- Beranda
- Stories from the Heart
You Are My Destiny
...
TS
loveismyname
You Are My Destiny

2008
“SAH!”
Serta merta, kalimat Tahmid bergema ke seluruh ruangan musholla di pagi yang cerah ini. Begitu banyak wajah bahagia sekaligus haru terlihat. Proses akad nikah memang seharusnya menjadi sesuatu yang sakral, yang membawa kebahagiaan bagi setiap orang yang melaluinya.
Aku termasuk orang yang berbahagia itu. Di hadapan seorang laki-laki yang barusan menjabat tanganku, yang selanjutnya, beliau secara resmi akan kupanggil Papa, aku tidak bisa menyembunyikan rasa haruku. Di sampingku, seorang wanita yang telah kupilih untuk mendampingiku seumur hidup, terus menerus menutup mukanya dengan kedua tangan, mengucap syukur tiada terkira.
Hai Cantik, semoga kamu bahagia juga di sana. Tunggu kami ya.
Spoiler for PERHATIAN !!:
Spoiler for DISCLAIMER !!:
Enjoy

Note : Gue akan berusaha agar cerita ini bisa selesai. Update, sebisa dan semampu gue aja, karena cerita ini sebenarnya sudah gue selesaikan dalam bentuk Ms.Word. Tapi maaf, gue gak bisa setiap hari ngaskus. mohon pengertiannya.
Index
prolog
part 1 the meeting
part 2 how come?
part 3 why
part 4 swimming
part 5 second meeting
part 6 aku
part 7 love story
part 8 mbak adelle
part 9 got ya!!
part 10 third meeting
part 11 kejadian malam itu
part 12 4th meeting
part 13 family
part 14 putus
part 15 comeback
part 16 morning surprise
part 17 we are different
Intermezzo - behind the scenes
Intermezzo - behind the scenes 2
part 18 aku di sini untukmu
part 19 a morning with her
part 20 don't mess with me 1
part 21 don't mess with me 2
part 22 my life has changed
part 23 mati gue !!
part 24 old friend
part 25 kenapa sih
Intermezzo - behind the scenes 3
part 26 halo its me again
part 27 balikan?
part 28 happy independent day
part 29 duet
part 30 sorry, i cant
part 31 night call
part 32 preparation
part 33 lets get the party started
part 34 sweetest sin
part 35 late 2001
part 36 ramadhan tiba
part 37 itu hurts
part 38 sebuah nasihat
part 39 happy new year
part 40 ombak besar
part 41 don't leave me
part 42 my hero
part 43 my hero 2
part 44 desperate
part 45 hah??
part 46 goodbye
part 47 ombak lainnya
part 48 no party
part 49 self destruction
part 50 diam
part 51 finally
part 52 our journey begin
part 53 her circle
part 54 my first kiss
part 55 sampai kapan
part 56 lost control
part 57 trauma
part 58 the missing story
part 59 akhirnya ketahuan
part 60 perencanaan ulang
part 61 komitmen
part 62 work hard
part 63 tembok terbesar
part 64 melihat sisi lain
part 65 proud
part 66 working harder
part 67 shocking news
part 68 she's gone
Intermezzo behind the scenes 4
part 69 time is running out
part 70 one more step
part 71 bali the unforgettable 1
part 72 bali the unforgettable 2
intermezzo behind the scenes 5
part 73 a plan
part 74 a plan 2
part 75 ultimatum
part 76 the day 1
part 77 the day 2
part 78 the day 3
part 79 judgement day
part 80 kami bahagia
part 81 kami bahagia 2
part 82 we are family
part 83 another opportunity
part 84 new career level
part 85 a gentlemen agreement
part 86 bidadari surga
part 87 pertanyaan mengejutkan
part 88 new place new hope
part 89 cobaan menjelang pernikahan 1
part 90 cobaan menjelang pernikahan 2
part 91 hancur
part 92 jiwa yang liar
part 93 tersesat
part 94 mungkinkah
part 95 faith
part 96 our happiness
part 97 only you
part 98 cepat sembuh sayang
part 99 our journey ends
part 100 life must go on
part 101 a new chapter
part 102 Bandung
part 103 we meet again
part 104 what's wrong
part 105 nginep
part 106 Adelle's POV 1
part 107 a beautiful morning
part 108 - terlalu khawatir
part 109 semangat !!
part 110 kejutan yang menyenangkan
part 111 aku harus bagaimana
part 112 reaksinya
part 113 menjauh?
part 114 lamaran
part 115 good night
part 116 satu per satu
part 117 si mata elang
part 118 re united
part 119 hari yang baru
part 120 teguran keras
part 121 open up my heart
part 122 pelabuhan hati
part 123 aku akan menjaganya
part 124 masih di rahasiakan
part 125 surprise
part 126 titah ibu
part 127 kembali
part 128 congratulation 1
part 129 congratulation 2
part 130 you are my destiny
epilog 1
epilog 2
epilog 3
epilog 4
epilog 5
side stry 1 mami and clarissa
side story 2 queen
side story 3 us (adelle's pov 2)
tamat
Diubah oleh loveismyname 03-06-2023 11:22
yputra121097703 dan 72 lainnya memberi reputasi
71
101.6K
953
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
loveismyname
#180
Part 87 - Pertanyaan Mengejutkan
Minggu pagi, aku dan Afei sudah berada di dalam mobil. Kami merencanakan untuk bertemu WO, lalu pergi ke taman untuk booking. Kami benar-benar bersemangat. Padahal, kami seharian sudah berjalan-jalan kemarin.
Menyiapkan pernikahan sendiri, memang menantang, tapi juga menyenangkan.
Yang paling excited ya Afei. Dia benar-benar merencanakan dengan detail, seperti apa pernikahan yang dia inginkan. Tapi yang aku salut, dia tetap pada koridor prinsipnya, sebisa mungkin sesuai kebutuhan dan menyingkirkan keinginan lainnya.
Baginya, kehidupan setelah menikah lebih penting daripada sekedar acara resepsi mewah. Afei sudah mewanti-wanti, agar aku tidak menjual asset yang sudah kumiliki dengan susah payah. Budget yang kuberikan akan dia manfaatkan semaksimal mungkin.
Pernikahan kami terhitung sederhana. Tidak ada acara adat, menyiapkan seragam, dan lain-lain. Sehingga, persiapan kami sebenarnya cukup simple dibanding pernikahan pada umumnya. Tapi karena mengurus sendiri, kami tetap agak kerepotan. Untung Afei tidak bekerja, jadi, dia bisa handle sebagian besar persiapan.
Setelah berbincang dengan team dari WO, kami bertolak ke kota sebelah. Untungnya, perbincangan tidak memakan waktu lama. Team dari WO langsung tertarik dengan konsepku, dan merasa tertantang.
Konsep seperti ini memang masih jarang di Indonesia. Lucunya, WO malah memberikan kami discount. Tapi dengan syarat, jika acaranya sukses, maka acara kami itu akan dijadikan sebagai bahan promosi. Kasarnya kami jadi bintang iklan mereka.
Hahahahaha. Tidak apalah.
Pake aja Bang !! Mayan bisa mejeng jadi bintang iklan !!
Pagi itu tampak lengang. Afei sudah menikmati perjalanan. Dia hanya diam saja dari tadi. Tapi mulutnya terus tersenyum dan tangannya menggenggam tanganku erat. Aku sesekali curi pandang ke arahnya. Ketika mata kami bertemu, aku seperti terbang melayang. Cintaku bertambah besar. Aku tidak bisa menahannya.
Perjalanan menuju taman melewati pemandangan yang sangat indah. Aku dan Afei sampai tidak bisa berkata-kata. Ketika sampai di taman, Afei langsung memeluk lenganku.
“Indah banget sayang.” bisiknya.
Tidak sulit untuk bertemu sang pemilik taman. Taman ini memang di kelola secara pribadi, bersebelahan dengan penginapan. Kami langsung menyampaikan tujuan kami, untuk membooking taman ini. Taman bisa di booking, namun memang harganya sedikit mahal, karena satu paket untuk satu hari penuh. Biasanya taman ini di sewa untuk outbond, baru kali ini disewa untuk pernikahan.
Afei sampai berkerut keningnya.
“Yah, niatnya mau irit, malah bengkak juga ya sayang.” Keluhnya, ketika kami berjalan-jalan di taman itu.
“Ga papa. Uang bisa di cari lagi. Buatku, ini momen untuk seumur hidup. Yang penting nggak ngutang. Kalo uangnya ga ada juga aku ga bakal setuju.” Aku menghiburnya.
“Baju yang kemarin juga agak mahal. Tapi sepadan sih sama kualitasnya.” Afei berkata sambil memandang wajahku. “Kamu sampe bengong gitu, berarti emang bagus.” Lanjutnya sambil tersenyum mengingat momen kemarin.
“Sayang liat deh.” Aku menunjuk ke arah bawah taman ini. Ada sungai kecil yang jernih mengalir di sana. “Tamu undangan pasti suka di sini.” Lanjutku.
Afei langsung berlari ke arah sungai itu. dia segera melepas sepatunya dan berjalan ke tengah sungai.
“Aernya dingin sayang. hahahahaha..seruuuu!!” Afei sedikit berteriak. Dia duduk di atas batu besar, dan kakinya berkecipak memainkan air.
Dia lucu sekali.
“Sayang, kamu setuju sama poligami?” Afei tiba-tiba bertanya hal itu, ketika kami sudah dalam perjalanan pulang.
Aku agak terkejut dengan pertanyaannya. Aku menatapnya, dan melihat dia tersenyum saat mengatakan hal itu.
“Pertanyaan kamu salah sayang.” Jawabku.
Afei sedikit keheranan.
“Maksudnya?” Dia bertanya.
“Bukan aku setuju atau nggak, tapi, aku mau nggak berpoligami. Menurutku itu pertanyaan yang tepat.” Aku menjawab. Afei masih kebingungan.
“Jelasin dong sayang. Aku ga ngerti.” Afei kembali bertanya.
“Sebelum aku jawab, aku pengen nanya dulu. Kenapa tiba-tiba kamu nanya itu, calon istri?” Aku bertanya balik.
“Soalnya, aku tau kalau ada hukum itu di agama kamu, yang bakal jadi agamaku juga nantinya. Selama ini, hanya stigma buruk yang aku dengar tentang itu. Aku pengen tau pendapat kamu tentang itu sayangku, calon suamiku.” Afei masih tersenyum.
Aku menjelaskan sebisa mungkin, sejauh yang aku tahu. Aku yang sudah menduga Afei akan bertanya hal ini, sudah mengantisipasi dengan menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Ya seperti konseling pernikahan. Beberapa mentorku yang aku tanyakan sudah menatapku curiga. Mereka curiga aku akan menikah.
Setelah menjelaskan, aku tersenyum ke arahnya.
Afei ikut tersenyum.
“Jadi kamu mau poligami?” Dia kembali bertanya.
“Kalau mengingat syaratnya, untuk saat ini, aku memilih ga mau.” Aku kembali menjawab.
Aku yakin untuk itu, karena memang persyaratannya berat. Aku benci dengan orang yang menggunakan hukum agama hanya untuk menutupi nafsunya saja.
Senyum Afei mengembang.
“Kamu berhak mengajukan perjanjian pra nikah. Dalam perjanjian itu, kamu bisa menyebutkan tidak ingin di poligami sebagai syarat pernikahan. Jadi, aku wajib setuju sama syarat itu, jika ingin menikahi kamu.” Aku berkata.
“Aku tau kok soal perjanjian pra nikah itu. Tapi, aku ga mau mengajukan syarat itu.” Afei menatapku dalam. Wajahnya tiba-tiba serius. “Aku memperbolehkan kamu poligami kok. Tapi hanya boleh sama satu wanita.” Afei berkata.
Ckiiittttttt…….
Mobil langsung aku rem mendadak.
Aku sangat terkejut dengan kata-katanya.
Apa-apaan dia??
“Dan wanita itu, harus bernama… Adelle.”
Afei berkata tegas.
“Selain dia, ga boleh!!”
Aku terkejut bukan main. Aku segera menepikan mobil perlahan. Setelah berhenti, aku menatapnya, calon istriku yang cantik itu. Aku mencoba mencari rona bercanda di wajahnya.
“Fei, aku ga suka kamu bercanda kayak gitu ya. Ucapan itu doa loh, dan aku ga mau ada doa kayak gitu. aku aja ga bisa ngebayangin kalo aku jauh dari kamu, apalagi ngeduain kamu. Sama sekali ga ada dipikiran aku.” Aku berbicara serius. Tapi Afei malah tersenyum, lalu membelai pipiku lembut.
“Aku ga bercanda sayang.” Afei berkata pelan.
“Emang berat, sih. Ngebayangin kamu jalan sama wanita lain aja, aku bisa nangis tau. Aku kalau malam suka overthinking, terus nangis, ngebayangin kalo kamu nanggepin sms cewek-cewek di hape kamu itu, terus jalan bareng mereka. Merekanya nempel-nempel sama kamu. Untungnya, kamu selalu bisa di percaya."
“Tapi, untuk kasus Mbak Adelle, aku merasa… ya kayak prihatin gitu. Aku tuh kasian banget sebenarnya sama dia sayang. “ Afei mengalihkan pandangannya keluar jendela.
Mobil kami masih berhenti di pinggir jalan.
“Aku dulu, waktu mau di cium paksa mantanku aja, ngerasa kesel dan terhina banget. Apalagi dia Gol? Dia mau di perkoossa!! Nyawanya hampir melayang.” Afei mulai sedih.
“Sebagai cewek, aku bisa banget ngerasain, apa yang dia rasakan waktu itu. buat aku, itu mengerikan banget. Sejak itu, aku simpati sama dia.”
“Gol, kamu masih inget kan, waktu kita ke kampus nyari Mbak Adelle? Dia sampai segitunya menghindari laki-laki. Ya mungkin, karena ada kamu di hatinya, tapi sebab utamanya bukan itu sayang.”
“Dia trauma berat. Dia takut salah pilih lagi. saat ini, hanya ada satu laki-laki di luar keluarganya yang bisa buat dia nyaman. Kamu.”
“Dia sangat mencintai kamu sayang. Apalagi, kamu kan pernah cerita, bahwa sebenarnya, dia juga salah satu cewek yang nyoba jadi pacar kamu. Jadi, apa yang kamu udah lakukan sama dia, malah membuat dia semakin yakin, bahwa kamu adalah orang yang tepat untuknya. Dia masih sangat berharap sama kamu. Bahkan setelah kamu kasih tau, bahwa ada aku di hati kamu, dia ga mundur kan?”
“Aku yakin, bukannya dia ga mau mundur, tapi dia ga bisa sayang. Dia ga bisa ngejauh dari kamu. Dia ga bisa berhenti mikirin kamu. Makanya, apakah aku pernah ngelarang kamu untuk deket-deket sama dia? Apakah aku ngelarang kamu untuk bales smsnya? Nggak kan sayang.” Afei masih berusaha meyakinkan aku.
Aku masih bergeming. Aku masih shock dengan kata-katanya tadi. Afei nampaknya mengerti.
“Sayang, syarat itu ga mutlak kok. bukan berarti kamu harus dan wajib menikahi Mbak Adelle. Bukan itu maksudku. Aku cuma mau bilang, cuma satu wanita yang bisa aku terima jika kamu harus berpoligami, yaitu Mbak Adelle. Alasannya udah aku kasih tau tadi. Tapi ya semua balik lagi ke kamu. Kalo kamu ga mau ya ga papa. Jangan marah ya?” Afei menutup kata-katanya dan mencium tanganku.
Aku menarik nafas berat.
“Ya udah, lagian situasinya sekarang juga sulit. Dia juga menghilang kan. Udah lah, ga usah diomongin lagi masalah ini. Yang pasti, jawaban aku jelas, untuk saat ini aku ga mau poligami. Dan emang aku ga kepikiran ke sana. Untuk Mbak Adelle, kita doakan saja yang terbaik.” Aku berkata.
“Kamu masih khawatirin dia kan?” Afei bertanya sambil tersenyum.
“Ya kalau itu jelas iya. Aku ga akan pungkiri, aku khawatir sama dia. Tapi, itu kan bukan berarti aku cinta sama dia Fei.” Aku menjawab.
“Sayang, jangan marah ya. maaf kalo aku malah ngebahas ini.” ujarnya.
Aku tersenyum.
“Kamu ga salah sayang. Malah bagus kamu ngomong ini dari awal. Aku ga marah kok. Aku ngerti sama jalan pikiran kamu.” Aku berkata.
“Yang pasti, saat ini cuma satu wanita di hati aku, dan aku sayang banget sama dia. Namanya Kristina Chen. Aku ga pernah kepikiran untuk mencintai orang lain. Yang ada di fikiran aku cuma dia. Khayalanku cuma bagaimana aku hidup bersama dia, punya anak, ngasuh anak bersama dia, ngurus rumah sama dia, bekerja keras buat dia, dan menua bersama dia. Ga ada orang lain.” Aku berkata.
“Dan aku, Kristina Chen, akan menua sama kamu. Aku janji.” Afei tersenyum manis.
Kami akhirnya melanjutkan perjalanan.
Otakku penuh dengan berbagai macam pertanyaan.
Kok bisa dia mikir kesitu?
Menyiapkan pernikahan sendiri, memang menantang, tapi juga menyenangkan.
Yang paling excited ya Afei. Dia benar-benar merencanakan dengan detail, seperti apa pernikahan yang dia inginkan. Tapi yang aku salut, dia tetap pada koridor prinsipnya, sebisa mungkin sesuai kebutuhan dan menyingkirkan keinginan lainnya.
Baginya, kehidupan setelah menikah lebih penting daripada sekedar acara resepsi mewah. Afei sudah mewanti-wanti, agar aku tidak menjual asset yang sudah kumiliki dengan susah payah. Budget yang kuberikan akan dia manfaatkan semaksimal mungkin.
Quote:
Pernikahan kami terhitung sederhana. Tidak ada acara adat, menyiapkan seragam, dan lain-lain. Sehingga, persiapan kami sebenarnya cukup simple dibanding pernikahan pada umumnya. Tapi karena mengurus sendiri, kami tetap agak kerepotan. Untung Afei tidak bekerja, jadi, dia bisa handle sebagian besar persiapan.
Quote:
Setelah berbincang dengan team dari WO, kami bertolak ke kota sebelah. Untungnya, perbincangan tidak memakan waktu lama. Team dari WO langsung tertarik dengan konsepku, dan merasa tertantang.
Konsep seperti ini memang masih jarang di Indonesia. Lucunya, WO malah memberikan kami discount. Tapi dengan syarat, jika acaranya sukses, maka acara kami itu akan dijadikan sebagai bahan promosi. Kasarnya kami jadi bintang iklan mereka.
Hahahahaha. Tidak apalah.
Pake aja Bang !! Mayan bisa mejeng jadi bintang iklan !!
Pagi itu tampak lengang. Afei sudah menikmati perjalanan. Dia hanya diam saja dari tadi. Tapi mulutnya terus tersenyum dan tangannya menggenggam tanganku erat. Aku sesekali curi pandang ke arahnya. Ketika mata kami bertemu, aku seperti terbang melayang. Cintaku bertambah besar. Aku tidak bisa menahannya.
Perjalanan menuju taman melewati pemandangan yang sangat indah. Aku dan Afei sampai tidak bisa berkata-kata. Ketika sampai di taman, Afei langsung memeluk lenganku.
“Indah banget sayang.” bisiknya.
Tidak sulit untuk bertemu sang pemilik taman. Taman ini memang di kelola secara pribadi, bersebelahan dengan penginapan. Kami langsung menyampaikan tujuan kami, untuk membooking taman ini. Taman bisa di booking, namun memang harganya sedikit mahal, karena satu paket untuk satu hari penuh. Biasanya taman ini di sewa untuk outbond, baru kali ini disewa untuk pernikahan.
Afei sampai berkerut keningnya.
“Yah, niatnya mau irit, malah bengkak juga ya sayang.” Keluhnya, ketika kami berjalan-jalan di taman itu.
“Ga papa. Uang bisa di cari lagi. Buatku, ini momen untuk seumur hidup. Yang penting nggak ngutang. Kalo uangnya ga ada juga aku ga bakal setuju.” Aku menghiburnya.
“Baju yang kemarin juga agak mahal. Tapi sepadan sih sama kualitasnya.” Afei berkata sambil memandang wajahku. “Kamu sampe bengong gitu, berarti emang bagus.” Lanjutnya sambil tersenyum mengingat momen kemarin.
“Sayang liat deh.” Aku menunjuk ke arah bawah taman ini. Ada sungai kecil yang jernih mengalir di sana. “Tamu undangan pasti suka di sini.” Lanjutku.
Afei langsung berlari ke arah sungai itu. dia segera melepas sepatunya dan berjalan ke tengah sungai.
“Aernya dingin sayang. hahahahaha..seruuuu!!” Afei sedikit berteriak. Dia duduk di atas batu besar, dan kakinya berkecipak memainkan air.
Dia lucu sekali.
“Sayang, kamu setuju sama poligami?” Afei tiba-tiba bertanya hal itu, ketika kami sudah dalam perjalanan pulang.
Aku agak terkejut dengan pertanyaannya. Aku menatapnya, dan melihat dia tersenyum saat mengatakan hal itu.
“Pertanyaan kamu salah sayang.” Jawabku.
Afei sedikit keheranan.
“Maksudnya?” Dia bertanya.
“Bukan aku setuju atau nggak, tapi, aku mau nggak berpoligami. Menurutku itu pertanyaan yang tepat.” Aku menjawab. Afei masih kebingungan.
“Jelasin dong sayang. Aku ga ngerti.” Afei kembali bertanya.
“Sebelum aku jawab, aku pengen nanya dulu. Kenapa tiba-tiba kamu nanya itu, calon istri?” Aku bertanya balik.
“Soalnya, aku tau kalau ada hukum itu di agama kamu, yang bakal jadi agamaku juga nantinya. Selama ini, hanya stigma buruk yang aku dengar tentang itu. Aku pengen tau pendapat kamu tentang itu sayangku, calon suamiku.” Afei masih tersenyum.
Aku menjelaskan sebisa mungkin, sejauh yang aku tahu. Aku yang sudah menduga Afei akan bertanya hal ini, sudah mengantisipasi dengan menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Ya seperti konseling pernikahan. Beberapa mentorku yang aku tanyakan sudah menatapku curiga. Mereka curiga aku akan menikah.
Setelah menjelaskan, aku tersenyum ke arahnya.
Afei ikut tersenyum.
“Jadi kamu mau poligami?” Dia kembali bertanya.
“Kalau mengingat syaratnya, untuk saat ini, aku memilih ga mau.” Aku kembali menjawab.
Aku yakin untuk itu, karena memang persyaratannya berat. Aku benci dengan orang yang menggunakan hukum agama hanya untuk menutupi nafsunya saja.
Senyum Afei mengembang.
“Kamu berhak mengajukan perjanjian pra nikah. Dalam perjanjian itu, kamu bisa menyebutkan tidak ingin di poligami sebagai syarat pernikahan. Jadi, aku wajib setuju sama syarat itu, jika ingin menikahi kamu.” Aku berkata.
“Aku tau kok soal perjanjian pra nikah itu. Tapi, aku ga mau mengajukan syarat itu.” Afei menatapku dalam. Wajahnya tiba-tiba serius. “Aku memperbolehkan kamu poligami kok. Tapi hanya boleh sama satu wanita.” Afei berkata.
Ckiiittttttt…….
Mobil langsung aku rem mendadak.
Aku sangat terkejut dengan kata-katanya.
Apa-apaan dia??
“Dan wanita itu, harus bernama… Adelle.”
Afei berkata tegas.
“Selain dia, ga boleh!!”
Aku terkejut bukan main. Aku segera menepikan mobil perlahan. Setelah berhenti, aku menatapnya, calon istriku yang cantik itu. Aku mencoba mencari rona bercanda di wajahnya.
“Fei, aku ga suka kamu bercanda kayak gitu ya. Ucapan itu doa loh, dan aku ga mau ada doa kayak gitu. aku aja ga bisa ngebayangin kalo aku jauh dari kamu, apalagi ngeduain kamu. Sama sekali ga ada dipikiran aku.” Aku berbicara serius. Tapi Afei malah tersenyum, lalu membelai pipiku lembut.
“Aku ga bercanda sayang.” Afei berkata pelan.
“Emang berat, sih. Ngebayangin kamu jalan sama wanita lain aja, aku bisa nangis tau. Aku kalau malam suka overthinking, terus nangis, ngebayangin kalo kamu nanggepin sms cewek-cewek di hape kamu itu, terus jalan bareng mereka. Merekanya nempel-nempel sama kamu. Untungnya, kamu selalu bisa di percaya."
“Tapi, untuk kasus Mbak Adelle, aku merasa… ya kayak prihatin gitu. Aku tuh kasian banget sebenarnya sama dia sayang. “ Afei mengalihkan pandangannya keluar jendela.
Mobil kami masih berhenti di pinggir jalan.
“Aku dulu, waktu mau di cium paksa mantanku aja, ngerasa kesel dan terhina banget. Apalagi dia Gol? Dia mau di perkoossa!! Nyawanya hampir melayang.” Afei mulai sedih.
“Sebagai cewek, aku bisa banget ngerasain, apa yang dia rasakan waktu itu. buat aku, itu mengerikan banget. Sejak itu, aku simpati sama dia.”
“Gol, kamu masih inget kan, waktu kita ke kampus nyari Mbak Adelle? Dia sampai segitunya menghindari laki-laki. Ya mungkin, karena ada kamu di hatinya, tapi sebab utamanya bukan itu sayang.”
“Dia trauma berat. Dia takut salah pilih lagi. saat ini, hanya ada satu laki-laki di luar keluarganya yang bisa buat dia nyaman. Kamu.”
“Dia sangat mencintai kamu sayang. Apalagi, kamu kan pernah cerita, bahwa sebenarnya, dia juga salah satu cewek yang nyoba jadi pacar kamu. Jadi, apa yang kamu udah lakukan sama dia, malah membuat dia semakin yakin, bahwa kamu adalah orang yang tepat untuknya. Dia masih sangat berharap sama kamu. Bahkan setelah kamu kasih tau, bahwa ada aku di hati kamu, dia ga mundur kan?”
“Aku yakin, bukannya dia ga mau mundur, tapi dia ga bisa sayang. Dia ga bisa ngejauh dari kamu. Dia ga bisa berhenti mikirin kamu. Makanya, apakah aku pernah ngelarang kamu untuk deket-deket sama dia? Apakah aku ngelarang kamu untuk bales smsnya? Nggak kan sayang.” Afei masih berusaha meyakinkan aku.
Aku masih bergeming. Aku masih shock dengan kata-katanya tadi. Afei nampaknya mengerti.
“Sayang, syarat itu ga mutlak kok. bukan berarti kamu harus dan wajib menikahi Mbak Adelle. Bukan itu maksudku. Aku cuma mau bilang, cuma satu wanita yang bisa aku terima jika kamu harus berpoligami, yaitu Mbak Adelle. Alasannya udah aku kasih tau tadi. Tapi ya semua balik lagi ke kamu. Kalo kamu ga mau ya ga papa. Jangan marah ya?” Afei menutup kata-katanya dan mencium tanganku.
Aku menarik nafas berat.
“Ya udah, lagian situasinya sekarang juga sulit. Dia juga menghilang kan. Udah lah, ga usah diomongin lagi masalah ini. Yang pasti, jawaban aku jelas, untuk saat ini aku ga mau poligami. Dan emang aku ga kepikiran ke sana. Untuk Mbak Adelle, kita doakan saja yang terbaik.” Aku berkata.
“Kamu masih khawatirin dia kan?” Afei bertanya sambil tersenyum.
“Ya kalau itu jelas iya. Aku ga akan pungkiri, aku khawatir sama dia. Tapi, itu kan bukan berarti aku cinta sama dia Fei.” Aku menjawab.
“Sayang, jangan marah ya. maaf kalo aku malah ngebahas ini.” ujarnya.
Aku tersenyum.
“Kamu ga salah sayang. Malah bagus kamu ngomong ini dari awal. Aku ga marah kok. Aku ngerti sama jalan pikiran kamu.” Aku berkata.
“Yang pasti, saat ini cuma satu wanita di hati aku, dan aku sayang banget sama dia. Namanya Kristina Chen. Aku ga pernah kepikiran untuk mencintai orang lain. Yang ada di fikiran aku cuma dia. Khayalanku cuma bagaimana aku hidup bersama dia, punya anak, ngasuh anak bersama dia, ngurus rumah sama dia, bekerja keras buat dia, dan menua bersama dia. Ga ada orang lain.” Aku berkata.
“Dan aku, Kristina Chen, akan menua sama kamu. Aku janji.” Afei tersenyum manis.
Kami akhirnya melanjutkan perjalanan.
Otakku penuh dengan berbagai macam pertanyaan.
Kok bisa dia mikir kesitu?
yuaufchauza dan 22 lainnya memberi reputasi
23
Tutup