- Beranda
- Stories from the Heart
Supernatural
...
TS
ny.sukrisna
Supernatural
Quote:
Mungkin agan di sini pernah baca cerita ane yang berjudul pancasona? Kali ini ane akan melanjutkan kisah itu di sini. Yang suka cerita genre fantasi, kasus pembunuhan berantai, gengster werewolf, vampire dan sejenisnya. Silakan mampir.


Quote:
INDEKS
Part 1 abimanyu maheswara
Part 2 abimanyu
Part 3 kalla
Part 4 siapa kalla
Part 5 seorang gadis
part 6 Ellea
part 7 taman
Part 8 kamar ellea
Part 9 pagi bersama ellea
Part 10 rencana
Part 11 tentang kalla
part 12 rumah elang
Part 13 kembali aktivitas
part 14 emosi elang
part 15 janin kalla
part 16 elang
Part 17 vin
Part 18 kantor
Part 19 kemunculan kalla
part 20 pulau titik nol kehidupan
part 21 desa terkutuk
Part 22 wira
Part 23 teman lama
Part 24 patung wira
part 25 teror di rumah John
part 26 tato
part 27 simbol aldebaro
part 28 buku
part 29 kantor kalla
part 30 batu saphire
part 31 Lian dan Ayu
part 32 kakak beradik yang kompak
part 33 penyusup
part 34 kalah jumlah
part 35 lorong rahasia
Part 36 masuk lorong
part 37 cairan aneh
part 38 rahasia kalandra
part 39 Nayaka adalah Kalandra
Part 40 kemampuan nayaka
Part 41 Arkie
Part 42 Arkie (2)
Part 43 peperangan
Part 44 berakhir
Part 45 desa abi
part 46 nabila
part 47 cafe abi
Part 48 Maya
part 49 riki kembali, risna terancam
part 50 iblis bertubuh manusia
part 51 bertemu eliza
part 52 Feliz
Part 53 Bisma
Part 54 ke mana bisma
part 55 rahasia mayat
part 56 bisma kabur
part 57 pertemuan tak terduga
part 58 penyelidikan
part 59 tabir rahasia
part 60 kebakaran
part 61 Bajra
part 62 pengorbanan Bajra
part 63 the best team
part 64 masa lalu
part 65 perang dimulai
part 66 kisah baru
part 67 bertemu vin
part 68 san paz
part 69 cafe KOV
part 70 demigod
part 71 california
part 72 Allea dan Ellea
part 73 rumah ellea
part 74 alan cha
part 75 latin kings
part 76 kediaman faizal
part 77 kematian faizal.
part 78 permainan
part 79 ellea cemburu
part 80 rumah
part 81 keributan
part 82 racun
part 83 mayat
part 84 rencana
part 85 kampung....
Part 86 kematian adi
part 87 tiga sekawan
part 88 zikal
part 89 duri dalam daging
part 90 kerja sama
part 91 Abraham alexi Bonar
part 92 terusir
part 93 penemuan mayat
part 94 dongeng manusia serigala
part 95 hewan atau manusia
part 96 Rendra adalah werewolf
part 97 Beta
part 98 melamar
part 99 pencarian lycanoid
part 100 siapa sebenarnya anda
part 101 terungkap kebenaran
part 102 kisah yang panjang
part 103 buku mantra
part 104 sebuah simbol
part 105 kaki tangan
part 106 pertikaian
part 107 bertemu elizabet
part 108 orang asing
part 109 mantra eksorsisme
part 110 Vin bersikap aneh
part 111 Samael
part 112 Linda sang paranormal
part 113 reinkarnasi
part 114 Nayla
part 115 Archangel
part 116 Flashback vin kesurupan
part 117 ritual
part 118 darah suci
part 119 Lasha
part 120 Amon
part 121 masa lalu arya
part 122 sekte sesat
part 123 sekte
part 124 bu rahayu
part 125 dhampire
part 126 penculikan
part 127 pengakuan rian.
part 128 azazil
part 129 ungkapan perasaan
part 130 perjalanan pertama
part 131 desa angukuni
part 132 Galiyan
part 133 hilang
part 134 Hans dan Jean
part 135 lintah Vlad
part 136 rahasia homestay
part 137 rumah kutukan
part 138 patung aneh
part 139 pulau insula mortem
part 140 mercusuar
part 141 kastil archanum
part 142 blue hole
part 143 jerogumo
part 144 timbuktu
part 145 gerbang gaib
part 146 hutan rougarau
part 147 bertemu azazil
part 148 SMU Mortus
part 149 Wendigo
part 150 danau misterius
part 151 jiwa yang hilang
part 152 serangan di rumah
part 153 misteri di sekolah
part 154 rumah rayi
part 155 makhluk lain di sekolah
part 156 Djin
part 157 menjemput jiwa
part 158 abitra
part 159 kepergian faza
part 160 Sabrina
part 161 puncak emosi
part 162 ilmu hitam
part 163 pertandingan basket
part 164 mariaban
part 165 Dagon
part 166 bantuan
INDEKS LANJUT DI SINI INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 16-05-2023 21:45
itkgid dan 12 lainnya memberi reputasi
13
13.5K
222
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ny.sukrisna
#130
126 Penculikan
Nayla menyusuri rerumputan hijau yang bagai karpet luas di kampus nya. Ia sudah sangat yakin kalau Rian bukan lah target yang mereka cari. Rian bukan seorang dhampire. Tetapi dia adalah manusia yang sedang dirasuki iblis. Nayla sudah sangat yakin akan pengamatan nya, kalau Rian memang dirasuki. Ciri utama, adalah bola mata nya yang akan berubah hitam seluruh nya dalam beberapa detik. Lalu udara di sekitar nya yang berubah panas padahal sebelum nya ia merasakan sejuk, dan biasa saja. Lalu bau belerang tercium kuat saat Rian mendekat ke Nayla.
Gadis itu kini sedang mencari teman - teman nya. Terutama keberadaan Arya yang tengah mengintai Anjas. Mereka ada di gedung olahraga, karena Anjas adalah pemain futsal yang cukup handal di kampus mereka. Sorak sorai suara pendukung dua tim futsal kampus menyita perhatian Nayla. Ia yakin kalau Arya ada di dalam. Gadis itu berdiri di pintu dengan dua papan kayu besar, yang tengah dibuka lebar karena sedang ada pertandingan persahabatan antar dua kubu.
Netra Nayla mulai menyapu ke dalam. Memincing untuk melihat satu demi satu penonton agar dapat segera mengenali Arya. "Eh, kenapa juga aku ke sini? Yang ada malah diejek sama si Arya!" gumamnya lalu berjalan meninggalkan tempat itu. Di satu sisi sorot mata tajam dan dingin terus menatap kepergian Nayla. Ia lantas berdecih sambil tersenyum tipis. Arya memang sangat suka menjahili gadis itu. Ia selalu gemas saat wajah Nayla berubah masam, dengan bibir mengerucut. Itu merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi pemuda itu.
Kali ini kaki Nayla mulai melangkah di tengah koridor kampus. Ia mencari hal aneh lain. Hal yang mungkin bisa dijadikan petunjuk atau bisa membantu menguak kasus Freddie tadi. Tidak ada satu pun mahasiswa yang bisa keluar dari kampus, karena semua pintu gerbang dan tembok keliling kampus sudah dijaga ketat. Di ujung koridor Nayla melihat Wira sedang mengintip ke sebuah ruang kesenian. Ia lantas mendekat dan hampir membuat jantung Wira keluar dari tempatnya.
Sebentar ...! Malaikat punya jantung, nggak, ya? hahaha.
"Nayla!" pekik Wira sambil berpura-pura menekan dada nya. Padahal diri nya sudah dapat mengendus keberadaan Nayla dari jarak beberapa meter lalu. Yah, hanya mencoba bersikap wajar, sebagai layak nya manusia normal pada umum nya.
Gadis itu terkekeh, ia menutup mulut nya sambil mencoba memelankan suara saat Wira mendesis, menyuruh nya diam. Nayla tau kalau Wira sedang mengintai dua sahabat karib yang disinyalir pernah berseteru dengan Freddie. Stefan dan Niko adalah anak band. Mereka lebih sering berada di studio ini untuk mengasah kemampuan nya. "Bagaimana pengintaianmu, anak muda?" tanya Nayla sambil menyapu ke dalam ruangan gelap itu. Wira terkekeh, lalu menjitak kepala Nayla. "Apa sih, Ra?! Kalau gemes, bilang dong!" sindir nya, mengelus kepalanya lalu kembali memperhatikan ruangan itu. Wira makin tertawa mendengar celotehan Nayla. "Ah, lelaki memang tidak berguna untuk urusan mengintai! Ayok, masuk! Mana kelihatan kalau kita di sini!" cetus nya lalu melenggang masuk ke dalam. Wira melotot, tanpa bisa menahan gadis menyebalkan itu. Alhasil diri nya juga harus menyusul Nayla ke dalam.
Ruangan kesenian cukup luas, karena dibagi beberapa sekat. Ruangan seni tari memiliki tempat nya sendiri, begitu juga seni musik. Seni musik pun ada beberapa ruangan, kesenian modern dan kesenian daerah, seperti gamelan dan lain nya. Setiap ruangan pasti ada orang yang sedang berlatih. Apalagi karena efek ditahan di kampus dan tidak ada kegiatan kuliah seharian ini. Semua orang mencari kegiatan yang bisa membunuh waktu hingga mendapat lampu hijau untuk pulang ke rumah.
Ruang band sudah di depan mata. Tempat ini cukup luas, dan memang benar kalau Stefan dan Niko ada di sini, bersama band mereka. Sedang berlatih karena memang akan ada pentas seni yang akan diadakan oleh kampus ini sebulan ke depan. Wira dan Nayla sudah mendapat tempat duduk mereka. Tidak begitu dekat dengan yang lain, beberapa orang di tempat ini memang sengaja datang untuk melihat kebolehan band milik Stefan.
"Menurutmu, apakah mereka Dhampire yang kita cari?" tanya Nayla tanpa menatap pemuda yang kini duduk di samping nya. Wira pun melakukan hal yang sama seperti Nayla, menatap tiap sikap yang dilakukan Stefan dan Niko, mencoba menemukan keganjilan sedikit saja pada mereka berdua. "Entahlah. Lagi pula mereka hampir sama seperti manusia."
"Seperti kita, maksudmu?'
"Hm, iya, seperti kita."
"Tapi aku tau bagaimana memancing Dhampire agar menampakkan wujud asli mereka!" cetus Nayla membuat Wira menoleh ke arah nya.
"Bagaimana?"
"Pancing emosi nya!" Lagu terakhir sudah selesai dinyanyikan, Stefan dan Niko pun mulai membereskan bawaan mereka, karena band lain hendak memakai alat band itu juga. Mereka juga butuh berlatih, dan untuk berlatih di ruangan ini akan dibatasi waktu nya. Tidak bisa seenak nya sendiri.
"Kau terlalu kritis, Nay. Mengerikan!" gumam Wira lalu mengikuti gadis itu pergi. Nayla terus mengekor dua pria yang selalu ke mana- mana berduaan. Sempat berpikir kalau mereka termasuk sepasang kekasih, hingga membuat Nayla bergidik ngeri.
"Kenapa?" tanya Wira saat melihat reaksi aneh dari Nayla, saat mereka melihat Stefan dan Nika duduk di taman sambil berbagi sebuah teh botol yang baru mereka beli tadi.
"Apakah Dhampir ada yang penyuka sesama jenis?"
"Hah? Hm, kamu pikir mereka ...?"
"May be?" cetus nya sambil mengangkat kedua bahu nya ke atas.
"Hei, kenapa kita harus sembunyi sih, Nay?" Mereka berdua kini sedang jongkok di balik semak sambil memperhatikan dua pemuda itu yang hanya berjarak empat meter dari mereka.
"Biar mereka nggak curiga, Wira!"
"Justru mereka bakal curiga, Nayla! Yuk, ah!' ajak nya lalu menyeret tangan gadis itu dan mencari tempat duduk kosong tak jauh dari dua pria itu. Nayla yang awalnya menolak, tapi akhir nya pasrah. "Nah, di sini saja. " Kursi dari semen yang sudah di cat warna hitam, kini sudah mereka kuasai. Nayla melirik ke pemuda di samping nya itu sinis. "Kenapa? Dari pada di sana, banyak semut!"
Semilir angin membuat keadaan menjadi tenang, udara membuat emosi kedua makhluk berbeda alam ini menguar. Gerisik dedaunan kering memecah kesunyian.
"Rian bukan target kali ini," cetus Nayla sambil menatap sekitar dengan dahi mengernyit karena silau nya cahaya matahari.
"Bagaimana kamu bisa sangat yakin seperti itu? Kamu memang nya tau, apa ciri Dhampire saat mereka masih berwujud manusia normal?"
"Tentu saja tau." Ia duduk menghadap Wira dengan sinar membara di mata nya. Ia sangat antusias terhadap hal aneh seperit ini sejak dahulu. Bahkan terkesan terobsesi. "Dalam legenda Serbia disebutkan bahwa sesosok Dhampir mempunyai rambut hitam legam dan hampir tidak memiliki bayangan tubuh. Sementara dalam legenda Bulgaria, tanda-tanda seorang dampir adalah tubuh nya yang sangat halus, tidak memiliki kuku dan tulang serta tanda lahir yang sangat jelas di punggung seperti ekor. Ciri-ciri lain nya adalah bagian-bagian wajah yang tidak normal, misal nya telinga, hidung, mata atau gigi yang lebih besar dibanding manusia biasa. Dan itu tidak ada dalam diri Rian, justru aku menemukan hal aneh lain dalam diri nya," desah Nayla, lalu memundurkan tubuh nya hingga mampu bersandar di punggung kursi.
"Aneh gimana?"
"Aku pikir dia dirasuki setan, iblis or sejenis nya," cetus Gadis itu santai. Hal ini tentu sangat menarik perhatian Wira, karena Nayla bisa sangat sensitif terhadap ancaman di sekitar nya.
"Kenapa kamu bisa bilang gitu?" tanya Wira antusias. Wira sudah mengetahui sejak awal siapa sebenar nya Rian dalam sekali lihat. Karena dia memang memiliki kemampuan melihat wujud asli suatu makhluk sekali pun ia berada di dalam wadah manusia. Yah, manusia yang dirasuki iblis, tetapi tidak dengan Dampire, karena mereka setengah nya berwujud manusia normal.
"Aku pernah lihat mata Rian berubah hitam. Dari buku yang aku baca, itu bukan hal normal. Mungkin jika vampire dapat mengubah lensa matanya, itu sudah sering kudengar, tapi yang terjadi sama Rian berbeda. Bukan cuma lensa mata nya yang berubah hitam, tapi juga seluruh kornea mata nya."
"...."
"Bukan cuma itu. Saat Rian mendekat, bau anyir khas belerang langsung tercium, terus hawa sekitarku jadi lebih panas, padahal sebelum nya normal. Dan saat aku pancing dia, dia mengatakan hal yang mengiyakan tuduhan ku."
"Tunggu! Kamu menantang dia?!"
"Huum!"
"Oh My ...!" Wira menekan kepala nya sambil menatap ke arah lain. Nayla yang satu ini benar- benar bosan hidup atau apa sih. Sangat mudah mendekati bahaya. Bukan nya menghindar, justru malah menantang nya. "Kamu tau, Nay, kalau itu berbahaya sekali? Mereka bisa saja mencelakakan kamu!"
"Yah, aku tau. Tapi kenapa sekarang aku merasa aneh, ya?"
"Kenapa lagi?"
"Kamu sebenarnya siapa?"
"Maksud mu?!"
"Kenapa kamu nggak bereaksi seperti yang lain, Arya misal, kan?"
"Reaksi tentang?"
"Semua ini. Sebagian besar manusia yang mendengar hal ini terucap dari mulut ku akan mengejek dan menganggapku terlalu banyak nonton film fantasi. Tapi kenapa kamu ... seperti tau dan paham semua ini? Siapa kamu sebenarnya?" Nayla menatap Wira dalam dan dingin. Kalimat gadis itu bagai pukulan telak untuk Wira. Sepertinya Wira terlalu menganggap remeh Nayla yang sekarang.
"Aku tau semua yang kamu bilang barusan, karena orang tua ku dulu nya adalah seorang hunters. You know? Hunters untuk memburu 'mereka'?" tanya Wira dengan menggerakkan jari telunjuk dan tengah ke atas bersamaan, memberikan isyarat tanda kutip untuk kata itu sendiri. Meluruskan kata mereka untuk hal aneh seperti yang Nayla bicarakan tadi.
"Really? Masih ada, kah, para hunters?"
"Yah, begitulah."
"..." Nayla masih menatap Wira aneh, sambil mundur sedikit menjauh. Wira mendengus sebal. "Baiklah. lihat!" Wira membuka mulut nya ke atas, menunjukkan gusi bagian atas nya untuk memberitahu kalau ia tidak memiliki taring tersembunyi di sana. "Lagi? Tatap mataku! Biasa nya manusia yang dirasuki iblis akan berganti bola matanya secara otomatis tiap beberapa menit sekali. Kamu bisa cek mataku. Apakah sama seperti Rian?"
Nayla menurut, dan melakukan seperti apa yang diperintahkan Wira barusan. Semua tampak normal. Tangan nya menjulur ke belakang, mencoba meraih sesuatu dari dalam tas nya. "Kalau kamu memang bukan iblis, kamu akan baik baik saja kalau meminum ini!" tunjuk Nayla ke sebuah botol kecil yang berisi air suci.
"Sini, biar aku minum," pinta Wira dengan merebut botol kecil itu, meminum nya tanpa merasakan efek panas atau lain nya. "Kebetulan aku haus, terima kasih, Nayla."
Nayla lantas mengangguk yakin, kalau Wira bukan bagian dari makhluk yang ia sebutkan tadi. Kedua pemuda tadi mulai bergerak, mereka beranjak dari tempat duduk tadi. "Sasaran kita pindah!" bisik Wira. Nayla menoleh, dan sedikit terkejut melihat dua pemuda tadi pergi. "IKuti!" ajak Nayla walau Wira belum menyetujui nya.
"What the Hell!" umpat nya pasrah.
***
Anjas dan Niko pergi meninggalkan taman. Berjalan beriringan berdua, dan terus bersama. Nayla yang memperhatikan hal itu sejak hari ini, lantas beberapa kali bergidik ngeri. Bayangan nya sudah ke mana mana. Melihat dua pria yang sebenar nya memiliki wajah tampan tetapi tidak normal. Nayla dan Wira menjaga jarak dalam mengikuti Anjas dan Niko. Langkah mereka mulai menuju sebuah gedung aula bekas yang memang lama tidak dipakai.
Wira merentangkan tangan ke samping, mengisyaratkan Nayla untuk berhenti berjalan. "Kenapa? Mereka mau ke mana?" tanya gadis itu sambil berbisik. Wira tak menyahut, hanya memperhatikan sekitar mereka. "Aneh. Mereka seperti nya tau kalau kita ikuti."
"Kamu bener juga. Vampire itu mampu mendengar detak jantung manusia, dan aroma darah kita. Apakah Dhampire juga seperti itu?" tanya Nayla.
"Yang jelas, Dhampire itu jauh lebih kuat."
Wira mengajak Nayla berjalan memutar, mencari tempat lain untuk mengintai. Atau lebih tepat nya mencari jalur lain agar keberadaan mereka tidak terendus oleh dua pemuda tadi. Keadaan sekitar mereka sunyi, karena bagian kampus ini memang jarang terjadi aktivitas mahasiswa pada umum nya. Langkah mereka pelan, dan mencoba untuk sangat berhati- hati sekali. Sampai menemukan ujung koridor, Nayla dan Wira yang hendak berbelok kemudian menghentikan langkah mereka. Keduanya lantas berjalan mundur pelan. Saat ternyata di depan mereka sudah ada Anjas dan Niko. Mereka berdua menyeringai. Nayla yang hendak kabur ke arah belakang nya, kembali terpaku, rupanya musuh tidak hanya dua orang saja. Karena mereka sudah di hadang 3 orang lain nya.
Dalam hati Nayla, ia sudah yakin, kalau mereka sudah bertemu dhampire yang sedang mereka cari. Tapi masalah nya kini dirinya dan Wira terjebak. Terjebak dalam situasi tidak menyenangkan.
****
Arya lelah menelusuri sepanjang koridor kampus. Ia tidak menemukan di mana Nayla berada. Bahkan tidak hanya Nayla, Wira juga hilang. Retno dan Putra juga sudah kewalahan dengan pencarian mereka. Bukan lagi dhampire yang menjadi prioritas, tapi dua orang teman mereka yang tiba-tiba bagai hilang ditelan bumi.
"Duh, bagaimana dong, Ya! Nayla sama Wira ke mana?! Jangan- jangan terjadi sesuatu sama mereka!" rengek Retno panik.
"..." Arya yang dari tadi diam, hanya bisa mondar mandir sambil menjambak rambutnya sendiri. Perpustakaan seolah menjadi markas mereka sekarang. Dan anggota mereka hanya tinggal tiga orang itu saja.
"Rian masih ada di kantin sama teman-temannya tadi, jadi pasti bukan dia," cetus Putra.
"Bukannya, tadi Nayla ngikutin Rian, ya? Terus Wira mengikuti Anjas dan Niko, kan?"
"Iya."
"Kalau memang bukan Rian, mungkin Anjas sama Niko? Put, cari tau semua informasi tentang mereka berdua," perintah Arya, tegas. Putra langsung menjelajah ke dalam laptop nya untuk mencari apa yang Arya minta.
"Mereka anak kesenian, punya band bersama dan sering manggung sejak SMU." Informasi pertama yang di dapat Putra mampu membuat Arya tau, ke mana ia harus mencari mereka. Tapi saat hendak pergi, ia kembali lagi. Seolah melupakan sesuatu, saat dirinya menatap ke sudut perpustakaan.
"Put, kamu bisa mengakses CCTV kampus?"
Mata Putra berbinar, seolah mendapat angin segar di tengah ruang hampa. Ia kembali mengetik dengan sepuluh jari, cepat dan tanpa jeda. Arya lantas menempatkan diri duduk di samping kanan Putra, sementara Retno duduk di samping kiri Putra. Dalam hitungan detik, layar laptop Putra sudah seperti sistem keamanan kampus. Semau aktivitas CCTV di tiap sudut terpantau dari kedua mata mereka.
"Putar ulang, sekitar satu jam lalu!" pinta Arya. Putra mengangguk dan kini rekaman satu jam yang lalu sudah terpampang di depan. Mereka berbagi tugas suntuk menyeleksi rekaman mana yang ada Nayla dan Wira.
"Itu Nayla! Di kantin!"
"Kayaknya dia lagi ngikutin Rian deh, itu kan, Rian di sana juga!"
"Itu Wira, terus mengikuti Anjas dan Niko!"
Menit demi menit terus mereka perhatikan, dan hanya dua video itu saja yang menjadi prioritas mereka berdua. Hingga sampai Nayla pergi meninggalkan kantin saat Rian duduk di mejanya. Mereka lantas terus mengikuti ke mana Nayla pergi. Semua tak luput dari pengawasan CCTV hingga, saat Wira dan Nayla yang mengikuti Anjas dan Niko yang meninggalkan taman kampus beberapa saat lalu.
"Nggak ada lagi?"
"Daerah itu nggak ada CCTV nya, Dude," cetus Putra. Dan pelacakan tersebut berhenti. Tapi setidaknya Arya sudah tau ke mana dirinya harus mencari dua temannya itu. "Sampai gue nggak balik dalam satu jam, kalian cari Bang Ucok. Kasih tau soal ini!" kata Arya tegas. Retno menatap Arya nanar, lantas mengangguk.
"Arya!" panggil Putra. Arya menoleh. Putra melempar sebuah pisau dengan ukiran aneh. Dan berhasil Arya tangkap tanpa terluka. Ia menatap heran ke Putra. "Tusuk jantung nya, atau penggal kepala nya."
Arya lantas mengangguk. Ia lalu meninggalkan perpustakaan dengan langkah pasti. Kaca mata Erica diturunkan hingga ujung hidung nya, menatap kepergian Arya yang baru saja lewat. Beberapa kali mereka terlihat sibuk ke sana ke mari, hingga membuat Erica menggelengkan kepala. Ia kembali pada buku- buku di depan nya yang harus dibereskan, dan dikembalikan ke rak nya masing - masing.
Langkah Arya sedikit dipercepat. Ia harus segera sampai di sana, walau sebenar
nya ia juga belum tau di mana Nayla dan Wira berada. Karena daerah itu termasuk banyak sekali ruangan kosong yang memang jarang dipakai. Arya harus siap mencari satu demi satu ruangan guna menemukan dua orang itu.
****
Wira dan Nayla kini sudah berada di sebuah ruangan kotor, dengan kondisi kedua tangan dan kakinya yang terikat pada sebuah kursi yang juga sedang mereka duduki. Mulut mereka disumpal kain hingga tidak bisa berteriak kencang. Lima orang pemuda yang beberapa kali mereka temui selama kuliah di kampus ini, tampak mengerikan. Terlebih setelah mereka semua menunjukkan taring yang tersembunyi di atas gusi atas mereka. Runcing dan tajam. Leher mereka bisa dikoyak dengan mudah jika sampai gigi itu hinggap ke kulit mereka. Hanya ada dua kemungkinan yang akan terjadi pada nasib mereka. Mati atau berubah menjadi salah satu seperti mereka. Tentu keduanya adalah pilihan buruk.
"Kenapa kalian bisa mengikuti kami?!" tanya Anjas dengan wajah mengerikan. Wajah aslinya. Anjas mendekat ke Nayla, mencoba meneror gadis itu agar sedikit getar dengan nasibnya sendiri, dan merengek minta dilepaskan. Tapi sayangnya itu bukan gaya Nayla. Dua tawanan mereka itu justru tampak santai dengan situasi hidup mati ini. Nayla beberapa kali terlihat menatap jengah pada mereka berlima, dan membuat Anjas tertarik untuk melepas kain yang menyumpal mulutnya.
"Kamu! Kenapa kamu seolah nggak takut. hah?! Padahal kamu tau siapa kamu, kan?"
"Untuk apa aku takut? Pada segerombolan pengecut seperti kalian!" tantang Nayla.
Wira yang masih diam di tempatnya melirik gadis ini sambil geleng- geleng kepala. Keberanian Nayla memang patut diacungi jempol, tapi cukup membahayakan juga. Wira sebenarnya mampu melepaskan diri dari ikatan yang membelenggunya ini, dan dalam hitungan detik mampu membunuh semua makhluk menjijikan itu. Bagi Wira, ah tidak, Samael, semua makhluk itu menjijikan. Kecuali para Malaikat dan semua penghuni langit.
Dhampire, Vampire, werewolf, Nephilim adalah makhluk yang menyalahi kodrat. Menjijikan dan pantas dibumi hanguskan. Wira sering turun ke bumi untuk menumpas makhluk itu. Menyamar sebagai manusia dan berbaur dengan mereka. Mulai membunuh siapa saja yang pantas di bunuh. Hingga sampai akhirnya, berita tentang reinkarnasi Nayla dan Arya. Dia mulai berhenti dan justru mencari dua orang itu.
Arya dan Nayla merupakan tombak penting dalam masalah ini. Mereka berdua sedang dicari oleh banyak golongan, untuk menjadi sekutu mereka dan jika menolak, tentu tak segan segan akan dibunuhnya. Tugas Wira adalah melindungi mereka berdua dari serangan luar. Terutama para iblis suruhan Raja neraka. Kalau sampai kekuatan Raja neraka bergabung dengan Arya dan Nayla, maka bumi akan gonjang ganjing. Pertumpahan darah akan terjadi di mana mana. Dan akhirnya langit akan terkena imbasnya juga.
Arya dan Nayla merupakan fallen angel yang memang cukup berpengaruh. Kekuatan mereka memang tidak seberapa sekarang. Tapi jika sampai ingatan mereka kembali, maka neraka akan bergetar, langit akan goyah. Dan malaikat pencabut nyawa akan mengerahkan semua pasukannya untuk membunuh mereka berdua. Kutukan itu akan terus terjadi sampai kiamat. Namun, saat ingatan mereka akan asal usul mereka dulu kembali, maka itu akan menjadi awal buruk dari yang terburuk.
Perlawanan dua pasangan kekasih itu, mampu membuat langit porak poranda jika mereka mau. Mereka cukup kuat jika bersama. Lucifer sedang membuat pasukan untuk menantang langit. Dan para fallen angel yang telah mati dihidupkan lagi. Tentu Lucifer sedang mencari semua fallen angel itu. Terutama Arya dan Nayla. Arya yang sebenarnya adalah Samyaza adalah panglima perang yang hebat. Kesayangan Lucifer dan sangat di anda kan oleh para iblis itu.
Semua keputusan ada ditangan Arya. Apakah dia akan menjadi pengikut iblis dan memberontak atau ikut Samael untuk mempertahankan langit.
Gadis itu kini sedang mencari teman - teman nya. Terutama keberadaan Arya yang tengah mengintai Anjas. Mereka ada di gedung olahraga, karena Anjas adalah pemain futsal yang cukup handal di kampus mereka. Sorak sorai suara pendukung dua tim futsal kampus menyita perhatian Nayla. Ia yakin kalau Arya ada di dalam. Gadis itu berdiri di pintu dengan dua papan kayu besar, yang tengah dibuka lebar karena sedang ada pertandingan persahabatan antar dua kubu.
Netra Nayla mulai menyapu ke dalam. Memincing untuk melihat satu demi satu penonton agar dapat segera mengenali Arya. "Eh, kenapa juga aku ke sini? Yang ada malah diejek sama si Arya!" gumamnya lalu berjalan meninggalkan tempat itu. Di satu sisi sorot mata tajam dan dingin terus menatap kepergian Nayla. Ia lantas berdecih sambil tersenyum tipis. Arya memang sangat suka menjahili gadis itu. Ia selalu gemas saat wajah Nayla berubah masam, dengan bibir mengerucut. Itu merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi pemuda itu.
Kali ini kaki Nayla mulai melangkah di tengah koridor kampus. Ia mencari hal aneh lain. Hal yang mungkin bisa dijadikan petunjuk atau bisa membantu menguak kasus Freddie tadi. Tidak ada satu pun mahasiswa yang bisa keluar dari kampus, karena semua pintu gerbang dan tembok keliling kampus sudah dijaga ketat. Di ujung koridor Nayla melihat Wira sedang mengintip ke sebuah ruang kesenian. Ia lantas mendekat dan hampir membuat jantung Wira keluar dari tempatnya.
Sebentar ...! Malaikat punya jantung, nggak, ya? hahaha.
"Nayla!" pekik Wira sambil berpura-pura menekan dada nya. Padahal diri nya sudah dapat mengendus keberadaan Nayla dari jarak beberapa meter lalu. Yah, hanya mencoba bersikap wajar, sebagai layak nya manusia normal pada umum nya.
Gadis itu terkekeh, ia menutup mulut nya sambil mencoba memelankan suara saat Wira mendesis, menyuruh nya diam. Nayla tau kalau Wira sedang mengintai dua sahabat karib yang disinyalir pernah berseteru dengan Freddie. Stefan dan Niko adalah anak band. Mereka lebih sering berada di studio ini untuk mengasah kemampuan nya. "Bagaimana pengintaianmu, anak muda?" tanya Nayla sambil menyapu ke dalam ruangan gelap itu. Wira terkekeh, lalu menjitak kepala Nayla. "Apa sih, Ra?! Kalau gemes, bilang dong!" sindir nya, mengelus kepalanya lalu kembali memperhatikan ruangan itu. Wira makin tertawa mendengar celotehan Nayla. "Ah, lelaki memang tidak berguna untuk urusan mengintai! Ayok, masuk! Mana kelihatan kalau kita di sini!" cetus nya lalu melenggang masuk ke dalam. Wira melotot, tanpa bisa menahan gadis menyebalkan itu. Alhasil diri nya juga harus menyusul Nayla ke dalam.
Ruangan kesenian cukup luas, karena dibagi beberapa sekat. Ruangan seni tari memiliki tempat nya sendiri, begitu juga seni musik. Seni musik pun ada beberapa ruangan, kesenian modern dan kesenian daerah, seperti gamelan dan lain nya. Setiap ruangan pasti ada orang yang sedang berlatih. Apalagi karena efek ditahan di kampus dan tidak ada kegiatan kuliah seharian ini. Semua orang mencari kegiatan yang bisa membunuh waktu hingga mendapat lampu hijau untuk pulang ke rumah.
Ruang band sudah di depan mata. Tempat ini cukup luas, dan memang benar kalau Stefan dan Niko ada di sini, bersama band mereka. Sedang berlatih karena memang akan ada pentas seni yang akan diadakan oleh kampus ini sebulan ke depan. Wira dan Nayla sudah mendapat tempat duduk mereka. Tidak begitu dekat dengan yang lain, beberapa orang di tempat ini memang sengaja datang untuk melihat kebolehan band milik Stefan.
"Menurutmu, apakah mereka Dhampire yang kita cari?" tanya Nayla tanpa menatap pemuda yang kini duduk di samping nya. Wira pun melakukan hal yang sama seperti Nayla, menatap tiap sikap yang dilakukan Stefan dan Niko, mencoba menemukan keganjilan sedikit saja pada mereka berdua. "Entahlah. Lagi pula mereka hampir sama seperti manusia."
"Seperti kita, maksudmu?'
"Hm, iya, seperti kita."
"Tapi aku tau bagaimana memancing Dhampire agar menampakkan wujud asli mereka!" cetus Nayla membuat Wira menoleh ke arah nya.
"Bagaimana?"
"Pancing emosi nya!" Lagu terakhir sudah selesai dinyanyikan, Stefan dan Niko pun mulai membereskan bawaan mereka, karena band lain hendak memakai alat band itu juga. Mereka juga butuh berlatih, dan untuk berlatih di ruangan ini akan dibatasi waktu nya. Tidak bisa seenak nya sendiri.
"Kau terlalu kritis, Nay. Mengerikan!" gumam Wira lalu mengikuti gadis itu pergi. Nayla terus mengekor dua pria yang selalu ke mana- mana berduaan. Sempat berpikir kalau mereka termasuk sepasang kekasih, hingga membuat Nayla bergidik ngeri.
"Kenapa?" tanya Wira saat melihat reaksi aneh dari Nayla, saat mereka melihat Stefan dan Nika duduk di taman sambil berbagi sebuah teh botol yang baru mereka beli tadi.
"Apakah Dhampir ada yang penyuka sesama jenis?"
"Hah? Hm, kamu pikir mereka ...?"
"May be?" cetus nya sambil mengangkat kedua bahu nya ke atas.
"Hei, kenapa kita harus sembunyi sih, Nay?" Mereka berdua kini sedang jongkok di balik semak sambil memperhatikan dua pemuda itu yang hanya berjarak empat meter dari mereka.
"Biar mereka nggak curiga, Wira!"
"Justru mereka bakal curiga, Nayla! Yuk, ah!' ajak nya lalu menyeret tangan gadis itu dan mencari tempat duduk kosong tak jauh dari dua pria itu. Nayla yang awalnya menolak, tapi akhir nya pasrah. "Nah, di sini saja. " Kursi dari semen yang sudah di cat warna hitam, kini sudah mereka kuasai. Nayla melirik ke pemuda di samping nya itu sinis. "Kenapa? Dari pada di sana, banyak semut!"
Semilir angin membuat keadaan menjadi tenang, udara membuat emosi kedua makhluk berbeda alam ini menguar. Gerisik dedaunan kering memecah kesunyian.
"Rian bukan target kali ini," cetus Nayla sambil menatap sekitar dengan dahi mengernyit karena silau nya cahaya matahari.
"Bagaimana kamu bisa sangat yakin seperti itu? Kamu memang nya tau, apa ciri Dhampire saat mereka masih berwujud manusia normal?"
"Tentu saja tau." Ia duduk menghadap Wira dengan sinar membara di mata nya. Ia sangat antusias terhadap hal aneh seperit ini sejak dahulu. Bahkan terkesan terobsesi. "Dalam legenda Serbia disebutkan bahwa sesosok Dhampir mempunyai rambut hitam legam dan hampir tidak memiliki bayangan tubuh. Sementara dalam legenda Bulgaria, tanda-tanda seorang dampir adalah tubuh nya yang sangat halus, tidak memiliki kuku dan tulang serta tanda lahir yang sangat jelas di punggung seperti ekor. Ciri-ciri lain nya adalah bagian-bagian wajah yang tidak normal, misal nya telinga, hidung, mata atau gigi yang lebih besar dibanding manusia biasa. Dan itu tidak ada dalam diri Rian, justru aku menemukan hal aneh lain dalam diri nya," desah Nayla, lalu memundurkan tubuh nya hingga mampu bersandar di punggung kursi.
"Aneh gimana?"
"Aku pikir dia dirasuki setan, iblis or sejenis nya," cetus Gadis itu santai. Hal ini tentu sangat menarik perhatian Wira, karena Nayla bisa sangat sensitif terhadap ancaman di sekitar nya.
"Kenapa kamu bisa bilang gitu?" tanya Wira antusias. Wira sudah mengetahui sejak awal siapa sebenar nya Rian dalam sekali lihat. Karena dia memang memiliki kemampuan melihat wujud asli suatu makhluk sekali pun ia berada di dalam wadah manusia. Yah, manusia yang dirasuki iblis, tetapi tidak dengan Dampire, karena mereka setengah nya berwujud manusia normal.
"Aku pernah lihat mata Rian berubah hitam. Dari buku yang aku baca, itu bukan hal normal. Mungkin jika vampire dapat mengubah lensa matanya, itu sudah sering kudengar, tapi yang terjadi sama Rian berbeda. Bukan cuma lensa mata nya yang berubah hitam, tapi juga seluruh kornea mata nya."
"...."
"Bukan cuma itu. Saat Rian mendekat, bau anyir khas belerang langsung tercium, terus hawa sekitarku jadi lebih panas, padahal sebelum nya normal. Dan saat aku pancing dia, dia mengatakan hal yang mengiyakan tuduhan ku."
"Tunggu! Kamu menantang dia?!"
"Huum!"
"Oh My ...!" Wira menekan kepala nya sambil menatap ke arah lain. Nayla yang satu ini benar- benar bosan hidup atau apa sih. Sangat mudah mendekati bahaya. Bukan nya menghindar, justru malah menantang nya. "Kamu tau, Nay, kalau itu berbahaya sekali? Mereka bisa saja mencelakakan kamu!"
"Yah, aku tau. Tapi kenapa sekarang aku merasa aneh, ya?"
"Kenapa lagi?"
"Kamu sebenarnya siapa?"
"Maksud mu?!"
"Kenapa kamu nggak bereaksi seperti yang lain, Arya misal, kan?"
"Reaksi tentang?"
"Semua ini. Sebagian besar manusia yang mendengar hal ini terucap dari mulut ku akan mengejek dan menganggapku terlalu banyak nonton film fantasi. Tapi kenapa kamu ... seperti tau dan paham semua ini? Siapa kamu sebenarnya?" Nayla menatap Wira dalam dan dingin. Kalimat gadis itu bagai pukulan telak untuk Wira. Sepertinya Wira terlalu menganggap remeh Nayla yang sekarang.
"Aku tau semua yang kamu bilang barusan, karena orang tua ku dulu nya adalah seorang hunters. You know? Hunters untuk memburu 'mereka'?" tanya Wira dengan menggerakkan jari telunjuk dan tengah ke atas bersamaan, memberikan isyarat tanda kutip untuk kata itu sendiri. Meluruskan kata mereka untuk hal aneh seperti yang Nayla bicarakan tadi.
"Really? Masih ada, kah, para hunters?"
"Yah, begitulah."
"..." Nayla masih menatap Wira aneh, sambil mundur sedikit menjauh. Wira mendengus sebal. "Baiklah. lihat!" Wira membuka mulut nya ke atas, menunjukkan gusi bagian atas nya untuk memberitahu kalau ia tidak memiliki taring tersembunyi di sana. "Lagi? Tatap mataku! Biasa nya manusia yang dirasuki iblis akan berganti bola matanya secara otomatis tiap beberapa menit sekali. Kamu bisa cek mataku. Apakah sama seperti Rian?"
Nayla menurut, dan melakukan seperti apa yang diperintahkan Wira barusan. Semua tampak normal. Tangan nya menjulur ke belakang, mencoba meraih sesuatu dari dalam tas nya. "Kalau kamu memang bukan iblis, kamu akan baik baik saja kalau meminum ini!" tunjuk Nayla ke sebuah botol kecil yang berisi air suci.
"Sini, biar aku minum," pinta Wira dengan merebut botol kecil itu, meminum nya tanpa merasakan efek panas atau lain nya. "Kebetulan aku haus, terima kasih, Nayla."
Nayla lantas mengangguk yakin, kalau Wira bukan bagian dari makhluk yang ia sebutkan tadi. Kedua pemuda tadi mulai bergerak, mereka beranjak dari tempat duduk tadi. "Sasaran kita pindah!" bisik Wira. Nayla menoleh, dan sedikit terkejut melihat dua pemuda tadi pergi. "IKuti!" ajak Nayla walau Wira belum menyetujui nya.
"What the Hell!" umpat nya pasrah.
***
Anjas dan Niko pergi meninggalkan taman. Berjalan beriringan berdua, dan terus bersama. Nayla yang memperhatikan hal itu sejak hari ini, lantas beberapa kali bergidik ngeri. Bayangan nya sudah ke mana mana. Melihat dua pria yang sebenar nya memiliki wajah tampan tetapi tidak normal. Nayla dan Wira menjaga jarak dalam mengikuti Anjas dan Niko. Langkah mereka mulai menuju sebuah gedung aula bekas yang memang lama tidak dipakai.
Wira merentangkan tangan ke samping, mengisyaratkan Nayla untuk berhenti berjalan. "Kenapa? Mereka mau ke mana?" tanya gadis itu sambil berbisik. Wira tak menyahut, hanya memperhatikan sekitar mereka. "Aneh. Mereka seperti nya tau kalau kita ikuti."
"Kamu bener juga. Vampire itu mampu mendengar detak jantung manusia, dan aroma darah kita. Apakah Dhampire juga seperti itu?" tanya Nayla.
"Yang jelas, Dhampire itu jauh lebih kuat."
Wira mengajak Nayla berjalan memutar, mencari tempat lain untuk mengintai. Atau lebih tepat nya mencari jalur lain agar keberadaan mereka tidak terendus oleh dua pemuda tadi. Keadaan sekitar mereka sunyi, karena bagian kampus ini memang jarang terjadi aktivitas mahasiswa pada umum nya. Langkah mereka pelan, dan mencoba untuk sangat berhati- hati sekali. Sampai menemukan ujung koridor, Nayla dan Wira yang hendak berbelok kemudian menghentikan langkah mereka. Keduanya lantas berjalan mundur pelan. Saat ternyata di depan mereka sudah ada Anjas dan Niko. Mereka berdua menyeringai. Nayla yang hendak kabur ke arah belakang nya, kembali terpaku, rupanya musuh tidak hanya dua orang saja. Karena mereka sudah di hadang 3 orang lain nya.
Dalam hati Nayla, ia sudah yakin, kalau mereka sudah bertemu dhampire yang sedang mereka cari. Tapi masalah nya kini dirinya dan Wira terjebak. Terjebak dalam situasi tidak menyenangkan.
****
Arya lelah menelusuri sepanjang koridor kampus. Ia tidak menemukan di mana Nayla berada. Bahkan tidak hanya Nayla, Wira juga hilang. Retno dan Putra juga sudah kewalahan dengan pencarian mereka. Bukan lagi dhampire yang menjadi prioritas, tapi dua orang teman mereka yang tiba-tiba bagai hilang ditelan bumi.
"Duh, bagaimana dong, Ya! Nayla sama Wira ke mana?! Jangan- jangan terjadi sesuatu sama mereka!" rengek Retno panik.
"..." Arya yang dari tadi diam, hanya bisa mondar mandir sambil menjambak rambutnya sendiri. Perpustakaan seolah menjadi markas mereka sekarang. Dan anggota mereka hanya tinggal tiga orang itu saja.
"Rian masih ada di kantin sama teman-temannya tadi, jadi pasti bukan dia," cetus Putra.
"Bukannya, tadi Nayla ngikutin Rian, ya? Terus Wira mengikuti Anjas dan Niko, kan?"
"Iya."
"Kalau memang bukan Rian, mungkin Anjas sama Niko? Put, cari tau semua informasi tentang mereka berdua," perintah Arya, tegas. Putra langsung menjelajah ke dalam laptop nya untuk mencari apa yang Arya minta.
"Mereka anak kesenian, punya band bersama dan sering manggung sejak SMU." Informasi pertama yang di dapat Putra mampu membuat Arya tau, ke mana ia harus mencari mereka. Tapi saat hendak pergi, ia kembali lagi. Seolah melupakan sesuatu, saat dirinya menatap ke sudut perpustakaan.
"Put, kamu bisa mengakses CCTV kampus?"
Mata Putra berbinar, seolah mendapat angin segar di tengah ruang hampa. Ia kembali mengetik dengan sepuluh jari, cepat dan tanpa jeda. Arya lantas menempatkan diri duduk di samping kanan Putra, sementara Retno duduk di samping kiri Putra. Dalam hitungan detik, layar laptop Putra sudah seperti sistem keamanan kampus. Semau aktivitas CCTV di tiap sudut terpantau dari kedua mata mereka.
"Putar ulang, sekitar satu jam lalu!" pinta Arya. Putra mengangguk dan kini rekaman satu jam yang lalu sudah terpampang di depan. Mereka berbagi tugas suntuk menyeleksi rekaman mana yang ada Nayla dan Wira.
"Itu Nayla! Di kantin!"
"Kayaknya dia lagi ngikutin Rian deh, itu kan, Rian di sana juga!"
"Itu Wira, terus mengikuti Anjas dan Niko!"
Menit demi menit terus mereka perhatikan, dan hanya dua video itu saja yang menjadi prioritas mereka berdua. Hingga sampai Nayla pergi meninggalkan kantin saat Rian duduk di mejanya. Mereka lantas terus mengikuti ke mana Nayla pergi. Semua tak luput dari pengawasan CCTV hingga, saat Wira dan Nayla yang mengikuti Anjas dan Niko yang meninggalkan taman kampus beberapa saat lalu.
"Nggak ada lagi?"
"Daerah itu nggak ada CCTV nya, Dude," cetus Putra. Dan pelacakan tersebut berhenti. Tapi setidaknya Arya sudah tau ke mana dirinya harus mencari dua temannya itu. "Sampai gue nggak balik dalam satu jam, kalian cari Bang Ucok. Kasih tau soal ini!" kata Arya tegas. Retno menatap Arya nanar, lantas mengangguk.
"Arya!" panggil Putra. Arya menoleh. Putra melempar sebuah pisau dengan ukiran aneh. Dan berhasil Arya tangkap tanpa terluka. Ia menatap heran ke Putra. "Tusuk jantung nya, atau penggal kepala nya."
Arya lantas mengangguk. Ia lalu meninggalkan perpustakaan dengan langkah pasti. Kaca mata Erica diturunkan hingga ujung hidung nya, menatap kepergian Arya yang baru saja lewat. Beberapa kali mereka terlihat sibuk ke sana ke mari, hingga membuat Erica menggelengkan kepala. Ia kembali pada buku- buku di depan nya yang harus dibereskan, dan dikembalikan ke rak nya masing - masing.
Langkah Arya sedikit dipercepat. Ia harus segera sampai di sana, walau sebenar
nya ia juga belum tau di mana Nayla dan Wira berada. Karena daerah itu termasuk banyak sekali ruangan kosong yang memang jarang dipakai. Arya harus siap mencari satu demi satu ruangan guna menemukan dua orang itu.
****
Wira dan Nayla kini sudah berada di sebuah ruangan kotor, dengan kondisi kedua tangan dan kakinya yang terikat pada sebuah kursi yang juga sedang mereka duduki. Mulut mereka disumpal kain hingga tidak bisa berteriak kencang. Lima orang pemuda yang beberapa kali mereka temui selama kuliah di kampus ini, tampak mengerikan. Terlebih setelah mereka semua menunjukkan taring yang tersembunyi di atas gusi atas mereka. Runcing dan tajam. Leher mereka bisa dikoyak dengan mudah jika sampai gigi itu hinggap ke kulit mereka. Hanya ada dua kemungkinan yang akan terjadi pada nasib mereka. Mati atau berubah menjadi salah satu seperti mereka. Tentu keduanya adalah pilihan buruk.
"Kenapa kalian bisa mengikuti kami?!" tanya Anjas dengan wajah mengerikan. Wajah aslinya. Anjas mendekat ke Nayla, mencoba meneror gadis itu agar sedikit getar dengan nasibnya sendiri, dan merengek minta dilepaskan. Tapi sayangnya itu bukan gaya Nayla. Dua tawanan mereka itu justru tampak santai dengan situasi hidup mati ini. Nayla beberapa kali terlihat menatap jengah pada mereka berlima, dan membuat Anjas tertarik untuk melepas kain yang menyumpal mulutnya.
"Kamu! Kenapa kamu seolah nggak takut. hah?! Padahal kamu tau siapa kamu, kan?"
"Untuk apa aku takut? Pada segerombolan pengecut seperti kalian!" tantang Nayla.
Wira yang masih diam di tempatnya melirik gadis ini sambil geleng- geleng kepala. Keberanian Nayla memang patut diacungi jempol, tapi cukup membahayakan juga. Wira sebenarnya mampu melepaskan diri dari ikatan yang membelenggunya ini, dan dalam hitungan detik mampu membunuh semua makhluk menjijikan itu. Bagi Wira, ah tidak, Samael, semua makhluk itu menjijikan. Kecuali para Malaikat dan semua penghuni langit.
Dhampire, Vampire, werewolf, Nephilim adalah makhluk yang menyalahi kodrat. Menjijikan dan pantas dibumi hanguskan. Wira sering turun ke bumi untuk menumpas makhluk itu. Menyamar sebagai manusia dan berbaur dengan mereka. Mulai membunuh siapa saja yang pantas di bunuh. Hingga sampai akhirnya, berita tentang reinkarnasi Nayla dan Arya. Dia mulai berhenti dan justru mencari dua orang itu.
Arya dan Nayla merupakan tombak penting dalam masalah ini. Mereka berdua sedang dicari oleh banyak golongan, untuk menjadi sekutu mereka dan jika menolak, tentu tak segan segan akan dibunuhnya. Tugas Wira adalah melindungi mereka berdua dari serangan luar. Terutama para iblis suruhan Raja neraka. Kalau sampai kekuatan Raja neraka bergabung dengan Arya dan Nayla, maka bumi akan gonjang ganjing. Pertumpahan darah akan terjadi di mana mana. Dan akhirnya langit akan terkena imbasnya juga.
Arya dan Nayla merupakan fallen angel yang memang cukup berpengaruh. Kekuatan mereka memang tidak seberapa sekarang. Tapi jika sampai ingatan mereka kembali, maka neraka akan bergetar, langit akan goyah. Dan malaikat pencabut nyawa akan mengerahkan semua pasukannya untuk membunuh mereka berdua. Kutukan itu akan terus terjadi sampai kiamat. Namun, saat ingatan mereka akan asal usul mereka dulu kembali, maka itu akan menjadi awal buruk dari yang terburuk.
Perlawanan dua pasangan kekasih itu, mampu membuat langit porak poranda jika mereka mau. Mereka cukup kuat jika bersama. Lucifer sedang membuat pasukan untuk menantang langit. Dan para fallen angel yang telah mati dihidupkan lagi. Tentu Lucifer sedang mencari semua fallen angel itu. Terutama Arya dan Nayla. Arya yang sebenarnya adalah Samyaza adalah panglima perang yang hebat. Kesayangan Lucifer dan sangat di anda kan oleh para iblis itu.
Semua keputusan ada ditangan Arya. Apakah dia akan menjadi pengikut iblis dan memberontak atau ikut Samael untuk mempertahankan langit.
regmekujo dan 5 lainnya memberi reputasi
6