- Beranda
- Stories from the Heart
Supernatural
...
TS
ny.sukrisna
Supernatural
Quote:
Mungkin agan di sini pernah baca cerita ane yang berjudul pancasona? Kali ini ane akan melanjutkan kisah itu di sini. Yang suka cerita genre fantasi, kasus pembunuhan berantai, gengster werewolf, vampire dan sejenisnya. Silakan mampir.


Quote:
INDEKS
Part 1 abimanyu maheswara
Part 2 abimanyu
Part 3 kalla
Part 4 siapa kalla
Part 5 seorang gadis
part 6 Ellea
part 7 taman
Part 8 kamar ellea
Part 9 pagi bersama ellea
Part 10 rencana
Part 11 tentang kalla
part 12 rumah elang
Part 13 kembali aktivitas
part 14 emosi elang
part 15 janin kalla
part 16 elang
Part 17 vin
Part 18 kantor
Part 19 kemunculan kalla
part 20 pulau titik nol kehidupan
part 21 desa terkutuk
Part 22 wira
Part 23 teman lama
Part 24 patung wira
part 25 teror di rumah John
part 26 tato
part 27 simbol aldebaro
part 28 buku
part 29 kantor kalla
part 30 batu saphire
part 31 Lian dan Ayu
part 32 kakak beradik yang kompak
part 33 penyusup
part 34 kalah jumlah
part 35 lorong rahasia
Part 36 masuk lorong
part 37 cairan aneh
part 38 rahasia kalandra
part 39 Nayaka adalah Kalandra
Part 40 kemampuan nayaka
Part 41 Arkie
Part 42 Arkie (2)
Part 43 peperangan
Part 44 berakhir
Part 45 desa abi
part 46 nabila
part 47 cafe abi
Part 48 Maya
part 49 riki kembali, risna terancam
part 50 iblis bertubuh manusia
part 51 bertemu eliza
part 52 Feliz
Part 53 Bisma
Part 54 ke mana bisma
part 55 rahasia mayat
part 56 bisma kabur
part 57 pertemuan tak terduga
part 58 penyelidikan
part 59 tabir rahasia
part 60 kebakaran
part 61 Bajra
part 62 pengorbanan Bajra
part 63 the best team
part 64 masa lalu
part 65 perang dimulai
part 66 kisah baru
part 67 bertemu vin
part 68 san paz
part 69 cafe KOV
part 70 demigod
part 71 california
part 72 Allea dan Ellea
part 73 rumah ellea
part 74 alan cha
part 75 latin kings
part 76 kediaman faizal
part 77 kematian faizal.
part 78 permainan
part 79 ellea cemburu
part 80 rumah
part 81 keributan
part 82 racun
part 83 mayat
part 84 rencana
part 85 kampung....
Part 86 kematian adi
part 87 tiga sekawan
part 88 zikal
part 89 duri dalam daging
part 90 kerja sama
part 91 Abraham alexi Bonar
part 92 terusir
part 93 penemuan mayat
part 94 dongeng manusia serigala
part 95 hewan atau manusia
part 96 Rendra adalah werewolf
part 97 Beta
part 98 melamar
part 99 pencarian lycanoid
part 100 siapa sebenarnya anda
part 101 terungkap kebenaran
part 102 kisah yang panjang
part 103 buku mantra
part 104 sebuah simbol
part 105 kaki tangan
part 106 pertikaian
part 107 bertemu elizabet
part 108 orang asing
part 109 mantra eksorsisme
part 110 Vin bersikap aneh
part 111 Samael
part 112 Linda sang paranormal
part 113 reinkarnasi
part 114 Nayla
part 115 Archangel
part 116 Flashback vin kesurupan
part 117 ritual
part 118 darah suci
part 119 Lasha
part 120 Amon
part 121 masa lalu arya
part 122 sekte sesat
part 123 sekte
part 124 bu rahayu
part 125 dhampire
part 126 penculikan
part 127 pengakuan rian.
part 128 azazil
part 129 ungkapan perasaan
part 130 perjalanan pertama
part 131 desa angukuni
part 132 Galiyan
part 133 hilang
part 134 Hans dan Jean
part 135 lintah Vlad
part 136 rahasia homestay
part 137 rumah kutukan
part 138 patung aneh
part 139 pulau insula mortem
part 140 mercusuar
part 141 kastil archanum
part 142 blue hole
part 143 jerogumo
part 144 timbuktu
part 145 gerbang gaib
part 146 hutan rougarau
part 147 bertemu azazil
part 148 SMU Mortus
part 149 Wendigo
part 150 danau misterius
part 151 jiwa yang hilang
part 152 serangan di rumah
part 153 misteri di sekolah
part 154 rumah rayi
part 155 makhluk lain di sekolah
part 156 Djin
part 157 menjemput jiwa
part 158 abitra
part 159 kepergian faza
part 160 Sabrina
part 161 puncak emosi
part 162 ilmu hitam
part 163 pertandingan basket
part 164 mariaban
part 165 Dagon
part 166 bantuan
INDEKS LANJUT DI SINI INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 16-05-2023 21:45
itkgid dan 12 lainnya memberi reputasi
13
13.5K
222
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ny.sukrisna
#70
Part 68 San Paz
Sebuah tempat yang paling sepi dari tempat lain tentunya. Diego mengajak mereka masuk. Mengambil 3 botol bir dan meletakan di meja. "Jadi dia?" tunjuk Diego ke Abimanyu. Vin mengangguk, meraih botol bir itu dan meneguknya. "Jadi elu yang cari perempuan itu?" tanya Diego spontan. Abi mengangguk.
"Jujur saja gue nggak tau dia di mana. Tapi menurut gosip yang beredar, dia ada masalah sama geng Asia Boyz."
"Asia Boyz?"
"Iya. Kalau mau cari mati, dengan datengin tempatnya, ada di ujung jalan sana," tunjuk Diego ke arah tempat gengster itu berada.
"Elu nggak bisa cari tau? Apa dia di sana atau nggak?" tanya Abi sedikit memohon.
"Sorry," Diego menggeleng, meneguk bir miliknya. "Minum,"kata Diego mendorong botol bir yang masih utuh ke Abi. "Sorry, gue nggak minum ginian."
"Wow. "
"...."
"Yakin nggak bisa cari informasi lain selain ini, Di?" tanya Vin mengulangi hal yang mereka sudah tau jawabannya. Tidak ada informasi lain lagi.
"Asal kalian tau, di sini bebas, tapi ketat. Urusan gengster lain, kami nggak boleh ikut campur. Kalau sampai itu terjadi, bakal perang deh. Habis tempat ini."
"Ya sudah. Biar gue cari sendiri ke sana," kata Abimanyu, beranjak dan mendapat tatapan tajam Vin. Vin mengejar Abi yang berjalan keluar. Sementara itu, Diego tengah menghubungi seseorang sambil menatap kepergian Abimanyu.
Vin mengejar Abi. Ia tidak boleh nekat di tempat seperti ini, kalau sampai itu terjadi, Vin bakal mati. Karena tau kalau Abi tidak akan mudah mati. Jadi sekarang, dia yang akan cepat mati jika sampai Abi nekat. Vin berteriak memanggil nama Abi, sampai-sampai ia menarik tangan Abi saat sampai dekat pintu paling ujung jalan ini. "Asia Boyz." Papan nama di atasnya menunjukkan kalau inilah tempat yang seharusnya mereka datangi.
"Jangan gila, lu! Gue bisa mati!" kata Vin berbisik.
"Kalau lu takut, gue aja yang masuk."
"Abi! Jangan nekat, please. Kita cari cara lain."
"Cara apa?"
"..."
"Gue masuk cuma mau tanya, mereka liat Ellea apa nggak? Simple!" Kembali Abi hendak berjalan, tapi lagi-lagi Vin menahannya.
"Nggak begitu caranya bloon!"
"Vin...."
"Gue tau, lu khawatir sama Ellea. Tapi di sini nggak bisa cuma pakai otot, tapi pakai otak lu!"
"...."
"Kita cari cara lain. Karena kalau sampai mereka tau, elu cari Ellea, kita bakal habis, Bi. Mereka bakal cari kita dan nggak bakal biarkan kita bisa cari Ellea. Lu ngerti kagak maksud gue?"
"...."
Abi diam, terus berpikir dan menimbang segala kemungkinan baik maupun buruknya. Tangannya merogoh saku celana. Tanpa disadari, ia menemukan secarik kertas, Abi mengambil kertas itu yang sudah kusut. Matanya terbelalak, saat membaca isi kertas itu. "Astaga. Gue lupa!" pekiknya.
"Lupa apa?"
"Alamat Ellea," tunjuk Abi ke Vin. Vin mendengus sebal lalu meninju perut Abimanyu yang diikuti gelak tawa manusia penumpas kejahatan itu. "Setan lu!" umpat Vin sebal. Ia mengapit kepala Abimanyu dan membawanya pergi, sebelum pemuda yang tengah diapitnya berubah pikiran.
Mereka dalam perjalanan ke alamat yang tertera di kertas berwarna merah muda itu, dengan tulisan tangan indah yang diukir oleh Shanum. Sepanjang jalan Vin mengomel karena Abi yang sudah memiliki alamat tempat tinggal Ellea malah lupa akan hal itu. Mereka malah jauh-jauh mengantar nyawa ke distrik terkutuk itu. Vin memang seorang militer, tapi dia tetap akan mati jika masuk ke dalam sarang mafia seperti tadi. Apa lagi mereka tidak tau apa sebenarnya masalah yang terjadi antara Ellea dan Asia Boys. Nama Asia Boys memang tampak tidak seram sama sekali. Bahkan mirip boyband saja. Tapi dibalik itu, kelompok ini cukup berpengaruh di sana.
Distrik San Paz sendiri berkali-kali terjadi pertempuran antar geng, salah satunya Asia Boyz dan Wah Ching. Peristiwa itu cukup menggemparkan, karena memakan banyak korban tentunya. Bahkan beberapa pemuda yang sedang lewat di depan gerbang San Paz ikut terkena imbasnya. Tewas dengan tragis, berondongan peluru masuk ke dalam tubuh mereka, tapi polisi tidak bisa menghukum pelaku.
_______-
"Ini tempatnya?" tanya Abimanyu menunjuk bangunan tua mirip rumah susun kumuh yang ia temukan saat menghadapi kalla dulu. Vin mengangguk dan berfikiran hal yang sama. Gedung ini memiliki 5 lantai, tiap lantai ada 20 kamar. Tempat tinggal Ellea ada di lantai 4 kamar nomor 37. Menaiki lift dengan beberapa penghuni. Mereka diam dan mencoba bersikap biasa. Karena beberapa orang yang mereka temui bersikap aneh. Menatap Abi dan Vin dengan tatapan mencurigakan.
Sampai lantai 4. Abi dan Vin turun, tapi mereka masih naik 1 lantai lagi. Dengan begitu mereka sedikit lega. Waspada tentunya. Karena mereka tidak tau siapa kawan dan siapa lawan. Sampai di pintu dengan nomor 37, mereka diam sejenak. Vin segera mengetuk pintu itu beberapa kali tapi tidak ada sahutan. Abi memang bisa menebak hal itu. Setidaknya ia ingin tau di mana Ellea tinggal selama ini.
Vin memutar kenop pintu, terbuka. Keduanya saling melempar pandang, mirip pencuri yang berhasil membuka pintu rumah korbannya. Masuk dengan mengendap-endap. Namun yang di dapat hanya sebuah kamar, dengan ranjang dan kasur. Meja nakas dan koper yang berantakan di lantai. Isi nya sudah berhamburan keluar. Vin memeriksa sekitar, toilet bahkan balkon kamar. Tidak ada tanda-tanda ada manusia lain selain mereka.
Abi membereskan isi koper itu. Tidak ada hal mencurigakan lainnya. Tapi mereka menemukan sebuah Foto Ellea dengan seorang kakek yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. "Kakek Ellea?"
"Setau gue bukan. Kakek Ellea kan udah meninggal."
"Siapa dia, ya?" tanya Vin penasaran. Ia serasa pernah melihat orang dalam foto ini. Wajahnya tampak familiar. Tapi Vin tidak ingat di mana pernah melihatnya. Vin meraih foto itu dan terus memperhatikan nya. Saat ia membalik foto ada 2 huruf di sana. A C ?
"Bi, kita cabut aja yuk."
"Elu saja sana."
"Bi ... katanya mau cari Ellea?"
"Gue mau tunggu dia di sini, siapa tau dia pulang, Vin."
"Astaga si bego. Nggak mungkin Ellea balik, Bi. Kita cari siapa orang difoto ini, bagaimana? Gue punya kenalan di kedutaan, siapa tau dia bisa bantu kita cari tau siapa dia. Mereka keliatan deket banget, kan? Gue yakin Ellea kenal kakek ini."
"...."
"Kalau lu di sini terus, buang waktu doang, Bi. Kita harus bergerak sekarang!"
"Oke. Tapi gue mau tulis pesan dulu, siapa tau Ellea balik ke sini. Biar dia hubungin gue."
"Serah elu."
Saat keluar kamar Ellea, tiba-tiba orang-orang yang tadi ada di dalam lift bersama mereka muncul. Membawa pemukul, pisau dan senjata tajam lainnya. Ada sekitar 10 orang di sini. Abi dan Vin diam, mencoba mengamati situasi terlebih dahulu. "Welcome to San Paz," gumam Vin memukul orang terdekatnya, dan pertempuran berlangsung riuh. Mereka saling baku hantam tanpa tau masalahnya. Vin dan Abi cukup cekatan dan patut diacungi jempol. Dalam 15 menit orang-orang itu sudah terkapar tak berdaya. "Who told you to?" bisik Vin pada salah satu orang suruhan itu. Mereka yang sudah kesulitan bergerak hanya menjawab, "Diego!"
_____________
"Apa maksud Diego ngirim orang-orang itu buat mukulin kita, Vin? Bukannya dia temen elu?" tanya Abi yang tidak mengerti. Orang yang baru beberapa jam lalu itu bersikap baik, justru kini menyuruh orang lain untuk mencelakai mereka berdua.
"Bukan mukulin. Tapi mereka ingin bunuh kita!"
"Gila!"
"Itulah kenapa gue larang lu nyamperin mafia itu. Bisa mati muda gue."
"Elu kenal di mana sih?" tanya Abi masih tidak mengerti kenapa mereka dikeroyok.
"Di Israel."
"Jauh amat?"
"Dia mafia yang ketangkep di sana, dan gue yang nangkep. Tapi dia adalah informan buat tim gue. Kami banyak nangkep musuh karena bantuannya."
"Dan sekarang dia mau nangkep kita?!"
"..."
"Damn it!"
"Eh tapi aneh nggak sih, Bi?"
"Apanya? Dia memang aneh. Jadi aneh apalagi?!"
"Dia salah satu orang yang bisa gue percaya dulu, tapi kenapa sekarang berubah. Pasti ada sesuatu!"
"Nggak peduli gue! Yang jelas, dia tau banyak tentang Ellea."
"...."
"Tapi dia pura-pura bego."
"Pasti dia disuruh seseorang."
"...."
****
Mereka sampai di KBRI di Roma, letaknya ada di Piazza San Marco. Tidak begitu jauh dari San Polo. Karena pekerjaannya, Vin memiliki banyak koneksi dari berbagai kalangan. Dari mafia, pedagang kaki lima, sampai pejabat pemerintahan. Faizal. Salah satu staf bagian komunikasi. Vin dan Faizal adalah teman lama sejak mereka masih duduk di bangku SMU.
Vin menghubungi Faizal begitu sampai di depan KBRI. Tak lama Faizal keluar. Lama tidak bertemu membuat keduanya berbasa-basi sedikit, menanyakan kabar dan kesibukan masing-masing. Abi hanya diam, menatap mereka jengah. Melihat kawannya mulai bosan, Vin segera membicarakan pokok permasalahan yang ingin mereka tanyakan.
"Bisa lu cariin semua informasi tentang orang ini? Kalau bisa duanya," tunjuk Vin pada foto yang mereka temukan tadi.
Faizal menatapnya beberapa saat, ia menyentuh dagunya yang memang tumbuh janggut tipis di sana. "Rasanya dia nggak asing. Bentar gue inget-inget dulu," kata Faizal yang seakan membawa angin segar untuk Abi. "Yuk, masuk saja. Eh bentar ini teman lu berapa lama mau di sini?" tanya Faizal menunjuk Abimanyu.
"Belum tau, kenapa?"
"Sudah lapor KBRI belum? Nanti kalau ada apa-apa, kan, gampang ngurusnya. Soalnya muka-mukanya kayak bakal cari ribut ini orang," gumam Faizal, berjalan masuk ke dalam, diikuti Vin dan Abi. Dua pria di belakangnya hanya saling tatap, Vin menahan tawa sementara Abi melotot sebal. "Emangnya muka gue kenapa?!" gumam Abi yang ditanggapi dengan telunjuk kanan Vin yang diletakan di depan bibir. Pertanda, "diam saja."
Mereka di bawa masuk ke sebuah ruangan dengan beberapa komputer di sekitarnya. Faizal menyapa salah seorang kawannya dengan bahasa Spanyol, mungkin sebagai basa-basi penjelasan keberadaan dua orang asing yang ia bawa barusan. Kini jemari Faizal mulai mengetik, meng-copy foto yang barusan ia dapatkan. Hanya menunggu sekitar 5 menit saja, informasi langsung muncul.
"Ketemu!" pekik Faizal dengan mata berbinar," Pantesan dia nggak asing. Rupanya Alan Cha!" katanya lagi entah berbicara dengan siapa.
"Alan Cha, siapa?" tanya Abimanyu.
"Dia ketua gangster Wah Ching. Salah satu gangster di San Paz. Dulu Wah Ching sama Asia Boyz pernah bentrok antar geng. Rame. Sampai-sampai San Paz sempet ditutup karena banyak korban jiwa karena perseteruan dua kubu itu."
"Masalahnya apa?"
"Katanya Alan Cha melanggar kerja sama yang sudah mereka sepakati. Dan Austin, pemimpin Asia Boyz nggak terima, dia berencana mau bunuh semua anggota gangster itu, bahkan sampai keluarganya. Sekarang di San Paz, Wah Ching udah nggak ada lagi, tempat mereka sudah mirip gedung berhantu. Gue juga nggak tau mereka masih ada apa nggak."
"...."
"Kalau cewek ini? Namanya Ellea, dia pernah lapor statusnya nggak, Zal?"
"Bentar ...." Faizal kembali mencari nama Ellea. Berkali-kali ia mengetik dan mencari melalui foto , tapi tidak pernah ditemukan apa pun tentang identitasnya di KBRI. "Nggak ada. Nama dia. Lu yakin namanya Ellea?"
"Yakin banget."
"Dan yakin kalau dia ada di sini?"
'Iya, Zal. Gue pernah ketemu dia beberapa waktu lalu. Nah makanya kami mau cari dia, soalnya dia aneh. Tiba-tiba hilang gitu saja."
"Mungkin dia nggak pernah datang ke sini buat lapor."
"Itu lebih masuk akal sih."
_________
Mencari keberadaan Ellea di Venesia bagai mencari jarum di tumpukan jerami. Mereka harus mengulur satu persatu jerami dan selalu menemukan fakta baru. Bagaimana bisa Ellea mengenal Alan Cha, gembong mafia dari Wah Ching. Bahkan mereka terlihat begitu dekat. Mirip kakek dengan cucunya. Tapi Abi sangat yakin kalau Kakek Ellea sudah meninggal.
Ponsel Abi berdering. Tertera nama Shanum di layar. Abi segera menggeser dan meletakan benda pipih itu di telinganya.
"Ya."
"...."
"Belum. Kacau, Sha. Makin nggak ngerti gue Ellea lagi di mana dan ada masalah apa."
"...."
"Kemarin malam, gue liat dia lagi di kejar orang, mereka masuk ke San Paz, nah tadi gue sama Vin nyari ke sana, tapi nggak ketemu. Terus kami ke alamat yang lu kasih kemarin. Dia nggak ada juga."
"...."
"Gue curiga, ada indikasi Ellea ada hubungan sama gangster di sini, Sha. Cuma kami belum tau masalahnya apa. Hah! Pusing gue."
"...."
"Iya. Oke."
Telepon dimatikan. "Shanum?"
Abi mengangguk, dan perhatiannya kembali ke benda pipih yang masih ia genggam. Kini nomor asing yang menghubunginya. Nomornya aneh. Alhasil ia menunjukkan ke Vin, "Nomor sini itu. Elu kasih nomor ke siapa?"
Abi mencoba mengingat apa yang ia lupakan dengan nomor telepon asing ini. "Jangan-jangan ... KOV!" pekik Abi dengan mata berbinar.
"KOV? Apa sih?" tanya Vin yang tidak paham. Abi tidak menggubris dan segera menerima panggilan itu.
"Ya? Ronal?"
"...."
"Really?! Oke." Abi terlihat sangat bersemangat dan menarik tangan Vin menuju mobil. "Apa sih? ke mana?" tanya Vin yang sebal.
"Buruan ke coffe shop itu."
"Coffe shop mana?" tanya Vin lalu masuk ke mobilnya dan duduk di belakang kemudi.
"KOV. King of the fork!"
"Jujur saja gue nggak tau dia di mana. Tapi menurut gosip yang beredar, dia ada masalah sama geng Asia Boyz."
"Asia Boyz?"
"Iya. Kalau mau cari mati, dengan datengin tempatnya, ada di ujung jalan sana," tunjuk Diego ke arah tempat gengster itu berada.
"Elu nggak bisa cari tau? Apa dia di sana atau nggak?" tanya Abi sedikit memohon.
"Sorry," Diego menggeleng, meneguk bir miliknya. "Minum,"kata Diego mendorong botol bir yang masih utuh ke Abi. "Sorry, gue nggak minum ginian."
"Wow. "
"...."
"Yakin nggak bisa cari informasi lain selain ini, Di?" tanya Vin mengulangi hal yang mereka sudah tau jawabannya. Tidak ada informasi lain lagi.
"Asal kalian tau, di sini bebas, tapi ketat. Urusan gengster lain, kami nggak boleh ikut campur. Kalau sampai itu terjadi, bakal perang deh. Habis tempat ini."
"Ya sudah. Biar gue cari sendiri ke sana," kata Abimanyu, beranjak dan mendapat tatapan tajam Vin. Vin mengejar Abi yang berjalan keluar. Sementara itu, Diego tengah menghubungi seseorang sambil menatap kepergian Abimanyu.
Vin mengejar Abi. Ia tidak boleh nekat di tempat seperti ini, kalau sampai itu terjadi, Vin bakal mati. Karena tau kalau Abi tidak akan mudah mati. Jadi sekarang, dia yang akan cepat mati jika sampai Abi nekat. Vin berteriak memanggil nama Abi, sampai-sampai ia menarik tangan Abi saat sampai dekat pintu paling ujung jalan ini. "Asia Boyz." Papan nama di atasnya menunjukkan kalau inilah tempat yang seharusnya mereka datangi.
"Jangan gila, lu! Gue bisa mati!" kata Vin berbisik.
"Kalau lu takut, gue aja yang masuk."
"Abi! Jangan nekat, please. Kita cari cara lain."
"Cara apa?"
"..."
"Gue masuk cuma mau tanya, mereka liat Ellea apa nggak? Simple!" Kembali Abi hendak berjalan, tapi lagi-lagi Vin menahannya.
"Nggak begitu caranya bloon!"
"Vin...."
"Gue tau, lu khawatir sama Ellea. Tapi di sini nggak bisa cuma pakai otot, tapi pakai otak lu!"
"...."
"Kita cari cara lain. Karena kalau sampai mereka tau, elu cari Ellea, kita bakal habis, Bi. Mereka bakal cari kita dan nggak bakal biarkan kita bisa cari Ellea. Lu ngerti kagak maksud gue?"
"...."
Abi diam, terus berpikir dan menimbang segala kemungkinan baik maupun buruknya. Tangannya merogoh saku celana. Tanpa disadari, ia menemukan secarik kertas, Abi mengambil kertas itu yang sudah kusut. Matanya terbelalak, saat membaca isi kertas itu. "Astaga. Gue lupa!" pekiknya.
"Lupa apa?"
"Alamat Ellea," tunjuk Abi ke Vin. Vin mendengus sebal lalu meninju perut Abimanyu yang diikuti gelak tawa manusia penumpas kejahatan itu. "Setan lu!" umpat Vin sebal. Ia mengapit kepala Abimanyu dan membawanya pergi, sebelum pemuda yang tengah diapitnya berubah pikiran.
Mereka dalam perjalanan ke alamat yang tertera di kertas berwarna merah muda itu, dengan tulisan tangan indah yang diukir oleh Shanum. Sepanjang jalan Vin mengomel karena Abi yang sudah memiliki alamat tempat tinggal Ellea malah lupa akan hal itu. Mereka malah jauh-jauh mengantar nyawa ke distrik terkutuk itu. Vin memang seorang militer, tapi dia tetap akan mati jika masuk ke dalam sarang mafia seperti tadi. Apa lagi mereka tidak tau apa sebenarnya masalah yang terjadi antara Ellea dan Asia Boys. Nama Asia Boys memang tampak tidak seram sama sekali. Bahkan mirip boyband saja. Tapi dibalik itu, kelompok ini cukup berpengaruh di sana.
Distrik San Paz sendiri berkali-kali terjadi pertempuran antar geng, salah satunya Asia Boyz dan Wah Ching. Peristiwa itu cukup menggemparkan, karena memakan banyak korban tentunya. Bahkan beberapa pemuda yang sedang lewat di depan gerbang San Paz ikut terkena imbasnya. Tewas dengan tragis, berondongan peluru masuk ke dalam tubuh mereka, tapi polisi tidak bisa menghukum pelaku.
_______-
"Ini tempatnya?" tanya Abimanyu menunjuk bangunan tua mirip rumah susun kumuh yang ia temukan saat menghadapi kalla dulu. Vin mengangguk dan berfikiran hal yang sama. Gedung ini memiliki 5 lantai, tiap lantai ada 20 kamar. Tempat tinggal Ellea ada di lantai 4 kamar nomor 37. Menaiki lift dengan beberapa penghuni. Mereka diam dan mencoba bersikap biasa. Karena beberapa orang yang mereka temui bersikap aneh. Menatap Abi dan Vin dengan tatapan mencurigakan.
Sampai lantai 4. Abi dan Vin turun, tapi mereka masih naik 1 lantai lagi. Dengan begitu mereka sedikit lega. Waspada tentunya. Karena mereka tidak tau siapa kawan dan siapa lawan. Sampai di pintu dengan nomor 37, mereka diam sejenak. Vin segera mengetuk pintu itu beberapa kali tapi tidak ada sahutan. Abi memang bisa menebak hal itu. Setidaknya ia ingin tau di mana Ellea tinggal selama ini.
Vin memutar kenop pintu, terbuka. Keduanya saling melempar pandang, mirip pencuri yang berhasil membuka pintu rumah korbannya. Masuk dengan mengendap-endap. Namun yang di dapat hanya sebuah kamar, dengan ranjang dan kasur. Meja nakas dan koper yang berantakan di lantai. Isi nya sudah berhamburan keluar. Vin memeriksa sekitar, toilet bahkan balkon kamar. Tidak ada tanda-tanda ada manusia lain selain mereka.
Abi membereskan isi koper itu. Tidak ada hal mencurigakan lainnya. Tapi mereka menemukan sebuah Foto Ellea dengan seorang kakek yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. "Kakek Ellea?"
"Setau gue bukan. Kakek Ellea kan udah meninggal."
"Siapa dia, ya?" tanya Vin penasaran. Ia serasa pernah melihat orang dalam foto ini. Wajahnya tampak familiar. Tapi Vin tidak ingat di mana pernah melihatnya. Vin meraih foto itu dan terus memperhatikan nya. Saat ia membalik foto ada 2 huruf di sana. A C ?
"Bi, kita cabut aja yuk."
"Elu saja sana."
"Bi ... katanya mau cari Ellea?"
"Gue mau tunggu dia di sini, siapa tau dia pulang, Vin."
"Astaga si bego. Nggak mungkin Ellea balik, Bi. Kita cari siapa orang difoto ini, bagaimana? Gue punya kenalan di kedutaan, siapa tau dia bisa bantu kita cari tau siapa dia. Mereka keliatan deket banget, kan? Gue yakin Ellea kenal kakek ini."
"...."
"Kalau lu di sini terus, buang waktu doang, Bi. Kita harus bergerak sekarang!"
"Oke. Tapi gue mau tulis pesan dulu, siapa tau Ellea balik ke sini. Biar dia hubungin gue."
"Serah elu."
Saat keluar kamar Ellea, tiba-tiba orang-orang yang tadi ada di dalam lift bersama mereka muncul. Membawa pemukul, pisau dan senjata tajam lainnya. Ada sekitar 10 orang di sini. Abi dan Vin diam, mencoba mengamati situasi terlebih dahulu. "Welcome to San Paz," gumam Vin memukul orang terdekatnya, dan pertempuran berlangsung riuh. Mereka saling baku hantam tanpa tau masalahnya. Vin dan Abi cukup cekatan dan patut diacungi jempol. Dalam 15 menit orang-orang itu sudah terkapar tak berdaya. "Who told you to?" bisik Vin pada salah satu orang suruhan itu. Mereka yang sudah kesulitan bergerak hanya menjawab, "Diego!"
_____________
"Apa maksud Diego ngirim orang-orang itu buat mukulin kita, Vin? Bukannya dia temen elu?" tanya Abi yang tidak mengerti. Orang yang baru beberapa jam lalu itu bersikap baik, justru kini menyuruh orang lain untuk mencelakai mereka berdua.
"Bukan mukulin. Tapi mereka ingin bunuh kita!"
"Gila!"
"Itulah kenapa gue larang lu nyamperin mafia itu. Bisa mati muda gue."
"Elu kenal di mana sih?" tanya Abi masih tidak mengerti kenapa mereka dikeroyok.
"Di Israel."
"Jauh amat?"
"Dia mafia yang ketangkep di sana, dan gue yang nangkep. Tapi dia adalah informan buat tim gue. Kami banyak nangkep musuh karena bantuannya."
"Dan sekarang dia mau nangkep kita?!"
"..."
"Damn it!"
"Eh tapi aneh nggak sih, Bi?"
"Apanya? Dia memang aneh. Jadi aneh apalagi?!"
"Dia salah satu orang yang bisa gue percaya dulu, tapi kenapa sekarang berubah. Pasti ada sesuatu!"
"Nggak peduli gue! Yang jelas, dia tau banyak tentang Ellea."
"...."
"Tapi dia pura-pura bego."
"Pasti dia disuruh seseorang."
"...."
****
Mereka sampai di KBRI di Roma, letaknya ada di Piazza San Marco. Tidak begitu jauh dari San Polo. Karena pekerjaannya, Vin memiliki banyak koneksi dari berbagai kalangan. Dari mafia, pedagang kaki lima, sampai pejabat pemerintahan. Faizal. Salah satu staf bagian komunikasi. Vin dan Faizal adalah teman lama sejak mereka masih duduk di bangku SMU.
Vin menghubungi Faizal begitu sampai di depan KBRI. Tak lama Faizal keluar. Lama tidak bertemu membuat keduanya berbasa-basi sedikit, menanyakan kabar dan kesibukan masing-masing. Abi hanya diam, menatap mereka jengah. Melihat kawannya mulai bosan, Vin segera membicarakan pokok permasalahan yang ingin mereka tanyakan.
"Bisa lu cariin semua informasi tentang orang ini? Kalau bisa duanya," tunjuk Vin pada foto yang mereka temukan tadi.
Faizal menatapnya beberapa saat, ia menyentuh dagunya yang memang tumbuh janggut tipis di sana. "Rasanya dia nggak asing. Bentar gue inget-inget dulu," kata Faizal yang seakan membawa angin segar untuk Abi. "Yuk, masuk saja. Eh bentar ini teman lu berapa lama mau di sini?" tanya Faizal menunjuk Abimanyu.
"Belum tau, kenapa?"
"Sudah lapor KBRI belum? Nanti kalau ada apa-apa, kan, gampang ngurusnya. Soalnya muka-mukanya kayak bakal cari ribut ini orang," gumam Faizal, berjalan masuk ke dalam, diikuti Vin dan Abi. Dua pria di belakangnya hanya saling tatap, Vin menahan tawa sementara Abi melotot sebal. "Emangnya muka gue kenapa?!" gumam Abi yang ditanggapi dengan telunjuk kanan Vin yang diletakan di depan bibir. Pertanda, "diam saja."
Mereka di bawa masuk ke sebuah ruangan dengan beberapa komputer di sekitarnya. Faizal menyapa salah seorang kawannya dengan bahasa Spanyol, mungkin sebagai basa-basi penjelasan keberadaan dua orang asing yang ia bawa barusan. Kini jemari Faizal mulai mengetik, meng-copy foto yang barusan ia dapatkan. Hanya menunggu sekitar 5 menit saja, informasi langsung muncul.
"Ketemu!" pekik Faizal dengan mata berbinar," Pantesan dia nggak asing. Rupanya Alan Cha!" katanya lagi entah berbicara dengan siapa.
"Alan Cha, siapa?" tanya Abimanyu.
"Dia ketua gangster Wah Ching. Salah satu gangster di San Paz. Dulu Wah Ching sama Asia Boyz pernah bentrok antar geng. Rame. Sampai-sampai San Paz sempet ditutup karena banyak korban jiwa karena perseteruan dua kubu itu."
"Masalahnya apa?"
"Katanya Alan Cha melanggar kerja sama yang sudah mereka sepakati. Dan Austin, pemimpin Asia Boyz nggak terima, dia berencana mau bunuh semua anggota gangster itu, bahkan sampai keluarganya. Sekarang di San Paz, Wah Ching udah nggak ada lagi, tempat mereka sudah mirip gedung berhantu. Gue juga nggak tau mereka masih ada apa nggak."
"...."
"Kalau cewek ini? Namanya Ellea, dia pernah lapor statusnya nggak, Zal?"
"Bentar ...." Faizal kembali mencari nama Ellea. Berkali-kali ia mengetik dan mencari melalui foto , tapi tidak pernah ditemukan apa pun tentang identitasnya di KBRI. "Nggak ada. Nama dia. Lu yakin namanya Ellea?"
"Yakin banget."
"Dan yakin kalau dia ada di sini?"
'Iya, Zal. Gue pernah ketemu dia beberapa waktu lalu. Nah makanya kami mau cari dia, soalnya dia aneh. Tiba-tiba hilang gitu saja."
"Mungkin dia nggak pernah datang ke sini buat lapor."
"Itu lebih masuk akal sih."
_________
Mencari keberadaan Ellea di Venesia bagai mencari jarum di tumpukan jerami. Mereka harus mengulur satu persatu jerami dan selalu menemukan fakta baru. Bagaimana bisa Ellea mengenal Alan Cha, gembong mafia dari Wah Ching. Bahkan mereka terlihat begitu dekat. Mirip kakek dengan cucunya. Tapi Abi sangat yakin kalau Kakek Ellea sudah meninggal.
Ponsel Abi berdering. Tertera nama Shanum di layar. Abi segera menggeser dan meletakan benda pipih itu di telinganya.
"Ya."
"...."
"Belum. Kacau, Sha. Makin nggak ngerti gue Ellea lagi di mana dan ada masalah apa."
"...."
"Kemarin malam, gue liat dia lagi di kejar orang, mereka masuk ke San Paz, nah tadi gue sama Vin nyari ke sana, tapi nggak ketemu. Terus kami ke alamat yang lu kasih kemarin. Dia nggak ada juga."
"...."
"Gue curiga, ada indikasi Ellea ada hubungan sama gangster di sini, Sha. Cuma kami belum tau masalahnya apa. Hah! Pusing gue."
"...."
"Iya. Oke."
Telepon dimatikan. "Shanum?"
Abi mengangguk, dan perhatiannya kembali ke benda pipih yang masih ia genggam. Kini nomor asing yang menghubunginya. Nomornya aneh. Alhasil ia menunjukkan ke Vin, "Nomor sini itu. Elu kasih nomor ke siapa?"
Abi mencoba mengingat apa yang ia lupakan dengan nomor telepon asing ini. "Jangan-jangan ... KOV!" pekik Abi dengan mata berbinar.
"KOV? Apa sih?" tanya Vin yang tidak paham. Abi tidak menggubris dan segera menerima panggilan itu.
"Ya? Ronal?"
"...."
"Really?! Oke." Abi terlihat sangat bersemangat dan menarik tangan Vin menuju mobil. "Apa sih? ke mana?" tanya Vin yang sebal.
"Buruan ke coffe shop itu."
"Coffe shop mana?" tanya Vin lalu masuk ke mobilnya dan duduk di belakang kemudi.
"KOV. King of the fork!"
obdiamond dan 7 lainnya memberi reputasi
8