- Beranda
- Stories from the Heart
KELOPAK BUNGA ANGGREK
...
TS
beavermoon
KELOPAK BUNGA ANGGREK

Halo semuanya.
Beavermoon kembali hadir dengan cerita terbaru, dan kali ini kita akan mengusung tema detektif.
Kenapa tema detektif? Karena sebenarnya cerita ini berawal dari cerita pendek yang dibuat untuk perlombaan. Berhubung terbatasnya jumlah kata saat itu, akhirnya dibuatlah versi lengkapnya yang baru selesai beberapa bulan lalu.
Kenapa tidak buat cerita romantis lagi? Kehabisan ide, atau bisa dibilang butuh waktu untuk mengistirahatkan diri dari romansa-romansa yang sudah semakin banyak.
Apa tidak akan membuat cerita romantis lagi? Masih dalam pembuatan.
Jika ada dari suhu-suhu sekalian yang belum sempat membaca karya-karya Beavermoon sebelumnya, bisa langsung ke TKP :
Semoga suhu-suhu terhibur dengan cerita tema detektif perdana dari Beavermoon.
Salam Lemon.
Spoiler for Ringkasan:
Kasus pembunuhan kembali terjadi setelah sekian lama. Ali dan Damar, yang bekerja sebagai detektif pun mulai memecahkan kasus yang ada. Sayangnya, belum selesai dengan satu kasus, muncul kasus lain yang semakin memperkeruh keadaan.
Teringat akan satu kasus beberapa tahun silam, dimana sang pembunuh memiliki pola yang terstruktur hingga sulit untuk dipecahkan. Ali dan Damar menjadikan laporan kasus itu sebagai alat bantu untuk mencari, siapa pembunuh yang kembali beraksi. Dugaan demi dugaan terus bermunculan, mulai dari orang yang belum pernah mereka temui, hingga orang-orang terdekat.
Lalu, siapakah pembunuh kali ini?
Spoiler for Episode:
1. Kasus Lama yang Terulang. (Part 1)
2. Kasus Lama yang Terulang. (Part 2)
3. Sudah Menemukan Petunjuk? (Part 1)
4. Sudah Menemukan Petunjuk? (Part 2)
5. Terbang Terlalu Tinggi, Namun Jatuh Dengan Keras. (Part 1)
6. Terbang Terlalu Tinggi, Namun Jatuh Dengan Keras. (Part 2)
7. Setitik Lentera dari Gelap Gulita. (Part 1)
8. Setitik Lentera dari Gelap Gulita. (Part 2)
9. Lentera Lain di Gelap Berbeda. (Part 1)
10. Lentera Lain di Gelap Berbeda. (Part 2)
11. Kejutan Demi Kejutan pun Berdatangan. (Part 1)
12. Kejutan Demi Kejutan pun Berdatangan. (Part 2)
13. Lalu, Siapakah Pelakunya? (Part 1)
14. Lalu, Siapakah Pelakunya? (Part 2)
15. Kebetulan? (Part 1)
16. Kebetulan? (Part 2)
17. Semakin Dekat? (Part 1)
18. Semakin Dekat? (Part 2)
19. Hilangnya Penunjuk Arah.
20. Lembaran Baru dengan Cerita yang Sama.
21. Upaya Terakhir yang Membuahkan Hasil. (Part 1)(FINALE)
22. Upaya Terakhir yang Membuahkan Hasil. (Part 2) (FINALE)
2. Kasus Lama yang Terulang. (Part 2)
3. Sudah Menemukan Petunjuk? (Part 1)
4. Sudah Menemukan Petunjuk? (Part 2)
5. Terbang Terlalu Tinggi, Namun Jatuh Dengan Keras. (Part 1)
6. Terbang Terlalu Tinggi, Namun Jatuh Dengan Keras. (Part 2)
7. Setitik Lentera dari Gelap Gulita. (Part 1)
8. Setitik Lentera dari Gelap Gulita. (Part 2)
9. Lentera Lain di Gelap Berbeda. (Part 1)
10. Lentera Lain di Gelap Berbeda. (Part 2)
11. Kejutan Demi Kejutan pun Berdatangan. (Part 1)
12. Kejutan Demi Kejutan pun Berdatangan. (Part 2)
13. Lalu, Siapakah Pelakunya? (Part 1)
14. Lalu, Siapakah Pelakunya? (Part 2)
15. Kebetulan? (Part 1)
16. Kebetulan? (Part 2)
17. Semakin Dekat? (Part 1)
18. Semakin Dekat? (Part 2)
19. Hilangnya Penunjuk Arah.
20. Lembaran Baru dengan Cerita yang Sama.
21. Upaya Terakhir yang Membuahkan Hasil. (Part 1)(FINALE)
22. Upaya Terakhir yang Membuahkan Hasil. (Part 2) (FINALE)
Diubah oleh beavermoon 20-05-2023 18:38
sukhhoi dan 2 lainnya memberi reputasi
3
3.4K
Kutip
35
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
beavermoon
#16
Spoiler for 15. Kebetulan? (Part 1):
Pintu dibuka dari luar, Kania masuk ke dalam ruangannya lalu duduk di kursi. Ia menyalakan komputer sebelum meletakkan tasnya di meja kecil. Ia kembali pada komputer yang sudah menyala, Kania memasukkan kartu memori yang diberikan Damar. Ia memindahkan rekam jejak ke dalam memori itu, kemudian ia kembali memasukkan kartu memori ke dalam tasnya.
Tok! Tok! Tok!
“Masuk...”
Kania mendapati Agung yang datang di pagi hari.
“...eh Pak Agung, selamat pagi.” Sapanya.
“Pagi dok...” Agung sempat melihat sekeliling, “bagaimana dengan permintaan saya kemarin dok?”
Kania mengangguk, “Mungkin biar Pak Agung percaya, Pak Agung bisa mendekat ke sini untuk melihat sendiri prosesnya...”
Agung mendekat lalu melihat ke layar komputer.
“...ini rekam jejak dari korban bernama Candra...”
Kania menunjukkan rekam jejak milik Candra kepada Agung, kemudian ia menutup rekam jejak tersebut dan memilih untuk menghapusnya dari komputernya.
“...sudah ya Pak.” Ucap Kania.
Agung tersenyum, “Saya ucapkan terima kasih kepada dokter Kania, karena sudah mau bekerja sama dalam mempermudah penyelidikan kasus tersebut. Sebagai bentuk terima kasih, saya ada hadiah untuk dokter...”
Agung merogoh saku jasnya, ia memberikan sebuah kotak berwarna merah kepada Kania.
“...diterima ya dok.” Ucap Agung.
“Apa ini Pak?” Tanya Kania heran.
“Hadiah dok, mohon diterima. Ngomong-ngomong, saya ngga bisa berlama-lama karena ada rapat dengan anggota. Saya pamit ya dok, sekali lagi terima kasih.” Ucap Agung.
Kania bangun dari duduknya, ia pun menatap ke arah Agung yang sedang berjalan keluar dari ruangannya. Dalam diam, ia memandangi kotak yang diberikan oleh Agung. Kania kembali duduk dan membuka kotak tersebut untuk menjawab rasa penasarannya.
Didapatinya sebuah kalung berbahan emas putih dengan liontin kecil berbentuk merpati, Kania pun dibuat terkejut. Ia mengeluarkan kalung itu dari kotaknya, dalam diam ia memandangi liontin yang berputar secara pelan. Ia kembali memasukkan kalung itu ke dalam kotak, Kania meletakkan kotak itu ke dalam tasnya. Bersamaan dengan itu pula, seorang dokter lain masuk ke dalam ruangannya.
“Dok, sudah ditunggu sama Kepala Rumah Sakit.” Ucapnya.
“Oke, sebentar ya.” Jawab Kania.
Kania bangun dari duduknya lalu beranjak menuju di mana jasnya digantung, ia mengenakan jas tersebut lalu keluar dari ruangan menuju ruang rapat yang akan segera dimulai pada pagi hari ini.
Sementara itu di lain tempat, Damar sedang memeriksa beberapa lembar kertas yang baru saja ia terima dari administari mengenai kasus-kasus lain yang berdatangan. Kali ini tidak ada kasus pembunuhan di antara banyaknya kasus yang masuk, hanya beberapa kasus pencurian hingga permintaan untuk membuntuti suami yang diduga berselingkuh. Pintu terbuka dari luar, Ali masuk dengan ponselnya yang sudah menempel pada telinga. Ia sedang menerima panggilan dari salah satu klien.
“Baik Bu, untuk sementara seperti itu. Kami akan kerahkan orang-orang kami untuk membuntuti terlapor untuk membuktikan semuanya...”
Ali beradu pandang dengan Damar yang sudah tersenyum seraya menggelengkan kepalanya entah sejak kapan. Ali pun mengacungkan jari tengah untuk menanggapi itu semua.
“...baik, terima kasih Bu...”
Ali meletakkan ponselnya di atas meja seraya menghela nafas.
“...lo udah baca kan?...”
Damar mengangguk.
“...sejak kapan sih kita ngurusin rumah tangga orang lain? Gue bener-bener ngga nyangka kalau ada klien yang datang dan minta untuk buntutin suaminya yang dicurigai selingkuh. Bener-bener diluar ekspektasi gue.” Keluh Ali.
“Mungkin akhirnya orang-orang cari tau siapa yang punya kredibilitas untuk mengusut kasus buat bantu mereka, dan terpilihlah pekerjaan kita sebagai jawabannya...”
Ali menyalakan sebatang rokok.
“...dan juga bisa kasih kita sudut pandang lain untuk mecahin kasus pembunuhan sebelumnya. Mungkin aja ya, ngga ada yang tau pasti.” Sahut Damar.
“Semoga, nanti gue sendiri aja ketemu Ibu itu.” Ucap Ali.
Damar mengangguk setuju, kemudian ia kembali membaca laporan-laporan lain yang ada di meja. Siang berlalu begitu saja, Damar selesai mengisi laporan-laporan tersebut. Ia menyandarkan badannya sejenak seraya menatap ke arah luar.
Ting!Ia meraih ponselnya yang ada di saku kemeja. Sebuah pesan dari Sasa yang mengabarkan jika ia akan pulang terlambat karena urusannya yang belum selesai. Damar pun membalas pesan tersebut lalu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku.
Beberapa saat berlalu, Damar bangun dari duduknya. Ia berjalan menuju jendela sambil mengeluarkan satu batang rokok dari bungkusnya. Ia menyalakan rokok tersebut lalu menyandarkan tubuhnya pada dinding ruangan. Beberapa hisapan berlalu dalam ketenangan, ia pun berlalu menuju meja untuk mematikan rokok. Bersamaan dengan itu pula, Ali masuk ke dalam ruangan.
“Gimana sama Ibu itu?” Tanya Damar.
“Wah, gila sih...” Ali berlalu menuju kursinya, “kayaknya kita harus minta Kepala Detektif buat bikin peraturan deh. Jangan terima kasus-kasus kayak gini lagi, bikin sebel doang.”
“Berani lo ngomong sama dia?” Tanya Damar.
“Ngga secara langsung, sindir pelan-pelan aja...”
Damar pun mengenakan jas yang ia gantungkan.
“...lo mau ke mana?” Tanya Ali.
“Mau ketemu dokter Kania.” Jawab Damar.
“Dokter Kania? Ngapain?” Tanya Ali lanjut.
“Kita kan belum periksa temuan rambut itu.” Jawabnya.
“Lo sendiri bisa kan? Gue capek banget.” Ucap Ali.
“Santai aja.” Ucap Damar.
“Lo pake mobil gue aja.” Sahut Ali.
“Ngga usah, gue naik bus aja.” Jawabnya.
Damar pun berjalan keluar dari ruangan, melewati beberapa ruangan lain hingga tiba di lobi depan. Ia sempat menyapa beberapa orang, kemudian Damar berlalu keluar dari gedung menuju halte yang berada di seberang jalan. Tidak membutuhkan waktu lama untuk menunggu bus tujuan, Damar pun masuk bersama beberapa orang lain.
Beberapa saat dalam perjalanan, Damar pun keluar dari bus lalu berjalan masuk menuju Rumah Sakit. Saat berjalan di koridor, ia melihat dokter Kania yang juga sedang berjalan mendekat ke arahnya. Dokter Kania pun melambaikan tangan setelah menyadari adanya Damar, mereka pun berhenti di depan ruangan.
“Siang dok.” Ucap Kania.
“Siang Pak, pasti ada perlu nih.” Sapa Kania.
“Saya kemarin lupa mau ngasih ini...”
Damar memberikan plastik berisi rambut yang ditemukan di ruang belakang toko jahit. Kania menerima plastik itu dan sempat melihatnya sesaat.
“...mungkin ini titik terangnya dok.” Ucap Damar.
Kania memasukkan plastik ke dalam saku, “Semoga ya Pak, biar pelakunya bisa diadili dan semuanya berakhir dengan semestinya. Ngomong-ngomong, Pak Ali ngga ikut?”
“Ngga, dia lagi survey kasus perselingkuhan.” Jawabnya.
“Perselingkuhan?” Tanya Kania heran.
Damar mengangguk, “Setelah kami kembali muncul di televisi, permintaan dari klien bermunculan. Salah satunya kasus perselingkuhan itu. Ali yang bertanggung jawab untuk kasus itu.”
“Wah, dari kasus pembunuhan ke kasus perselingkuhan. Kedengerannya kayak gimana gitu ya Pak, cuma namanya tugas ngga bisa ditolak.” Sahut Kania.
“Mau ngga mau dok. Hm, kalau gitu nanti kabarin ya dok jika hasilnya sudah keluar. Saya mau lanjut lagi.” Ucap Damar.
“Oh iya Pak, segera saya kabarin.” Jawab Kania.
“Baik, terima kasih ya dok.” Ucap Damar.
Kania menganggukkan kepalanya seraya tersenyum. Damar pun pergi meninggalkan Rumah Sakit, sementara Kania kembali masuk ke dalam ruangannya. Ia pun duduk di kursi seraya mengambil tasnya.
“Astaga...” Kania mengambil kartu memori, “lupa dikasih tadi. Nanti deh sekalian hasil laboratorium keluar.
Beberapa saat berlalu, Damar kembali turun dari bus. Ia berjalan dengan santai menuju kantor Sasa. Tanpa diduga, Sasa juga sedang berjalan keluar dari gedung. Ia pun dibuat terkejut dengan kedatangan Damar di siang ini. Ia berlari menghampiri Damar lalu memeluknya.
“Kok kamu bisa ada di sini sih?” Tanya Sasa.
“Hm, kangen?” Ucap Damar.
Sasa tersenyum lalu mencium Damar.
“Jadi, apa tujuan kamu ke sini?” Tanya Sasa.
“Aku mau ngajak kamu makan siang.” Jawabnya.
Sasa kembali tersenyum, “Akhirnya kamu punya waktu juga setelah sekian lama. Kalau gitu kita makan tahu telur di samping, mau kan?”
“Sepemikiran.” Jawab Damar.
Mereka pun berlalu menuju gerai tersebut. Beberapa saat berlalu, pesanan mereka tersaji di hadapan mereka. Setelah berdoa, mereka mulai makan siang bersama.
“Eh, Bang Ali ke mana?” Tanya Sasa.
“Di kantor, baru aja pulang penyelidikan.” Jawab Damar.
“Oh ya? Penyelidikan apa?” Tanya Sasa.
“Kasus perselingkuhan.” Jawabnya.
Sasa sempat terdiam, “Kamu serius? Kasus perselingkuhan? Jadi... tugas kalian bukan cuma soal kriminal, tapi juga kasus-kasus kayak gitu?”
Damar mengangguk, “Sebenernya tugas kami dari dulu pun begitu, cuma memang lebih banyak kasus kriminal. Jangankan kamu, kami aja kaget pas dapet kasus perselingkuhan lagi setelah sekian lama.”
Sasa tertawa, “Kok lucu ya aku dengernya.”
“Ya mau gimana lagi sih.” Ucap Damar.
“Kalau gitu, kamu juga ikut?” Tanya Sasa.
Damar menggeleng, “Bagi tugas, Ali kebagian tugas-tugas itu sementara aku beresin laporan-laporan yang ada. Kalau ngga dibagi, ngga selesai-selesai nanti.”
“Kasian banget Bang Ali.” Ucap Sasa.
Mereka kembali makan tahu telur yang sudah dipesan.
“Eh iya, nanti kamu lembur di mana?” Tanya Damar.
“Di kantor kok. Tadinya mau di luar karena slot kantor penuh, tiba-tiba ada yang batalin. Jadinya kita deh yang ngisi slot itu, lumayan bisa hemat ongkos...”
Damar menganggukkan kepalanya.
“...eh iya, ada yang mau aku ceritain. Masa ya, klien aku ada yang minta dibikin gaun. Terus kan badannya harus diukur, akhirnya orang yang mau dibikinin dateng. Pas aku liat, kok bukan istrinya. Ternyata itu simpenannya dia.” Ucap Sasa.
“Serius? Yang bener kamu.” Tanya Damar.
“Aku berani sumpah. Soalnya nih ya, selidik punya selidik, ternyata dia itu cuma ngasih uang aja ke istri sahnya. Nah, istri sahnya tuh kayak bodo amatlah suaminya mau ngapain, yang penting kebutuhannya dia dan anak-anaknya terpenuhi.” Jelas Sasa.
“Orang kaya banget dong kalau gitu?” Tanya Damar.
“Kamu kenal pengacara Lim?” Tanya Sasa.
“Lim?...”
Damar berpikir sejenak, hingga ia membuka mulutnya secara lebar.
“...ngga heran sih.” Ucapnya.
“Lucu ngga sih? Kok bisa ya ada hubungan keluarga yang kayak gitu? Apa aku aja yang ngga pernah nemu hubungan selucu itu, padahal udah ada dari lama?” Tanya Sasa heran.
“Mungkin ada banyak hubungan lucu di dunia ini, cuma yang baru muncul ke permukaan ya sebagian kecil aja, termasuk klien kamu yang satu itu.” Jawab Damar.
“Jadi, ngga ada yang namanya cinta dong?” Tanya Sasa lagi.
“Wah, aku bodoh soal ini.” Sahut Damar.
Sasa tertawa mendengar jawaban Damar. Beberapa menit berlalu, mereka keluar dari gerai dan berjalan kembali menuju kantor Sasa.
“Kayaknya kita akan nambah terus kalau makan di sana. Bisa-bisa berat badan aku naik cepet nih.” Ucap Damar.
“Kita juga ke sana jarang banget, kecuali kalau kita ke sana setiap hari baru deh langsung naik berat badan.” Sahut Sasa.
“Berarti kita jangan sering-sering ke sana.” Ucap Damar.
Mereka tertawa bersama. Damar dan Sasa pun berdiri di halaman depan kantor.
“Kamu ngga mau mampir dulu?” Tanya Sasa.
“Kamu sibuk, aku juga sibuk.” Jawabnya.
“Iya sih, kalau gitu...” Sasa mencium Damar, “kamu hati-hati ya balik ke kantornya.”
“Kamu juga hati-hati. Aku berangkat lagi ya.” Ucap Damar.
Tok! Tok! Tok!
“Masuk...”
Kania mendapati Agung yang datang di pagi hari.
“...eh Pak Agung, selamat pagi.” Sapanya.
“Pagi dok...” Agung sempat melihat sekeliling, “bagaimana dengan permintaan saya kemarin dok?”
Kania mengangguk, “Mungkin biar Pak Agung percaya, Pak Agung bisa mendekat ke sini untuk melihat sendiri prosesnya...”
Agung mendekat lalu melihat ke layar komputer.
“...ini rekam jejak dari korban bernama Candra...”
Kania menunjukkan rekam jejak milik Candra kepada Agung, kemudian ia menutup rekam jejak tersebut dan memilih untuk menghapusnya dari komputernya.
“...sudah ya Pak.” Ucap Kania.
Agung tersenyum, “Saya ucapkan terima kasih kepada dokter Kania, karena sudah mau bekerja sama dalam mempermudah penyelidikan kasus tersebut. Sebagai bentuk terima kasih, saya ada hadiah untuk dokter...”
Agung merogoh saku jasnya, ia memberikan sebuah kotak berwarna merah kepada Kania.
“...diterima ya dok.” Ucap Agung.
“Apa ini Pak?” Tanya Kania heran.
“Hadiah dok, mohon diterima. Ngomong-ngomong, saya ngga bisa berlama-lama karena ada rapat dengan anggota. Saya pamit ya dok, sekali lagi terima kasih.” Ucap Agung.
Kania bangun dari duduknya, ia pun menatap ke arah Agung yang sedang berjalan keluar dari ruangannya. Dalam diam, ia memandangi kotak yang diberikan oleh Agung. Kania kembali duduk dan membuka kotak tersebut untuk menjawab rasa penasarannya.
Didapatinya sebuah kalung berbahan emas putih dengan liontin kecil berbentuk merpati, Kania pun dibuat terkejut. Ia mengeluarkan kalung itu dari kotaknya, dalam diam ia memandangi liontin yang berputar secara pelan. Ia kembali memasukkan kalung itu ke dalam kotak, Kania meletakkan kotak itu ke dalam tasnya. Bersamaan dengan itu pula, seorang dokter lain masuk ke dalam ruangannya.
“Dok, sudah ditunggu sama Kepala Rumah Sakit.” Ucapnya.
“Oke, sebentar ya.” Jawab Kania.
Kania bangun dari duduknya lalu beranjak menuju di mana jasnya digantung, ia mengenakan jas tersebut lalu keluar dari ruangan menuju ruang rapat yang akan segera dimulai pada pagi hari ini.
Sementara itu di lain tempat, Damar sedang memeriksa beberapa lembar kertas yang baru saja ia terima dari administari mengenai kasus-kasus lain yang berdatangan. Kali ini tidak ada kasus pembunuhan di antara banyaknya kasus yang masuk, hanya beberapa kasus pencurian hingga permintaan untuk membuntuti suami yang diduga berselingkuh. Pintu terbuka dari luar, Ali masuk dengan ponselnya yang sudah menempel pada telinga. Ia sedang menerima panggilan dari salah satu klien.
“Baik Bu, untuk sementara seperti itu. Kami akan kerahkan orang-orang kami untuk membuntuti terlapor untuk membuktikan semuanya...”
Ali beradu pandang dengan Damar yang sudah tersenyum seraya menggelengkan kepalanya entah sejak kapan. Ali pun mengacungkan jari tengah untuk menanggapi itu semua.
“...baik, terima kasih Bu...”
Ali meletakkan ponselnya di atas meja seraya menghela nafas.
“...lo udah baca kan?...”
Damar mengangguk.
“...sejak kapan sih kita ngurusin rumah tangga orang lain? Gue bener-bener ngga nyangka kalau ada klien yang datang dan minta untuk buntutin suaminya yang dicurigai selingkuh. Bener-bener diluar ekspektasi gue.” Keluh Ali.
“Mungkin akhirnya orang-orang cari tau siapa yang punya kredibilitas untuk mengusut kasus buat bantu mereka, dan terpilihlah pekerjaan kita sebagai jawabannya...”
Ali menyalakan sebatang rokok.
“...dan juga bisa kasih kita sudut pandang lain untuk mecahin kasus pembunuhan sebelumnya. Mungkin aja ya, ngga ada yang tau pasti.” Sahut Damar.
“Semoga, nanti gue sendiri aja ketemu Ibu itu.” Ucap Ali.
Damar mengangguk setuju, kemudian ia kembali membaca laporan-laporan lain yang ada di meja. Siang berlalu begitu saja, Damar selesai mengisi laporan-laporan tersebut. Ia menyandarkan badannya sejenak seraya menatap ke arah luar.
Ting!Ia meraih ponselnya yang ada di saku kemeja. Sebuah pesan dari Sasa yang mengabarkan jika ia akan pulang terlambat karena urusannya yang belum selesai. Damar pun membalas pesan tersebut lalu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku.
Beberapa saat berlalu, Damar bangun dari duduknya. Ia berjalan menuju jendela sambil mengeluarkan satu batang rokok dari bungkusnya. Ia menyalakan rokok tersebut lalu menyandarkan tubuhnya pada dinding ruangan. Beberapa hisapan berlalu dalam ketenangan, ia pun berlalu menuju meja untuk mematikan rokok. Bersamaan dengan itu pula, Ali masuk ke dalam ruangan.
“Gimana sama Ibu itu?” Tanya Damar.
“Wah, gila sih...” Ali berlalu menuju kursinya, “kayaknya kita harus minta Kepala Detektif buat bikin peraturan deh. Jangan terima kasus-kasus kayak gini lagi, bikin sebel doang.”
“Berani lo ngomong sama dia?” Tanya Damar.
“Ngga secara langsung, sindir pelan-pelan aja...”
Damar pun mengenakan jas yang ia gantungkan.
“...lo mau ke mana?” Tanya Ali.
“Mau ketemu dokter Kania.” Jawab Damar.
“Dokter Kania? Ngapain?” Tanya Ali lanjut.
“Kita kan belum periksa temuan rambut itu.” Jawabnya.
“Lo sendiri bisa kan? Gue capek banget.” Ucap Ali.
“Santai aja.” Ucap Damar.
“Lo pake mobil gue aja.” Sahut Ali.
“Ngga usah, gue naik bus aja.” Jawabnya.
Damar pun berjalan keluar dari ruangan, melewati beberapa ruangan lain hingga tiba di lobi depan. Ia sempat menyapa beberapa orang, kemudian Damar berlalu keluar dari gedung menuju halte yang berada di seberang jalan. Tidak membutuhkan waktu lama untuk menunggu bus tujuan, Damar pun masuk bersama beberapa orang lain.
Beberapa saat dalam perjalanan, Damar pun keluar dari bus lalu berjalan masuk menuju Rumah Sakit. Saat berjalan di koridor, ia melihat dokter Kania yang juga sedang berjalan mendekat ke arahnya. Dokter Kania pun melambaikan tangan setelah menyadari adanya Damar, mereka pun berhenti di depan ruangan.
“Siang dok.” Ucap Kania.
“Siang Pak, pasti ada perlu nih.” Sapa Kania.
“Saya kemarin lupa mau ngasih ini...”
Damar memberikan plastik berisi rambut yang ditemukan di ruang belakang toko jahit. Kania menerima plastik itu dan sempat melihatnya sesaat.
“...mungkin ini titik terangnya dok.” Ucap Damar.
Kania memasukkan plastik ke dalam saku, “Semoga ya Pak, biar pelakunya bisa diadili dan semuanya berakhir dengan semestinya. Ngomong-ngomong, Pak Ali ngga ikut?”
“Ngga, dia lagi survey kasus perselingkuhan.” Jawabnya.
“Perselingkuhan?” Tanya Kania heran.
Damar mengangguk, “Setelah kami kembali muncul di televisi, permintaan dari klien bermunculan. Salah satunya kasus perselingkuhan itu. Ali yang bertanggung jawab untuk kasus itu.”
“Wah, dari kasus pembunuhan ke kasus perselingkuhan. Kedengerannya kayak gimana gitu ya Pak, cuma namanya tugas ngga bisa ditolak.” Sahut Kania.
“Mau ngga mau dok. Hm, kalau gitu nanti kabarin ya dok jika hasilnya sudah keluar. Saya mau lanjut lagi.” Ucap Damar.
“Oh iya Pak, segera saya kabarin.” Jawab Kania.
“Baik, terima kasih ya dok.” Ucap Damar.
Kania menganggukkan kepalanya seraya tersenyum. Damar pun pergi meninggalkan Rumah Sakit, sementara Kania kembali masuk ke dalam ruangannya. Ia pun duduk di kursi seraya mengambil tasnya.
“Astaga...” Kania mengambil kartu memori, “lupa dikasih tadi. Nanti deh sekalian hasil laboratorium keluar.
Beberapa saat berlalu, Damar kembali turun dari bus. Ia berjalan dengan santai menuju kantor Sasa. Tanpa diduga, Sasa juga sedang berjalan keluar dari gedung. Ia pun dibuat terkejut dengan kedatangan Damar di siang ini. Ia berlari menghampiri Damar lalu memeluknya.
“Kok kamu bisa ada di sini sih?” Tanya Sasa.
“Hm, kangen?” Ucap Damar.
Sasa tersenyum lalu mencium Damar.
“Jadi, apa tujuan kamu ke sini?” Tanya Sasa.
“Aku mau ngajak kamu makan siang.” Jawabnya.
Sasa kembali tersenyum, “Akhirnya kamu punya waktu juga setelah sekian lama. Kalau gitu kita makan tahu telur di samping, mau kan?”
“Sepemikiran.” Jawab Damar.
Mereka pun berlalu menuju gerai tersebut. Beberapa saat berlalu, pesanan mereka tersaji di hadapan mereka. Setelah berdoa, mereka mulai makan siang bersama.
“Eh, Bang Ali ke mana?” Tanya Sasa.
“Di kantor, baru aja pulang penyelidikan.” Jawab Damar.
“Oh ya? Penyelidikan apa?” Tanya Sasa.
“Kasus perselingkuhan.” Jawabnya.
Sasa sempat terdiam, “Kamu serius? Kasus perselingkuhan? Jadi... tugas kalian bukan cuma soal kriminal, tapi juga kasus-kasus kayak gitu?”
Damar mengangguk, “Sebenernya tugas kami dari dulu pun begitu, cuma memang lebih banyak kasus kriminal. Jangankan kamu, kami aja kaget pas dapet kasus perselingkuhan lagi setelah sekian lama.”
Sasa tertawa, “Kok lucu ya aku dengernya.”
“Ya mau gimana lagi sih.” Ucap Damar.
“Kalau gitu, kamu juga ikut?” Tanya Sasa.
Damar menggeleng, “Bagi tugas, Ali kebagian tugas-tugas itu sementara aku beresin laporan-laporan yang ada. Kalau ngga dibagi, ngga selesai-selesai nanti.”
“Kasian banget Bang Ali.” Ucap Sasa.
Mereka kembali makan tahu telur yang sudah dipesan.
“Eh iya, nanti kamu lembur di mana?” Tanya Damar.
“Di kantor kok. Tadinya mau di luar karena slot kantor penuh, tiba-tiba ada yang batalin. Jadinya kita deh yang ngisi slot itu, lumayan bisa hemat ongkos...”
Damar menganggukkan kepalanya.
“...eh iya, ada yang mau aku ceritain. Masa ya, klien aku ada yang minta dibikin gaun. Terus kan badannya harus diukur, akhirnya orang yang mau dibikinin dateng. Pas aku liat, kok bukan istrinya. Ternyata itu simpenannya dia.” Ucap Sasa.
“Serius? Yang bener kamu.” Tanya Damar.
“Aku berani sumpah. Soalnya nih ya, selidik punya selidik, ternyata dia itu cuma ngasih uang aja ke istri sahnya. Nah, istri sahnya tuh kayak bodo amatlah suaminya mau ngapain, yang penting kebutuhannya dia dan anak-anaknya terpenuhi.” Jelas Sasa.
“Orang kaya banget dong kalau gitu?” Tanya Damar.
“Kamu kenal pengacara Lim?” Tanya Sasa.
“Lim?...”
Damar berpikir sejenak, hingga ia membuka mulutnya secara lebar.
“...ngga heran sih.” Ucapnya.
“Lucu ngga sih? Kok bisa ya ada hubungan keluarga yang kayak gitu? Apa aku aja yang ngga pernah nemu hubungan selucu itu, padahal udah ada dari lama?” Tanya Sasa heran.
“Mungkin ada banyak hubungan lucu di dunia ini, cuma yang baru muncul ke permukaan ya sebagian kecil aja, termasuk klien kamu yang satu itu.” Jawab Damar.
“Jadi, ngga ada yang namanya cinta dong?” Tanya Sasa lagi.
“Wah, aku bodoh soal ini.” Sahut Damar.
Sasa tertawa mendengar jawaban Damar. Beberapa menit berlalu, mereka keluar dari gerai dan berjalan kembali menuju kantor Sasa.
“Kayaknya kita akan nambah terus kalau makan di sana. Bisa-bisa berat badan aku naik cepet nih.” Ucap Damar.
“Kita juga ke sana jarang banget, kecuali kalau kita ke sana setiap hari baru deh langsung naik berat badan.” Sahut Sasa.
“Berarti kita jangan sering-sering ke sana.” Ucap Damar.
Mereka tertawa bersama. Damar dan Sasa pun berdiri di halaman depan kantor.
“Kamu ngga mau mampir dulu?” Tanya Sasa.
“Kamu sibuk, aku juga sibuk.” Jawabnya.
“Iya sih, kalau gitu...” Sasa mencium Damar, “kamu hati-hati ya balik ke kantornya.”
“Kamu juga hati-hati. Aku berangkat lagi ya.” Ucap Damar.
0
Kutip
Balas