- Beranda
- Stories from the Heart
KELOPAK BUNGA ANGGREK
...
TS
beavermoon
KELOPAK BUNGA ANGGREK

Halo semuanya.
Beavermoon kembali hadir dengan cerita terbaru, dan kali ini kita akan mengusung tema detektif.
Kenapa tema detektif? Karena sebenarnya cerita ini berawal dari cerita pendek yang dibuat untuk perlombaan. Berhubung terbatasnya jumlah kata saat itu, akhirnya dibuatlah versi lengkapnya yang baru selesai beberapa bulan lalu.
Kenapa tidak buat cerita romantis lagi? Kehabisan ide, atau bisa dibilang butuh waktu untuk mengistirahatkan diri dari romansa-romansa yang sudah semakin banyak.
Apa tidak akan membuat cerita romantis lagi? Masih dalam pembuatan.
Jika ada dari suhu-suhu sekalian yang belum sempat membaca karya-karya Beavermoon sebelumnya, bisa langsung ke TKP :
Semoga suhu-suhu terhibur dengan cerita tema detektif perdana dari Beavermoon.
Salam Lemon.
Spoiler for Ringkasan:
Kasus pembunuhan kembali terjadi setelah sekian lama. Ali dan Damar, yang bekerja sebagai detektif pun mulai memecahkan kasus yang ada. Sayangnya, belum selesai dengan satu kasus, muncul kasus lain yang semakin memperkeruh keadaan.
Teringat akan satu kasus beberapa tahun silam, dimana sang pembunuh memiliki pola yang terstruktur hingga sulit untuk dipecahkan. Ali dan Damar menjadikan laporan kasus itu sebagai alat bantu untuk mencari, siapa pembunuh yang kembali beraksi. Dugaan demi dugaan terus bermunculan, mulai dari orang yang belum pernah mereka temui, hingga orang-orang terdekat.
Lalu, siapakah pembunuh kali ini?
Spoiler for Episode:
1. Kasus Lama yang Terulang. (Part 1)
2. Kasus Lama yang Terulang. (Part 2)
3. Sudah Menemukan Petunjuk? (Part 1)
4. Sudah Menemukan Petunjuk? (Part 2)
5. Terbang Terlalu Tinggi, Namun Jatuh Dengan Keras. (Part 1)
6. Terbang Terlalu Tinggi, Namun Jatuh Dengan Keras. (Part 2)
7. Setitik Lentera dari Gelap Gulita. (Part 1)
8. Setitik Lentera dari Gelap Gulita. (Part 2)
9. Lentera Lain di Gelap Berbeda. (Part 1)
10. Lentera Lain di Gelap Berbeda. (Part 2)
11. Kejutan Demi Kejutan pun Berdatangan. (Part 1)
12. Kejutan Demi Kejutan pun Berdatangan. (Part 2)
13. Lalu, Siapakah Pelakunya? (Part 1)
14. Lalu, Siapakah Pelakunya? (Part 2)
15. Kebetulan? (Part 1)
16. Kebetulan? (Part 2)
17. Semakin Dekat? (Part 1)
18. Semakin Dekat? (Part 2)
19. Hilangnya Penunjuk Arah.
20. Lembaran Baru dengan Cerita yang Sama.
21. Upaya Terakhir yang Membuahkan Hasil. (Part 1)(FINALE)
22. Upaya Terakhir yang Membuahkan Hasil. (Part 2) (FINALE)
2. Kasus Lama yang Terulang. (Part 2)
3. Sudah Menemukan Petunjuk? (Part 1)
4. Sudah Menemukan Petunjuk? (Part 2)
5. Terbang Terlalu Tinggi, Namun Jatuh Dengan Keras. (Part 1)
6. Terbang Terlalu Tinggi, Namun Jatuh Dengan Keras. (Part 2)
7. Setitik Lentera dari Gelap Gulita. (Part 1)
8. Setitik Lentera dari Gelap Gulita. (Part 2)
9. Lentera Lain di Gelap Berbeda. (Part 1)
10. Lentera Lain di Gelap Berbeda. (Part 2)
11. Kejutan Demi Kejutan pun Berdatangan. (Part 1)
12. Kejutan Demi Kejutan pun Berdatangan. (Part 2)
13. Lalu, Siapakah Pelakunya? (Part 1)
14. Lalu, Siapakah Pelakunya? (Part 2)
15. Kebetulan? (Part 1)
16. Kebetulan? (Part 2)
17. Semakin Dekat? (Part 1)
18. Semakin Dekat? (Part 2)
19. Hilangnya Penunjuk Arah.
20. Lembaran Baru dengan Cerita yang Sama.
21. Upaya Terakhir yang Membuahkan Hasil. (Part 1)(FINALE)
22. Upaya Terakhir yang Membuahkan Hasil. (Part 2) (FINALE)
Diubah oleh beavermoon 20-05-2023 18:38
sukhhoi dan 2 lainnya memberi reputasi
3
3.4K
Kutip
35
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•1Anggota
Tampilkan semua post
TS
beavermoon
#11
Spoiler for 10. Lentera Lain di Gelap Berbeda. (Part 2):
“Aku ngga nyangka kalau pilihan kita sama.” Ucap Anggi.
“Memang jodoh berarti.” Sahut Ali.
Mereka pun memberikan kertas itu kepada Anita.
“Baik. Kalian sama-sama memilih Leony, anak wanita berumur tiga belas tahun. Silahkan diminum tehnya, kami akan memanggil Leony setelah kelas menulis selesai beberapa menit lagi.” Ucap Anita.
Beberapa saat berlalu, seseorang masuk ke dalam ruangan dan mendekat ke arah mereka. Anggi dan Ali pun menoleh ke arahnya, Leony datang dengan buku yang ada di tangannya.
“Cantik banget.” Ucap Anggi.
“Leony, mereka akan menjadi orang tua asuh kamu. Perkenalkan diri kamu kepada mereka.” Ucap Anita.
“Serius Bu?” Tanya Leony.
Anita mengangguk seraya tersenyum, Leony pun tak bisa menahan ekspresi bahagianya dengan senyum yang terpancar di bibirnya.
“Baik. Perkenalkan, aku Leony, umur tiga belas tahun. Aku pertama kali masuk ke yayasan ini saat umut delapan tahun. Hobiku membaca dan menulis.” Ucapnya.
“Cocok sama kamu.” Ucap Ali.
Anggi bangun dari duduknya lalu memeluk Leony dengan hangat, kemudian ia mengajaknya untuk ikut duduk bersama dengan mereka di hadapan Anita.
“Kalau begitu, Bu Anggi dan Pak Ali bisa menandatangani formulir yang akan kami berikan kepada Dinas Sosial. Setelah itu, kalian bersama Leony bisa meninggalkan tempat ini.” Ucap Anita.
Ali menandatangani formulir tersebut, sementara Anggi sedang membantu Leony memasukkan barang-barangnya di kamarnya. Setelah selesai dengan administrasi, akhirnya Ali keluar dari kantor bersamaan dengan Anggi dan Leony yang keluar dari kamar.
“Leony, baik-baik ya dengan Bu Anggi dan Pak Ali.” Ucap Anita.
“Baik Bu. Terima kasih ya sudah mau menampung aku selama ini, pasti aku akan main-main ke sini.” Ucap Leony.
Anita menangguk seraya tersenyum.
“Kalau gitu, kami pamit ya Bu.” Ucap Ali.
“Terima kasih ya Bu Anggi dan Pak Ali.” Ucap Anita.
Mereka pun turun menuju lantai bawah dan menuju mobil. Ali memasukkan koper milik Leony ke dalam bagasi, sementara Anggi dan Leony masuk ke kursi belakang. Ali sempat menyalakan sebatang rokok lalu duduk di kursi kemudi.
“Aku boleh nanya?” Tanya Leony.
“Kamu mau nanya apa?” Tanya Anggi.
Ali mengemudikan mobilnya meninggalkan yayasan.
“Aku... harus manggil apa ke kalian?” Tanya Leony.
“Apa ya...” Anggi bepikir sejenak, “kalau Papa sama Mama gimana?"
"Aku setuju." Sahut Ali.
Leony mengangguk, “Oke Pa, Ma.”
Anggi tertawa, “Kamu lucu banget. Jangan terlalu dipaksain, kasih waktu untuk kamu adaptasi, kita pun juga adaptasi kok. Tenang aja ya.”
“Iya Ma. Kita langsung ke rumah?” Ucap Leony.
“Aku mau ajak kamu ke rumah seseorang yang harus kamu kenal, karena dia orang yang penting buat Papa. Abis itu, baru kita pulang ke rumah.” Jelas Ali.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang pada pagi hari ini, bersama anggota keluarga baru yang melengkapi hidup mereka. Beralih pada Damar yang sedang berada di halaman rumah bersama Sasa, dengan topi yang mereka pakai.
Tangan Damar mengarah dengan teratur ke kiri dan kanan, dengan tenang ia menggunakan alat pemotong rumput. Sasa yang sedang duduk di tepi rumah sedang menyiram tanaman yang sengaja dipelihara untuk mempercantik rumah.
“Mana lagi yang mau dipotong?” Tanya Damar.
Sasa menengok ke arah sekitar, “Keliatannya udah semua, ngga ada yang kelewatan. Tugas potong rumput selesai, dan tugasku siram tanaman juga udah selesai.”
Damar mematikan mesin pemotong itu, ia beranjak menuju gudang untuk kembali menyimpan mesin itu di tempat semula. Damar kembali mendekat ke arah Sasa, ia meraih limun peras yang sudah Sasa buat. Dahaga hilang seketika setelah beberapa tegukan masuk ke dalam tenggorokannya.
“Enak ngga?” Tanya Sasa.
“Enak kok, ngga terlalu asam dan ngga terlalu manis.” Jawab Damar.
“Aku mau.” Pinta Sasa.
Damar menuangkan segelas limun lalu ia berikan kepada Sasa. Ekspresinya juga menggambarkan bagaimana rasa dari limun yang ia buat sendiri.
“Kita mau ngapain lagi hari ini?” Tanya Damar.
“Nonton serial mau ngga?” Ajak Sasa.
“Serial apa? Bukannya...”
TIN!Damar tak melanjutkan ucapannya, ia dan Sasa menatap ke arah mobil Ali yang terparkir di depan mobil mereka. Ali keluar dari kursi kemudi sementara Anggi keluar dari kursi belakang, kemudian Leony juga turun dari kursi belakang yang membuat Damar dan Sasa bertanya-tanya.
“Itu siapa ya?” Tanya Sasa.
“Aku ngga tau, saudaranya mungkin.” Jawab Damar.
“Nah gitu dong...” Ali berjalan mendekat, “kan jadi bagus lagi rumahnya, abis ini beresin rumah gue ya. Rumputnya juga udah mulai tinggi-tinggi.”
“Bakar aja biar cepet, sekalian rumahnya.” Sahut Damar.
Mereka berjabat tangan, kemudian Ali menjabat tangan Sasa. Ia memanggil Anggi yang berjalan berdampingan dengan Leony.
“Kenalin, ini Om Damar sama Tante Sasa...” Anggi menatap mereka, “Mar, Sa, kenalin ini anak kami.”
“Anak?” Tanya Sasa heran.
“Eh kalian jadi?” Tanya Damar.
Leony mendekat ke arah Damar dan menjabat tangannya.
“Halo Om Damar, aku Leony...”
Leony berlalu menuju Sasa.
“...Halo Tante Sasa, aku Leony.” Ucapnya.
“Halo juga, kamu cantik deh.” Ucap Sasa.
Leony tersenyum, “Terima kasih, Tante juga cantik kok.”
Anggi menjabat tangan Damar lalu menuju Sasa sambil salam pipi.
"Aku belum sempet cerita ke kamu, malah udah ada hasilnya duluan. Jadi, aku dan Ali berencana untuk adopsi anak. Leony inilah anaknya.” Jelas Anggi.
“Astaga, aku kira ini saudaranya kalian...” Sasa menatap Leony, “selamat bergabung ke keluarga Mahardika ya sayang. Ayo kita masuk sambil ngobrol-ngobrol.”
Sasa mengajak Anggi dan Leony masuk ke dalam rumah, sementara Ali dan Damar masih berdiri di halaman rumah seraya menyalakan rokok masing-masing.
“Kok bisa?” Tanya Damar.
“Jadi gue udah pernah bilang soal ide lo, ternyata diem-diem dia riset soal yayasan. Tadi pagi dia ngajakin gue ke salah satu yayasan tanpa ngasih tau, sampai di sana ya gue seneng banget. Akhirnya Leony yang jadi pilihan kita setelah konsultasi.” Jelas Ali.
“Konsultasi?” Tanya Damar.
“Jadi sebelum milih, pihak yayasan nanya soal latar belakang kita. Setelah dia dapet hasilnya, barulah dia kasih rekomendasi yang sesuai.” Jawab Ali.
“Oh, biar si anak juga ngerasa nyaman?” Tanya Damar.
Ali mengangguk, “Lo tau sendiri kan kerjaan Anggi gimana, apalagi soal kerjaan kita yang kadang akhir pekan pun bisa ngga di rumah. Itulah kenapa Leony jadi salah satu pilihan.”
“Kayaknya anaknya mirip Anggi deh.” Ucap Damar.
“Setuju banget gue. Sama-sama suka baca, sama-sama suka nulis, ngga banyak tingkahnya. Gue jadi refleksiin Anggi pas kecil aja. Semoga Leony juga bisa ngerasain itu sih, biar dia ngga ngerasa ada jarak karena kata adopsi.” Ucap Ali.
“Tinggal kalian adaptasinya aja sih.” Sahut Damar.
“Setuju...” Ali menunjuk ke gelas Damar, “apaan itu Mar?”
“Limun peras, minum aja kalau mau.” Ucap Damar.
Ali meraih gelas itu lalu meminumnya.
“Enak banget, beli di mana?” Ucap Ali.
“Sasa yang bikin.” Jawabnya.
“Gue mau lagi dong.” Pinta Ali.
“Ayo masuk, minta sendiri sama dia.” Ucap Damar.
Mereka mematikan rokok lalu masuk ke dalam rumah. Mereka menemukan Anggi, Leony, dan juga Sasa sudah duduk di sofa ruang tengah. Ali duduk di samping Anggi sementara Damar duduk di samping Sasa.
“Sa, gue mau limun peras ini dong.” Pinta Ali.
“Sayang!...” Anggi menepuk lengan Ali pelan, “masa iya kamu begitu, ngga sopan tau.”
“Kan emang begitu suami lo.” Sahut Damar.
“Iya juga sih.” Ucapnya.
Mereka pun tertawa bersama-sama. Hari terus berjalan meninggalkan siapapun yang tertinggal, ia akan terus berjalan maju apapun yang terjadi. Leony selesai mengenakan pakaiannya, ia pun duduk di tepi kasur seraya melihat seisi ruangan yang ia tempati.
“Ngga nyangka aku bisa di sini.” Ucapnya seorang diri.
Tok! Tok! Leony melihat ke arah pintu, Ali sudah berada di sana seraya menatapnya dengan tersenyum.
“Ada apa Pa?” Tanya Leony.
Ali duduk di samping Leony, “Kamu kalau ada apa-apa, kasih tau kita ya. Kalau kamu ngerasa bosen, kalau kamu ngerasa sedih, kecewa, apapun itu, kamu bilang ya.”
Leony mengangguk, “Iya Pa, aku pasti bilang kok.”
“Oh iya, kamu mau sekolah di mana?” Tanya Ali.
“Aku ngga tau harus sekolah di mana, mungkin Papa sama Mama yang nentuin aja. Aku bisa adaptasi kok di mana pun itu.” Jawab Leony.
“Sekolah Mama dulu, ada jurusan bahasa. Kamu kan suka nulis dan baca, siapa tau kamu cocok di sana. Itu kalau kamu mau, semisal ada yang lain yang kamu mau bilang aja.” Jelas Ali.
“Aku setuju sama sekolah itu, siapa tau juga aku bisa kayak Mama.” Sahut Leony.
Anggi berjalan mendekat ke kamar Leony, ia menghentikan langkahnya dengan segera, ketika ia mendengar Ali dan Leony sedang membicarakan tentang dirinya.
“Kamu emang kenal sama Mama?” Tanya Ali.
“Siapa yang ngga kenal sama Mama?...”
Leony melihat ke arah bingkai foto mereka bertiga yang ada di atas meja. Foto mereka sedang bergaya lucu yang difotokan oleh Damar saat dirumahnya.
“...semua orang tau siapa Mama. Aku pun saat masih di yayasan, selalu jawab ingin jadi seperti dia. Seorang pembawa acara berita yang kompeten dan disegani oleh narasumber...”
Leony kembali menatap Ali.
“...makanya aku setuju untuk ngikutin jejak Mama.” Jawabnya.
“Mama kamu pasti seneng banget kalo denger ini” Ucap Ali.
Senyum tergambar di wajah Anggi setelah mendengar itu semua, ia merasakan hangatnya anggota baru di keluarganya bersama Ali. Ia berpura-pura batuk seraya berjalan mendekat ke arah kamar Leony.
“Eh, aku kira kamu di kamar...” Anggi masuk ke dalam kamar, “ternyata ada di sini.”
“Aku lagi ngobrol sama Leony soal sekolah.” Jawab Ali.
“Terus gimana?” Tanya Anggi.
“Aku mau sekolah di tempat Mama dulu.” Jawab Leony.
“Eh, kamu serius?...” Anggi tersenyum, “kalau gitu besok Mama coba ketemu dulu sama pihak sekolah, baru setelah itu kamu sama Mama ke sekolah.”
Leony tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. Beberapa saat berlalu, Anggi merebahkan dirinya di samping Ali yang sudah menatapnya entah dari kapan. Ia pun menoleh ke arah samping lalu mencium bibir Ali.
“Makasih ya Sayang.” Ucap Anggi.
“Buat apa?” Tanya Ali.
“Aku baru tau gimana rasanya ada anggota baru di keluarga kita, sangat menyenangkan. Dan aku juga mau minta maaf, karena selama ini udah ngeremehin soal itu.” Jelas Anggi.
Ali membalas ciuman itu, “Kamu ngga perlu minta maaf, kamu ngga salah. Ini semua hanya soal waktu yang berbicara, dan kamu pun mendengarkan kata waktu.”
Anggi tersenyum, “Sekali lagi, makasih ya.”
Ali membalas senyuman itu. Malam pun semakin menguatkan raganya, dengan sinar rembulan yang sempurna dan kerlap-kerlip bintang yang ada. Angin semilir berhembus menambah rasa, kasih dan sayang untuk semua yang menerima.
“Memang jodoh berarti.” Sahut Ali.
Mereka pun memberikan kertas itu kepada Anita.
“Baik. Kalian sama-sama memilih Leony, anak wanita berumur tiga belas tahun. Silahkan diminum tehnya, kami akan memanggil Leony setelah kelas menulis selesai beberapa menit lagi.” Ucap Anita.
Beberapa saat berlalu, seseorang masuk ke dalam ruangan dan mendekat ke arah mereka. Anggi dan Ali pun menoleh ke arahnya, Leony datang dengan buku yang ada di tangannya.
“Cantik banget.” Ucap Anggi.
“Leony, mereka akan menjadi orang tua asuh kamu. Perkenalkan diri kamu kepada mereka.” Ucap Anita.
“Serius Bu?” Tanya Leony.
Anita mengangguk seraya tersenyum, Leony pun tak bisa menahan ekspresi bahagianya dengan senyum yang terpancar di bibirnya.
“Baik. Perkenalkan, aku Leony, umur tiga belas tahun. Aku pertama kali masuk ke yayasan ini saat umut delapan tahun. Hobiku membaca dan menulis.” Ucapnya.
“Cocok sama kamu.” Ucap Ali.
Anggi bangun dari duduknya lalu memeluk Leony dengan hangat, kemudian ia mengajaknya untuk ikut duduk bersama dengan mereka di hadapan Anita.
“Kalau begitu, Bu Anggi dan Pak Ali bisa menandatangani formulir yang akan kami berikan kepada Dinas Sosial. Setelah itu, kalian bersama Leony bisa meninggalkan tempat ini.” Ucap Anita.
Ali menandatangani formulir tersebut, sementara Anggi sedang membantu Leony memasukkan barang-barangnya di kamarnya. Setelah selesai dengan administrasi, akhirnya Ali keluar dari kantor bersamaan dengan Anggi dan Leony yang keluar dari kamar.
“Leony, baik-baik ya dengan Bu Anggi dan Pak Ali.” Ucap Anita.
“Baik Bu. Terima kasih ya sudah mau menampung aku selama ini, pasti aku akan main-main ke sini.” Ucap Leony.
Anita menangguk seraya tersenyum.
“Kalau gitu, kami pamit ya Bu.” Ucap Ali.
“Terima kasih ya Bu Anggi dan Pak Ali.” Ucap Anita.
Mereka pun turun menuju lantai bawah dan menuju mobil. Ali memasukkan koper milik Leony ke dalam bagasi, sementara Anggi dan Leony masuk ke kursi belakang. Ali sempat menyalakan sebatang rokok lalu duduk di kursi kemudi.
“Aku boleh nanya?” Tanya Leony.
“Kamu mau nanya apa?” Tanya Anggi.
Ali mengemudikan mobilnya meninggalkan yayasan.
“Aku... harus manggil apa ke kalian?” Tanya Leony.
“Apa ya...” Anggi bepikir sejenak, “kalau Papa sama Mama gimana?"
"Aku setuju." Sahut Ali.
Leony mengangguk, “Oke Pa, Ma.”
Anggi tertawa, “Kamu lucu banget. Jangan terlalu dipaksain, kasih waktu untuk kamu adaptasi, kita pun juga adaptasi kok. Tenang aja ya.”
“Iya Ma. Kita langsung ke rumah?” Ucap Leony.
“Aku mau ajak kamu ke rumah seseorang yang harus kamu kenal, karena dia orang yang penting buat Papa. Abis itu, baru kita pulang ke rumah.” Jelas Ali.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang pada pagi hari ini, bersama anggota keluarga baru yang melengkapi hidup mereka. Beralih pada Damar yang sedang berada di halaman rumah bersama Sasa, dengan topi yang mereka pakai.
Tangan Damar mengarah dengan teratur ke kiri dan kanan, dengan tenang ia menggunakan alat pemotong rumput. Sasa yang sedang duduk di tepi rumah sedang menyiram tanaman yang sengaja dipelihara untuk mempercantik rumah.
“Mana lagi yang mau dipotong?” Tanya Damar.
Sasa menengok ke arah sekitar, “Keliatannya udah semua, ngga ada yang kelewatan. Tugas potong rumput selesai, dan tugasku siram tanaman juga udah selesai.”
Damar mematikan mesin pemotong itu, ia beranjak menuju gudang untuk kembali menyimpan mesin itu di tempat semula. Damar kembali mendekat ke arah Sasa, ia meraih limun peras yang sudah Sasa buat. Dahaga hilang seketika setelah beberapa tegukan masuk ke dalam tenggorokannya.
“Enak ngga?” Tanya Sasa.
“Enak kok, ngga terlalu asam dan ngga terlalu manis.” Jawab Damar.
“Aku mau.” Pinta Sasa.
Damar menuangkan segelas limun lalu ia berikan kepada Sasa. Ekspresinya juga menggambarkan bagaimana rasa dari limun yang ia buat sendiri.
“Kita mau ngapain lagi hari ini?” Tanya Damar.
“Nonton serial mau ngga?” Ajak Sasa.
“Serial apa? Bukannya...”
TIN!Damar tak melanjutkan ucapannya, ia dan Sasa menatap ke arah mobil Ali yang terparkir di depan mobil mereka. Ali keluar dari kursi kemudi sementara Anggi keluar dari kursi belakang, kemudian Leony juga turun dari kursi belakang yang membuat Damar dan Sasa bertanya-tanya.
“Itu siapa ya?” Tanya Sasa.
“Aku ngga tau, saudaranya mungkin.” Jawab Damar.
“Nah gitu dong...” Ali berjalan mendekat, “kan jadi bagus lagi rumahnya, abis ini beresin rumah gue ya. Rumputnya juga udah mulai tinggi-tinggi.”
“Bakar aja biar cepet, sekalian rumahnya.” Sahut Damar.
Mereka berjabat tangan, kemudian Ali menjabat tangan Sasa. Ia memanggil Anggi yang berjalan berdampingan dengan Leony.
“Kenalin, ini Om Damar sama Tante Sasa...” Anggi menatap mereka, “Mar, Sa, kenalin ini anak kami.”
“Anak?” Tanya Sasa heran.
“Eh kalian jadi?” Tanya Damar.
Leony mendekat ke arah Damar dan menjabat tangannya.
“Halo Om Damar, aku Leony...”
Leony berlalu menuju Sasa.
“...Halo Tante Sasa, aku Leony.” Ucapnya.
“Halo juga, kamu cantik deh.” Ucap Sasa.
Leony tersenyum, “Terima kasih, Tante juga cantik kok.”
Anggi menjabat tangan Damar lalu menuju Sasa sambil salam pipi.
"Aku belum sempet cerita ke kamu, malah udah ada hasilnya duluan. Jadi, aku dan Ali berencana untuk adopsi anak. Leony inilah anaknya.” Jelas Anggi.
“Astaga, aku kira ini saudaranya kalian...” Sasa menatap Leony, “selamat bergabung ke keluarga Mahardika ya sayang. Ayo kita masuk sambil ngobrol-ngobrol.”
Sasa mengajak Anggi dan Leony masuk ke dalam rumah, sementara Ali dan Damar masih berdiri di halaman rumah seraya menyalakan rokok masing-masing.
“Kok bisa?” Tanya Damar.
“Jadi gue udah pernah bilang soal ide lo, ternyata diem-diem dia riset soal yayasan. Tadi pagi dia ngajakin gue ke salah satu yayasan tanpa ngasih tau, sampai di sana ya gue seneng banget. Akhirnya Leony yang jadi pilihan kita setelah konsultasi.” Jelas Ali.
“Konsultasi?” Tanya Damar.
“Jadi sebelum milih, pihak yayasan nanya soal latar belakang kita. Setelah dia dapet hasilnya, barulah dia kasih rekomendasi yang sesuai.” Jawab Ali.
“Oh, biar si anak juga ngerasa nyaman?” Tanya Damar.
Ali mengangguk, “Lo tau sendiri kan kerjaan Anggi gimana, apalagi soal kerjaan kita yang kadang akhir pekan pun bisa ngga di rumah. Itulah kenapa Leony jadi salah satu pilihan.”
“Kayaknya anaknya mirip Anggi deh.” Ucap Damar.
“Setuju banget gue. Sama-sama suka baca, sama-sama suka nulis, ngga banyak tingkahnya. Gue jadi refleksiin Anggi pas kecil aja. Semoga Leony juga bisa ngerasain itu sih, biar dia ngga ngerasa ada jarak karena kata adopsi.” Ucap Ali.
“Tinggal kalian adaptasinya aja sih.” Sahut Damar.
“Setuju...” Ali menunjuk ke gelas Damar, “apaan itu Mar?”
“Limun peras, minum aja kalau mau.” Ucap Damar.
Ali meraih gelas itu lalu meminumnya.
“Enak banget, beli di mana?” Ucap Ali.
“Sasa yang bikin.” Jawabnya.
“Gue mau lagi dong.” Pinta Ali.
“Ayo masuk, minta sendiri sama dia.” Ucap Damar.
Mereka mematikan rokok lalu masuk ke dalam rumah. Mereka menemukan Anggi, Leony, dan juga Sasa sudah duduk di sofa ruang tengah. Ali duduk di samping Anggi sementara Damar duduk di samping Sasa.
“Sa, gue mau limun peras ini dong.” Pinta Ali.
“Sayang!...” Anggi menepuk lengan Ali pelan, “masa iya kamu begitu, ngga sopan tau.”
“Kan emang begitu suami lo.” Sahut Damar.
“Iya juga sih.” Ucapnya.
Mereka pun tertawa bersama-sama. Hari terus berjalan meninggalkan siapapun yang tertinggal, ia akan terus berjalan maju apapun yang terjadi. Leony selesai mengenakan pakaiannya, ia pun duduk di tepi kasur seraya melihat seisi ruangan yang ia tempati.
“Ngga nyangka aku bisa di sini.” Ucapnya seorang diri.
Tok! Tok! Leony melihat ke arah pintu, Ali sudah berada di sana seraya menatapnya dengan tersenyum.
“Ada apa Pa?” Tanya Leony.
Ali duduk di samping Leony, “Kamu kalau ada apa-apa, kasih tau kita ya. Kalau kamu ngerasa bosen, kalau kamu ngerasa sedih, kecewa, apapun itu, kamu bilang ya.”
Leony mengangguk, “Iya Pa, aku pasti bilang kok.”
“Oh iya, kamu mau sekolah di mana?” Tanya Ali.
“Aku ngga tau harus sekolah di mana, mungkin Papa sama Mama yang nentuin aja. Aku bisa adaptasi kok di mana pun itu.” Jawab Leony.
“Sekolah Mama dulu, ada jurusan bahasa. Kamu kan suka nulis dan baca, siapa tau kamu cocok di sana. Itu kalau kamu mau, semisal ada yang lain yang kamu mau bilang aja.” Jelas Ali.
“Aku setuju sama sekolah itu, siapa tau juga aku bisa kayak Mama.” Sahut Leony.
Anggi berjalan mendekat ke kamar Leony, ia menghentikan langkahnya dengan segera, ketika ia mendengar Ali dan Leony sedang membicarakan tentang dirinya.
“Kamu emang kenal sama Mama?” Tanya Ali.
“Siapa yang ngga kenal sama Mama?...”
Leony melihat ke arah bingkai foto mereka bertiga yang ada di atas meja. Foto mereka sedang bergaya lucu yang difotokan oleh Damar saat dirumahnya.
“...semua orang tau siapa Mama. Aku pun saat masih di yayasan, selalu jawab ingin jadi seperti dia. Seorang pembawa acara berita yang kompeten dan disegani oleh narasumber...”
Leony kembali menatap Ali.
“...makanya aku setuju untuk ngikutin jejak Mama.” Jawabnya.
“Mama kamu pasti seneng banget kalo denger ini” Ucap Ali.
Senyum tergambar di wajah Anggi setelah mendengar itu semua, ia merasakan hangatnya anggota baru di keluarganya bersama Ali. Ia berpura-pura batuk seraya berjalan mendekat ke arah kamar Leony.
“Eh, aku kira kamu di kamar...” Anggi masuk ke dalam kamar, “ternyata ada di sini.”
“Aku lagi ngobrol sama Leony soal sekolah.” Jawab Ali.
“Terus gimana?” Tanya Anggi.
“Aku mau sekolah di tempat Mama dulu.” Jawab Leony.
“Eh, kamu serius?...” Anggi tersenyum, “kalau gitu besok Mama coba ketemu dulu sama pihak sekolah, baru setelah itu kamu sama Mama ke sekolah.”
Leony tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. Beberapa saat berlalu, Anggi merebahkan dirinya di samping Ali yang sudah menatapnya entah dari kapan. Ia pun menoleh ke arah samping lalu mencium bibir Ali.
“Makasih ya Sayang.” Ucap Anggi.
“Buat apa?” Tanya Ali.
“Aku baru tau gimana rasanya ada anggota baru di keluarga kita, sangat menyenangkan. Dan aku juga mau minta maaf, karena selama ini udah ngeremehin soal itu.” Jelas Anggi.
Ali membalas ciuman itu, “Kamu ngga perlu minta maaf, kamu ngga salah. Ini semua hanya soal waktu yang berbicara, dan kamu pun mendengarkan kata waktu.”
Anggi tersenyum, “Sekali lagi, makasih ya.”
Ali membalas senyuman itu. Malam pun semakin menguatkan raganya, dengan sinar rembulan yang sempurna dan kerlap-kerlip bintang yang ada. Angin semilir berhembus menambah rasa, kasih dan sayang untuk semua yang menerima.
ø
0
Kutip
Balas