mereka hanya tersenyum menanggapi. Nyatanya mereka sering sekali berdebat atau bahkan bertengkar, tapi justru itulah yang membuat mereka terus kompak. Perkelahian mereka bukan lah hal negatif yang membuat persahabatan itu renggang. Justru di situlah letak kehebatan mereka. Dan, aku cukup iri dengan persahabatan itu.

"Kita pergi aja yuk, biarin mereka berantem sendiri," ajak Mama Kak Rayi padaku. Tanpa sungkan aku di gandeng dan segera di ajak ke taman yang ada di samping rumah mereka.

Pemandangan bunga-bunga terhampar luas di depan mataku. Ada aneka bunga mawar, melati, bugenvil, bahkan petunia. Warnanya yang berbeda-beda membuat mataku terpaku untuk terus menatap bunga tersebut lebih lama. Kami duduk di sebuah kursi kayu yang ada di tengah taman. Suasananya rindang, dan sejuk. Membuatku betah berlama-lama.

"Tante, turut berduka cita, ya. Rayi banyak cerita tentang kamu. Pasti berat, ya?" tanya Mama Kak Rayi dengan nada bicara pelan. Dia juga mengelus punggungku lembut. Aku yakin dia tidak ingin membuat aku kembali mengingat momen kehilangan Mama kemarin. Padahal aku sudah lama kehilangan mama, jadi kepergian mama kemarin memang tidak begitu terasa menyakitkan bagiku.

"Terima kasih, tante."

"Dulu, sewaktu Rayi ditinggal ibunya, tante benar-benar kasihan. Dia bahkan belum pernah ketemu ibu kandungnya. Mama Rayi itu kakak tante, dan tante rela menggantikan mama Rayi, hanya saja, keluarga malah menyuruh tante turun ranjang."

"Terus tante mau?"

"Yah, mau bagaimana lagi? Tante sudah dititipin Rayi sama kakak tante."

"Tapi Kak Rayi beruntung punya tante. Setidaknya walau pun tante bukan ibu kandungnya, tapi tante sayang banget ke Kak Rayi. "

Beliau tersenyum sambil mengelus kedua bahuku. "Eh, yang tadi ... kamu bisa lihat?" tanyanya dengan tatapan serius.

"Hm, harimau tadi?"

"Iya. Jadi dia itu penjaga rumah ini, warisan leluhur keluarga tante. Memang sih, tante juga awalnya nggak begitu suka, karena ini sedikit aneh. Iya, kan? Tapi kami pernah mendapatkan sebuah masalah, dan karena hal itu, dia terus ada di rumah."

Aku mengangguk paham. Dan menoleh ke arah pintu. Makhluk itu bagai kucing rumahan saja, yang bisa berjalan-jalan di semua tempat. Mungkin aku perlu menutup sedikit mata batin ini. Agar terlihat normal. Jujur saja, tatapannya cukup mengerikan.

_________

Kak Rayi mengantarku pulang. Kali ini aku tidak begitu takut jika Papa memergokiku pulang malam walau dengan seorang pria. Sepertinya Kak Rayi adalah salah satu pria yang bisa membuat Papa mengatakan 'iya' pada beberapa pilihan atau keputusanku. Setidaknya setelah kehadiran Kak Rayi, hubunganku dengan Papa menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Dan malam ini Kak Rayi juga sempatkan mengobrol dengan Papa yang kebetulan sudah di rumah. Sementara aku lebih memilih masuk ke kamar, karena memang aku sudah lelah. Ingin mengistirahatkan tubuh serta otak. Suara tawa Papa terdengar jelas dari kamarku.

Teras rumah yang memang berada di bawah kamarku tentu membuat suara di sana akan sangat jelas menerobos balkon jendela kamar, walau aku tidak begitu mendengar pembicaraan mereka, tapi setidaknya aku tau kalau mereka terlihat akrab.

Tubuh yang lelah, membuatku kini hanya memilih tiduran saja di ranjang. Selimut kutarik karena udara malam terasa makin dingin. Sudah menjadi kebiasaanku untuk selalu membuka jendela. Bagiku udara di luar jauh lebih menyenangkan, daripada aku harus memakai AC. Perlahan mataku mulai sayu, rasanya aku mulai mengantuk. "Selamat malam, Kak Rayi," gumamku saat mataku mulai menutup sempurna.

__________

Suara riuh berasal dari ruang olahraga. Bukan sorak sorai dari penonton yang sedang menonton pertandingan basket atau bola, melainkan jeritan minta tolong. Aku yang sedang di koridor sekolah, hendak ke toilet, lantai berbalik dan mencoba mencari tau tentang apa yang sedang terjadi.

Sekarang adalah jam olahraga kelas Kak Rayi. Karena saat awal pelajaran tadi, aku melihatnya dari jendela kelasku, kalau kelasnya sudah mulai berganti pakaian olah raga dan turun ke lantai bawah. Yah, kelas Kak Rayi memang terlihat dari jendela kelasku. Karena kami berada di lantai yang sama, dan berhadapan, membuat segala kegiatan kelasnya mampu kulihat dari tempatku duduk. Begitu pun sebaliknya.

Ruang olah raga berdekatan dengan aula. Keadaan di sana ramai sekali. Aku mengintip dari pintu ruang olah raga, dan rupanya keadaan di dalam sedang tidak kondusif. Di mana kulihat ada beberapa siswa yang pingsan. Aku masih diam sambil terus memperhatikan, jika apa yang kulihat memang mereka hanya pingsan. Dan, memang benar, mereka hanya pingsan. Namun anehnya, kenapa acara pingsan tersebut dilakukan secara massal.

Di sana Kak Rayi dan Kak Bintang sedang mencoba memberikan bantuan ke teman-temannya. Dan, tak berapa lama ada salah satu siswa yang tiba-tiba jatuh, padahal tadinya dia hanya sedang melihat keadaan temannya yang pingsan. Dia langsung ditolong temannya yang paling dekat. Jika biasanya kesurupan yang terjadi massal, tapi ini adalah pingsan massal. Aneh. Aku pun yang sejak tadi sudah mencoba melihat dengan mata batin, tidak menemukan hal aneh sejauh ini. Tapi ini justru aneh buatku.

"Heh! Apa coba? Kabur pasti dari kelas?" tanya seseorang yang kini sudah berdiri di sampingku.

"Astaga, Kak Roger! Ngagetin saja!" kataku sambil memukul bahunya. Dia yang sudah mandi keringat hanya tertawa lepas. Aku kembali memperhatikan keadaan di dalam, begitu pun Kak Roger.

"Bil, mereka kenapa sih?"

"Hm, aku juga nggak tau, Kak," sahutku tanpa melepaskan pandangan dari ruangan di depan. Kak Roger juga masih berdiri di sampingku sambil meneguk sebotol minuman isotonik yang terlihat dingin. Aku yakin dia pergi ke kantin di saat keadaan genting seperti sekarang.

"Kak, nggak bantuin? Malah ke kantin," sindirku sambil meliriknya sinis. Melihat Kak Rayi dan Kak Bintang yang kewalahan menghadapi teman-temannya yang satu persatu pingsan. Yah, tidak hanya satu dua orang. Kini pingsan bak wabah penyakit menular di ruangan itu. Satu persatu yang pingsan bertambah, jika satu disembuhkan yang lain akan pingsan tiba-tiba. Begitu terus jika kuperhatikan.

"Ah, sudah banyak yang bantuin kok. Lagian gue haus, Bil. Baru lari sebentar sudah pada pingsan, heran."

"Eh, Nabila?" panggil orang lain dari belakang. Rupanya Kak Faza yang kini sudah membawa kantung plastik berisi beberapa botol minuman yang sama seperti Kak Roger.

"Loh, Kak Faza juga ke kantin?"

"Iya. Haus. Kamu sendiri ngapain, bukannya di kelas, malah keluyuran!" tukasnya.

"Kebelet." Aku kembali memperhatikan ke dalam, melihat Kak Rayi dan Kak Bintang yang masih membantu teman-temannya. Kak Rayi tiba-tiba melihat ke arahku, lalu tersenyum. Namun ia kembali menolong temannya lagi. Kulihat dia sudah kelelahan. Berkali-kali mengelap peluh di keningnya sambil menarik nafas panjang. Kasihan.

"Yuk," ajak Kak Faza yang tiba-tiba menggandeng tanganku, masuk ke dalam. Aku yang awalnya bingung, hanya melotot dan mengikuti langkahnya. Kak Roger juga mengikuti kami, dan kini kami bertiga duduk di kursi stadion. Ruang olahraga ini berbentuk lingkaran, dengan deretan kursi di pinggirnya. Dan bagian tengah ruangan adalah tempat untuk bermain basket, voli, dan sepak bola. Kami duduk di deretan tengah, Kak Faza mengulurkan botol minuman dingin tersebut. Anehnya aku malah ikut saja menonton, bukannya kembali ke kelasku sendiri.

Mereka membahas tentang kejadian awal hal ini terjadi. Aku pun penasaran, sebenarnya apa yang sedang terjadi. Karena sejauh ini aku sama sekali tidak melihat adanya gangguan hantu dan semacamnya. Atau ... aku tidak melihatnya?

"Bil, kira-kira mereka kenapa, ya?" tanya Kak Roger yang duduk di samping kiriku, Sementara Kak Faza berada di sebelah kananku. Yah, aku diapit oleh dua pria tersebut sekarang. Kami masih diam sambil menatap kejadian aneh tersebut. Kini beberapa petugas kesehatan mulai datang dan ikut membantu. Dan akhirnya Kak Rayi dan Kak Bintang sudah bisa beristirahat sekarang. Karena kejadian ini pelajaran olah raga di liburkan.

"Gila, parah banget orang-orang. Kok bisa sih pingsan berjamaah?" tanya Kak Bintang yang terlihat kelelahan. Ia menyambar botol minum yang tadi dibeli oleh Kak Faza dan langsung meneguknya cukup banyak. Walau mereka gagal olah raga, tapi mereka tetap memproduksi banyak keringat.

"Iya, Bil. Elu nggak lihat hal aneh apa gitu?" tanya Kak Bintang lagi.

"Hm," gumamku sambil menyapu pandang ke sekitar. Lalu menggeleng pelan.

"Kok aneh, ya. "

Yah, ini memang aneh. Jujur aku yakin ada hal yang tidak beres, tapi aku belum tau apa. Beberapa siswa yang pingsan di bawa ke UKS. Sebagian lainnya yang sudah sadar akan kembali ke kelas dan dipulangkan segera. Wabah pingsan tiba-tiba siswa kelas 2, menjadi perbincangan hangat.

Aku dan Zidan sudah berada di kantin, di sini juga banyak orang yang menjadikan berita tadi sebagai santapan hangat. Rumor kalau sekolah berhantu kembali merebak. Walau setiap sekolah akan di cap angker oleh siswanya sendiri. Dan memang di tiap sekolah pasti memiliki kisah masa lalu yang akan menjadi buah bibir bagi siswanya sendiri. Hanya saja, belum ada satu pun yang dapat mengambil kesimpulan atau bahkan tau apa yang sebenarnya terjadi.

"Gue yakin, ini kerjaan setan, Bil," bisik Zidan dengan mulut penuh berisi bakso. Aku mundur demi menghindari muncrat dari mulutnya. Ugh, menjijikkan. Netraku mulai memperhatikan ke arah lain, karena pemandangan di depanku sungguh tidak nyaman dilihat. Zidan itu sangat cerewet dan memiliki rasa penasaran yang tinggi. Itu juga yang menjadi alasannya terus menempel padaku. Karena dia tau tentang diriku yang terkadang melihat hal yang tidak semua orang bisa lihat. TApi anehnya, kejadian tadi benar-benar tidak bisa ku ketahui sumbernya.

Aku hanya meminum es jeruk milikku, sesekali memainkan sedotan dan menggigit-gigitinya untuk menghindari ratusan pertanyaan Zidan. Netraku terus menatap beberapa siswa yang sedang berkerumun bersama teman-teman mereka. Terkadang obrolan mereka jauh lebih menarik timbang apa yang diucapkan Zidan sejak tadi.

Tapi tiba-tiba, aku melotot saat melihat ke sebuah sudut sekolah. Di sana aku melihat seseorang. Tersenyum dan hanya berdiri menatapku dari kejauhan. Rio?!

Aku bangkit, dan meninggalkan Zidan dengan dalih akan ke toilet. Yah, ini kesempatanku kabur dari Zidan. Dan tentu aku memang ingin bertemu Rio lagi. Dengan langkah cepat aku mendekat ke tempat Rio berdiri. Dia masih tetap berdiri di tempat kumelihat tadi. Terus melebarkan senyum seolah menyambutku.

"Rio, kamu di sini?" tanyaku sambil sesekali memperhatikan sekitar. Aku yakin mereka tidak melihat Rio sekarang. Dan aku tidak ingin membuat mereka makin panik jika tau kalau aku sedang mengobrol dengan salah satu penghuni sekolah.

"Jangan di sini, ikut aku. Ada yang ingin aku bicarakan," ujarnya, lalu berjalan menjauh dari kantin. Kami terus berjalan ke sisi lain sekolah yang memang tidak terlalu ramai oleh siswa yang sedang istirahat.

Kini kami berdua berada di halaman belakang, dekat mushola sekolah. Rio berhenti dan menatap sekitar kami. Aku sempat heran, atas sikapnya. Seharusnya aku yang melakukan hal tersebut. Karena di sini aku lah yang masih menjadi manusia.

"Kenapa?" tanyaku.

Rio mulai diam, namun sikapnya masih terlihat aneh. Seperti takut dipergoki seseorang. "Bil, ada yang nggak beres sama sekolah kita."

"Maksud kamu, tentang cerita pingsan massal tadi? Iya, itu memang aneh. Kalau itu kesurupan mungkin itu tidak aneh buatku. Jadi apa yang terjadi, Rio?"

"Ini berbahaya. Kalau kalian tidak menolong mereka, maka mereka akan menjadi sepertiku."

"Mereka? Mereka siapa maksud kamu?"

"Anak-anak yang pingsan."

"Oke, menolong mereka yang pingsan? Sudah, Ri. Mereka sudah banyak yang sadar, sebagian di UKS bersama petugas kesehatan."

"Tidak! Mereka belum selamat, Bil."

"Maksud kamu belum selamat, apa?"

"Ada satu makhluk yang diam-diam masuk ke sekolah kita. Dia jahat, dan mau mengambil jiwa teman-teman. Bahkan lebih banyak lagi."

"Makhluk? Makhluk apa?"

"Djin."

Djin. Salah satu makhluk yang sering kudengar namanya, tapi rupanya aku tidak paham konsep sebenarnya. Selama ini kufikir Djin adalah sama seperti setan dan makhluk halus lainnya. Mengganggu atau menggoda manusia untuk mengikuti jalan sesat mereka saja. Tapi rupanya aku salah. Karena Djin itu salah satu makhluk yang dapat memanipulasi pikiran manusia dan membuatnya hidup dalam ketakutan di dalam mimpinya, sambil sedikit demi sedikit jiwanya diambil oleh mereka hingga jiwa mereka habis dan tentu nyawa menjadi taruhannya.

Itulah yang sedang dilakukan Djin. Dan kini aku harus mencari tau tentang semua korban pingsan tadi. Rio sudah pergi, dia pun ketakutan jika sampai keberadaannya diketahui oleh Djin. Karena jiwa Rio bisa diambil juga, sekali pun dia sudah menjadi hantu. Karena yang Rio punya sekarang adalah jiwa. Yah, makanan para makhluk itu adalah jiwa. Jiwa yang berkeliaran atau jiwa yang memang masih ada dalam tubuh manusia.

Aku berjalan ke ruang UKS, di mana para siswa yang pingsan tadi dirawat. Dengan langkah yang terburu-buru koridor sekolah aku lewati. Jam istirahat seperti ini memang akan banyak siswa yang sedang menikmati waktu istirahat mereka tidak hanya di kantin. Tapi banyak yang mengobrol di sepanjang koridor, atau pun ruang kelas masing-masing. Bahkan taman sekolah juga ramai oleh mereka. Kebetulan taman di sekolah ini cukup rindang, ada beberapa pohon di sekitar kami, dan rumput yang tertata rapi membuat banyak siswa lebih memilih berada di lingkungan terbuka ketimbang ruang kelas, atau bahkan perpustakaan.

"Hey, ke mana?!" tanya seseorang dan langsung meraih tanganku yang kebetulan melewati dirinya.

"Astaga, Kak, ngangetin! Sorry aku lagi buru-buru!" tukasku sambil mencoba melepaskan genggaman tangannya. Tapi pegangan tangan Kak Rayi justru makin kuat, dan dia terus meminta penjelasan atas apa yang akan kulakukan sekarang. "Oke, eum, aku ... udah tau penyebab teman-teman kakak pingsan tadi," jelasku sambil mengatur nafas yang tidak beraturan.

Di belakang Kak Rayi, ketiga pria itu mulai menampakkan diri mereka. Yah, siapa lagi kalau bukan Kak Roger, Kak Bintang dan Kak Faza. Mereka berempat kini mulai mengerubungiku bak semut yang sedang menemukan gula. Bukan hal aneh lagi kalau mereka kini menjadi sangat tertarik dengan apa yang kualami atau apa yang kulihat. Terlebih lagi karena kasus ini berhubungan dengan mereka, secara tidak langsung.

"Jadi gimana?" tanya Kak Rayi.

"Gini, Kak ...," kataku sambil berbisik, dan memperhatikan sekitar. Merasa kalau apa yang hendak kau sampaikan seperti sebuah rahasia, mereka akhirnya ikut mendekat.

"Soal di ruang olah raga tadi, kah?" tanya Kak Roger ikut berbisik. Aku mengangguk.

"Jadi ada hantu beneran, Bil?" Kak Bintang terlihat serius saat menanyakan hal itu.

"Eum, bukan hantu. Ini juga bukan kesurupan hantu atau semacamnya. Penyebabnya adalah Djin."

"Djin? Maksudnya gimana?"

"Gini, Kak." Aku menjelaskan perihal makhluk tersebut seperti apa yang Rio katakan tadi, bagaimana proses dia mengambil jiwa manusia yang diincarnya. Dan semua hal yang terjadi di ruang olah raga tadi, kemungkinan besar memang disebabkan oleh makhluk tersebut.

"Terus kita harus gimana?"

"Rencananya aku mau cek ke ruang UKS, siapa aja yang terlihat kondisi nya lemah, atau segala kemungkinan lainnya. Karena aku baru pertama kali menghadapi makhluk ini. Dan bahkan baru tau tentang mereka dari Rio."

'Ngomong-ngomong kamu masih sering komunikasi sama Rio?"

"Enggak, Kak. Kadang aja aku lihat dia muncul dari jauh, cuma sepintas lewat seperti biasa. Sama seperti sebelumnya, tapi tadi dia benar-benar ngobrol, mungkin peringatan untuk kita. Agar lebih hati-hati sama Djin."

'Oke, kami ikut," kata Kak Rayi yakin. Aku mengangguk dan meneruskan berjalan ke tujuan ku semula.

Kami saling melempar tatapan kebingungan. Mendengar penuturan petugas UKS tersebut membuat daftar panjang kasus ini. Dan membuat satu fakta baru, kalau Djin mungkin seperti virus. Yang menyebarkan pengaruhnya pada orang-orang yang saling berdekatan.

"Kalau begitu terima kasih informasinya, kami permisi dulu."

Kami keluar UKS, dan berjalan dengan banyak pertanyaan di kepalaku. Dan yang paling utama yang ingin aku tau, kenapa aku belum melihat seperti apa sosok Djin tersebut. Jujur saja aku sangat penasaran seperti apa bentuk Djin yang sudah menebar teror di sekolah.

"Kak, aku balik ke kelas, ya," ucapku pada mereka. Tubuhku yang sudah hampir sepenuhnya berbalik, ditahan oleh Kak Rayi. "Aku antar!" katanya serius. Wajahnya tidak memberikan senyum atau pun tatapan teduh seperti biasanya. Tentu hal ini membuat suasana sedikit kikuk. Bahkan ketiga teman-temannya juga tidak berani mencandai nya seperti biasa.

"Ya udah, kita duluan deh. Hati-hati lu, Yi. Jangan sampai ketangkep sama Djin," cetus Kak Bintang lalu merangkul dua temannya pergi dari hadapan kami.

"Yuk," ajak Kak Rayi sambil menggandeng tanganku, posesif. Sikapnya sekarang membuatku bingung harus bereaksi seperti apa. Karena aku baru pertama kali melihat Kak Rayi yang seperti sekarang. Aku hanya bisa diam saja, dan mengikuti ke mana pun dia menggandengku. Kami terus berjalan dengan diiringi tatapan dari beberapa orang yang sejak tadi kami lewati. Aku yang malu, hanya pasrah, sambil menundukkan kepala. Tapi kulihat Kak Rayi dengan santainya berjalan di antara mereka semua dengan mengangkat dagu, seolah tidak peduli tatapan mata itu. Kami terus berjalan hingga kini naik ke tangga yang akan mengantar kami sampai ke lantai ruangan kelasku.
unclevello
tariganna
regmekujo
regmekujo dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.