- Beranda
- Stories from the Heart
Supernatural
...
TS
ny.sukrisna
Supernatural
Quote:
Mungkin agan di sini pernah baca cerita ane yang berjudul pancasona? Kali ini ane akan melanjutkan kisah itu di sini. Yang suka cerita genre fantasi, kasus pembunuhan berantai, gengster werewolf, vampire dan sejenisnya. Silakan mampir.


Quote:
INDEKS
Part 1 abimanyu maheswara
Part 2 abimanyu
Part 3 kalla
Part 4 siapa kalla
Part 5 seorang gadis
part 6 Ellea
part 7 taman
Part 8 kamar ellea
Part 9 pagi bersama ellea
Part 10 rencana
Part 11 tentang kalla
part 12 rumah elang
Part 13 kembali aktivitas
part 14 emosi elang
part 15 janin kalla
part 16 elang
Part 17 vin
Part 18 kantor
Part 19 kemunculan kalla
part 20 pulau titik nol kehidupan
part 21 desa terkutuk
Part 22 wira
Part 23 teman lama
Part 24 patung wira
part 25 teror di rumah John
part 26 tato
part 27 simbol aldebaro
part 28 buku
part 29 kantor kalla
part 30 batu saphire
part 31 Lian dan Ayu
part 32 kakak beradik yang kompak
part 33 penyusup
part 34 kalah jumlah
part 35 lorong rahasia
Part 36 masuk lorong
part 37 cairan aneh
part 38 rahasia kalandra
part 39 Nayaka adalah Kalandra
Part 40 kemampuan nayaka
Part 41 Arkie
Part 42 Arkie (2)
Part 43 peperangan
Part 44 berakhir
Part 45 desa abi
part 46 nabila
part 47 cafe abi
Part 48 Maya
part 49 riki kembali, risna terancam
part 50 iblis bertubuh manusia
part 51 bertemu eliza
part 52 Feliz
Part 53 Bisma
Part 54 ke mana bisma
part 55 rahasia mayat
part 56 bisma kabur
part 57 pertemuan tak terduga
part 58 penyelidikan
part 59 tabir rahasia
part 60 kebakaran
part 61 Bajra
part 62 pengorbanan Bajra
part 63 the best team
part 64 masa lalu
part 65 perang dimulai
part 66 kisah baru
part 67 bertemu vin
part 68 san paz
part 69 cafe KOV
part 70 demigod
part 71 california
part 72 Allea dan Ellea
part 73 rumah ellea
part 74 alan cha
part 75 latin kings
part 76 kediaman faizal
part 77 kematian faizal.
part 78 permainan
part 79 ellea cemburu
part 80 rumah
part 81 keributan
part 82 racun
part 83 mayat
part 84 rencana
part 85 kampung....
Part 86 kematian adi
part 87 tiga sekawan
part 88 zikal
part 89 duri dalam daging
part 90 kerja sama
part 91 Abraham alexi Bonar
part 92 terusir
part 93 penemuan mayat
part 94 dongeng manusia serigala
part 95 hewan atau manusia
part 96 Rendra adalah werewolf
part 97 Beta
part 98 melamar
part 99 pencarian lycanoid
part 100 siapa sebenarnya anda
part 101 terungkap kebenaran
part 102 kisah yang panjang
part 103 buku mantra
part 104 sebuah simbol
part 105 kaki tangan
part 106 pertikaian
part 107 bertemu elizabet
part 108 orang asing
part 109 mantra eksorsisme
part 110 Vin bersikap aneh
part 111 Samael
part 112 Linda sang paranormal
part 113 reinkarnasi
part 114 Nayla
part 115 Archangel
part 116 Flashback vin kesurupan
part 117 ritual
part 118 darah suci
part 119 Lasha
part 120 Amon
part 121 masa lalu arya
part 122 sekte sesat
part 123 sekte
part 124 bu rahayu
part 125 dhampire
part 126 penculikan
part 127 pengakuan rian.
part 128 azazil
part 129 ungkapan perasaan
part 130 perjalanan pertama
part 131 desa angukuni
part 132 Galiyan
part 133 hilang
part 134 Hans dan Jean
part 135 lintah Vlad
part 136 rahasia homestay
part 137 rumah kutukan
part 138 patung aneh
part 139 pulau insula mortem
part 140 mercusuar
part 141 kastil archanum
part 142 blue hole
part 143 jerogumo
part 144 timbuktu
part 145 gerbang gaib
part 146 hutan rougarau
part 147 bertemu azazil
part 148 SMU Mortus
part 149 Wendigo
part 150 danau misterius
part 151 jiwa yang hilang
part 152 serangan di rumah
part 153 misteri di sekolah
part 154 rumah rayi
part 155 makhluk lain di sekolah
part 156 Djin
part 157 menjemput jiwa
part 158 abitra
part 159 kepergian faza
part 160 Sabrina
part 161 puncak emosi
part 162 ilmu hitam
part 163 pertandingan basket
part 164 mariaban
part 165 Dagon
part 166 bantuan
INDEKS LANJUT DI SINI INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 16-05-2023 21:45
itkgid dan 12 lainnya memberi reputasi
13
13.5K
222
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ny.sukrisna
#111
Part 107 Bertemu Elizabeth
Suara lolongan serigala itu seolah sebagai pertanda. Pertanda malam mencekam yang selama ini meneror desa akan dimulai. Semua orang sudah diberikan ramuan buatan Yudistira, dan semua warga sudah berkumpul di tempat ini. Tempat ini sangat cukup menampung mereka semua. Mereka yang ada di sini adalah warga yang tersisa. Karena sisanya, sudah berubah dan menghilang atau bahkan mati terbunuh.
Ellea terus memperhatikan Jefri, anak kepala desa. Ia sangat yakin kalau Jefri adalah Watcher yang tadi ia lukai lengannya. Hanya saja, keadaan kali ini memang tidak tepat untuk memperdebatkan masalah ini. Para warga yang diindikasi terinfeksi, sudah diisolasi di ruangan tertutup lain. Mereka Lycanoid yang belum pernah meminum dan memakan manusia. Rendra yang selama ini selalu patroli tiap malam, dapat memastikan hal itu. Karena Lycanoid yang sudah meminum darah manusia, sudah ia bunuh semua.
Salah satu orang berteriak histeris. Ia bersikap aneh. Seperti kepanasan dengan terus merobek pakaiannya. Anehnya itu terjadi di dalam kelompok yang seharusnya bersih dan tidak terinfeksi.
"Duh, kita kecolongan satu, gaes!" ucap Vin.
Abimanyu segera mendekat diikuti Rendra. Mereka membawa senjata juga botol ramuan yang masih tersisa. Abi mengangguk ke Rendra, seolah saling memberikan isyarat. Rendra langsung memegang pria itu kuat-kuat, sementara Abi menuangkan ramuan itu ke dalam mulutnya. Ia terus berontak, bahkan beberapa bagian tubuhnya akan segera berubah. Ramuan yang sudah masuk ke dalam mulut hendak ia muntahkan, tapi Abi tidak kehabisan akal, ia menutup mulut pria itu dengan tangan kanannya, Rendra membuatnya segera menelan habis ramuan itu.
Saat yakin kalau ramuan itu sudah habis tertelan, Rendra melepaskan orang itu dan mereka berdua menjauh. Ia terus mengerang kesakitan, namun beberapa detik kemudian ia langsung muntah-muntah, mengeluarkan cairan hitam pekat yang cukup banyak.
"Apakah hanya segini saja warga desa yang tersisa?" tanya Gio pada Ronal. Pria itu menarik napasnya kemudian mengangguk. Dalam hatinya ia juga merasa miris melihat keadaan warganya yang hanya tinggal separuhnya saja. "Berapa orang yang sudah kalian bunuh?" tanya Ronal ke Gio.
Gio menelan ludah karena bingung menjawab pertanyaan itu. Ia khawatir jawabannya akan memperkeruh suasana. "Ayo, bilang saja. Aku hanya ingin tau. Jadi kita bisa menyimpulkan ke mana warga desa yang lain," jelas Ronal.
"Sebenarnya kalau dibandingkan dengan sisa warga yang tidak ada di sini, jumlah yang kami bunuh tidak begitu banyak, Ron."
"Itu yang aku khawatirkan. Aku takut sebagian warga yang sudah terinfeksi di luar sana, akan menyerang kita cepat atau lambat!"
Perkataan Ronal ada benarnya. Gio juga sependapat dengannya. "Tapi kita sudah membuat simbol penangkal di luar, jadi mereka tidak akan bisa masuk ke dalam sini."
"Kalian yakin itu akan bekerja?"
"Tentu saja. Kecuali ada yang sengaja merusak simbol itu seperti yang terjadi di rumah Pak Yudistira!" sahut Ellea sambil melirik Jefri yang memang berdiri tak jauh dari Ronal. Jefri yang merasa disindir, lantas hanya melotot tanpa berkomentar banyak.
"Tapi apa salahnya kita cek keluar. Iya, kan, Jef?" tanya Gio dengan ide yang cemerlang. Gio juga merasa kalau Jefri aneh. Ia terlihat gugup saat Ellea menarik tangannya tadi. Dan juga siapa pun orang yang ada di ruangan ini memang patut untuk dicurigai sebagai kaki tangan werewolf.
Gio langsung berjalan menuju pintu keluar. Semua orang yang sudah meminum ramuan dari Yudistira, tampak lebih segar setelah muntah-muntah tadi. Maya sudah tampak lebih baik dari pada yang lain, karena ia lebih dulu meminum ramuan itu. Bahkan kini Maya malah membantu pria yang tadi hampir berubah wujud.
Belum sampai Gio ke pintu. Tiba-tiba atap gedung ini bergetar. Bagai di serang gempa, mereka yang ada di dalam panik. Dan tak lama setelah itu, semua pintu dan jendela terhempas begitu saja. Seperti ada dorongan kuat dari luar yang membuat benda itu terbuka kasar. Semua orang terdiam. Saling pandang dengan tatapan heran bercampur ngeri. Akhirnya, muncul beberapa orang dari pintu. Bukan manusia seperti kebanyakan. Tapi mereka adalah manusia dengan wujud werewolf. Sontak semua orang menjerit dan berlari menjauhi jendela dan pintu.
Abimanyu, Rendra, Vin, Gio mulai bersiap dengan mengeluarkan senjata masing-masing. Ellea melirik sinis ke arah Jefri, "Perbuatanmu, kan?!" raungnya tanpa memperdulikan ada Ronal selaku kepala desa di sini. Ronal menatap putranya dengan menggelengkan kepala pelan.
"Wah, semua orang berkumpul di sini rupanya!" kata Ares, Alpha dari pack ini. "Untung aku sudah mendapat informasi darimu, ya, Jefri. Dan terima kasih karena kamu mengizinkan kami masuk. Padahal mereka sudah susah payah membuat pola pola aneh di luar sana," tambahnya lagi. Tentu Jefri menjadi sorotan saat ini.
Ronal menggenggam tangannya, menahan emosi, melihat putranya sendiri menjadi pengkhianat. "Jefri? Tega-teganya kamu!" cetus Ronal dengan mengatupkan rahangnya. "Apa salah kami? Apa salah bapak? Hah!" bentak Ronal.
"Jefri muak dengan desa ini, Pak. Kalian munafik. Dan mereka menjanjikan Jefri hidup kekal dan awet muda! Lagi pula salah satu warga Bapak juga bagian dari mereka," kata Jefri melirik ke Rendra.
Ronal yang tidak paham hanya mengikuti arah yang Jefri tatap. Ia mengernyitkan dahi. "Dengan merubahmu menjadi bagian dari mereka? Begitu?" tanya Ronal dengan menaikkan nada bicaranya tak memperdulikan maksud dari Jefri.
Jefri tidak menjawab hanya menyeringai sambil berjalan menuju kawanan Ares. Ares bersama Ax dan dua orang wanita yang tidak mereka kenal. Lalu ada juga 9 werewolf lainnya yang berasal dari jenis Lycans. Ares rupanya mengumpulkan beberapa werewolf lain yang juga kehilangan anggotanya seperti pack mereka. Mereka bergabung menjadi satu pack, dan tentu tujuan mereka menghancurkan desa Amethys. Karena ada Rendra di dalamnya.
"Rendra ... Bagaimana? Ucapanku saat itu? Aku benar-benar akan menghancurkan tiap desa yang kau tinggali, bukan? Dan sekarang aku sudah membuat separuh dari desa ini menjadi seperti kita. Sebanyak apa pun yang kamu bunuh, dan kalian kembalikan ke wujud asal mereka, kami punya cara untuk membuat pasukan kami bertambah banyak terus. Dan Malam ini, adalah malam terakhir untuk kalian! " Kedua jari telunjuk Ares terangkat ke atas, ia memberikan isyarat, dan kemudian beberapa orang di belakang mereka mulai memasuki gedung ini. Rupanya mereka sebagian warga desa yang tetap menjadi werewolf.
Ares melolong dan langsung merubah wujudnya seperti mereka, diikuti Ax dan pack mereka yang lain. Ini sebuah pertanda kalau peperangan dimulai. Allea dan Maya menggiring warga untuk segera keluar dari pintu belakang.
"Ell, kamu nggak apa-apa di sini?" tanya Abi dengan berbisik ke Ellea yang berdiri di sampingnya. "Aku harus bantu, Biyu. Mereka terlalu banyak!"
"Kalian nunggu apa sih?! Ayo kita tembak!" Vin gemas, ia lantas menarik pelatuknya dan letusan pertama keluar dari pistol miliknya dan tepat mengenai salah satu dari makhluk di dean mereka.
Kini suara tembakan seolah bersahutan dan menggema dari dalam gedung ini. Tak hanya tembakan, pedang dan pisau juga mereka gunakan. Kepala werewolf itu menggelinding dengan darah yang hampir ada di beberapa sudut ruangan. Ronal juga ikut bertarung membantu yang lain, begitu juga warga yang merasa mampu, mereka tak segan-segan menjadi pasukan berani mati.
Ellea juga sejak tadi sudah menggunakan kekuatannya, tak hanya menghempaskan makhluk itu, tapi langsung mencabiknya hingga tercerai berai. Rupanya ia sudah mulai terbiasa menggunakan kemampuannya. Tetapi tiba-tiba Jefri merebut kalung di leher Ellea. Pemuda itu menaruh dendam pada Ellea. Ia merasa kalau sumber kekuatannya ada pada kalung di leher Ellea. Ellea terkejut. Ia lantas hendak merebut lagi kalung miliknya, namun dihalangi oleh beberapa werewolf lain. Jefri menginjak kalung miliknya hingga rusak. Ia bahkan memukulnya dengan besi yang ada di dekatnya hingga liontin nya remuk tak berbentuk lagi.
"Ellea!" jerit Abi.
Abi yang tidak bisa berbuat banyak, merasa kehilangan semangat. Vin sudah terluka di bagian perutnya. Allea yang membantu juga sedang terpojok dengan beberapa Lycanoid juga. Gio malah sedang tergantung di atas karena cekikan Ax. Ia terus meronta sambil berusaha melukai Ax dengan pisau di tangannya. Sementara Rendra masih bergelut dengan Ares tanpa henti. Ronal sudah hampir kehabisan nafas karena musuh yang mereka hadapi sangat banyak dan seolah tidak ada habisnya.
Keadaan makin kacau. Mereka merasa hampir menyerah pada keadaan. Tapi tiba-tiba ada sebuah sinar terang dari kerumunan tempat Ellea. Semua Lycanoid terpental dan langsung tercabik dan mati saat itu juga. Ellea bangkit dengan lingkaran sinar terang yang membuat semua orang di tempat ini terpukau. Dan membuat semua Lycanoid tercabik begitu saja. Hanya dalam hitungan detik, semua Lycanoid tewas dengan kondisi mengerikan. Seakan-akan cahaya terang itu membuat mereka terbakar dan merobek tubuh mereka dengan begitu mengerikan. Tanpa ampun dan tanpa belas kasihan.
Ellea berdiri, matanya memancarkan sinar terang. Ia mendekat ke Ax lalu menyentuh dada Ax dan yang terjadi kemudian, di sekujur tubuh Ax memancarkan sinar terang dan perlahan membakar tubuhnya hingga hangus. Ellea kembali mendekati Lycans yang lain. Ia terus melakukan hal yang sama dan semua Lycans akhirnya kocar kacir, pergi meninggalkan gedung itu. Karena takut mati. Rendra juga merasakan perubahan dalam dirinya, tubuhnya yang semula menjadi werewolf, kini kembali menjadi wujud manusia. Ia luruh ke lantai seperti kehilangan semua tenaganya. Ellea mendekat ke Ares, ia menekan dada Ares. Seluruh rongga mata, hidung, mulut , dan telinga Ares memancarkan sinar terang. Lalu tanpa belas kasih, Ellea mencabut jantung Ares begitu saja.
Ares tewas, Ellea langsung terjauh ke lantai begitu saja. Abimanyu berlari mendekati Ellea dan berusaha membangunkan gadis itu. "Bagaimana Ellea?!" tanya Allea yang ikut panik melihat saudaranya terkapar setelah melakukan aksi heroik barusan.
"Masih nafas!" ujar Abi sedikit lega. Yudis dan yang lainnya juga mendekat, "Mungkin dia kelelahan aja," terang Yudis, tentu agar mereka tenang sejenak.
Para Lycanoid yang tewas berubah kembali menjadi wujud manusia. Ronal merasakan nyeri di dadanya saat melihat hampir sebagian warganya tewas dengan cara mengerikan. Dan satu jasad yang membuat tangis Ronal pecah, adalah jasad Jefri, putra semata wayangnya. Sesalah apa pun anaknya, ia tetap menganggap Jefri putranya yang terbaik.
Tragedi kali ini benar-benar merenggut semua orang terkasih mereka. Tiap anggota keluarga menjadi korban, bahkan ada yang tidak tersisa sama sekali. Malam yang cukup berat dan menyedihkan. Mereka juga harus menggali makam untuk saudara-saudara mereka. Makam massal karena tidak mungkin menyatukan tiap potongan tubuh mereka yang sudah tercerai berai. Sebuah lubang luas sudah mereka gali, beberapa anggota keluarga yang masih hidup masih berusaha mencari dan mengenali sanak saudara yang menjadi korban malam ini. Semua berduka, semua orang menangis. Ini tragedi paling memilukan di desa Amethys. Yang telah mengurangi hampir separuh lebih warganya.
Abi membopong Ellea masuk ke mobil, sementara Vin dan yang lain masih akan menunggu hingga acara pemakaman selesai. Tenaga mereka juga masih dibutuhkan di sini. Abi memutuskan pulang terlebih dahulu ke rumah. Ia sangat khawatir dengan keselamatan Ellea. Wajah Ellea pucat dan berkeringat dingin. Ia juga demam. Mobil melaju cepat. Menembus gelapnya malam desa Amethys yang sangat sunyi. Dalam benak Abi, ia harus sampai di rumah secepat mungkin.
Rumah ini seperti sudah sangat lama mereka tinggalkan. Abi segera membuka pintu mobil samping Ellea, membopong gadis itu dengan segera masuk ke dalam. IA segera ke kamar Ellea, membaringkan gadis itu dan mengganti pakaian Ellea yang basah karena bercak darah dan bahkan hampir setengah basah. Dengan telaten, Abi membasuh tubuh Ellea yang terkena noda darah. Terutama jemarinya. Ia bahkan ingat, bagaimana gadis itu merebut jantung Ares begitu saja. Sungguh mengerikan.
Abi bahkan tidak melihat jiwa Ellea dalam tubuhnya saat itu. Tapi setidaknya semua masalah selesai. Walau tidak dengan akhir yang bahagia, tetapi setidaknya berakhir dengan baik. Ellea sudah berganti baju. Abi mengompres dahinya karena demam yang tak kunjung turun. Pemuda itu terus menemani Ellea semalaman. Mencoba terus memastikan kalau Ellea pasti akan baik-baik saja.
"Semoga apa pun yang tadi terjadi sama kamu, nggak akan berdampak buruk, Ell. Jangan sampai kenapa-napa," gumam Abi dengan menggenggam tangan gadis itu.
Kedua netra Ellea terganggu dengan sinar terang yang kini menyelimuti tubuhnya. Terasa hangat dan menyenangkan. Udara di sekitarnya terasa segar, namun lain. Sadar ia berada di tempat asing, akhirnya kini ia terpaksa membuka matanya. Dahi Ellea mengernyit, saat ia menemukan dirinya berada di sebuah taman bunga di tengah hutan. Semua tampak indah dan menyenangkan.
"Jangan-jangan aku udah mati," gumamnya berbicara sendiri.
"Biyu ...."
"Allea ...."
"Vin ...."
"Om Gio ...."
Ia terus memanggil semua teman-temannya. Tapi kini ia sadar kalau dia sendirian. Dan satu lagi, ia bahkan tidak yakin sedang berada di mana sekarang. Semua terasa abu-abu. Ia bingung, tapi seolah mendapat firasat, Ellea segera pergi dari tempat itu. Langkahnya ia biarkan lepas begitu saja. Mengikuti ke mana firasat ini membawanya. Ia tersesat, tapi tidak merasa cemas dan khawatir. Kakinya yang telanjang tak merasa sakit saat menginjak kerikil di tanah. Tak merasa geli menghujam rumput basah dan lembab di bawahnya.
Langkahnya sampai di sebuah rumah kayu satu-satunya di tempat ini. Ellea mendekat seakan-akan merasakan hal yang dinamakan 'pulang'. Ia tak sungkan menarik gagang pintu dan membukanya secara perlahan. Ellea merasa tidak asing dengan tempat ini. Tetapi ia merasa lupa dan tak mengingat apa pun tentang tempat ini.
"Welcome home," sapa seorang wanita yang keluar dari rumah itu. Menyambutnya hangat. Ia berumur sekitar 40 tahunan dengan rambut blonde dan mata saphire. Tidak mirip sama sekali dengannya. Jadi sekalipun Ellea berpikir dia adalah salah satu orang dari masa lalunya, ia akan menepisnya jauh-jauh. Karena itu tidak mungkin. Wajah mereka bahkan tidak sama.
"Maaf anda siapa?" tanya Ellea ragu-ragu. Ia bahkan hendak mundur dan waspada untuk segera berlari sewaktu-waktu. Bagaimana juga dia adalah orang asing, dan siapa pun itu Ellea harus waspada.
"Ellea ... jangan takut. Aku tidak akan menyakitimu. Masuklah dulu," ajak wanita itu sambil mengulurkan tangan ke arahnya.
Ellea masih diam di tempat. Ia belum yakin atas ucapan wanita itu, tapi Ellea tetap menurut dan masuk ke rumah itu. Wanita itu berjalan menuju ke dalam, dan terus ke dapur di rumahnya. Ah, anggap saja ini rumahnya.
"Bagaimana? Kamu sudah bisa menggunakan kalung itu?" tanyanya sambil menunjuk benda yang melingkar di leher Ellea dengan dagunya.
Ellea yang terkejut, segera menyentuh liontin yang kini sudah menghiasi leher jenjangnya. Ia sedikit terkejut karena seingatnya benda ini sudah rusak oleh Jefri kemarin. Tetapi ....
Wanita itu tertawa kecil. Ia merasa lucu dengan reaksi Ellea yang seperti orang bingung. "Jangan bingung, Ellea. Itu hanya sebuah benda, karena sumber utama kekuatanmu ada di dalam dirimu sendiri. Semua akan muncul di saat yang tepat."
"Tunggu! Bagaimana Anda tau? Anda siapa sebenarnya. Dan kenapa saya bisa melakukan 'itu'?" tanya Ellea yang memang ingin mengetahui alasan dibalik semua hal yang terjadi padanya akhir-akhir ini. Ia tidak mengerti bahkan tidak tau ke mana ia harus bertanya. Ia benar-benar tersesat dan butuh seseorang yang lebih tau tentang hal ini. Bukan hanya dari sebuah buku saja.
Wanita itu duduk di kursi meja makan. Ia menuangkan air dari teko yang ada di hadapannya dan menyuguhkannya ke Ellea. Ellea menggenggam cawan itu sambil melongok isi di dalamnya. Ia ragu, karena air ini terlihat aneh.
"Minumlah dulu," suruh wanita itu. " Namaku Elisabeth, kau boleh memanggilku begitu."
"...."
"Aku akan menceritakan kisah masa lalu antara aku, kau, dan liontin itu. Tapi kau harus meminum itu dulu, Bagaimana?"
"...."
"Tenang saja. Tidak beracun."
Perlahan Ellea mendekatkan cawan itu ke mulutnya. Menghirup aroma air ini yang segar, padahal mulutnya belum menempel pada bibir cawan. Tapi aroma segar sudah ia rasakan. Walau ragu tapi Ellea tetap meneguk air itu perlahan. Segar. Bahkan netranya membulat seolah semangatnya ikut tersalurkan lewat air ini. Elisabeth tersenyum.
"Jadi di mana saya sekarang?" tanya Ellea begitu ia meletakan lagi cawan itu di meja.
"Di dalam alam bawah sadarmu."
"Mimpi?"
"Yah, dan hanya di sini kita bisa berkomunikasi dengan mudah."
"...." Ellea memperhatikan sekeliling lalu meneguk kembali air dari Elisabeth. Rupanya kini ia mulai terbiasa dan bisa bersantai.
"Kau tau Ellea, kalau di dalam darahmu mengalir pendahulu yang sudah sejak dulu menjadi pembantu malaikat?"
"...." Ellea menggeleng pelan.
"Mereka ditunjuk langsung untuk membereskan beberapa hal di duniamu. Banyak rahasia alam yang tidak banyak orang tau. Dan mereka tidak bisa di lawan dengan kekuatan manusia biasa. Di situlah tugas dan peranmu dibutuhkan."
"Contohnya seperti Lycans kemarin?"
"Yah, mereka hanya sebagian kecil dari misteri alam, tentu kau tau, kan? Kalau sulit untuk mengalahkan Lycans? Coba bayangkan kalau kamu tidak ada. Apa mereka akan mudah di taklukan. Atau mungkin bisa mereka dibunuh, tapi pasti akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan memakan korban lebih banyak."
Dalam hatinya Ellea berpikir hal yang sama dan mengiyakan perkataan Elisabeth itu. Tapi ia masih enggan berkomentar banyak. Sekarang ia hanya ingin mendengarkan banyak hal.
"Sebentar. Tadi anda bilang di dalam darah saya mengalir darah pendahulu? Maksudnya nenek moyang saya?"
"Yah, benar sekali. Tapi itu ada jauh sekali, beratus tahun lalu. Tiap 100 tahun sekali akan ada pengganti sebagai penerus, seperti kamu."
"Tapi kenapa harus saya? Apa karena liontin yang saya pakai itu?"
"Kamu yang dipilih. Dan untuk liontin, itu hanya sebagai simbol, karena sebenarnya tanpa liontin itu kamu tetap dapat menggunakan kekuatanmu. Perbanyaklah berlatih, karena masih banyak hal lain yang harus kamu urus nanti. "
"Maksudnya? Hal lain?" Elisabeth beranjak, mendekat ke Ellea, ia menutup kedua mata Ellea dengan telapak tangannya. Semua gelap. Dan saat ia membuka mata kembali, di depannya sudah ada Abimanyu yang sedang berusaha membangunkannya.
Ellea menatap sekitar. Semua berubah. Bukan lagi rumah Elisabeth tetapi kamarnya sendiri. Dan tentu Abimanyu, kekasihnya. "Kamu udah bangun, sayang? Yuk, sarapan dulu. Atau mau mandi dulu?" tanya Abi dengan tingkah aneh, tak seperti biasanya. Ellea sampai terkekeh melihat sikap Abi. "Kenapa ketawa?"
"Tumbenan kamu se-manis ini?"
"Nggak boleh? Kan ke calon istri. Masa nggak perhatian? Oh iya, kondisi kamu gimana? Masih lemes nggak? Atau ada yang sakit?"
"Enggak, Biyu. Aku udah nggak apa-apa. Semalem ... aku ketiduran, kah? Kok lupa, ya."
Abi hanya menatapnya nanar diiringi senyum tipis. "Iya, kamu kecapekan terus ketiduran di mobil. Tapi sekarang udah nggak apa-apa, kan?"
"Nggak apa-apa dong. YA udah aku mau mandi dulu, baru sarapan. Eh, udah bikin sarapan belum?"
"Sudah, sayang. Spesial buat kamu pokoknya."
"Cih, memangnya kamu yang masak? Ah, paling Allea," cetusnya sambil menyibak selimut dan menatanya dengan lebih rapi lagi sebelum ia tinggalkan.
"Aku dong. Allea yang bantuin. Coba deh, pasti enak. Tapi kamu mandi dulu, ya."
"Iya, Biyu."
Ellea memutuskan mandi lebih dulu. Shower membuat air dingin ini menyegarkan mengenai tubuhnya. Saat ia menyentuh leher, Ellea sontak terperanjat karena merasakan lehernya memakai sesuatu. Ia segera berjalan ke arah wastafel yang memang ada di dalam kamar mandi. Cermin di depannya membuat Ellea kebingungan karena kalung yang rusak kemarin, kini masih utuh dan ada di lehernya. "Jangan-jangan mimpi itu ...," gumamnya.
Ellea terus memperhatikan Jefri, anak kepala desa. Ia sangat yakin kalau Jefri adalah Watcher yang tadi ia lukai lengannya. Hanya saja, keadaan kali ini memang tidak tepat untuk memperdebatkan masalah ini. Para warga yang diindikasi terinfeksi, sudah diisolasi di ruangan tertutup lain. Mereka Lycanoid yang belum pernah meminum dan memakan manusia. Rendra yang selama ini selalu patroli tiap malam, dapat memastikan hal itu. Karena Lycanoid yang sudah meminum darah manusia, sudah ia bunuh semua.
Salah satu orang berteriak histeris. Ia bersikap aneh. Seperti kepanasan dengan terus merobek pakaiannya. Anehnya itu terjadi di dalam kelompok yang seharusnya bersih dan tidak terinfeksi.
"Duh, kita kecolongan satu, gaes!" ucap Vin.
Abimanyu segera mendekat diikuti Rendra. Mereka membawa senjata juga botol ramuan yang masih tersisa. Abi mengangguk ke Rendra, seolah saling memberikan isyarat. Rendra langsung memegang pria itu kuat-kuat, sementara Abi menuangkan ramuan itu ke dalam mulutnya. Ia terus berontak, bahkan beberapa bagian tubuhnya akan segera berubah. Ramuan yang sudah masuk ke dalam mulut hendak ia muntahkan, tapi Abi tidak kehabisan akal, ia menutup mulut pria itu dengan tangan kanannya, Rendra membuatnya segera menelan habis ramuan itu.
Saat yakin kalau ramuan itu sudah habis tertelan, Rendra melepaskan orang itu dan mereka berdua menjauh. Ia terus mengerang kesakitan, namun beberapa detik kemudian ia langsung muntah-muntah, mengeluarkan cairan hitam pekat yang cukup banyak.
"Apakah hanya segini saja warga desa yang tersisa?" tanya Gio pada Ronal. Pria itu menarik napasnya kemudian mengangguk. Dalam hatinya ia juga merasa miris melihat keadaan warganya yang hanya tinggal separuhnya saja. "Berapa orang yang sudah kalian bunuh?" tanya Ronal ke Gio.
Gio menelan ludah karena bingung menjawab pertanyaan itu. Ia khawatir jawabannya akan memperkeruh suasana. "Ayo, bilang saja. Aku hanya ingin tau. Jadi kita bisa menyimpulkan ke mana warga desa yang lain," jelas Ronal.
"Sebenarnya kalau dibandingkan dengan sisa warga yang tidak ada di sini, jumlah yang kami bunuh tidak begitu banyak, Ron."
"Itu yang aku khawatirkan. Aku takut sebagian warga yang sudah terinfeksi di luar sana, akan menyerang kita cepat atau lambat!"
Perkataan Ronal ada benarnya. Gio juga sependapat dengannya. "Tapi kita sudah membuat simbol penangkal di luar, jadi mereka tidak akan bisa masuk ke dalam sini."
"Kalian yakin itu akan bekerja?"
"Tentu saja. Kecuali ada yang sengaja merusak simbol itu seperti yang terjadi di rumah Pak Yudistira!" sahut Ellea sambil melirik Jefri yang memang berdiri tak jauh dari Ronal. Jefri yang merasa disindir, lantas hanya melotot tanpa berkomentar banyak.
"Tapi apa salahnya kita cek keluar. Iya, kan, Jef?" tanya Gio dengan ide yang cemerlang. Gio juga merasa kalau Jefri aneh. Ia terlihat gugup saat Ellea menarik tangannya tadi. Dan juga siapa pun orang yang ada di ruangan ini memang patut untuk dicurigai sebagai kaki tangan werewolf.
Gio langsung berjalan menuju pintu keluar. Semua orang yang sudah meminum ramuan dari Yudistira, tampak lebih segar setelah muntah-muntah tadi. Maya sudah tampak lebih baik dari pada yang lain, karena ia lebih dulu meminum ramuan itu. Bahkan kini Maya malah membantu pria yang tadi hampir berubah wujud.
Belum sampai Gio ke pintu. Tiba-tiba atap gedung ini bergetar. Bagai di serang gempa, mereka yang ada di dalam panik. Dan tak lama setelah itu, semua pintu dan jendela terhempas begitu saja. Seperti ada dorongan kuat dari luar yang membuat benda itu terbuka kasar. Semua orang terdiam. Saling pandang dengan tatapan heran bercampur ngeri. Akhirnya, muncul beberapa orang dari pintu. Bukan manusia seperti kebanyakan. Tapi mereka adalah manusia dengan wujud werewolf. Sontak semua orang menjerit dan berlari menjauhi jendela dan pintu.
Abimanyu, Rendra, Vin, Gio mulai bersiap dengan mengeluarkan senjata masing-masing. Ellea melirik sinis ke arah Jefri, "Perbuatanmu, kan?!" raungnya tanpa memperdulikan ada Ronal selaku kepala desa di sini. Ronal menatap putranya dengan menggelengkan kepala pelan.
"Wah, semua orang berkumpul di sini rupanya!" kata Ares, Alpha dari pack ini. "Untung aku sudah mendapat informasi darimu, ya, Jefri. Dan terima kasih karena kamu mengizinkan kami masuk. Padahal mereka sudah susah payah membuat pola pola aneh di luar sana," tambahnya lagi. Tentu Jefri menjadi sorotan saat ini.
Ronal menggenggam tangannya, menahan emosi, melihat putranya sendiri menjadi pengkhianat. "Jefri? Tega-teganya kamu!" cetus Ronal dengan mengatupkan rahangnya. "Apa salah kami? Apa salah bapak? Hah!" bentak Ronal.
"Jefri muak dengan desa ini, Pak. Kalian munafik. Dan mereka menjanjikan Jefri hidup kekal dan awet muda! Lagi pula salah satu warga Bapak juga bagian dari mereka," kata Jefri melirik ke Rendra.
Ronal yang tidak paham hanya mengikuti arah yang Jefri tatap. Ia mengernyitkan dahi. "Dengan merubahmu menjadi bagian dari mereka? Begitu?" tanya Ronal dengan menaikkan nada bicaranya tak memperdulikan maksud dari Jefri.
Jefri tidak menjawab hanya menyeringai sambil berjalan menuju kawanan Ares. Ares bersama Ax dan dua orang wanita yang tidak mereka kenal. Lalu ada juga 9 werewolf lainnya yang berasal dari jenis Lycans. Ares rupanya mengumpulkan beberapa werewolf lain yang juga kehilangan anggotanya seperti pack mereka. Mereka bergabung menjadi satu pack, dan tentu tujuan mereka menghancurkan desa Amethys. Karena ada Rendra di dalamnya.
"Rendra ... Bagaimana? Ucapanku saat itu? Aku benar-benar akan menghancurkan tiap desa yang kau tinggali, bukan? Dan sekarang aku sudah membuat separuh dari desa ini menjadi seperti kita. Sebanyak apa pun yang kamu bunuh, dan kalian kembalikan ke wujud asal mereka, kami punya cara untuk membuat pasukan kami bertambah banyak terus. Dan Malam ini, adalah malam terakhir untuk kalian! " Kedua jari telunjuk Ares terangkat ke atas, ia memberikan isyarat, dan kemudian beberapa orang di belakang mereka mulai memasuki gedung ini. Rupanya mereka sebagian warga desa yang tetap menjadi werewolf.
Ares melolong dan langsung merubah wujudnya seperti mereka, diikuti Ax dan pack mereka yang lain. Ini sebuah pertanda kalau peperangan dimulai. Allea dan Maya menggiring warga untuk segera keluar dari pintu belakang.
"Ell, kamu nggak apa-apa di sini?" tanya Abi dengan berbisik ke Ellea yang berdiri di sampingnya. "Aku harus bantu, Biyu. Mereka terlalu banyak!"
"Kalian nunggu apa sih?! Ayo kita tembak!" Vin gemas, ia lantas menarik pelatuknya dan letusan pertama keluar dari pistol miliknya dan tepat mengenai salah satu dari makhluk di dean mereka.
Kini suara tembakan seolah bersahutan dan menggema dari dalam gedung ini. Tak hanya tembakan, pedang dan pisau juga mereka gunakan. Kepala werewolf itu menggelinding dengan darah yang hampir ada di beberapa sudut ruangan. Ronal juga ikut bertarung membantu yang lain, begitu juga warga yang merasa mampu, mereka tak segan-segan menjadi pasukan berani mati.
Ellea juga sejak tadi sudah menggunakan kekuatannya, tak hanya menghempaskan makhluk itu, tapi langsung mencabiknya hingga tercerai berai. Rupanya ia sudah mulai terbiasa menggunakan kemampuannya. Tetapi tiba-tiba Jefri merebut kalung di leher Ellea. Pemuda itu menaruh dendam pada Ellea. Ia merasa kalau sumber kekuatannya ada pada kalung di leher Ellea. Ellea terkejut. Ia lantas hendak merebut lagi kalung miliknya, namun dihalangi oleh beberapa werewolf lain. Jefri menginjak kalung miliknya hingga rusak. Ia bahkan memukulnya dengan besi yang ada di dekatnya hingga liontin nya remuk tak berbentuk lagi.
"Ellea!" jerit Abi.
Abi yang tidak bisa berbuat banyak, merasa kehilangan semangat. Vin sudah terluka di bagian perutnya. Allea yang membantu juga sedang terpojok dengan beberapa Lycanoid juga. Gio malah sedang tergantung di atas karena cekikan Ax. Ia terus meronta sambil berusaha melukai Ax dengan pisau di tangannya. Sementara Rendra masih bergelut dengan Ares tanpa henti. Ronal sudah hampir kehabisan nafas karena musuh yang mereka hadapi sangat banyak dan seolah tidak ada habisnya.
Keadaan makin kacau. Mereka merasa hampir menyerah pada keadaan. Tapi tiba-tiba ada sebuah sinar terang dari kerumunan tempat Ellea. Semua Lycanoid terpental dan langsung tercabik dan mati saat itu juga. Ellea bangkit dengan lingkaran sinar terang yang membuat semua orang di tempat ini terpukau. Dan membuat semua Lycanoid tercabik begitu saja. Hanya dalam hitungan detik, semua Lycanoid tewas dengan kondisi mengerikan. Seakan-akan cahaya terang itu membuat mereka terbakar dan merobek tubuh mereka dengan begitu mengerikan. Tanpa ampun dan tanpa belas kasihan.
Ellea berdiri, matanya memancarkan sinar terang. Ia mendekat ke Ax lalu menyentuh dada Ax dan yang terjadi kemudian, di sekujur tubuh Ax memancarkan sinar terang dan perlahan membakar tubuhnya hingga hangus. Ellea kembali mendekati Lycans yang lain. Ia terus melakukan hal yang sama dan semua Lycans akhirnya kocar kacir, pergi meninggalkan gedung itu. Karena takut mati. Rendra juga merasakan perubahan dalam dirinya, tubuhnya yang semula menjadi werewolf, kini kembali menjadi wujud manusia. Ia luruh ke lantai seperti kehilangan semua tenaganya. Ellea mendekat ke Ares, ia menekan dada Ares. Seluruh rongga mata, hidung, mulut , dan telinga Ares memancarkan sinar terang. Lalu tanpa belas kasih, Ellea mencabut jantung Ares begitu saja.
Ares tewas, Ellea langsung terjauh ke lantai begitu saja. Abimanyu berlari mendekati Ellea dan berusaha membangunkan gadis itu. "Bagaimana Ellea?!" tanya Allea yang ikut panik melihat saudaranya terkapar setelah melakukan aksi heroik barusan.
"Masih nafas!" ujar Abi sedikit lega. Yudis dan yang lainnya juga mendekat, "Mungkin dia kelelahan aja," terang Yudis, tentu agar mereka tenang sejenak.
Para Lycanoid yang tewas berubah kembali menjadi wujud manusia. Ronal merasakan nyeri di dadanya saat melihat hampir sebagian warganya tewas dengan cara mengerikan. Dan satu jasad yang membuat tangis Ronal pecah, adalah jasad Jefri, putra semata wayangnya. Sesalah apa pun anaknya, ia tetap menganggap Jefri putranya yang terbaik.
Tragedi kali ini benar-benar merenggut semua orang terkasih mereka. Tiap anggota keluarga menjadi korban, bahkan ada yang tidak tersisa sama sekali. Malam yang cukup berat dan menyedihkan. Mereka juga harus menggali makam untuk saudara-saudara mereka. Makam massal karena tidak mungkin menyatukan tiap potongan tubuh mereka yang sudah tercerai berai. Sebuah lubang luas sudah mereka gali, beberapa anggota keluarga yang masih hidup masih berusaha mencari dan mengenali sanak saudara yang menjadi korban malam ini. Semua berduka, semua orang menangis. Ini tragedi paling memilukan di desa Amethys. Yang telah mengurangi hampir separuh lebih warganya.
Abi membopong Ellea masuk ke mobil, sementara Vin dan yang lain masih akan menunggu hingga acara pemakaman selesai. Tenaga mereka juga masih dibutuhkan di sini. Abi memutuskan pulang terlebih dahulu ke rumah. Ia sangat khawatir dengan keselamatan Ellea. Wajah Ellea pucat dan berkeringat dingin. Ia juga demam. Mobil melaju cepat. Menembus gelapnya malam desa Amethys yang sangat sunyi. Dalam benak Abi, ia harus sampai di rumah secepat mungkin.
Rumah ini seperti sudah sangat lama mereka tinggalkan. Abi segera membuka pintu mobil samping Ellea, membopong gadis itu dengan segera masuk ke dalam. IA segera ke kamar Ellea, membaringkan gadis itu dan mengganti pakaian Ellea yang basah karena bercak darah dan bahkan hampir setengah basah. Dengan telaten, Abi membasuh tubuh Ellea yang terkena noda darah. Terutama jemarinya. Ia bahkan ingat, bagaimana gadis itu merebut jantung Ares begitu saja. Sungguh mengerikan.
Abi bahkan tidak melihat jiwa Ellea dalam tubuhnya saat itu. Tapi setidaknya semua masalah selesai. Walau tidak dengan akhir yang bahagia, tetapi setidaknya berakhir dengan baik. Ellea sudah berganti baju. Abi mengompres dahinya karena demam yang tak kunjung turun. Pemuda itu terus menemani Ellea semalaman. Mencoba terus memastikan kalau Ellea pasti akan baik-baik saja.
"Semoga apa pun yang tadi terjadi sama kamu, nggak akan berdampak buruk, Ell. Jangan sampai kenapa-napa," gumam Abi dengan menggenggam tangan gadis itu.
Kedua netra Ellea terganggu dengan sinar terang yang kini menyelimuti tubuhnya. Terasa hangat dan menyenangkan. Udara di sekitarnya terasa segar, namun lain. Sadar ia berada di tempat asing, akhirnya kini ia terpaksa membuka matanya. Dahi Ellea mengernyit, saat ia menemukan dirinya berada di sebuah taman bunga di tengah hutan. Semua tampak indah dan menyenangkan.
"Jangan-jangan aku udah mati," gumamnya berbicara sendiri.
"Biyu ...."
"Allea ...."
"Vin ...."
"Om Gio ...."
Ia terus memanggil semua teman-temannya. Tapi kini ia sadar kalau dia sendirian. Dan satu lagi, ia bahkan tidak yakin sedang berada di mana sekarang. Semua terasa abu-abu. Ia bingung, tapi seolah mendapat firasat, Ellea segera pergi dari tempat itu. Langkahnya ia biarkan lepas begitu saja. Mengikuti ke mana firasat ini membawanya. Ia tersesat, tapi tidak merasa cemas dan khawatir. Kakinya yang telanjang tak merasa sakit saat menginjak kerikil di tanah. Tak merasa geli menghujam rumput basah dan lembab di bawahnya.
Langkahnya sampai di sebuah rumah kayu satu-satunya di tempat ini. Ellea mendekat seakan-akan merasakan hal yang dinamakan 'pulang'. Ia tak sungkan menarik gagang pintu dan membukanya secara perlahan. Ellea merasa tidak asing dengan tempat ini. Tetapi ia merasa lupa dan tak mengingat apa pun tentang tempat ini.
"Welcome home," sapa seorang wanita yang keluar dari rumah itu. Menyambutnya hangat. Ia berumur sekitar 40 tahunan dengan rambut blonde dan mata saphire. Tidak mirip sama sekali dengannya. Jadi sekalipun Ellea berpikir dia adalah salah satu orang dari masa lalunya, ia akan menepisnya jauh-jauh. Karena itu tidak mungkin. Wajah mereka bahkan tidak sama.
"Maaf anda siapa?" tanya Ellea ragu-ragu. Ia bahkan hendak mundur dan waspada untuk segera berlari sewaktu-waktu. Bagaimana juga dia adalah orang asing, dan siapa pun itu Ellea harus waspada.
"Ellea ... jangan takut. Aku tidak akan menyakitimu. Masuklah dulu," ajak wanita itu sambil mengulurkan tangan ke arahnya.
Ellea masih diam di tempat. Ia belum yakin atas ucapan wanita itu, tapi Ellea tetap menurut dan masuk ke rumah itu. Wanita itu berjalan menuju ke dalam, dan terus ke dapur di rumahnya. Ah, anggap saja ini rumahnya.
"Bagaimana? Kamu sudah bisa menggunakan kalung itu?" tanyanya sambil menunjuk benda yang melingkar di leher Ellea dengan dagunya.
Ellea yang terkejut, segera menyentuh liontin yang kini sudah menghiasi leher jenjangnya. Ia sedikit terkejut karena seingatnya benda ini sudah rusak oleh Jefri kemarin. Tetapi ....
Wanita itu tertawa kecil. Ia merasa lucu dengan reaksi Ellea yang seperti orang bingung. "Jangan bingung, Ellea. Itu hanya sebuah benda, karena sumber utama kekuatanmu ada di dalam dirimu sendiri. Semua akan muncul di saat yang tepat."
"Tunggu! Bagaimana Anda tau? Anda siapa sebenarnya. Dan kenapa saya bisa melakukan 'itu'?" tanya Ellea yang memang ingin mengetahui alasan dibalik semua hal yang terjadi padanya akhir-akhir ini. Ia tidak mengerti bahkan tidak tau ke mana ia harus bertanya. Ia benar-benar tersesat dan butuh seseorang yang lebih tau tentang hal ini. Bukan hanya dari sebuah buku saja.
Wanita itu duduk di kursi meja makan. Ia menuangkan air dari teko yang ada di hadapannya dan menyuguhkannya ke Ellea. Ellea menggenggam cawan itu sambil melongok isi di dalamnya. Ia ragu, karena air ini terlihat aneh.
"Minumlah dulu," suruh wanita itu. " Namaku Elisabeth, kau boleh memanggilku begitu."
"...."
"Aku akan menceritakan kisah masa lalu antara aku, kau, dan liontin itu. Tapi kau harus meminum itu dulu, Bagaimana?"
"...."
"Tenang saja. Tidak beracun."
Perlahan Ellea mendekatkan cawan itu ke mulutnya. Menghirup aroma air ini yang segar, padahal mulutnya belum menempel pada bibir cawan. Tapi aroma segar sudah ia rasakan. Walau ragu tapi Ellea tetap meneguk air itu perlahan. Segar. Bahkan netranya membulat seolah semangatnya ikut tersalurkan lewat air ini. Elisabeth tersenyum.
"Jadi di mana saya sekarang?" tanya Ellea begitu ia meletakan lagi cawan itu di meja.
"Di dalam alam bawah sadarmu."
"Mimpi?"
"Yah, dan hanya di sini kita bisa berkomunikasi dengan mudah."
"...." Ellea memperhatikan sekeliling lalu meneguk kembali air dari Elisabeth. Rupanya kini ia mulai terbiasa dan bisa bersantai.
"Kau tau Ellea, kalau di dalam darahmu mengalir pendahulu yang sudah sejak dulu menjadi pembantu malaikat?"
"...." Ellea menggeleng pelan.
"Mereka ditunjuk langsung untuk membereskan beberapa hal di duniamu. Banyak rahasia alam yang tidak banyak orang tau. Dan mereka tidak bisa di lawan dengan kekuatan manusia biasa. Di situlah tugas dan peranmu dibutuhkan."
"Contohnya seperti Lycans kemarin?"
"Yah, mereka hanya sebagian kecil dari misteri alam, tentu kau tau, kan? Kalau sulit untuk mengalahkan Lycans? Coba bayangkan kalau kamu tidak ada. Apa mereka akan mudah di taklukan. Atau mungkin bisa mereka dibunuh, tapi pasti akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan memakan korban lebih banyak."
Dalam hatinya Ellea berpikir hal yang sama dan mengiyakan perkataan Elisabeth itu. Tapi ia masih enggan berkomentar banyak. Sekarang ia hanya ingin mendengarkan banyak hal.
"Sebentar. Tadi anda bilang di dalam darah saya mengalir darah pendahulu? Maksudnya nenek moyang saya?"
"Yah, benar sekali. Tapi itu ada jauh sekali, beratus tahun lalu. Tiap 100 tahun sekali akan ada pengganti sebagai penerus, seperti kamu."
"Tapi kenapa harus saya? Apa karena liontin yang saya pakai itu?"
"Kamu yang dipilih. Dan untuk liontin, itu hanya sebagai simbol, karena sebenarnya tanpa liontin itu kamu tetap dapat menggunakan kekuatanmu. Perbanyaklah berlatih, karena masih banyak hal lain yang harus kamu urus nanti. "
"Maksudnya? Hal lain?" Elisabeth beranjak, mendekat ke Ellea, ia menutup kedua mata Ellea dengan telapak tangannya. Semua gelap. Dan saat ia membuka mata kembali, di depannya sudah ada Abimanyu yang sedang berusaha membangunkannya.
Ellea menatap sekitar. Semua berubah. Bukan lagi rumah Elisabeth tetapi kamarnya sendiri. Dan tentu Abimanyu, kekasihnya. "Kamu udah bangun, sayang? Yuk, sarapan dulu. Atau mau mandi dulu?" tanya Abi dengan tingkah aneh, tak seperti biasanya. Ellea sampai terkekeh melihat sikap Abi. "Kenapa ketawa?"
"Tumbenan kamu se-manis ini?"
"Nggak boleh? Kan ke calon istri. Masa nggak perhatian? Oh iya, kondisi kamu gimana? Masih lemes nggak? Atau ada yang sakit?"
"Enggak, Biyu. Aku udah nggak apa-apa. Semalem ... aku ketiduran, kah? Kok lupa, ya."
Abi hanya menatapnya nanar diiringi senyum tipis. "Iya, kamu kecapekan terus ketiduran di mobil. Tapi sekarang udah nggak apa-apa, kan?"
"Nggak apa-apa dong. YA udah aku mau mandi dulu, baru sarapan. Eh, udah bikin sarapan belum?"
"Sudah, sayang. Spesial buat kamu pokoknya."
"Cih, memangnya kamu yang masak? Ah, paling Allea," cetusnya sambil menyibak selimut dan menatanya dengan lebih rapi lagi sebelum ia tinggalkan.
"Aku dong. Allea yang bantuin. Coba deh, pasti enak. Tapi kamu mandi dulu, ya."
"Iya, Biyu."
Ellea memutuskan mandi lebih dulu. Shower membuat air dingin ini menyegarkan mengenai tubuhnya. Saat ia menyentuh leher, Ellea sontak terperanjat karena merasakan lehernya memakai sesuatu. Ia segera berjalan ke arah wastafel yang memang ada di dalam kamar mandi. Cermin di depannya membuat Ellea kebingungan karena kalung yang rusak kemarin, kini masih utuh dan ada di lehernya. "Jangan-jangan mimpi itu ...," gumamnya.
regmekujo dan 5 lainnya memberi reputasi
6