- Beranda
- Stories from the Heart
Supernatural
...
TS
ny.sukrisna
Supernatural
Quote:
Mungkin agan di sini pernah baca cerita ane yang berjudul pancasona? Kali ini ane akan melanjutkan kisah itu di sini. Yang suka cerita genre fantasi, kasus pembunuhan berantai, gengster werewolf, vampire dan sejenisnya. Silakan mampir.


Quote:
INDEKS
Part 1 abimanyu maheswara
Part 2 abimanyu
Part 3 kalla
Part 4 siapa kalla
Part 5 seorang gadis
part 6 Ellea
part 7 taman
Part 8 kamar ellea
Part 9 pagi bersama ellea
Part 10 rencana
Part 11 tentang kalla
part 12 rumah elang
Part 13 kembali aktivitas
part 14 emosi elang
part 15 janin kalla
part 16 elang
Part 17 vin
Part 18 kantor
Part 19 kemunculan kalla
part 20 pulau titik nol kehidupan
part 21 desa terkutuk
Part 22 wira
Part 23 teman lama
Part 24 patung wira
part 25 teror di rumah John
part 26 tato
part 27 simbol aldebaro
part 28 buku
part 29 kantor kalla
part 30 batu saphire
part 31 Lian dan Ayu
part 32 kakak beradik yang kompak
part 33 penyusup
part 34 kalah jumlah
part 35 lorong rahasia
Part 36 masuk lorong
part 37 cairan aneh
part 38 rahasia kalandra
part 39 Nayaka adalah Kalandra
Part 40 kemampuan nayaka
Part 41 Arkie
Part 42 Arkie (2)
Part 43 peperangan
Part 44 berakhir
Part 45 desa abi
part 46 nabila
part 47 cafe abi
Part 48 Maya
part 49 riki kembali, risna terancam
part 50 iblis bertubuh manusia
part 51 bertemu eliza
part 52 Feliz
Part 53 Bisma
Part 54 ke mana bisma
part 55 rahasia mayat
part 56 bisma kabur
part 57 pertemuan tak terduga
part 58 penyelidikan
part 59 tabir rahasia
part 60 kebakaran
part 61 Bajra
part 62 pengorbanan Bajra
part 63 the best team
part 64 masa lalu
part 65 perang dimulai
part 66 kisah baru
part 67 bertemu vin
part 68 san paz
part 69 cafe KOV
part 70 demigod
part 71 california
part 72 Allea dan Ellea
part 73 rumah ellea
part 74 alan cha
part 75 latin kings
part 76 kediaman faizal
part 77 kematian faizal.
part 78 permainan
part 79 ellea cemburu
part 80 rumah
part 81 keributan
part 82 racun
part 83 mayat
part 84 rencana
part 85 kampung....
Part 86 kematian adi
part 87 tiga sekawan
part 88 zikal
part 89 duri dalam daging
part 90 kerja sama
part 91 Abraham alexi Bonar
part 92 terusir
part 93 penemuan mayat
part 94 dongeng manusia serigala
part 95 hewan atau manusia
part 96 Rendra adalah werewolf
part 97 Beta
part 98 melamar
part 99 pencarian lycanoid
part 100 siapa sebenarnya anda
part 101 terungkap kebenaran
part 102 kisah yang panjang
part 103 buku mantra
part 104 sebuah simbol
part 105 kaki tangan
part 106 pertikaian
part 107 bertemu elizabet
part 108 orang asing
part 109 mantra eksorsisme
part 110 Vin bersikap aneh
part 111 Samael
part 112 Linda sang paranormal
part 113 reinkarnasi
part 114 Nayla
part 115 Archangel
part 116 Flashback vin kesurupan
part 117 ritual
part 118 darah suci
part 119 Lasha
part 120 Amon
part 121 masa lalu arya
part 122 sekte sesat
part 123 sekte
part 124 bu rahayu
part 125 dhampire
part 126 penculikan
part 127 pengakuan rian.
part 128 azazil
part 129 ungkapan perasaan
part 130 perjalanan pertama
part 131 desa angukuni
part 132 Galiyan
part 133 hilang
part 134 Hans dan Jean
part 135 lintah Vlad
part 136 rahasia homestay
part 137 rumah kutukan
part 138 patung aneh
part 139 pulau insula mortem
part 140 mercusuar
part 141 kastil archanum
part 142 blue hole
part 143 jerogumo
part 144 timbuktu
part 145 gerbang gaib
part 146 hutan rougarau
part 147 bertemu azazil
part 148 SMU Mortus
part 149 Wendigo
part 150 danau misterius
part 151 jiwa yang hilang
part 152 serangan di rumah
part 153 misteri di sekolah
part 154 rumah rayi
part 155 makhluk lain di sekolah
part 156 Djin
part 157 menjemput jiwa
part 158 abitra
part 159 kepergian faza
part 160 Sabrina
part 161 puncak emosi
part 162 ilmu hitam
part 163 pertandingan basket
part 164 mariaban
part 165 Dagon
part 166 bantuan
INDEKS LANJUT DI SINI INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 16-05-2023 21:45
itkgid dan 12 lainnya memberi reputasi
13
13.5K
222
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ny.sukrisna
#140
135 Lintah Vlad
Sejak dulu, Hans dan Jean adalah hunter, yang memang bertugas untuk membantu menumpas kejahatan makhluk supranatural. Mereka berada dalam satu organisasi yang tersebar di penjuru bumi. Black demon, merupakan salah satu dari sekian banyak jenis makhluk yang harus ditumpas.
Setelah black demon binasa, mereka berdua masih melanjutkan perjuangan, membunuh iblis dan monster lainnya. Dan kini, mereka berkumpul kembali. Tentu ini bukan reuni yang diinginkan, karena jika sampai mereka berkumpul, maka sebenarnya ada hal buruk, bahkan terburuk yang terjadi di sekitar mereka.
"Jadi kalian belum mengingat kami?" tanya Jean menunjuk Nayla dan Arya.
"Tentu saja, aku ingat kalian. Dan hal terakhir yang aku ingat, kalian itu saudara jauh ibu. Walau pada kenyataannya kalian penipu," kata Arya sinis.
Nayla justru diam. Sejak melihat sosok Jean dan Hans, gadis itu banyak bungkam. Jean menatap Nayla intens, ada sorot mata aneh yang tergambar jelas di sana. Jean menyeringai, "kamu ingat kami, kan, Nayla?" tanya Jean.
Nayla tetap diam, pikirannya terasa penuh sesak. Tapi semua rasanya kosong. Hanya saja hatinya berdesir tak karuan. Nayla menekan dadanya sambil berusaha mengambil nafas sebanyak banyaknya. "Entahlah, rasanya ada yang hilang, tapi aku nggak bisa inget apa pun," cetusnya dengan ekspresi sedih. Jean menoleh ke Hans, seolah meminta persetujuan dari pria tua itu. Tahun berganti tahun, namun mereka berdua memang tidak berubah sama sekali. Karena mereka tidak akan menua, dan hidup abadi. Karena mereka maid of archangel. Hans mengangguk.
Jean menempatkan diri duduk di depan Nayla, tatapannya lembut namun penuh dan tajam. "Mau aku bantu, mengingat semuanya?" tanya Jean, pelan. Nayla melotot, seolah tidak percaya pada perkataan Jean barusan.
"Memangnya kamu bisa?" tanya Nayla pada akhirnya. Jean tersenyum.
"Kami punya kemampuan yang bisa dibilang hebat. Yaitu, membuang dan mengembalikan ingatan seseorang. Waktu itu, aku sudah menghilangkan ingatan seseorang karena memang belum waktunya dia tau, dan sekarang waktunya aku mengembalikan ingatan tersebut."
"Sebentar, siapa yang kamu maksud?" tanya Nayla curiga.
"Nanti juga kamu tau, kalau ingatanmu sudah aku kembalikan," terang Jean. "Bagaimana?"
Setelah menimbang beberapa menit, Nayla akhirnya mengangguk. Ia menatap semua orang di ruangan ini satu persatu. Semua tampak menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Arya pun demikian, ia terus menatap Nayla nanar. Saat Nayla mengalihkan pandangan ke Abimanyu, pria itu menatapnya penuh harap. Memang hal ini yang ia inginkan, bertemu lagi dengan kedua orang tuanya, beserta semua kenangan yang sudah mereka alami dulu. Bukan seperti sekarang, bagai orang asing yang makin lama terasa makin menyakitkan bagi Abimanyu.
"Tapi ... Apa kamu kuat? Karena rasanya akan menyakitkan."
"Menyakitkan?"
"Hm, iya. Kamu akan merasakan sakit kepala yang sangat. Karena semua informasi yang seharusnya kamu lupakan, akan kembali bersamaan. Aku takut ... Kamu nggak akan kuat," jelas Jean mulai ragu.
"Biar aku dulu!" kata Arya menawarkan diri. Wira dan Gio mengalihkan pandangan pada pemuda itu. Tidak ada satu pun yang melarang, namun tetap saja mereka merasa cemas akan konsekuensi yang harus diterima Arya dan Nayla untuk mendapatkan kembali ingatan mereka. "Aku siap, ayo, Jean!" perintah Arya dengan keyakinan penuh. Jean menatap Hans yang tak lama menganggu kan kepala nya.
Jean lantas menyuruh Arya duduk di depan nya. Semua orang yang akan menyaksikan hal itu, merasakan debaran di jantung mereka. Ikut cemas dan penasaran. Sampai akhirnya, Jean memulai ritualnya. "Pejamkan matamu, Ya." Jean ikut memejamkan mata setelah Arya. Arya yang duduk bersila seperti Jean, mulai fokus terhadap semua instruksi Jean. Kini tangan kanan Jean ada di dahi Arya, saat ia merapalkan mantra pembalik ingatan, kalung sapphire yang ia kenakan juga bersinar terang.
Dalam gelapnya pandangan Arya, ia mulai merasakan cahaya terang yang ada di pikirannya. Cahaya itu berwarna biru. Kini beberapa siluet yang selama ini ia lihat, mulai tampak jelas. Bahkan semua kini terlihat jelas, ingatan ingatan yang terjadi selama beberapa kehidupan yang sudah ia jalani selama ini. Kehidupan nya dulu, dari awal mula dia dikutuk oleh Tuhan, dan berakhir dalam hukuman di bumi. Menjalani kehidupan yang tak kunjung usai. Hidup, mati, dan terus seperti itu. Arya mulai mengingat semua hal, semua nya.
Pemuda itu mulai gelisah. Dalam kondisi kedua matanya yang terpejam, Arya seperti sedang mengalami mimpi buruk. Wajah nya berkeringat cukup banyak. Mulutnya terkunci, namun seolah ingin menjerit dan meminta pertolongan. Abimanyu yang awalnya ingin mendekat, ditahan oleh Hans yang berdiri di samping nya. Mereka terus menunggu sampai akhirnya Arya membuka mata nya kembali.
Nafasnya tersengal sengal, ia lantas menatap semua orang di ruangan ini bergantian. Nayla yang duduk tak jauh darinya terus menatap pemuda itu intens, menunggu reaksi dari Arya yang sejak tadi justru hanya diam saja. "Aku ... aku ingat semuanya." Tapi setelah mengatakan kalimat itu, Arya kemudian menekan kepalanya sambil menjerit kesakitan. Jean agak panik, namun pada akhirnya Hans yang mengambil alih. Hans mendekat, lalu menempelkan ujung jarinya pada kening Arya. Perlahan rasa sakit yang ia rasakan memudar. Dan kini saat kedua matanya terbuka, semua rasa sakit itu hilang. Tetapi wajah Arya cukup pucat. Penglihatannya berkunang kunang. Ia lantas mencari seseorang, dan matanya kini berhenti pada satu orang yang sedang berdiri di ujung, cukup jauh darinya.
Arya beranjak. Semua orang menatapnya, heran. Ia terus berjalan ke arah di mana Abimanyu berdiri. Saat keduanya sudah berdekatan, terlihat sangat jelas sekali kalau mata Arya berkaca kaca dan merah. Ia sedang menahan tangis yang sejak tadi ia bendung. "Abimanyu?" panggil Arya, pelan. Abi merasakan dadanya sesak. Ia tau kalau pemuda di hadapannya ini, sudah mengingat semuanya. Sorot mata Arya berbeda, dari pertama kali mereka bertemu kemarin.
Tiba tiba Arya langsung menarik tubuh Abimanyu ke dalam pelukannya. Abimanyu juga membalas pelukan Arya dengan erat. Rasa rindu yang sudah ia tahan selama ini kini mulai bisa ia tumpahkan pada ayahnya. Kini semua terasa sama. Tiap sorot mata Arya, sentuhannya bahkan deru nafasnya, memang sama seperti Arya yang dulu Abi kenal. Arya yang adalah ayahnya sendiri. Momen haru ini benar benar menguras emosi semua orang yang melihatnya. Bahkan Nayla yang belum sepenuhnya mengingat semuanya juga ikut menangis.
"Kamu sudah besar," kata Arya setelah melepaskan pelukannya. Abimanyu tersenyum sambil menyapu air mata yang terus membasahi pipinya. Ia tak sanggup berkat kata, hanya terus tertawa getir sekaligus bercampur bahagia saat mendapat perlakuan seperti ini dari Arya. Arya lantas menoleh ke Gio. Kembali bola matanya mengenang air yang sebentar lagi akan tumpah lagi. Gio yang sadar kalau mendapat jatah perhatian dan ingatan Arya, lantas berjalan pelan mendekat.
Keduanya lantas berpelukan erat, layaknya sahabat yang sudah lama tidak bertemu. Arya melepaskan pelukannya, lalu menatap salah satu sahabatnya itu dengan nanar. "Gi, aku benar benar terima kasih buat semuanya. Kamu benar benar menjaga janjimu, buat menjaga Abi. Terima kasih banyak, kamu juga pasti mengorbankan semua kehidupanmu," kata Arya dengan derai air mata. Gio tak mampu lagi menahan air matanya juga. Apalagi di depannya kini sudah ada seseorang yang memang mereka rindukan sejak dulu. "Buat aku dan Adi, Abimanyu sudah kami anggap anak kami sendiri. Kamu nggak perlu berkata seperti itu."
"Tunggu! Mana Adi? Dari pertama kali kami datang, aku nggak melihat dia?" tanya Arya. Gio menatap Abimanyu dan keduanya sama sama menarik nafas panjang dan berat.
"Paman Adi ... sudah meninggal. Dia sudah banyak berkorban untuk kami selama ini," sahut Abimanyu menjawab pertanyaan ayahnya. Arya tampak sangat terpukul, tubuhnya terhuyung ke belakang. Dan berhasil dipapah oleh Wira. "Are you oke?' tanya Wira, cemas.
"Bagaimana Adi meninggal?" tanya Arya lagi. Abimanyu lantas menceritakan semua kejadian yang sudah menimpa Adi. Bahkan semua kehidupannya setelah Arya dan Nayla meninggal dulu. Arya seolah mengalami shock, dan kini hanya duduk diam sambil merasakan semua hal yang terlewat darinya selama bertahun tahun lamanya.
Kini giliran Nayla.
Jean kembali melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan pada Arya tadi. Reaksi yang diberikan oleh Nayla hampir sama seperti Arya. Hanya saja, Nayla lebih histeris dan lebih sering menjerit. Arya yang tidak tega, lantas mendekat dan memeluk gadis itu, untuk memberikan ketenangan. Hingga saat Nayla sudah benar benar membuka matanya, ia benar benar terpukul atas semua yang sudah terjadi pada Abimanyu.
Malam ini adalah pertemuan keluarga yang tidak pernah terbayang kan oleh siapa pun juga yang ada di ruangan ini. Ingatan kedua orang itu sudah kembali. Dan misi mereka makin jelas terlihat di depan mata. Mencari 9 kunci lain yang harus segera mereka dapatkan untuk memusnahkan musuh terbesar mereka. Azazil. Karena kalau sampai Azazil lolos, maka mereka tidak akan memiliki kesempatan lain lagi untuk mengubah takdir. Karena saat Lucifer yang mulai turun tangan, maka mereka semua akan mati.
****
Kamal, korban tenggelam yang sampai sekarang belum juga ditemukan tubuhnya, masih menyisakan tanda tanya besar. Jean dan Hans datang ke tempat ini karena mencium bau bau supranatural yang memang tidak bisa dijelaskan dengan akal sehat.
"Jadi menurut kalian apa yang sedang terjadi di sini?" tanya Wira antusias.
"Hm, kami belum tau. Dan tujuan kami datang ke sini untuk menyelidikinya."
"Lebih baik kita semua istirahat dulu. udah malam itu," tunjuk Gio pada jam dinding yang tertempel di atas tembok ruang tengah. Semua setuju, karena hari ini memang terasa begitu berat dan mereka butuh istirahat. Nayla dan Ellea tidur satu kamar. Sekali pun ingatan Arya dan Nayla sudah kembali, tetapi dalam kehidupan ini, mereka belum menikah. Dan sebaiknya mereka tetap menjaga prinsip itu.
Kamar di penginapan ini memang tidak muat untuk menampung semua orang. Abi dan Arya memilih tidur di sofa. Mereka merasa paling pantas, mengingat usia mereka berdua yang termuda di antara yang lain, dan juga karena Wira yang masih terluka. Semua orang tidak menyela saat pembagian kamar tadi. Karena mereka sadar, kalau ayah dan anak beda generasi itu ingin memiliki banyak waktu bersama.
Selimut sudah ada di atas tubuh keduanya. Mereka berada di sofa terpisah, namun berdekatan. Hanya dipisahkan oleh meja panjang yang masih penuh dengan camilan yang tadi mereka makan bersama, berikut sampah yang sengaja mereka biarkan dulu, dan akan dibuang saat keesokan harinya.
Hening. Suara percakapan sudah tidak lagi terdengar. Semua orang yang ada di kamar masing masing, sudah terlelap beberapa menit lalu. Mereka cukup lelah, dan lagi esok mereka juga harus pergi ke misi berikutnya.
"Bi, jadi kamu memiliki kemampuan itu juga?" tanya Arya tiba tiba, dan memecah kesunyian di antara mereka berdua. Abi yang hendak tidur, akhirnya kembali membuka matanya. Ia rasa hal ini memang perlu didiskusikan dengan sang ayah, yang merupakan pemilik kemampuan ini sebelumnya.
"Iya, Yah. Aku nggak tau, apakah aku harus bersyukur atau justru aku sedih. Beberapa kali aku lolos dari kematian. Tapi, aku juga takut. Takut kalau umurku akan terus panjang, sementara orang orang di sekitarku tidak mengalaminya. Hal yang paling aku takutkan, adalah kehilangan mereka semua. Tapi setelah aku tau tentang apa yang dialami ayah, ibu, dan Om Wira, aku rasa penderitaan kalian jauh lebih berat. Dan nggak seharusnya aku mengeluhkan hal ini. Aku harusnya bersyukur, karena aku bisa melakukan banyak kebaikan dengan kemampuanku ini," jelas Abimanyu panjang lebar.
Arya yang saat ini hanya merebahkan tubuhnya dan menatap langit langit jelas berfikir dan merasakan kesedihan putranya itu. Ia pernah merasakan semua apa yang dikatakan Abi barusan. Karena yang paling menyakitkan untuknya adalah ditinggalkan oleh orang orang terdekatnya.
"Aku yakin, semua hal yang sudah kamu alami, kita alami memang sudah takdir-NYA. Hidup itu perjuangan. Bukan tempat kita merengkuh kebahagiaan. Satu satunya kebahagiaan abadi hanya lah, surga," tukas Arya, lalu menoleh ke putranya.
"Yah, aku tau ayah. Dan untuk bisa sampai ke surga, maka aku harus bisa mati."
'Kamu ini sangat ingin mati atau bagaimana? Harusnya kamu nikmati hidup dan lakukan hal baik."
"Ayah, aku sudah merasakan semua hal di dunia ini. Dan sebenarnya aku hanya menunggu kematianku saja. Ayah, kau kan dulu malaikat, kalau suatu saat nanti ayah bertemu malaikat pencabut nyawa, tolong bilang sama dia, untuk memasukan namaku dalam daftar orang yang harus dia cabut nyawanya," kata Abi sambil tertawa. Seolah apa yang ia katakan adalah candaan yang bisa membuat ayahnya tertawa.
"Ya sudah, nanti kalau aku bertemu malaikat kematian, aku akan membicarakannya." Arya menanggapi dengan santai perkataan Abi. Mereka llau memutuskan untuk menyusul teman temannya untuk masuk ke alam mimpi dan mengistirahatkan tubuh mereka yang sudah penat.
Kedua pasang bola mata mereka sudah panas dan berat. Mereka saling mengucapkan selamat malam, dan kalimat penutup berpamitan tidur. Tapi baru beberapa detik mereka memejamkan mata, mereka mendengar bunyi jeritan lagi. Sontak mereka kembali membuka mata dan saling pandang. Mereka menajamkan pendengaran dan mencoba mencari tau asal jeritan itu. Hingga akhirnya Hans dan Jean keluar dari kamar mereka. "Kalian dengar?" tanya Jean sambil memakai jaketnya. Arya dan Abi mengangguk bersamaan. Hans membawa sebuah pistol di tangannya, lalu keluar dari rumah diikuti Jean. Abi dan Arya lantas saling pandang dan mengangguk setuju.
_____
Mereka berempat keluar dari rumah. Mencari sumber suara yang mengganggu tidur mereka tadi. Jam sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Jean dan Hans menyusuri sepanjang danau. Sementara Abimanyu dan Arya, mencari di sekitar penginapan. Suara jeritan itu terdengar cukup jelas dan mereka yakin kalau sumber suara itu tidak jauh dari penginapan mereka.
Mereka berempat saling memberikan isyarat. Hingga pada akhirnya Arya mendekat kembali suara jeritan itu, yang berada di penginapan di samping mereka. Arya bersiul, lalu melambaikan tangan ke teman temannya. Mereka bertiga segera mendekat ke tempat Arya. Ia terlihat mengendap ngendap dan menyusuri rumah gelap di depannya. Saat mereka sudah berkumpul, semua berpencar. Mengintip jendela dan berusaha membuka pintu, setelah terlebih dahulu menguping di balik pintu tebal itu. Arya mengangguk pada semua teman temannya, bahwa suara itu memang berasal dari dalam rumah ini. Jeritan minta tolong lantas membuat mereka harus bergerak lebih cepat.
Gagang pintu yang tidak bisa dibuka, membuat Arya lantas mendobrak pintu itu. Ia menendangnya kuat kuat dibantu Abimanyu hingga pintu itu terbuka dengan kasar. Engsel pintu yang rusak tidak mereka hiraukan, mereka berempat segera masuk ke dalam. Rumah ini gelap di semua ruangan. Langkah mereka sangat hati hati, sambil berusaha mencari ponsel masing masing untuk mendapatkan penerangan agar pandangan mereka mampu melihat dengan jelas keadaan di dalam.
Senter dinyalakan. Kini masing masing dari mereka sudah mendapat sedikit cahaya, setidaknya itu lebih baik dari pada menghadapi suasana gelap total seperti tadi. "Halo?' teriak Jean.
Namun tidak ada sahutan apa pun dari rumah ini. "Ada orang di rumah?' tanya Jean lagi. Mereka berempat kembali berpencar, mencari di semua sudut rumah. Langkah yang pelan, sengaja mereka lakukan, karena mereka tidak tau siapa dan apa yang sedang mereka hadapi sekarang.
Namun tiba tiba, suara mirip gigi yang beradu terdengar samar. Hans mendesis, ia orang pertama yang menyadari suara asing tersebut ada di sekitar mereka. "Kalian dengar?" tanyanya berbisik.
"Apa?" Jean balik bertanya, tentu dengan berbisik juga.
"Suara ini," jawab Hans, kembali mendengar suara itu makin jelas di telinganya.
Tiba tiba, Arya menjerit. "Hans, awas!"
Hans terkejut dan tidak siap dengan keadaan ini, lalu terguling ke samping. Di atasnya ada seseorang yang menyerangnya dengan membabi buta. Jean menjerit memanggil nama Hans. Abi segera menarik orang yang menyerang Hans, namun tenaganya sangat kuat, hingga Abi sedikit kesulitan. Arya membantunya dan kini menarik Hans menjauh dari orang tadi.
Pria tersebut terus mendesis, dengan menampilkan mulut yang penuh darah. Ia seperti telah mengisap darah manusia. Yang pasti bukan Hans, karena Hans masih baik baik saja. Walau wajahnya menampilkan gurat ketakutan atas reaksi pria tadi. Abi terus memegangi pria tersebut, hingga akhirnya Arya membantunya mengikat di sebuah kursi kayu yang ada di dapur.
Lampu menyala, Jean berhasil menemukan sakelar dan kini seluruh ruangan terlihat jelas. Sungguh berantakan. Kacau di mana mana. Kursi yang terbalik, sofa yang berlubang dan membuat isi dalamnya menyembul keluar, kaca meja yang pecah dan menimbulkan banyak remahan beling di sekitarnya. Dan satu lagi, Jean menjerit memanggil teman temannya. Ia terus berdiri terpaku sambil menutup mulutnya saat melihat sesuatu di sudut dapur.
"Kenapa?" tanya Hans yang kini sudah berada di samping Jean. Jean menutup mulutnya, lalu menunjuk ke bawah. Seorang wanita tergeletak dengan bersimbah darah. Hans mendekat dan memeriksa kondisi nya. "Masih hangat! Masih ada denyut nadi nya," seru Hans, dia mengangkat wanita itu dan meletakkannya di sofa yang masih utuh.
Abimanyu mengubungi ambulance. Leher wanita itu masih mengalirkan darah segar. Jean mengambil kain bersih untuk menutup luka tersebut. Setidaknya ini pertolongan pertama yang bisa dilakukan sampai bantuan tenaga medis datang.
Pria tadi masih menggeram berusaha melepaskan diri dari ikatan yang dibuat Abi dan Arya. Mereka berempat kebingungan atas apa yang telah terjadi. Hans mendekat ke pria itu dan memperhatikan keadaannya. Raut wajahnya, gigi giginya, sorot matanya tak luput dari pandangan Hans.
"Gimana, Hans? Dia ini kenapa?" tanya Arya serius. Hans menarik nafasnya dalam dalam. Menatap sekitar ruangan dan menggeleng. "Mungkin pertanyaannya harus diganti. Bukan dia ini kenapa, tapi dia ini apa!" kata Hans serius.
"Maksudmu apa, Hans?" tanya Arya.
"Kalian lihat ini?" tunjuk Hans ke wajah pria itu. Urat nadi nya berwarna hitam dengan sesuatu di dalamnya.
"Itu apa?" tanya Abimanyu bingung.
"Lintah. Lintah Vlad!" cetus Hans yakin.
"Kamu serius, Hans?!" pekik Jean dengan ekspresi ngeri melihat pria tersebut. Hans menatap Jean tajam, lalu mengangguk.
"Memangnya apa itu lintah Vlad?" tanya Abimanyu yang memang awam dengan hal hal seperti ini. Pengalamannya hanya sebatas bertemu vampire, werewolf dan iblis. Ah, ya, black demon dan kalla. Dan tanpa ia sadari rupanya banyak makhluk aneh lainnya yang ada di muka bumi ini.
"Mereka sama seperti lintah pada umumnya, tetapi mereka tidak hanya menghisap darah manusia, tapi juga masuk ke dalam aliran darah manusia. Terus menggerogoti tubuh kita, hingga kita semua mati. Tapi ada satu fakta uniknya," kata Hans memotong perkataannya untuk menghirup udara lebih banyak.
"Apa?"
"Mereka akan makan dari inangnya, menghisap darah korban seperti itu. Dan saat dia sudah menghisap darah manusia, maka itu fatal," jelas Hans pada pria dan wanita yang ada di rumah ini. "Karena pada akhirnya inang tersebut akan mati dengan sendirinya, kalau dia sudah menghisap darah manusia."
"Jadi ... dia bakal mati?" tanya Abimanyu menatap iba pada pria yang sudah berlumuran darah yang bukan darahnya, dengan kondisi tubuhnya yang terikat kuat di kursi. Hans mengangguk.
"Apa setelah terkena gigitan, justru korban akan menjadi seperti inang yang dimasuki lintah?" Arya bertanya dengan segala kemungkinan yang bisa terjadi.
"Tidak, sebelum lintah itu berpindah ke tubuh inang barunya, dan tugas kita membunuh lintah itu sebelum dia sampai ke inang yang sudah digigit tadi. "
"Kalau begitu, biar aku bawa perempuan ini menjauh dari dia!" kata Arya.
Setelah black demon binasa, mereka berdua masih melanjutkan perjuangan, membunuh iblis dan monster lainnya. Dan kini, mereka berkumpul kembali. Tentu ini bukan reuni yang diinginkan, karena jika sampai mereka berkumpul, maka sebenarnya ada hal buruk, bahkan terburuk yang terjadi di sekitar mereka.
"Jadi kalian belum mengingat kami?" tanya Jean menunjuk Nayla dan Arya.
"Tentu saja, aku ingat kalian. Dan hal terakhir yang aku ingat, kalian itu saudara jauh ibu. Walau pada kenyataannya kalian penipu," kata Arya sinis.
Nayla justru diam. Sejak melihat sosok Jean dan Hans, gadis itu banyak bungkam. Jean menatap Nayla intens, ada sorot mata aneh yang tergambar jelas di sana. Jean menyeringai, "kamu ingat kami, kan, Nayla?" tanya Jean.
Nayla tetap diam, pikirannya terasa penuh sesak. Tapi semua rasanya kosong. Hanya saja hatinya berdesir tak karuan. Nayla menekan dadanya sambil berusaha mengambil nafas sebanyak banyaknya. "Entahlah, rasanya ada yang hilang, tapi aku nggak bisa inget apa pun," cetusnya dengan ekspresi sedih. Jean menoleh ke Hans, seolah meminta persetujuan dari pria tua itu. Tahun berganti tahun, namun mereka berdua memang tidak berubah sama sekali. Karena mereka tidak akan menua, dan hidup abadi. Karena mereka maid of archangel. Hans mengangguk.
Jean menempatkan diri duduk di depan Nayla, tatapannya lembut namun penuh dan tajam. "Mau aku bantu, mengingat semuanya?" tanya Jean, pelan. Nayla melotot, seolah tidak percaya pada perkataan Jean barusan.
"Memangnya kamu bisa?" tanya Nayla pada akhirnya. Jean tersenyum.
"Kami punya kemampuan yang bisa dibilang hebat. Yaitu, membuang dan mengembalikan ingatan seseorang. Waktu itu, aku sudah menghilangkan ingatan seseorang karena memang belum waktunya dia tau, dan sekarang waktunya aku mengembalikan ingatan tersebut."
"Sebentar, siapa yang kamu maksud?" tanya Nayla curiga.
"Nanti juga kamu tau, kalau ingatanmu sudah aku kembalikan," terang Jean. "Bagaimana?"
Setelah menimbang beberapa menit, Nayla akhirnya mengangguk. Ia menatap semua orang di ruangan ini satu persatu. Semua tampak menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Arya pun demikian, ia terus menatap Nayla nanar. Saat Nayla mengalihkan pandangan ke Abimanyu, pria itu menatapnya penuh harap. Memang hal ini yang ia inginkan, bertemu lagi dengan kedua orang tuanya, beserta semua kenangan yang sudah mereka alami dulu. Bukan seperti sekarang, bagai orang asing yang makin lama terasa makin menyakitkan bagi Abimanyu.
"Tapi ... Apa kamu kuat? Karena rasanya akan menyakitkan."
"Menyakitkan?"
"Hm, iya. Kamu akan merasakan sakit kepala yang sangat. Karena semua informasi yang seharusnya kamu lupakan, akan kembali bersamaan. Aku takut ... Kamu nggak akan kuat," jelas Jean mulai ragu.
"Biar aku dulu!" kata Arya menawarkan diri. Wira dan Gio mengalihkan pandangan pada pemuda itu. Tidak ada satu pun yang melarang, namun tetap saja mereka merasa cemas akan konsekuensi yang harus diterima Arya dan Nayla untuk mendapatkan kembali ingatan mereka. "Aku siap, ayo, Jean!" perintah Arya dengan keyakinan penuh. Jean menatap Hans yang tak lama menganggu kan kepala nya.
Jean lantas menyuruh Arya duduk di depan nya. Semua orang yang akan menyaksikan hal itu, merasakan debaran di jantung mereka. Ikut cemas dan penasaran. Sampai akhirnya, Jean memulai ritualnya. "Pejamkan matamu, Ya." Jean ikut memejamkan mata setelah Arya. Arya yang duduk bersila seperti Jean, mulai fokus terhadap semua instruksi Jean. Kini tangan kanan Jean ada di dahi Arya, saat ia merapalkan mantra pembalik ingatan, kalung sapphire yang ia kenakan juga bersinar terang.
Dalam gelapnya pandangan Arya, ia mulai merasakan cahaya terang yang ada di pikirannya. Cahaya itu berwarna biru. Kini beberapa siluet yang selama ini ia lihat, mulai tampak jelas. Bahkan semua kini terlihat jelas, ingatan ingatan yang terjadi selama beberapa kehidupan yang sudah ia jalani selama ini. Kehidupan nya dulu, dari awal mula dia dikutuk oleh Tuhan, dan berakhir dalam hukuman di bumi. Menjalani kehidupan yang tak kunjung usai. Hidup, mati, dan terus seperti itu. Arya mulai mengingat semua hal, semua nya.
Pemuda itu mulai gelisah. Dalam kondisi kedua matanya yang terpejam, Arya seperti sedang mengalami mimpi buruk. Wajah nya berkeringat cukup banyak. Mulutnya terkunci, namun seolah ingin menjerit dan meminta pertolongan. Abimanyu yang awalnya ingin mendekat, ditahan oleh Hans yang berdiri di samping nya. Mereka terus menunggu sampai akhirnya Arya membuka mata nya kembali.
Nafasnya tersengal sengal, ia lantas menatap semua orang di ruangan ini bergantian. Nayla yang duduk tak jauh darinya terus menatap pemuda itu intens, menunggu reaksi dari Arya yang sejak tadi justru hanya diam saja. "Aku ... aku ingat semuanya." Tapi setelah mengatakan kalimat itu, Arya kemudian menekan kepalanya sambil menjerit kesakitan. Jean agak panik, namun pada akhirnya Hans yang mengambil alih. Hans mendekat, lalu menempelkan ujung jarinya pada kening Arya. Perlahan rasa sakit yang ia rasakan memudar. Dan kini saat kedua matanya terbuka, semua rasa sakit itu hilang. Tetapi wajah Arya cukup pucat. Penglihatannya berkunang kunang. Ia lantas mencari seseorang, dan matanya kini berhenti pada satu orang yang sedang berdiri di ujung, cukup jauh darinya.
Arya beranjak. Semua orang menatapnya, heran. Ia terus berjalan ke arah di mana Abimanyu berdiri. Saat keduanya sudah berdekatan, terlihat sangat jelas sekali kalau mata Arya berkaca kaca dan merah. Ia sedang menahan tangis yang sejak tadi ia bendung. "Abimanyu?" panggil Arya, pelan. Abi merasakan dadanya sesak. Ia tau kalau pemuda di hadapannya ini, sudah mengingat semuanya. Sorot mata Arya berbeda, dari pertama kali mereka bertemu kemarin.
Tiba tiba Arya langsung menarik tubuh Abimanyu ke dalam pelukannya. Abimanyu juga membalas pelukan Arya dengan erat. Rasa rindu yang sudah ia tahan selama ini kini mulai bisa ia tumpahkan pada ayahnya. Kini semua terasa sama. Tiap sorot mata Arya, sentuhannya bahkan deru nafasnya, memang sama seperti Arya yang dulu Abi kenal. Arya yang adalah ayahnya sendiri. Momen haru ini benar benar menguras emosi semua orang yang melihatnya. Bahkan Nayla yang belum sepenuhnya mengingat semuanya juga ikut menangis.
"Kamu sudah besar," kata Arya setelah melepaskan pelukannya. Abimanyu tersenyum sambil menyapu air mata yang terus membasahi pipinya. Ia tak sanggup berkat kata, hanya terus tertawa getir sekaligus bercampur bahagia saat mendapat perlakuan seperti ini dari Arya. Arya lantas menoleh ke Gio. Kembali bola matanya mengenang air yang sebentar lagi akan tumpah lagi. Gio yang sadar kalau mendapat jatah perhatian dan ingatan Arya, lantas berjalan pelan mendekat.
Keduanya lantas berpelukan erat, layaknya sahabat yang sudah lama tidak bertemu. Arya melepaskan pelukannya, lalu menatap salah satu sahabatnya itu dengan nanar. "Gi, aku benar benar terima kasih buat semuanya. Kamu benar benar menjaga janjimu, buat menjaga Abi. Terima kasih banyak, kamu juga pasti mengorbankan semua kehidupanmu," kata Arya dengan derai air mata. Gio tak mampu lagi menahan air matanya juga. Apalagi di depannya kini sudah ada seseorang yang memang mereka rindukan sejak dulu. "Buat aku dan Adi, Abimanyu sudah kami anggap anak kami sendiri. Kamu nggak perlu berkata seperti itu."
"Tunggu! Mana Adi? Dari pertama kali kami datang, aku nggak melihat dia?" tanya Arya. Gio menatap Abimanyu dan keduanya sama sama menarik nafas panjang dan berat.
"Paman Adi ... sudah meninggal. Dia sudah banyak berkorban untuk kami selama ini," sahut Abimanyu menjawab pertanyaan ayahnya. Arya tampak sangat terpukul, tubuhnya terhuyung ke belakang. Dan berhasil dipapah oleh Wira. "Are you oke?' tanya Wira, cemas.
"Bagaimana Adi meninggal?" tanya Arya lagi. Abimanyu lantas menceritakan semua kejadian yang sudah menimpa Adi. Bahkan semua kehidupannya setelah Arya dan Nayla meninggal dulu. Arya seolah mengalami shock, dan kini hanya duduk diam sambil merasakan semua hal yang terlewat darinya selama bertahun tahun lamanya.
Kini giliran Nayla.
Jean kembali melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan pada Arya tadi. Reaksi yang diberikan oleh Nayla hampir sama seperti Arya. Hanya saja, Nayla lebih histeris dan lebih sering menjerit. Arya yang tidak tega, lantas mendekat dan memeluk gadis itu, untuk memberikan ketenangan. Hingga saat Nayla sudah benar benar membuka matanya, ia benar benar terpukul atas semua yang sudah terjadi pada Abimanyu.
Malam ini adalah pertemuan keluarga yang tidak pernah terbayang kan oleh siapa pun juga yang ada di ruangan ini. Ingatan kedua orang itu sudah kembali. Dan misi mereka makin jelas terlihat di depan mata. Mencari 9 kunci lain yang harus segera mereka dapatkan untuk memusnahkan musuh terbesar mereka. Azazil. Karena kalau sampai Azazil lolos, maka mereka tidak akan memiliki kesempatan lain lagi untuk mengubah takdir. Karena saat Lucifer yang mulai turun tangan, maka mereka semua akan mati.
****
Kamal, korban tenggelam yang sampai sekarang belum juga ditemukan tubuhnya, masih menyisakan tanda tanya besar. Jean dan Hans datang ke tempat ini karena mencium bau bau supranatural yang memang tidak bisa dijelaskan dengan akal sehat.
"Jadi menurut kalian apa yang sedang terjadi di sini?" tanya Wira antusias.
"Hm, kami belum tau. Dan tujuan kami datang ke sini untuk menyelidikinya."
"Lebih baik kita semua istirahat dulu. udah malam itu," tunjuk Gio pada jam dinding yang tertempel di atas tembok ruang tengah. Semua setuju, karena hari ini memang terasa begitu berat dan mereka butuh istirahat. Nayla dan Ellea tidur satu kamar. Sekali pun ingatan Arya dan Nayla sudah kembali, tetapi dalam kehidupan ini, mereka belum menikah. Dan sebaiknya mereka tetap menjaga prinsip itu.
Kamar di penginapan ini memang tidak muat untuk menampung semua orang. Abi dan Arya memilih tidur di sofa. Mereka merasa paling pantas, mengingat usia mereka berdua yang termuda di antara yang lain, dan juga karena Wira yang masih terluka. Semua orang tidak menyela saat pembagian kamar tadi. Karena mereka sadar, kalau ayah dan anak beda generasi itu ingin memiliki banyak waktu bersama.
Selimut sudah ada di atas tubuh keduanya. Mereka berada di sofa terpisah, namun berdekatan. Hanya dipisahkan oleh meja panjang yang masih penuh dengan camilan yang tadi mereka makan bersama, berikut sampah yang sengaja mereka biarkan dulu, dan akan dibuang saat keesokan harinya.
Hening. Suara percakapan sudah tidak lagi terdengar. Semua orang yang ada di kamar masing masing, sudah terlelap beberapa menit lalu. Mereka cukup lelah, dan lagi esok mereka juga harus pergi ke misi berikutnya.
"Bi, jadi kamu memiliki kemampuan itu juga?" tanya Arya tiba tiba, dan memecah kesunyian di antara mereka berdua. Abi yang hendak tidur, akhirnya kembali membuka matanya. Ia rasa hal ini memang perlu didiskusikan dengan sang ayah, yang merupakan pemilik kemampuan ini sebelumnya.
"Iya, Yah. Aku nggak tau, apakah aku harus bersyukur atau justru aku sedih. Beberapa kali aku lolos dari kematian. Tapi, aku juga takut. Takut kalau umurku akan terus panjang, sementara orang orang di sekitarku tidak mengalaminya. Hal yang paling aku takutkan, adalah kehilangan mereka semua. Tapi setelah aku tau tentang apa yang dialami ayah, ibu, dan Om Wira, aku rasa penderitaan kalian jauh lebih berat. Dan nggak seharusnya aku mengeluhkan hal ini. Aku harusnya bersyukur, karena aku bisa melakukan banyak kebaikan dengan kemampuanku ini," jelas Abimanyu panjang lebar.
Arya yang saat ini hanya merebahkan tubuhnya dan menatap langit langit jelas berfikir dan merasakan kesedihan putranya itu. Ia pernah merasakan semua apa yang dikatakan Abi barusan. Karena yang paling menyakitkan untuknya adalah ditinggalkan oleh orang orang terdekatnya.
"Aku yakin, semua hal yang sudah kamu alami, kita alami memang sudah takdir-NYA. Hidup itu perjuangan. Bukan tempat kita merengkuh kebahagiaan. Satu satunya kebahagiaan abadi hanya lah, surga," tukas Arya, lalu menoleh ke putranya.
"Yah, aku tau ayah. Dan untuk bisa sampai ke surga, maka aku harus bisa mati."
'Kamu ini sangat ingin mati atau bagaimana? Harusnya kamu nikmati hidup dan lakukan hal baik."
"Ayah, aku sudah merasakan semua hal di dunia ini. Dan sebenarnya aku hanya menunggu kematianku saja. Ayah, kau kan dulu malaikat, kalau suatu saat nanti ayah bertemu malaikat pencabut nyawa, tolong bilang sama dia, untuk memasukan namaku dalam daftar orang yang harus dia cabut nyawanya," kata Abi sambil tertawa. Seolah apa yang ia katakan adalah candaan yang bisa membuat ayahnya tertawa.
"Ya sudah, nanti kalau aku bertemu malaikat kematian, aku akan membicarakannya." Arya menanggapi dengan santai perkataan Abi. Mereka llau memutuskan untuk menyusul teman temannya untuk masuk ke alam mimpi dan mengistirahatkan tubuh mereka yang sudah penat.
Kedua pasang bola mata mereka sudah panas dan berat. Mereka saling mengucapkan selamat malam, dan kalimat penutup berpamitan tidur. Tapi baru beberapa detik mereka memejamkan mata, mereka mendengar bunyi jeritan lagi. Sontak mereka kembali membuka mata dan saling pandang. Mereka menajamkan pendengaran dan mencoba mencari tau asal jeritan itu. Hingga akhirnya Hans dan Jean keluar dari kamar mereka. "Kalian dengar?" tanya Jean sambil memakai jaketnya. Arya dan Abi mengangguk bersamaan. Hans membawa sebuah pistol di tangannya, lalu keluar dari rumah diikuti Jean. Abi dan Arya lantas saling pandang dan mengangguk setuju.
_____
Mereka berempat keluar dari rumah. Mencari sumber suara yang mengganggu tidur mereka tadi. Jam sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Jean dan Hans menyusuri sepanjang danau. Sementara Abimanyu dan Arya, mencari di sekitar penginapan. Suara jeritan itu terdengar cukup jelas dan mereka yakin kalau sumber suara itu tidak jauh dari penginapan mereka.
Mereka berempat saling memberikan isyarat. Hingga pada akhirnya Arya mendekat kembali suara jeritan itu, yang berada di penginapan di samping mereka. Arya bersiul, lalu melambaikan tangan ke teman temannya. Mereka bertiga segera mendekat ke tempat Arya. Ia terlihat mengendap ngendap dan menyusuri rumah gelap di depannya. Saat mereka sudah berkumpul, semua berpencar. Mengintip jendela dan berusaha membuka pintu, setelah terlebih dahulu menguping di balik pintu tebal itu. Arya mengangguk pada semua teman temannya, bahwa suara itu memang berasal dari dalam rumah ini. Jeritan minta tolong lantas membuat mereka harus bergerak lebih cepat.
Gagang pintu yang tidak bisa dibuka, membuat Arya lantas mendobrak pintu itu. Ia menendangnya kuat kuat dibantu Abimanyu hingga pintu itu terbuka dengan kasar. Engsel pintu yang rusak tidak mereka hiraukan, mereka berempat segera masuk ke dalam. Rumah ini gelap di semua ruangan. Langkah mereka sangat hati hati, sambil berusaha mencari ponsel masing masing untuk mendapatkan penerangan agar pandangan mereka mampu melihat dengan jelas keadaan di dalam.
Senter dinyalakan. Kini masing masing dari mereka sudah mendapat sedikit cahaya, setidaknya itu lebih baik dari pada menghadapi suasana gelap total seperti tadi. "Halo?' teriak Jean.
Namun tidak ada sahutan apa pun dari rumah ini. "Ada orang di rumah?' tanya Jean lagi. Mereka berempat kembali berpencar, mencari di semua sudut rumah. Langkah yang pelan, sengaja mereka lakukan, karena mereka tidak tau siapa dan apa yang sedang mereka hadapi sekarang.
Namun tiba tiba, suara mirip gigi yang beradu terdengar samar. Hans mendesis, ia orang pertama yang menyadari suara asing tersebut ada di sekitar mereka. "Kalian dengar?" tanyanya berbisik.
"Apa?" Jean balik bertanya, tentu dengan berbisik juga.
"Suara ini," jawab Hans, kembali mendengar suara itu makin jelas di telinganya.
Tiba tiba, Arya menjerit. "Hans, awas!"
Hans terkejut dan tidak siap dengan keadaan ini, lalu terguling ke samping. Di atasnya ada seseorang yang menyerangnya dengan membabi buta. Jean menjerit memanggil nama Hans. Abi segera menarik orang yang menyerang Hans, namun tenaganya sangat kuat, hingga Abi sedikit kesulitan. Arya membantunya dan kini menarik Hans menjauh dari orang tadi.
Pria tersebut terus mendesis, dengan menampilkan mulut yang penuh darah. Ia seperti telah mengisap darah manusia. Yang pasti bukan Hans, karena Hans masih baik baik saja. Walau wajahnya menampilkan gurat ketakutan atas reaksi pria tadi. Abi terus memegangi pria tersebut, hingga akhirnya Arya membantunya mengikat di sebuah kursi kayu yang ada di dapur.
Lampu menyala, Jean berhasil menemukan sakelar dan kini seluruh ruangan terlihat jelas. Sungguh berantakan. Kacau di mana mana. Kursi yang terbalik, sofa yang berlubang dan membuat isi dalamnya menyembul keluar, kaca meja yang pecah dan menimbulkan banyak remahan beling di sekitarnya. Dan satu lagi, Jean menjerit memanggil teman temannya. Ia terus berdiri terpaku sambil menutup mulutnya saat melihat sesuatu di sudut dapur.
"Kenapa?" tanya Hans yang kini sudah berada di samping Jean. Jean menutup mulutnya, lalu menunjuk ke bawah. Seorang wanita tergeletak dengan bersimbah darah. Hans mendekat dan memeriksa kondisi nya. "Masih hangat! Masih ada denyut nadi nya," seru Hans, dia mengangkat wanita itu dan meletakkannya di sofa yang masih utuh.
Abimanyu mengubungi ambulance. Leher wanita itu masih mengalirkan darah segar. Jean mengambil kain bersih untuk menutup luka tersebut. Setidaknya ini pertolongan pertama yang bisa dilakukan sampai bantuan tenaga medis datang.
Pria tadi masih menggeram berusaha melepaskan diri dari ikatan yang dibuat Abi dan Arya. Mereka berempat kebingungan atas apa yang telah terjadi. Hans mendekat ke pria itu dan memperhatikan keadaannya. Raut wajahnya, gigi giginya, sorot matanya tak luput dari pandangan Hans.
"Gimana, Hans? Dia ini kenapa?" tanya Arya serius. Hans menarik nafasnya dalam dalam. Menatap sekitar ruangan dan menggeleng. "Mungkin pertanyaannya harus diganti. Bukan dia ini kenapa, tapi dia ini apa!" kata Hans serius.
"Maksudmu apa, Hans?" tanya Arya.
"Kalian lihat ini?" tunjuk Hans ke wajah pria itu. Urat nadi nya berwarna hitam dengan sesuatu di dalamnya.
"Itu apa?" tanya Abimanyu bingung.
"Lintah. Lintah Vlad!" cetus Hans yakin.
"Kamu serius, Hans?!" pekik Jean dengan ekspresi ngeri melihat pria tersebut. Hans menatap Jean tajam, lalu mengangguk.
"Memangnya apa itu lintah Vlad?" tanya Abimanyu yang memang awam dengan hal hal seperti ini. Pengalamannya hanya sebatas bertemu vampire, werewolf dan iblis. Ah, ya, black demon dan kalla. Dan tanpa ia sadari rupanya banyak makhluk aneh lainnya yang ada di muka bumi ini.
"Mereka sama seperti lintah pada umumnya, tetapi mereka tidak hanya menghisap darah manusia, tapi juga masuk ke dalam aliran darah manusia. Terus menggerogoti tubuh kita, hingga kita semua mati. Tapi ada satu fakta uniknya," kata Hans memotong perkataannya untuk menghirup udara lebih banyak.
"Apa?"
"Mereka akan makan dari inangnya, menghisap darah korban seperti itu. Dan saat dia sudah menghisap darah manusia, maka itu fatal," jelas Hans pada pria dan wanita yang ada di rumah ini. "Karena pada akhirnya inang tersebut akan mati dengan sendirinya, kalau dia sudah menghisap darah manusia."
"Jadi ... dia bakal mati?" tanya Abimanyu menatap iba pada pria yang sudah berlumuran darah yang bukan darahnya, dengan kondisi tubuhnya yang terikat kuat di kursi. Hans mengangguk.
"Apa setelah terkena gigitan, justru korban akan menjadi seperti inang yang dimasuki lintah?" Arya bertanya dengan segala kemungkinan yang bisa terjadi.
"Tidak, sebelum lintah itu berpindah ke tubuh inang barunya, dan tugas kita membunuh lintah itu sebelum dia sampai ke inang yang sudah digigit tadi. "
"Kalau begitu, biar aku bawa perempuan ini menjauh dari dia!" kata Arya.
regmekujo dan 4 lainnya memberi reputasi
5