- Beranda
- Stories from the Heart
Supernatural
...
TS
ny.sukrisna
Supernatural
Quote:
Mungkin agan di sini pernah baca cerita ane yang berjudul pancasona? Kali ini ane akan melanjutkan kisah itu di sini. Yang suka cerita genre fantasi, kasus pembunuhan berantai, gengster werewolf, vampire dan sejenisnya. Silakan mampir.


Quote:
INDEKS
Part 1 abimanyu maheswara
Part 2 abimanyu
Part 3 kalla
Part 4 siapa kalla
Part 5 seorang gadis
part 6 Ellea
part 7 taman
Part 8 kamar ellea
Part 9 pagi bersama ellea
Part 10 rencana
Part 11 tentang kalla
part 12 rumah elang
Part 13 kembali aktivitas
part 14 emosi elang
part 15 janin kalla
part 16 elang
Part 17 vin
Part 18 kantor
Part 19 kemunculan kalla
part 20 pulau titik nol kehidupan
part 21 desa terkutuk
Part 22 wira
Part 23 teman lama
Part 24 patung wira
part 25 teror di rumah John
part 26 tato
part 27 simbol aldebaro
part 28 buku
part 29 kantor kalla
part 30 batu saphire
part 31 Lian dan Ayu
part 32 kakak beradik yang kompak
part 33 penyusup
part 34 kalah jumlah
part 35 lorong rahasia
Part 36 masuk lorong
part 37 cairan aneh
part 38 rahasia kalandra
part 39 Nayaka adalah Kalandra
Part 40 kemampuan nayaka
Part 41 Arkie
Part 42 Arkie (2)
Part 43 peperangan
Part 44 berakhir
Part 45 desa abi
part 46 nabila
part 47 cafe abi
Part 48 Maya
part 49 riki kembali, risna terancam
part 50 iblis bertubuh manusia
part 51 bertemu eliza
part 52 Feliz
Part 53 Bisma
Part 54 ke mana bisma
part 55 rahasia mayat
part 56 bisma kabur
part 57 pertemuan tak terduga
part 58 penyelidikan
part 59 tabir rahasia
part 60 kebakaran
part 61 Bajra
part 62 pengorbanan Bajra
part 63 the best team
part 64 masa lalu
part 65 perang dimulai
part 66 kisah baru
part 67 bertemu vin
part 68 san paz
part 69 cafe KOV
part 70 demigod
part 71 california
part 72 Allea dan Ellea
part 73 rumah ellea
part 74 alan cha
part 75 latin kings
part 76 kediaman faizal
part 77 kematian faizal.
part 78 permainan
part 79 ellea cemburu
part 80 rumah
part 81 keributan
part 82 racun
part 83 mayat
part 84 rencana
part 85 kampung....
Part 86 kematian adi
part 87 tiga sekawan
part 88 zikal
part 89 duri dalam daging
part 90 kerja sama
part 91 Abraham alexi Bonar
part 92 terusir
part 93 penemuan mayat
part 94 dongeng manusia serigala
part 95 hewan atau manusia
part 96 Rendra adalah werewolf
part 97 Beta
part 98 melamar
part 99 pencarian lycanoid
part 100 siapa sebenarnya anda
part 101 terungkap kebenaran
part 102 kisah yang panjang
part 103 buku mantra
part 104 sebuah simbol
part 105 kaki tangan
part 106 pertikaian
part 107 bertemu elizabet
part 108 orang asing
part 109 mantra eksorsisme
part 110 Vin bersikap aneh
part 111 Samael
part 112 Linda sang paranormal
part 113 reinkarnasi
part 114 Nayla
part 115 Archangel
part 116 Flashback vin kesurupan
part 117 ritual
part 118 darah suci
part 119 Lasha
part 120 Amon
part 121 masa lalu arya
part 122 sekte sesat
part 123 sekte
part 124 bu rahayu
part 125 dhampire
part 126 penculikan
part 127 pengakuan rian.
part 128 azazil
part 129 ungkapan perasaan
part 130 perjalanan pertama
part 131 desa angukuni
part 132 Galiyan
part 133 hilang
part 134 Hans dan Jean
part 135 lintah Vlad
part 136 rahasia homestay
part 137 rumah kutukan
part 138 patung aneh
part 139 pulau insula mortem
part 140 mercusuar
part 141 kastil archanum
part 142 blue hole
part 143 jerogumo
part 144 timbuktu
part 145 gerbang gaib
part 146 hutan rougarau
part 147 bertemu azazil
part 148 SMU Mortus
part 149 Wendigo
part 150 danau misterius
part 151 jiwa yang hilang
part 152 serangan di rumah
part 153 misteri di sekolah
part 154 rumah rayi
part 155 makhluk lain di sekolah
part 156 Djin
part 157 menjemput jiwa
part 158 abitra
part 159 kepergian faza
part 160 Sabrina
part 161 puncak emosi
part 162 ilmu hitam
part 163 pertandingan basket
part 164 mariaban
part 165 Dagon
part 166 bantuan
INDEKS LANJUT DI SINI INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 16-05-2023 21:45
itkgid dan 12 lainnya memberi reputasi
13
13.5K
222
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ny.sukrisna
#129
125.dhampire
Akhirnya tugas mereka selesai. Kasus ini akan segera ditindak lanjuti oleh polisi.
Mereka kembali pulang, karena hari sudah malam. Kesaksian mereka yang sudah diberikan di kantor polisi, membuat tubuh mereka lelah. Satu persatu mereka diantar pulang oleh Wira.
Hingga sampai di rumah kos Nayla, hanya tinggal Arya, Wira, dan Nayla. Mobil berhenti tepat di samping trotoar jalan yang langsung terhubung dengan pintu gerbang kos Nayla.
"Thanks semuanya. Makasih banyak, ya. Aku masuk dulu," kata Nayla pamit dengan nada lemah. Wajar saja dia lelah, kejadian itu tentu telah membuat energinya terkuras habis.
"Tunggu, Nay. Biar Arya nemenin kamu dulu di kos, gimana?" tanya Wira sambil melirik pemuda di sampingnya. Arya mengerutkan dahi mendengar kalimat Wira. "Buat jaga-jaga, Ya. Takut Nayla kenapa kenapa lagi," jelas Wira yang terdengar masuk akal.
Namun Arya mencium kebohongan dari sorot mata Wira, tapi apa pun alasan nya diri nya memang ingin memastikan Nayla baik- baik saja malam ini. Mereka berdua akhir nya turun dan masuk ke dalam.
Wira tak langsung pergi, tetapi diam sambil mengamati sosok di bawah pohon yang sangat mencurigakan. Ia kemudian turun dari mobilnya dan mendekat ke pengintai itu. Mengetahui persembunyian nya di ketahui Wira, pria dengan tutup kepala itu segera berlari menjauh. Wira mengejarnya dan melupakan mobil yang ia tinggalkan. Toh, mobilnya tidak akan hilang dan dia juga tidak akan kesulitan bepergian walau tanpa kendaraan. Wira ... Bukan manusia seperti kebanyakan orang. Dia istimewa.
"Masuk dulu, Ya. Aku bersih-bersih dulu, ya," pamit Nayla saat ia sudah membuka pintu kamar nya. Arya tidak menyahut, namun segera masuk dan duduk di lantai yang beralaskan karpet merah itu. Nayla mengambil pakaian terlebih dahulu dari lemari nya, lalu segera masuk ke kamar mandi. Sambil menunggu Nayla selesai mandi, Arya keluar, memeriksa keadaan di lingkungan kos yang Nayla tinggali.
Lingkungan di kos ini sunyi. Walau semua tempat sudah diisi, tapi tidak ada interaksi antar satu dengan lainnya. Hanya sekedar menyapa, itupun hanya orang- orang tertentu saja. Beberapa kali Arya melihat tetangga kos Nayla yang aneh. Menatap ke kamar Nayla dengan tatapan yang tidak bisa ditebak. Tetapi Arya yakin, kalau tatapan itu tidak bersahabat dan memiliki niat tersembunyi.
"Bahaya juga Nayla tinggal di sini. Kebanyakan laki laki dan mereka aneh," gumam Arya. Ia segera menutup pintu kembali. Bertepatan dengan Nayla yang sudah selesai mandi.
"Kenapa, Ya?"
"Eum, nggak apa apa. Udah?"
"Udah."
"...."
"Eum, kamu mau pulang atau ..."
"Aku nginep sini nggak apa- apa? Kayaknya masih rawan kalau aku ninggalin kami sendirian malam ini. Apalagi setelah kejadian tadi."
"Oh, ya nggak apa apa sih. Aku juga sebenarnya takut sendirian di kos. Oh iya, Kebetulan aku punya sleeping bag."
"Nggak usah. Aku tidur di karpet aja."
"Oke." Nayla duduk di pinggir ranjang, sungkan.
"Ya udah, sana kamu tidur."
"Eum, huum. " Nayla lantas naik ke ranjang sambil memeluk guling menghadap tembok. Ia masih sungkan karena ada pria lain di kamarnya. Tapi ia yakin kalau Arya tidak akan berbuat macam macam padanya. Arya terlalu dingin untuk melakukan hal tak senonoh, bahkan Nayla rasa Arya termasuk laki laku yang sulit dekat dengan wanita. Dia berwajah tampan, tapi sikapnya kaku saat berhadapan dengan orang lain, sekalipun itu teman lelaki. Maka tak jarang Arya sering dipandang sinis oleh kebanyakan orang di kampus. Padahal sebenarnya dia adalah orang yang baik dan sangat peduli pada orang di sekitarnya. Arya termasuk orang yang akan rela berkorban untuk membantu orang lain yang benar benar dalam kesulitan. Di balik sikap dinginnya itu, ada sisi hangat yang hanya bisa dirasakan saat sudah dekat dengan pemuda tersebut.
Apalagi dengan penjelasan Retno yang memang membuat Nayla yakin kalau Arya memang laki laki baik, di balik sikap kasarnya pada orang lain. Nayla merasakan sesuatu yang lain ada dalam diri Arya. Hanya saja dia tidak tau apa itu.
Lampu dimatikan, Nayla merasakan selimut di bawahnya bergerak, naik ke atas tubuhnya. "Selamat tidur," kata Arya yang telat menyelimuti Nayla lalu ia merebahkan diri di karpet itu.
Nayla tersenyum.
****
Kompor dinyalakan, air yang direbus oleh Nayla sebentar lagi mendidih. Racikan kopi yang sudah ada dalam cangkir hanya tinggal menunggu diisi oleh air panas yang mendidih. Dua sendok teh kopi yang akan disiram air panas, lalu baru ditambah gula. Begitulah ritualnya membuat kopi sejak dahulu. Racikan kopi ini adalah yang disukai ayahnya dan akan selalu dirindukan sang ayah dari Nayla.
Aroma kopi mulai tercium, hingga ke pangkal hidung Arya. Ia yang masih terlelap dalam tidur, mulai menggeliat dan mengerjapkan kedua matanya.
"Pagi," sapa Nayla melirik sekilas ke arah pemuda itu. Ia melanjutkan acara membuat kopinya.
"Eugh! Udah pagi?" tanya Arya sambil menggumam. Ia menyapu sudut matanya, membersihkan dari tai mata yang mungkin ada di sana.
"Kopi kamu," kata Nayla sambil menyodorkan cangkir kopi ke meja. "Mandi sana, kuliah, kan?"
Arya duduk, merentangkan kedua tangannya ke atas lalu menguap. "Kuliah." Ia meraih cangkir kopinya dan menghirup aromanya sedikit. Kopi panas itu dicecapnya hingga mulutnya seolah merasakan kenikmatan seorang pencinta kopi.
"Ya udah, mandi sana."
"Nanti."
Hening. Keduanya sama - sama diam dengan pikiran masing - masing. Saling menikmati kopi dan pagi yang tengah mereka hadapi bersama. Suatu keadaan yang tidak biasa dan jarang terjadi.
"Eum, Arya ... Terima kasih, ya."
"Sama-sama." Ia tak bereaksi banyak, sorot matanya yang kosong seperti menyiratkan ada sesuatu yang ia pikirkan. Ia kembali teringat Wira. Kedatangan orang itu yang secara tiba-tiba, membuat tanda tanya besar dalam benaknya. Apalagi setelah dia melihat tato di pergelangan tangan Wira kemarin. Tato yang sama seperti yang ia punya. Arya kembali bergelut dengan pikirannya sendiri. Teringat juga perkataan Nayla yang sangat menggebu jika membahas tentang tato ini. Mungkin dia memang harus mulai mempercayai perkataan Nayla?
Arya terkekeh. Hingga membuat gadis di dekatnya itu mengerutkan dahi, heran. "Kenapa?"
"Nggak apa apa." Kembali Arya memasang wajah dingin. "Aku numpang mandi. Tapi nanti pulang dulu ke rumah, ganti baju. Kamu mau berangkat duluan atau gimana?" Sebuah pertanyaan yang lebih menjurus ke ajakan untuk berangkat bersama sebenarnya. Karena Arya tau, kalau mobil Nayla belum diambil dari bengkel.
"Bareng."
"Oke." Ia beranjak ke kamar mandi. Meninggalkan Nayla yang masih duduk menatapnya.
****
Kemeja kemarin sudah diganti dengan yang baru. Lebih bersih dan wangi tentunya. Membuat Nayla yang kini duduk di jok belakang motor Arya, makin menempel padanya.
Pelataran parkir kampus timur sudah hampir penuh. Tempat ini adalah tempat parkir yang biasa mereka pakai selama ini, karena paling dekat dengan kelas mereka. Nayla turun dari motor, lalu menyapu pandang ke sekitar. Ia sedikit mengernyitkan kening sambil meletakan tangan kanannya di atas dahinya, saat mendapati beberapa orang sedang berkerumun di sebuah kelas yang letaknya ada di sebelah kelas mereka.
"Ada apa, ya?" gumam Nayla sambil memberikan helm pada Arya. Arya yang melihat gadis itu aneh, lantas mengikuti arah tatapannya. Ia lantas melihat Wira sudah ada di Tenga kerumunan itu. Bersama Putra dan Retno.
"Yuk, ke sana," ajak Arya, berjalan lebih dulu. Nayla mengekor sambil menahan rasa penasarannya yang sudah ada di ubun-ubun.
"Ada apa sih?" Bisik bisik mulai terdengar di kerumunan itu. Ruangan di dalam terlihat penuh sesak, namun hanya ada di bagian dekat pintu saja.
"Permisi." Arya menyusup ke celah-celah kerumunan mahasiswa yang mengantre di depan pintu. Ia melambaikan tangan terlebih dahulu ke arah Putra yang sudah ada di dalam bersama yang lain. Beberapa polisi sudah ada di dalam, ada beberapa orang yang memakai pakaian yang serba tertutup dengan tulisan FORENSIK di belakang kemejanya.
"Ada apa sih?" tanya Arya sambil memperhatikan sekitar mereka.
"Ada yang mati."
"Siapa?"
"Ferdie. Darahnya habis dihisap, hih, ada vampire," bisik Putra ke Arya yang berdiri di sampingnya.
"Tapi, kejadiannya belum lama," cetus Wira. "Kalian lihat itu?" tunjuknya ke lantai yang terdapat bekas ceceran darah dari Ferdie. "Masih basah, dan belum kering."
"Ferdie datang jam berapa emangnya?" tanya Nayla.
"Baru aja, Nay. Belum lama. Soalnya aku ketemu dia di depan tadi pas berangkat. Sekitar satu jam lalu," jelas Retno.
"Sebaiknya kita keluar," perintah Arya saat melihat beberapa anggota polisi menatap ke arah mereka, curiga.
Koridor kampus menjadi sunyi, beberapa orang memilih tinggal di kelas Ferdie untuk melihat perkembangan selanjutnya. Karena kegiatan kuliah hari ini akan ditiadakan, hanya saja seluruh mahasiswa tidak boleh meninggalkan gedung ini, karena harus dimintai pertanyaan dari beberapa petugas.
Keempat mahasiswa itu kini duduk di perpustakaan. Tempat itu mendadak ramai oleh beberapa mahasiswa lain yang memilih menghabiskan waktu di tempat ini, menghindari polisi, dengan berpura-pura sibuk dengan buku di hadapan mereka. Padahal mereka sibuk dengan gadget di antara kedua lutut mereka. Menonton beberapa cuplikan film blue dengan meminimalisir suaranya agar tidak di dengar yang lain. Padahal teman di sebelahnya juga melakukan hal yang sama.
Mereka berempat memilih lantai atas, tempat biasa Nayla menghabiskan waktu dengan tumpukan buku fiksi ilmiah kesukaannya. Namun mendadak ia juga fiksi religi yang menghubungkan dengan malaikat dan kisah epicnya.
"Kalian percaya vampire, kan?" tanya Putra antusias. Nayla dan Retno mengangguk cepat, pertanda sangat menikmati pembicaraan yang akan mereka bahas ini. Dalam pikiran Retno, vampire dalam bayangannya adalah mirip Edward Pattinson yang tampan dan tidak menghisap darah manusia. Film itu memang sukses menarik kaum hawa untuk mendapat jodoh seorang vampir. Berbeda dengan Nayla, ia sangat menyukai makhluk jenis ini, karena cara mereka hidup, kebiasaan, serta ciri khasnya dan ia juga tau cara membunuh mereka. Baginya ia sangat menunggu momen untuk memburu makhluk penghisap darah itu.
"Tapi apa pun yang membunuh Ferdie bukan vampire," cetus Wira sambil menatap ke arah lain.
"Yah, memang. Dia bukan vampire, tapi dhampire!" tukas Nayla semangat.
"Dhampire? Apa itu? Kenapa kamu bisa bilang begitu?" Arya yang penasaran, mulai tertarik dengan semua isi kepala Nayla. Dan ingin mengorek semua informasi lebih dalam yang gadis itu punya.
"Dhampire adalah keturunan vampir dengan manusia, di mana mereka memiliki ayah seorang vampire dan ibu manusia. Tapi konon kekuatan mereka sama kuatnya seperti vampire, bahkan lebih besar. Kenapa aku bilang lebih besar, karena mereka tidak takut dengan cahaya matahari." Ia membetulkan posisi duduknya sambil menatap ketiga temannya itu, "Ferdie dibunuh kurang lebih dalam satu jam terakhir, bukan? Sementara ini sudah siang. Matahari sudah muncul, dan vampire ... tidak akan sebodoh itu keluar untuk menantang matahari, selapar apa pun mereka!" Penjelasan Nayla cukup membuat mereka paham akan apa yang sedang dihadapi. Wira hanya menarik kedua sudut bibirnya, menatap gadis itu yang memiliki karakter hampir berbeda dengan Nayla terakhir yang ia kenal. Wira juga sependapat dengan perkataan Nayla.
"Kalau yang benar membunuh Ferdie itu dhampire, itu berarti dia ada di antara salah satu dari kita. Aku yakin dia kuliah di tempat ini juga, dan kita harus waspada." Arya menarik nafas panjang lalu menghembuskannya kasar.
"Atau kita coba pecahkan kasus ini?" tanya Nayla bersemangat. Arya langsung meliriknya dingin, seolah tidak sependapat dengan perkataan gadis itu. Entah kenapa Nayla suka sekali menantang bahaya. Begitu yang ada di pikiran Arya sekarang.
"Kamu ini ...." Akhirnya Arya melontarkan kalimat kekesalannya, dan ditanggapi senyum lebar gadis situ dan entah kenapa jantungnya berdetak kencang. Desiran hatinya terasa aneh. Ia baru pernah merasakan hal ini.
"Kenapa? Nggak ada salahnya, kan? Apalagi ini ada di lingkungan kampus kita, berbahaya juga untuk kita, kecuali kamu bukan manusia, tidak perlu khawatir." Kalimat itu sontak menyindir Wira yang kini merasakan serak di tenggorokannya.
"Kenapa?" tanya Nayla yang menyadari reaksi aneh dari Wira. "Kamu bukan manusia?"
"Kamu bilang apa sih? Kamu pikir aku dhampire? Gila!"
"Mungkin bukan dhampire, tetapi ...." Ia memajukan tubuhnya ke arah Wira. "Makhluk aneh lain."
Semua orang saling tatap dan melihat Wira curiga, dan berakhir dengan tawa Nayla yang membuat satu sama lain menarik nafas kesal. "Kalian serius banget! Aku kan cuma bercanda," cetus gadis itu dengan kekehan yang tak kunjung habis.
"Nggak lucu, Nay!" omel Retno sambil melirik Wira. Retno memiliki ketertarikan pada Wira, wajar saja, pemuda itu memang sangat menarik jika dilihat dari segi mana pun. Bahkan lebih ramah dari Arya. Arya juga memiliki ketampanan yang sebanding dengan Wira, hanya saja Retno tidak tertarik padanya.
***
Mereka sepakat untuk menyelidiki kasus ini secara diam-diam. Perkataan Nayla memang masuk akal, dan rasa penasaran mereka kini sudah terpupuk dalam dan besar. Mereka mulai menyusuri semua hal tentang Ferdie, siapa dia, bagaimana kesehariannya, siapa saja teman dekatnya, siapa saja musuhnya. Dan kini mereka menjadi detektif dadakan.
"Ferdie punya pacar, namanya Naomi."
"Naomi anak komunikasi? Yang rambutnya blonde itu?"
"Yes, thats right!"
"Kalau musuh bagaimana?" tanya Nayla memotong diskusi Putra dan Retno.
"Ada satu, katanya aku pernah lihat mereka berantem di halaman belakang. Rian. Laki-laki yang waktu hari pertama kuliah deketin Nayla di kantin," jelas Arya. Nayla menatap langit-langit, sambil mengingat apa yang diucapkan Arya barusan. Tak lama ia kemudian mengangguk, pertanda ingat.
"Kenapa mereka berantem? Pasti ada alasannya, kan? Lagi pula Rian kan memang sumber masalah," cetus Retno yang seperti paham pemuda itu.
"Tau dari mana Rian sumber masalah?"
"Lah siapa sih yang nggak kenal Rian? Dia, kan, tukang buat onar di kampus sejak dulu. Aku denger gosip soal dia, dia itu fuck boy, dan sering ribut sama sesama mahasiswa, apalagi kalau menyangkut cewek cantik," tambah Retno.
"Oke, kita masukan Rian dalam daftar yang patut untuk kita curigai, sambil kita selidiki lagi bagaimana Rian selama ini!" saran Nayla. "Ada lagi?"
"Stefan, Niko, Anjas, dan Tris. Kita harus selidiki mereka semua."
"Oke, bagi tugas! Masing-masing ikuti mereka, nanti kita kumpul lagi di sini, bagaimana?' tanya Wira.
"Setuju," seru Nayla bersemangat.
"Tapi jaga jarak, jangan sampai mereka tau kalau kita sedang ikuti. Kita nggak tau siapa di antara mereka yang ternyata seorang dhampire! Terutama kamu!" cetus Arya lalu menunjuk Nayla.
"Kok aku?" tanyanya heran.
"Karena hanya kamu yang paling bersemangat dalam hal ini, dan kamu pasti akan gegabah dalam bertindak." Nayla menyela, namun hanya mengerucutkan bibirnya mendengar kalimat menyebalkan keluar dari mulut Arya, tetapi dalam lubuk hatinya, ia menyetujui hal itu, hanya saja egonya menolak semua itu. Yah, begitulah wanita.
"Sok tau!"
'Memang iya, kan?"
"Hey, sudah. Ayok kita bertindak!" potong Wira. Ia segera meraih tas ransel yang diletakkan di meja, turun ke tangga dan memulai semua rencana yang sudah mereka susun rapi tadi. Ia bertugas mengikuti Stefan dan Niko, karena mereka berdua adalah sahabat karib.
Nayla juga menyusul langkah Wira, untuk menyelesaikan tugasnya. Ia memilih menguntit Rian. Arya kemudian beranjak, dan berjalan hampir mensejajari Nayla yang kini sudah keluar dari perpustakaan.
"Apa?" tanya Nayla sedikit sinis ke pemuda di sampingnya.
"Hati-hati." Arya langsung mempercepat langkahnya dan menghilang di ujung koridor, untuk mencari Anjas. Nayla hanya berdecih sambil mengambil jalan sebaliknya. Mereka harus melakukan tugas masing-masing tentu dengan prosedur keamanan yang sudah disepakati. Tris adalah bagian Retno dan Putra. Mereka berdua adalah yang paling lemah dan memang harus bekerja bersama agar menjadi maksimal. Tetapi Putra adalah yang paling cerdas di antara mereka dalam hal mengumpulkan informasi melalui laptop nya.
***
Nayla menemukan Rian dengan cepat, dia sudah hafal di mana saja fuck boy itu biasanya mangkal. Kantin. Bersama tiga orang teman karib nya yang dulu pernah hampir menggoda nya saat pertama kali masuk kuliah. Kantin cukup ramai, tapi tidak penuh sesak. Setidak nya Nayla bisa mendapat kuris untuk dirinya sendiri setelah memesan soft drink untuk menyamarkan acara menguntit nya.
Terakhir kali ia melihat Rian aneh. Dan kali ini adalah waktu yang tepat untuk mencari tau siapa sebenar nya pemuda itu. Mata hitam yang ia lihat tempo hari merupakan salah satu hal aneh yang ingin Nayla ketahui. Rian itu dhampire atau kerasukan iblis?
Ia memilih sebuah meja yang tidak begitu jauh dari Rian berada. Meja empat pemuda fuck Boyz itu paling riuh di antara yang lain, setiap ada mahasiswi yang melintas di dekat mereka, akan menjadi bulan-bulanan untuk digoda. Ada yang memilih diam, ada yang membalas dengan perkataan sinis. Nayla terus memperhatikan Rian sejak tadi. Milkshake rasa bubble gum yang ia pesan mampu menutupi sorot matanya yang bagai CCTV ke Rian. Sesekali Nayla menunduk agar sikapnya tidak terendus mereka. Sampai akhirnya Rian memperhatikan Nayla. Smirk diperlihatkan berikut dengan sorot mata Rian yang berubah hitam semua. Itu hanya berlangsung selama beberapa detik saja, dan tidak akan terlihat jelas jika tidak dilihat dengan seksama. Rian beranjak. Mendorong kursi yang ia duduki ke belakang, kerah kemeja ia betulkan lalu berdeham, karena ia berniat mendekat ke Nayla yang sedang sendirian. Nayla menyadari kalau dirinya akan menjadi target Rian. Ia tetap berusaha memasang sikap santai, walau sebenar nya jantung nya berdengung sangat kencang.
Kursi di depan Nayla di tarik mundur, Rian kemudian duduk di depan gadis itu. Bau belerang tercium di pangkal hidung gadis itu. Udara sekitar nya mendadak terasa panas. Nayla tersenyum sinis.
"Tumben sendirian?" tanya Rian, basa basi.
"Memang nya kenapa?"
"Pengawal mu nggak ikut?"
"Arya? Dia sibuk."
"Baguslah kalau begitu."
"Kamu tau kabar kematian Ferdi?"
Rian menarik nafas nya, lalu menatap ke luar kantin, di mana banyak mahasiswa mondar mandir setelah menjalani interogasi oleh polisi. "Yah, mati dengan kehabisan darah. Aneh, kan? Mungkin di sekolah kita ada vampir?" katanya seolah meremehkan, ia terkekeh dengan sikap masa bodoh.
"Mungkin. Itu yang sedang polisi cari. Tapi kalau iblis di kampus ini, justru ada," kata Nayla dengan menekan pada kata iblis tadi. Rian langsung menatap nya dingin. Ia menarik sebelah bibir nya lalu berdecak. "Iblis? Yah, kamu sudah menemukan banyak mahasiswa yang kurang ajar seperti nya. Sampai sampai kamu bilang begitu."
"Bukan. Bukan iblis seperti itu yang aku maksud. Tapi iblis secara harfiah. Kau tau, Rian, kalau ada beberapa iblis yang bisa merasuki tubuh manusia. Menguasai kehidupan manusia itu untuk jalan hitam."
'Wow, benar, kah?"
"Yah, itu benar. Dan aku menemukan satu yang seperti itu!" kata Nayla tegas, sorot mata nya menatap dingin ke arah Rian. Rian bersikap sama. Sikapnya berubah dingin menanggapi gadis itu.
"Bagaimana kamu tau, jalang!" bisik Rian sambil mencondongkan sedikit tubuh nya ke depan. mendekat ke Nayla yang terkesan santai menghadapi nya.
"Cih, aku melihatnya. Kau pikir aku gadis bodoh?" sinis Nayla, menantang Rian. "Dan, asal kau tau, kau tidak akan bisa menyakitiku. Jadi kalau kau masih ada di tubuh itu, bersiaplah. Akan aku buat kamu keluar dari sana dengan cara menyakitkan!" Nayla mengikuti cara Rian berbicara tadi dengan penuh keyakinan. Ia lantas beranjak dan pergi dari tempat itu. Karena bukan Rian yang sedang mereka cari. Tetapi Rian adalah salah satu target nya nanti.
Rian menatap kepergian gadis itu dengan tatapan dendam. "Awas kau!" ancam nya menggumam sendiri.
***
Mereka kembali pulang, karena hari sudah malam. Kesaksian mereka yang sudah diberikan di kantor polisi, membuat tubuh mereka lelah. Satu persatu mereka diantar pulang oleh Wira.
Hingga sampai di rumah kos Nayla, hanya tinggal Arya, Wira, dan Nayla. Mobil berhenti tepat di samping trotoar jalan yang langsung terhubung dengan pintu gerbang kos Nayla.
"Thanks semuanya. Makasih banyak, ya. Aku masuk dulu," kata Nayla pamit dengan nada lemah. Wajar saja dia lelah, kejadian itu tentu telah membuat energinya terkuras habis.
"Tunggu, Nay. Biar Arya nemenin kamu dulu di kos, gimana?" tanya Wira sambil melirik pemuda di sampingnya. Arya mengerutkan dahi mendengar kalimat Wira. "Buat jaga-jaga, Ya. Takut Nayla kenapa kenapa lagi," jelas Wira yang terdengar masuk akal.
Namun Arya mencium kebohongan dari sorot mata Wira, tapi apa pun alasan nya diri nya memang ingin memastikan Nayla baik- baik saja malam ini. Mereka berdua akhir nya turun dan masuk ke dalam.
Wira tak langsung pergi, tetapi diam sambil mengamati sosok di bawah pohon yang sangat mencurigakan. Ia kemudian turun dari mobilnya dan mendekat ke pengintai itu. Mengetahui persembunyian nya di ketahui Wira, pria dengan tutup kepala itu segera berlari menjauh. Wira mengejarnya dan melupakan mobil yang ia tinggalkan. Toh, mobilnya tidak akan hilang dan dia juga tidak akan kesulitan bepergian walau tanpa kendaraan. Wira ... Bukan manusia seperti kebanyakan orang. Dia istimewa.
"Masuk dulu, Ya. Aku bersih-bersih dulu, ya," pamit Nayla saat ia sudah membuka pintu kamar nya. Arya tidak menyahut, namun segera masuk dan duduk di lantai yang beralaskan karpet merah itu. Nayla mengambil pakaian terlebih dahulu dari lemari nya, lalu segera masuk ke kamar mandi. Sambil menunggu Nayla selesai mandi, Arya keluar, memeriksa keadaan di lingkungan kos yang Nayla tinggali.
Lingkungan di kos ini sunyi. Walau semua tempat sudah diisi, tapi tidak ada interaksi antar satu dengan lainnya. Hanya sekedar menyapa, itupun hanya orang- orang tertentu saja. Beberapa kali Arya melihat tetangga kos Nayla yang aneh. Menatap ke kamar Nayla dengan tatapan yang tidak bisa ditebak. Tetapi Arya yakin, kalau tatapan itu tidak bersahabat dan memiliki niat tersembunyi.
"Bahaya juga Nayla tinggal di sini. Kebanyakan laki laki dan mereka aneh," gumam Arya. Ia segera menutup pintu kembali. Bertepatan dengan Nayla yang sudah selesai mandi.
"Kenapa, Ya?"
"Eum, nggak apa apa. Udah?"
"Udah."
"...."
"Eum, kamu mau pulang atau ..."
"Aku nginep sini nggak apa- apa? Kayaknya masih rawan kalau aku ninggalin kami sendirian malam ini. Apalagi setelah kejadian tadi."
"Oh, ya nggak apa apa sih. Aku juga sebenarnya takut sendirian di kos. Oh iya, Kebetulan aku punya sleeping bag."
"Nggak usah. Aku tidur di karpet aja."
"Oke." Nayla duduk di pinggir ranjang, sungkan.
"Ya udah, sana kamu tidur."
"Eum, huum. " Nayla lantas naik ke ranjang sambil memeluk guling menghadap tembok. Ia masih sungkan karena ada pria lain di kamarnya. Tapi ia yakin kalau Arya tidak akan berbuat macam macam padanya. Arya terlalu dingin untuk melakukan hal tak senonoh, bahkan Nayla rasa Arya termasuk laki laku yang sulit dekat dengan wanita. Dia berwajah tampan, tapi sikapnya kaku saat berhadapan dengan orang lain, sekalipun itu teman lelaki. Maka tak jarang Arya sering dipandang sinis oleh kebanyakan orang di kampus. Padahal sebenarnya dia adalah orang yang baik dan sangat peduli pada orang di sekitarnya. Arya termasuk orang yang akan rela berkorban untuk membantu orang lain yang benar benar dalam kesulitan. Di balik sikap dinginnya itu, ada sisi hangat yang hanya bisa dirasakan saat sudah dekat dengan pemuda tersebut.
Apalagi dengan penjelasan Retno yang memang membuat Nayla yakin kalau Arya memang laki laki baik, di balik sikap kasarnya pada orang lain. Nayla merasakan sesuatu yang lain ada dalam diri Arya. Hanya saja dia tidak tau apa itu.
Lampu dimatikan, Nayla merasakan selimut di bawahnya bergerak, naik ke atas tubuhnya. "Selamat tidur," kata Arya yang telat menyelimuti Nayla lalu ia merebahkan diri di karpet itu.
Nayla tersenyum.
****
Kompor dinyalakan, air yang direbus oleh Nayla sebentar lagi mendidih. Racikan kopi yang sudah ada dalam cangkir hanya tinggal menunggu diisi oleh air panas yang mendidih. Dua sendok teh kopi yang akan disiram air panas, lalu baru ditambah gula. Begitulah ritualnya membuat kopi sejak dahulu. Racikan kopi ini adalah yang disukai ayahnya dan akan selalu dirindukan sang ayah dari Nayla.
Aroma kopi mulai tercium, hingga ke pangkal hidung Arya. Ia yang masih terlelap dalam tidur, mulai menggeliat dan mengerjapkan kedua matanya.
"Pagi," sapa Nayla melirik sekilas ke arah pemuda itu. Ia melanjutkan acara membuat kopinya.
"Eugh! Udah pagi?" tanya Arya sambil menggumam. Ia menyapu sudut matanya, membersihkan dari tai mata yang mungkin ada di sana.
"Kopi kamu," kata Nayla sambil menyodorkan cangkir kopi ke meja. "Mandi sana, kuliah, kan?"
Arya duduk, merentangkan kedua tangannya ke atas lalu menguap. "Kuliah." Ia meraih cangkir kopinya dan menghirup aromanya sedikit. Kopi panas itu dicecapnya hingga mulutnya seolah merasakan kenikmatan seorang pencinta kopi.
"Ya udah, mandi sana."
"Nanti."
Hening. Keduanya sama - sama diam dengan pikiran masing - masing. Saling menikmati kopi dan pagi yang tengah mereka hadapi bersama. Suatu keadaan yang tidak biasa dan jarang terjadi.
"Eum, Arya ... Terima kasih, ya."
"Sama-sama." Ia tak bereaksi banyak, sorot matanya yang kosong seperti menyiratkan ada sesuatu yang ia pikirkan. Ia kembali teringat Wira. Kedatangan orang itu yang secara tiba-tiba, membuat tanda tanya besar dalam benaknya. Apalagi setelah dia melihat tato di pergelangan tangan Wira kemarin. Tato yang sama seperti yang ia punya. Arya kembali bergelut dengan pikirannya sendiri. Teringat juga perkataan Nayla yang sangat menggebu jika membahas tentang tato ini. Mungkin dia memang harus mulai mempercayai perkataan Nayla?
Arya terkekeh. Hingga membuat gadis di dekatnya itu mengerutkan dahi, heran. "Kenapa?"
"Nggak apa apa." Kembali Arya memasang wajah dingin. "Aku numpang mandi. Tapi nanti pulang dulu ke rumah, ganti baju. Kamu mau berangkat duluan atau gimana?" Sebuah pertanyaan yang lebih menjurus ke ajakan untuk berangkat bersama sebenarnya. Karena Arya tau, kalau mobil Nayla belum diambil dari bengkel.
"Bareng."
"Oke." Ia beranjak ke kamar mandi. Meninggalkan Nayla yang masih duduk menatapnya.
****
Kemeja kemarin sudah diganti dengan yang baru. Lebih bersih dan wangi tentunya. Membuat Nayla yang kini duduk di jok belakang motor Arya, makin menempel padanya.
Pelataran parkir kampus timur sudah hampir penuh. Tempat ini adalah tempat parkir yang biasa mereka pakai selama ini, karena paling dekat dengan kelas mereka. Nayla turun dari motor, lalu menyapu pandang ke sekitar. Ia sedikit mengernyitkan kening sambil meletakan tangan kanannya di atas dahinya, saat mendapati beberapa orang sedang berkerumun di sebuah kelas yang letaknya ada di sebelah kelas mereka.
"Ada apa, ya?" gumam Nayla sambil memberikan helm pada Arya. Arya yang melihat gadis itu aneh, lantas mengikuti arah tatapannya. Ia lantas melihat Wira sudah ada di Tenga kerumunan itu. Bersama Putra dan Retno.
"Yuk, ke sana," ajak Arya, berjalan lebih dulu. Nayla mengekor sambil menahan rasa penasarannya yang sudah ada di ubun-ubun.
"Ada apa sih?" Bisik bisik mulai terdengar di kerumunan itu. Ruangan di dalam terlihat penuh sesak, namun hanya ada di bagian dekat pintu saja.
"Permisi." Arya menyusup ke celah-celah kerumunan mahasiswa yang mengantre di depan pintu. Ia melambaikan tangan terlebih dahulu ke arah Putra yang sudah ada di dalam bersama yang lain. Beberapa polisi sudah ada di dalam, ada beberapa orang yang memakai pakaian yang serba tertutup dengan tulisan FORENSIK di belakang kemejanya.
"Ada apa sih?" tanya Arya sambil memperhatikan sekitar mereka.
"Ada yang mati."
"Siapa?"
"Ferdie. Darahnya habis dihisap, hih, ada vampire," bisik Putra ke Arya yang berdiri di sampingnya.
"Tapi, kejadiannya belum lama," cetus Wira. "Kalian lihat itu?" tunjuknya ke lantai yang terdapat bekas ceceran darah dari Ferdie. "Masih basah, dan belum kering."
"Ferdie datang jam berapa emangnya?" tanya Nayla.
"Baru aja, Nay. Belum lama. Soalnya aku ketemu dia di depan tadi pas berangkat. Sekitar satu jam lalu," jelas Retno.
"Sebaiknya kita keluar," perintah Arya saat melihat beberapa anggota polisi menatap ke arah mereka, curiga.
Koridor kampus menjadi sunyi, beberapa orang memilih tinggal di kelas Ferdie untuk melihat perkembangan selanjutnya. Karena kegiatan kuliah hari ini akan ditiadakan, hanya saja seluruh mahasiswa tidak boleh meninggalkan gedung ini, karena harus dimintai pertanyaan dari beberapa petugas.
Keempat mahasiswa itu kini duduk di perpustakaan. Tempat itu mendadak ramai oleh beberapa mahasiswa lain yang memilih menghabiskan waktu di tempat ini, menghindari polisi, dengan berpura-pura sibuk dengan buku di hadapan mereka. Padahal mereka sibuk dengan gadget di antara kedua lutut mereka. Menonton beberapa cuplikan film blue dengan meminimalisir suaranya agar tidak di dengar yang lain. Padahal teman di sebelahnya juga melakukan hal yang sama.
Mereka berempat memilih lantai atas, tempat biasa Nayla menghabiskan waktu dengan tumpukan buku fiksi ilmiah kesukaannya. Namun mendadak ia juga fiksi religi yang menghubungkan dengan malaikat dan kisah epicnya.
"Kalian percaya vampire, kan?" tanya Putra antusias. Nayla dan Retno mengangguk cepat, pertanda sangat menikmati pembicaraan yang akan mereka bahas ini. Dalam pikiran Retno, vampire dalam bayangannya adalah mirip Edward Pattinson yang tampan dan tidak menghisap darah manusia. Film itu memang sukses menarik kaum hawa untuk mendapat jodoh seorang vampir. Berbeda dengan Nayla, ia sangat menyukai makhluk jenis ini, karena cara mereka hidup, kebiasaan, serta ciri khasnya dan ia juga tau cara membunuh mereka. Baginya ia sangat menunggu momen untuk memburu makhluk penghisap darah itu.
"Tapi apa pun yang membunuh Ferdie bukan vampire," cetus Wira sambil menatap ke arah lain.
"Yah, memang. Dia bukan vampire, tapi dhampire!" tukas Nayla semangat.
"Dhampire? Apa itu? Kenapa kamu bisa bilang begitu?" Arya yang penasaran, mulai tertarik dengan semua isi kepala Nayla. Dan ingin mengorek semua informasi lebih dalam yang gadis itu punya.
"Dhampire adalah keturunan vampir dengan manusia, di mana mereka memiliki ayah seorang vampire dan ibu manusia. Tapi konon kekuatan mereka sama kuatnya seperti vampire, bahkan lebih besar. Kenapa aku bilang lebih besar, karena mereka tidak takut dengan cahaya matahari." Ia membetulkan posisi duduknya sambil menatap ketiga temannya itu, "Ferdie dibunuh kurang lebih dalam satu jam terakhir, bukan? Sementara ini sudah siang. Matahari sudah muncul, dan vampire ... tidak akan sebodoh itu keluar untuk menantang matahari, selapar apa pun mereka!" Penjelasan Nayla cukup membuat mereka paham akan apa yang sedang dihadapi. Wira hanya menarik kedua sudut bibirnya, menatap gadis itu yang memiliki karakter hampir berbeda dengan Nayla terakhir yang ia kenal. Wira juga sependapat dengan perkataan Nayla.
"Kalau yang benar membunuh Ferdie itu dhampire, itu berarti dia ada di antara salah satu dari kita. Aku yakin dia kuliah di tempat ini juga, dan kita harus waspada." Arya menarik nafas panjang lalu menghembuskannya kasar.
"Atau kita coba pecahkan kasus ini?" tanya Nayla bersemangat. Arya langsung meliriknya dingin, seolah tidak sependapat dengan perkataan gadis itu. Entah kenapa Nayla suka sekali menantang bahaya. Begitu yang ada di pikiran Arya sekarang.
"Kamu ini ...." Akhirnya Arya melontarkan kalimat kekesalannya, dan ditanggapi senyum lebar gadis situ dan entah kenapa jantungnya berdetak kencang. Desiran hatinya terasa aneh. Ia baru pernah merasakan hal ini.
"Kenapa? Nggak ada salahnya, kan? Apalagi ini ada di lingkungan kampus kita, berbahaya juga untuk kita, kecuali kamu bukan manusia, tidak perlu khawatir." Kalimat itu sontak menyindir Wira yang kini merasakan serak di tenggorokannya.
"Kenapa?" tanya Nayla yang menyadari reaksi aneh dari Wira. "Kamu bukan manusia?"
"Kamu bilang apa sih? Kamu pikir aku dhampire? Gila!"
"Mungkin bukan dhampire, tetapi ...." Ia memajukan tubuhnya ke arah Wira. "Makhluk aneh lain."
Semua orang saling tatap dan melihat Wira curiga, dan berakhir dengan tawa Nayla yang membuat satu sama lain menarik nafas kesal. "Kalian serius banget! Aku kan cuma bercanda," cetus gadis itu dengan kekehan yang tak kunjung habis.
"Nggak lucu, Nay!" omel Retno sambil melirik Wira. Retno memiliki ketertarikan pada Wira, wajar saja, pemuda itu memang sangat menarik jika dilihat dari segi mana pun. Bahkan lebih ramah dari Arya. Arya juga memiliki ketampanan yang sebanding dengan Wira, hanya saja Retno tidak tertarik padanya.
***
Mereka sepakat untuk menyelidiki kasus ini secara diam-diam. Perkataan Nayla memang masuk akal, dan rasa penasaran mereka kini sudah terpupuk dalam dan besar. Mereka mulai menyusuri semua hal tentang Ferdie, siapa dia, bagaimana kesehariannya, siapa saja teman dekatnya, siapa saja musuhnya. Dan kini mereka menjadi detektif dadakan.
"Ferdie punya pacar, namanya Naomi."
"Naomi anak komunikasi? Yang rambutnya blonde itu?"
"Yes, thats right!"
"Kalau musuh bagaimana?" tanya Nayla memotong diskusi Putra dan Retno.
"Ada satu, katanya aku pernah lihat mereka berantem di halaman belakang. Rian. Laki-laki yang waktu hari pertama kuliah deketin Nayla di kantin," jelas Arya. Nayla menatap langit-langit, sambil mengingat apa yang diucapkan Arya barusan. Tak lama ia kemudian mengangguk, pertanda ingat.
"Kenapa mereka berantem? Pasti ada alasannya, kan? Lagi pula Rian kan memang sumber masalah," cetus Retno yang seperti paham pemuda itu.
"Tau dari mana Rian sumber masalah?"
"Lah siapa sih yang nggak kenal Rian? Dia, kan, tukang buat onar di kampus sejak dulu. Aku denger gosip soal dia, dia itu fuck boy, dan sering ribut sama sesama mahasiswa, apalagi kalau menyangkut cewek cantik," tambah Retno.
"Oke, kita masukan Rian dalam daftar yang patut untuk kita curigai, sambil kita selidiki lagi bagaimana Rian selama ini!" saran Nayla. "Ada lagi?"
"Stefan, Niko, Anjas, dan Tris. Kita harus selidiki mereka semua."
"Oke, bagi tugas! Masing-masing ikuti mereka, nanti kita kumpul lagi di sini, bagaimana?' tanya Wira.
"Setuju," seru Nayla bersemangat.
"Tapi jaga jarak, jangan sampai mereka tau kalau kita sedang ikuti. Kita nggak tau siapa di antara mereka yang ternyata seorang dhampire! Terutama kamu!" cetus Arya lalu menunjuk Nayla.
"Kok aku?" tanyanya heran.
"Karena hanya kamu yang paling bersemangat dalam hal ini, dan kamu pasti akan gegabah dalam bertindak." Nayla menyela, namun hanya mengerucutkan bibirnya mendengar kalimat menyebalkan keluar dari mulut Arya, tetapi dalam lubuk hatinya, ia menyetujui hal itu, hanya saja egonya menolak semua itu. Yah, begitulah wanita.
"Sok tau!"
'Memang iya, kan?"
"Hey, sudah. Ayok kita bertindak!" potong Wira. Ia segera meraih tas ransel yang diletakkan di meja, turun ke tangga dan memulai semua rencana yang sudah mereka susun rapi tadi. Ia bertugas mengikuti Stefan dan Niko, karena mereka berdua adalah sahabat karib.
Nayla juga menyusul langkah Wira, untuk menyelesaikan tugasnya. Ia memilih menguntit Rian. Arya kemudian beranjak, dan berjalan hampir mensejajari Nayla yang kini sudah keluar dari perpustakaan.
"Apa?" tanya Nayla sedikit sinis ke pemuda di sampingnya.
"Hati-hati." Arya langsung mempercepat langkahnya dan menghilang di ujung koridor, untuk mencari Anjas. Nayla hanya berdecih sambil mengambil jalan sebaliknya. Mereka harus melakukan tugas masing-masing tentu dengan prosedur keamanan yang sudah disepakati. Tris adalah bagian Retno dan Putra. Mereka berdua adalah yang paling lemah dan memang harus bekerja bersama agar menjadi maksimal. Tetapi Putra adalah yang paling cerdas di antara mereka dalam hal mengumpulkan informasi melalui laptop nya.
***
Nayla menemukan Rian dengan cepat, dia sudah hafal di mana saja fuck boy itu biasanya mangkal. Kantin. Bersama tiga orang teman karib nya yang dulu pernah hampir menggoda nya saat pertama kali masuk kuliah. Kantin cukup ramai, tapi tidak penuh sesak. Setidak nya Nayla bisa mendapat kuris untuk dirinya sendiri setelah memesan soft drink untuk menyamarkan acara menguntit nya.
Terakhir kali ia melihat Rian aneh. Dan kali ini adalah waktu yang tepat untuk mencari tau siapa sebenar nya pemuda itu. Mata hitam yang ia lihat tempo hari merupakan salah satu hal aneh yang ingin Nayla ketahui. Rian itu dhampire atau kerasukan iblis?
Ia memilih sebuah meja yang tidak begitu jauh dari Rian berada. Meja empat pemuda fuck Boyz itu paling riuh di antara yang lain, setiap ada mahasiswi yang melintas di dekat mereka, akan menjadi bulan-bulanan untuk digoda. Ada yang memilih diam, ada yang membalas dengan perkataan sinis. Nayla terus memperhatikan Rian sejak tadi. Milkshake rasa bubble gum yang ia pesan mampu menutupi sorot matanya yang bagai CCTV ke Rian. Sesekali Nayla menunduk agar sikapnya tidak terendus mereka. Sampai akhirnya Rian memperhatikan Nayla. Smirk diperlihatkan berikut dengan sorot mata Rian yang berubah hitam semua. Itu hanya berlangsung selama beberapa detik saja, dan tidak akan terlihat jelas jika tidak dilihat dengan seksama. Rian beranjak. Mendorong kursi yang ia duduki ke belakang, kerah kemeja ia betulkan lalu berdeham, karena ia berniat mendekat ke Nayla yang sedang sendirian. Nayla menyadari kalau dirinya akan menjadi target Rian. Ia tetap berusaha memasang sikap santai, walau sebenar nya jantung nya berdengung sangat kencang.
Kursi di depan Nayla di tarik mundur, Rian kemudian duduk di depan gadis itu. Bau belerang tercium di pangkal hidung gadis itu. Udara sekitar nya mendadak terasa panas. Nayla tersenyum sinis.
"Tumben sendirian?" tanya Rian, basa basi.
"Memang nya kenapa?"
"Pengawal mu nggak ikut?"
"Arya? Dia sibuk."
"Baguslah kalau begitu."
"Kamu tau kabar kematian Ferdi?"
Rian menarik nafas nya, lalu menatap ke luar kantin, di mana banyak mahasiswa mondar mandir setelah menjalani interogasi oleh polisi. "Yah, mati dengan kehabisan darah. Aneh, kan? Mungkin di sekolah kita ada vampir?" katanya seolah meremehkan, ia terkekeh dengan sikap masa bodoh.
"Mungkin. Itu yang sedang polisi cari. Tapi kalau iblis di kampus ini, justru ada," kata Nayla dengan menekan pada kata iblis tadi. Rian langsung menatap nya dingin. Ia menarik sebelah bibir nya lalu berdecak. "Iblis? Yah, kamu sudah menemukan banyak mahasiswa yang kurang ajar seperti nya. Sampai sampai kamu bilang begitu."
"Bukan. Bukan iblis seperti itu yang aku maksud. Tapi iblis secara harfiah. Kau tau, Rian, kalau ada beberapa iblis yang bisa merasuki tubuh manusia. Menguasai kehidupan manusia itu untuk jalan hitam."
'Wow, benar, kah?"
"Yah, itu benar. Dan aku menemukan satu yang seperti itu!" kata Nayla tegas, sorot mata nya menatap dingin ke arah Rian. Rian bersikap sama. Sikapnya berubah dingin menanggapi gadis itu.
"Bagaimana kamu tau, jalang!" bisik Rian sambil mencondongkan sedikit tubuh nya ke depan. mendekat ke Nayla yang terkesan santai menghadapi nya.
"Cih, aku melihatnya. Kau pikir aku gadis bodoh?" sinis Nayla, menantang Rian. "Dan, asal kau tau, kau tidak akan bisa menyakitiku. Jadi kalau kau masih ada di tubuh itu, bersiaplah. Akan aku buat kamu keluar dari sana dengan cara menyakitkan!" Nayla mengikuti cara Rian berbicara tadi dengan penuh keyakinan. Ia lantas beranjak dan pergi dari tempat itu. Karena bukan Rian yang sedang mereka cari. Tetapi Rian adalah salah satu target nya nanti.
Rian menatap kepergian gadis itu dengan tatapan dendam. "Awas kau!" ancam nya menggumam sendiri.
***
regmekujo dan 6 lainnya memberi reputasi
7