Kaskus

Story

ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
Supernatural
Quote:


Mungkin agan di sini pernah baca cerita ane yang berjudul pancasona? Kali ini ane akan melanjutkan kisah itu di sini. Yang suka cerita genre fantasi, kasus pembunuhan berantai, gengster werewolf, vampire dan sejenisnya. Silakan mampir. emoticon-Betty

Supernatural

Quote:


INDEKS
Part 1 abimanyu maheswara
Part 2 abimanyu
Part 3 kalla
Part 4 siapa kalla
Part 5 seorang gadis
part 6 Ellea
part 7 taman
Part 8 kamar ellea
Part 9 pagi bersama ellea
Part 10 rencana
Part 11 tentang kalla
part 12 rumah elang
Part 13 kembali aktivitas
part 14 emosi elang
part 15 janin kalla
part 16 elang
Part 17 vin
Part 18 kantor
Part 19 kemunculan kalla
part 20 pulau titik nol kehidupan
part 21 desa terkutuk
Part 22 wira
Part 23 teman lama
Part 24 patung wira
part 25 teror di rumah John
part 26 tato
part 27 simbol aldebaro
part 28 buku
part 29 kantor kalla
part 30 batu saphire
part 31 Lian dan Ayu
part 32 kakak beradik yang kompak
part 33 penyusup
part 34 kalah jumlah
part 35 lorong rahasia
Part 36 masuk lorong
part 37 cairan aneh
part 38 rahasia kalandra
part 39 Nayaka adalah Kalandra
Part 40 kemampuan nayaka
Part 41 Arkie
Part 42 Arkie (2)
Part 43 peperangan
Part 44 berakhir
Part 45 desa abi
part 46 nabila
part 47 cafe abi
Part 48 Maya
part 49 riki kembali, risna terancam
part 50 iblis bertubuh manusia
part 51 bertemu eliza
part 52 Feliz
Part 53 Bisma
Part 54 ke mana bisma
part 55 rahasia mayat
part 56 bisma kabur
part 57 pertemuan tak terduga
part 58 penyelidikan
part 59 tabir rahasia
part 60 kebakaran
part 61 Bajra
part 62 pengorbanan Bajra
part 63 the best team
part 64 masa lalu
part 65 perang dimulai
part 66 kisah baru
part 67 bertemu vin
part 68 san paz
part 69 cafe KOV
part 70 demigod
part 71 california
part 72 Allea dan Ellea
part 73 rumah ellea
part 74 alan cha
part 75 latin kings
part 76 kediaman faizal
part 77 kematian faizal.
part 78 permainan
part 79 ellea cemburu
part 80 rumah
part 81 keributan
part 82 racun
part 83 mayat
part 84 rencana
part 85 kampung....
Part 86 kematian adi
part 87 tiga sekawan
part 88 zikal
part 89 duri dalam daging
part 90 kerja sama
part 91 Abraham alexi Bonar
part 92 terusir
part 93 penemuan mayat
part 94 dongeng manusia serigala
part 95 hewan atau manusia
part 96 Rendra adalah werewolf
part 97 Beta
part 98 melamar
part 99 pencarian lycanoid
part 100 siapa sebenarnya anda
part 101 terungkap kebenaran
part 102 kisah yang panjang
part 103 buku mantra
part 104 sebuah simbol
part 105 kaki tangan
part 106 pertikaian
part 107 bertemu elizabet
part 108 orang asing
part 109 mantra eksorsisme
part 110 Vin bersikap aneh
part 111 Samael
part 112 Linda sang paranormal
part 113 reinkarnasi
part 114 Nayla
part 115 Archangel
part 116 Flashback vin kesurupan
part 117 ritual
part 118 darah suci
part 119 Lasha
part 120 Amon
part 121 masa lalu arya
part 122 sekte sesat
part 123 sekte
part 124 bu rahayu
part 125 dhampire
part 126 penculikan
part 127 pengakuan rian.
part 128 azazil
part 129 ungkapan perasaan
part 130 perjalanan pertama
part 131 desa angukuni
part 132 Galiyan
part 133 hilang
part 134 Hans dan Jean
part 135 lintah Vlad
part 136 rahasia homestay
part 137 rumah kutukan
part 138 patung aneh
part 139 pulau insula mortem
part 140 mercusuar
part 141 kastil archanum
part 142 blue hole
part 143 jerogumo
part 144 timbuktu
part 145 gerbang gaib
part 146 hutan rougarau
part 147 bertemu azazil
part 148 SMU Mortus
part 149 Wendigo
part 150 danau misterius
part 151 jiwa yang hilang
part 152 serangan di rumah
part 153 misteri di sekolah
part 154 rumah rayi
part 155 makhluk lain di sekolah
part 156 Djin
part 157 menjemput jiwa
part 158 abitra
part 159 kepergian faza
part 160 Sabrina
part 161 puncak emosi
part 162 ilmu hitam
part 163 pertandingan basket
part 164 mariaban
part 165 Dagon
part 166 bantuan

INDEKS LANJUT DI SINI INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 16-05-2023 21:45
indrag057Avatar border
bejo.gathelAvatar border
itkgidAvatar border
itkgid dan 12 lainnya memberi reputasi
13
13.5K
222
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#61
Part 59 Tabir Rahasia
Cafe Pancasona kembali seperti semula. Semua obyek wisata kembali dibuka, home stay juga sudah di penuhi beberapa pengunjung yang sengaja berlibur.

Abimanyu kembali menyeduh kopi dengan cekatan. Nabila muncul seorang diri. Ada beberapa tas yang ada di tangannya. Gadis itu terus melihat ke Abimanyu yang ditanggapi dingin oleh pria itu.

"Kopi satu," pinta Nabila, ia segera duduk di kursi yang ada di depan meja barista.

"Mau ke mana?" tanya Abi tanpa menatap gadis di depannya. Nabila tak langsung menjawab, dia menoleh ke sekitarnya lalu kembali pada pemuda di depannya itu. "Nanya ke gue?"

"Enggak ke cangkir!"

"Dih, jutek amat, Pak. Astaga. Pantes jomblo," ejek Nabila santai. Mendengar kalimat barusan ia langsung teringat 1 nama. Allea.

'Bagaimana kabar Allea?' gumam Abi dalam hati.

"Elu pikir, elu kagak jomblo?"

"Eits, jangan sembarangan itu mulut kalau ngomong!"

Kopi tersaji di depan Nabila. "Gue mau balik. Tugas gue kelar." Abimanyu memandang Nabila agak lama. "Kan belum ketangkep si Hara?"

"Perintah, Bi. Bentar lagi gue dijemput juga ini. Ya sudah. Mau bagaimana lagi coba?"

Adi dan Gio mendekat, Nabila bersalaman dengan dua pria itu. Mereka saling berbincang tentang kepulangan Nabila yang di luar dugaan. Bagaimana pun juga, Nabila cukup kompeten dalam menjadi seorang agen. Tawa terdengar sampai ke luar cafe. Abimanyu yang awalnya selalu memasang tampang dingin, perlahan melunak. Ia kini tak segan-segan tersenyum saat mereka bertiga melontarkan celotehan menggelikan.

"Eh tapi ... Setelah Hania, bukannya ada lagi, ya? Targetnya?" tanya Gio yang tiba-tiba teringat sesuatu.. Semua orang menatapnya. Dan mulai berpikir hal yang sama. "Bener juga. Pas di kolam renang itu, kan ada 1 foto anak lagi, setelah Hania. Tapi kita nggak tau siapa kan."

"Lagi pula, mereka nggak menyebut nama lain selain 10 anak itu. Jadi? anak ke 11 siapa?"

Semua kembali terdiam. Nabila yang awalnya bersemangat pulang, lantas mulai ragu-ragu. Di saat yang bersamaan Maya muncul dari balik pintu. Ia menyapa semua orang dan berakhir dengan menanyakan keberadaan kakaknya.

"Duduk dulu, May. Sebentar lagi kan cafe tutup. Ridwan mungkin di belakang. Beres-beres."

"Oh. Ya sudah, Bang Abi. Maya tunggu deh."

Sebuah mobil sedan hitam datang. Semua netra menatap sang pemilik mobil itu, begitu juga Nabila. Karena saat melihat mobil itu datang Nabila menggumam. "Gila. Ngapain dia ke sini? Kesambet setan mana tu anak?" Ia mengatakan itu pada dirinya sendiri. Keluar seorang pemuda dengan jaket denim berkaca mata minus bertenger di hidungnya. Ia lantas masuk saat melihat Nabila di dalam.

"Ngapain?" tanya Nabila spontan.

"Kan elu mau balik? Gue jemput, Bil." Pemuda itu menatap Nabila heran, dan kini beralih ke semua orang di dalam. Beruntung keadaan cafe sudah sunyi. Semua pengunjung sudah pulang karena sudah terpampang tulisan "close" di pintu cafe. Nabila sempat melongo mendengar jawaban itu. Ia mendekat dan menempelkan punggung tangannya di kening pemuda itu. "Kamu pikir aku gila?"

"Eh kamu? Tunggu tunggu. Nggak salah, Zal?"

Pria itu lantas mengapit kepala Nabila dengan tangan kanannya dan mendekat gadis itu ke dalam pelukannya. "Dasar perempuan keras kepala. Udah dibilangin jangan ke sini. Bikin khawatir saja."

Dan semua orang di sana hanya melongo melihat hal itu. Para jomblo yang haus kasih sayang hanya menelan ludah beberapa kali lalu mengalihkan pandangan dan lebih memilih menatap barisan biji kopi yang tertata rapi di toples. Merasa sikap semua orang berubah, Nabila lantas memperkenalkan pria yang ada di sampingnya. "Kenalin. Ini Rizal, pacar gue."

Gio batuk-batuk mendengar kalimat barusan. Abimanyu melotot karena ejekannya barusan terjawab sudah. "What? Pacar? Sorry gue ralat. Gue Rizal, tunangan Nabila." Otomatis mereka melirik ke jari manis pemuda itu. Ternyata benar ada cincin yang melingkar di jari manisnya. Cincin yang sama, yang dipakai Nabila tapi di kalung yang ia kenakan.

"Wah, Bil. Elu jahat nggak bilang-bilang punya tunangan." Adi menyambut Rizal dan berjabat tangan erat. Saling memperkenalkan diri. Rizal hanya tersenyum mendengar hal itu. Kini sebuah kopi hitam pekat tersaji di hadapan Rizal. Aroma kopi yang segar membuat beberapa orang tenang. Ridwan yang baru saja selesai dengan pekerjaannya di belakang lantas menemui sang adik yang sudah tertidur dengan kepala tergeletak di atas meja. "Yah, molor ini anak?"

"Nungguin elu, Wan. Bagaimana caranya kalian pulang?" tanya Gio.

"Bareng gue saja. Nanti Paman Gio sama Paman Adi bawa mobil satunya. Lagian ada yang mau aku pesan ke ibu mu, Wan," kata Abimanyu.

"Oh oke, Bang."

"Ya sudah, kita pulang sekarang yuk, Zal," ajak Nabila yang merasa pengusiran ini halus. Mereka kembali berpamitan pada semua orang. Nabila yang berpikir tidak akan bertemu mereka lagi dalam waktu dekat, berusaha setegar mungkin berpamitan. Bahkan ia sempatkan mengelus kening Maya.

"See you." Kalimat itu terucap dari bibir Nabila dengan terasa berat. Menoleh kembali untuk terakhir kalinya. Tapi, ia melihat sesuatu yang aneh di sekitar Maya. Ada bayangan hitam yang melingkari tubuh Maya. 'Ada apa ini?' batinnya.

"Take care, Bil."

Nabila tersenyum, dengan segala pikiran buruk saat melihat keadaan Maya yang seperti diambang kematian. Beberapa kali Nabila dapat melihat jika seseorang itu akan meninggal. Asap gelap akan melingkari tubuh orang itu, jika ia akan meninggal dalam waktu dekat. Tapi, Rizal keburu menarik Nabila dan masuk ke mobilnya.

Dua orang itu segera masuk ke mobil, dan pergi meninggalkan desa itu. Ada perasaan getir dalam hati Nabila saat keluar dari cafe Pancasona. Bagaimana pun juga, dia merasa nyaman tinggal di tempat itu. Tetapi satu hal yang masih mengganjal di pikiran Nabila. "Apa yang akan terjadi pada Maya?"

Rizal memberondong dengan banyak pertanyaan semasa Nabila ada di desa itu. Perkembangan kasus dan semua yang Nabila temui dan alami. "Jadi kalian ke rumah sakit jiwa itu?"

"Iya. Kenapa?" tanya Nabila yang melihat gelagat aneh dalam diri Rizal.

"Eum, Bil. Ada satu hal yang belum kamu tau."

"Soal?" tanya Nabila yang kini duduk menghadap Rizal yang masih fokus menyetir.

"Kamu ingat, pembunuhan 20 tahun lalu? yang pernah menggemparkan seluruh negeri?"

"Oh iya. pembunuhan yang menjadi pemicu kasus kasus ini sekarang, kan?"

"Iya. Ternyata pelaku pembunuhan 20 tahun lalu belum mati."

"Apa?!" pekik Nabila.

"Aku baru dapat informasi sebulan lalu. Makam tersangka kosong. Tulang belulangnya tidak ada beserta peti matinya."

"Hah? Dicuri?"

"Bukan. Dia belum mati. Dia mengalami mati suri."

"Kamu tau dari mana?"

"Penjaga makam. 20 tahun lalu dia melihat seseorang keluar dari makam itu. Dia takut. Jadi nggak berani ngejar. Untuk menutupi keresahan penduduk, penjaga makam itu menutupi hal ini. DAn baru terbongkar kemarin, dia mengaku, kalau orang itu sudah kabur sejak lama."

"Gila! Terus di mana dia sekarang?"

"Aku merasa kalau dia juga turut andil dalam kasus-kasus 7 tahun lalu dan yang baru-baru ini. Aku coba periksa latar belakang keluarga Siska, Riki, Bisma, dan Nathan. Tapi nggak ada yang aneh. Mereka nggak ada hubungannya sama pelaku itu."

"Zal, nama pelaku 20 tahun lalu siapa?"

"Patrik David."

Seketika mata Nabila membulat sempurna. Ia seolah tersedot dalam ingatannya kemarin, saat bertemu David, pemilik rumah sakit jiwa itu. "Pak David, Zal. Pemilik rumah sakit itu. Apakah namanya sama?"

Nabila teringat kalimat terakhir David sebelum ia pergi dari kediamannya kemarin. Sejak pergi dari tempat itu, Nabila merasa ada yang aneh dalam diri David. Tapi dia belum menyadari keanehan apa yang ia rasakan saat itu. Dan kini ia mulai paham terlebih dengan kalimat David kemarin.

"Pantesan, kemarin dia bilang gini. ' Segera tangkap Nathan, sebelum Hania menjadi korban selanjutnya.'"

"Apa yang aneh?"

"Zal, dari mana dia tau kalau Hania yang akan jadi korban selanjutnya? Kami nggak membahas kematian 9 orang itu. Bahkan menyebut nama mereka juga enggak. Jadi dari mana David tau soal Hania?"

"Bener juga. Gila!"

"Kita balik. Kita harus ke rumah Abimanyu sekarang."

"Oke."

________

Abimanyu menyetir dengan Ridwan di sampingnya. Maya masih terlelap di jok belakang mobil. Ia terlihat kelelahan. "Maaf, Bang. Malah kami merepotkan. Kalau Maya nggak tidur mending kami jalan kaki saja tadi, Bang."

"Sudahlah, Wan. Lagi pula aku mau ketemu ibu kamu. Banyak bahan makanan yang sepertinya harus kita tambah. Ibu kamu pasti punya kenalan penyetok yang barangnya bagus dan segar."

"Oh begitu."

Mereka sampai di rumah Ridwan. Seorang ibu yang sudah mereka kenal menyambut kedatangan mereka. Senyum terukir di bibirnya saat melihat orang yang ia kenal kini berjalan masuk ke dalam rumahnya. "Ibu belum tidur?" tanya Ridwan lalu mengecup punggung tangan sang ibunda. Maya yang tadi dibangunkan masih berjalan gontai dan melakukan hal yang sama dengan Kakaknya. Tas Maya terjatuh hingga beberapa isi di dalamnya terjatuh. "Pelan, dek. Ganti bajumu dulu, baru tidur," suruh Ridwan. Maya tidak menjawab hanya terus memungut barang-barang miliknya.

Abimanyu melotot saat melihat sebuah benda dari dalam tas Maya. "May, itu... gantungan kunci itu udah ketemu?"

Maya menoleh lalu tersenyum. "Belum, Bang. Ini Maya dapet lagi. Di kasih teman."

"Teman? temen siapa?"

"Eum, nggak tau. Tiba-tiba saja sudah ada dilaci meja aku. " Maya kemudian pamit ke kamarnya, dan membuat Abi masih dikelilingi ribuan pertanyaan dan dugaan.

"Bang Abi kenapa?" tanya Ridwan.

Abimanyu masih terdiam, sementara itu ibu Ridwan ada di dapur tengah membuat teh hangat untuk tamunya. Abi bingung apa ia harus menceritakan dugaan yang kini memenuhi kepalanya atau ia simpan saja sendiri.

"Wan, gini. Gue nggak tau apa ini bener atau salah. Tapi lebih baik kamu mulai berjaga-jaga, terutama Maya."

"Maya?"

"Saat di kolam renang waktu itu, kami menemukan beberapa foto korban dan target pembunuhan kemarin. Ternyata ada 11 korban yang menjadi target pembunuhan. Tapi mereka nggak tau siapa target ke 11. Apalagi foto ke 11 itu, nggak nampak wajah. "

"Jadi maksud, Bang Abi? Maya ...."

"Iya. Hm, maaf. dugaan itu karena aku liat gantungan kunci yang Maya punya. Apalagi ternyata Maya nggak tau siapa yang kasih, kan?"

Ridwan diam sesaat. Berpikir tentang apa yang diucapkan Abimanyu sedikit masuk akal.

"Lalu kita harus bagaimana?"

"Jangan karena Hara ada di luar negeri, kita bisa bersantai. Gerakan mereka selama ini sangat cepat dan berhati-hati. Jaga Maya, Waan. Jangan sampai dia kenapa napa."

Abimanyu sampai di rumahnya. Ia sedikit terkejut melihat mobil Rizal parkir di halaman rumahnya. Keadaan rumahnya masih terang, karena lampu ruang tengah masih menyala. Suara beberapa orang terdengar samar, tapi mampu membuat riuh sekitarnya. Jarang sekali ia mendengar suara ramai seperti sekarang. Dan biasanya dua pamannya sudah terlelap di kamar masing-masing. Langkahnya sedikit tergesa-gesa karena tamu yang ada di rumahnya dan informasi yang baru saja ia dapatkan.

Semua netra menatap ke Abimanyu yang baru saja datang. "Bi? Kenapa?" tanya Adi yang melihat gurat cemas di wajah ponakannya. Ia tak langsung menjawab, menghempaskan tubuh lelahnya di sofa samping Adi. Gio segera ke dapur untuk mengambilkan segelas air. "Ini minum dulu," kata Gio, menyodorkan gelas kristal yang mereka beli di sebuah swalayan dengan potongan harga 50%. "Makasih."

"Kenapa? Muka ditekuk begitu. Abi ketemu setan mana lagi lu?" tanya Gio, lagi.

Abimanyu menoleh ke Gio. Ia meletakan gelas setelah menghabiskannya hingga tandas. Kehadiran Nabila dan Rizal seolah tak tampak baginya. Walau ia tau dua orang itu ada di sana, duduk, mengamati dirinya sejak ia masuk ke rumah. Abi menutup wajahnya, menyenderkan tubuhnya di punggung sofa. Ia menarik napas dalam-dalam. "Paman ingat, foto-foto target yang kita temukan di kolam renang waktu itu?" tanya Abi setelah dirinya sudah mulai bisa tenang.

"Iya. Inget. Kenapa?"

"Foto ke 11. Aku tau siapa dia."

"Siapa?" tanya Gio dan Adi bersamaan.

"Maya."

"Maya? Yang bener ah. Jangan salah menyimpulkan gitu, Bi. Ada bukti apa kamu bisa sampai ngomong gini?"

"Paman Adi, aku liat gantungan kunci yang beberapa kali ada di mayat korban pembunuhan itu. Maya punya gantungan kunci itu."

"Bi, mungkin cuma kebetulan saja. Masa cuma karena gantungan kunci kamu bisa berpikir begitu. Kurang kuat alasan lu ah," sambar Gio menanggapi.

"Tapi, aku punya foto versi lain dari foto di kolam renang itu, dan itu jelas wajah Maya pas kecil."

"Mana?"

Abimanyu merogoh kantung jaketnya. Mengeluarkan dua lembar foto, dan meletakkan nya di meja. "Ini foto versi pembunuh itu. Dan ini foto versi sebenarnya." Dua foto ia letakan berdekatan. Yang satu foto Maya dari belakang, yang satu lagi foto Maya dari depan. Pakaiannya, background tempatnya, semua sama. Hanya dua foto yang diambil dari dua sudut yang berbeda.

"Gila! Beneran. Ini Maya!" pekik Gio yang sependapat dengan Abimanyu. Wajah Maya yang memang tak banyak berubah semakin meyakinkan mereka kalau foto ke 11 memang benar Maya. "Elu bilang ke Ridwan?"

Abimanyu mengangguk pelan. Ia menjambak rambutnya sendiri. Frustasi. "Kalian ngapain masih di sini?" tanya Abimanyu tanpa melihat dua orang di depannya. Ia yakin kalau Nabila dan Rizal pasti punya alasan belum juga pergi dari desa ini, padahal ini sudah tengah malam.

"Eum, gini ... Kami berpendapat, kalau Hara, Siska, Riki dan Bisma memang diatur oleh seseorang. Mereka ini hanya boneka yang memainkan peran mereka. Otak dari pembunuhan ini adalah 1 orang. Eum, bukan pembunuhan kemarin-kemarin saja, tapi juga pembunuhan 7 dan 20 tahun lalu."

"Apa?! Maksud kalian pembunuh 20 tahun lalu itu masih hidup?"

"Iya. David, Bi. Dia orangnya!"

"David? Pemilik rumah sakit jiwa Santo Yoseph?"

"Patrick David."

"Dia orang tua. Bahkan sudah renta, masih saja macam-macam. Bahkan kalau pun gue tendang, Mati dia pasti," kata Gio sinis.

"Tapi dia pinter. Bahkan dengan kemampuan fisiknya yang terbatas, dia masih bia membunuh orang. Jangan disepelekan," kata Rizal serius.

"Ya sudah, kita istirahat saja. Kalian bagaimana? Mau pulang atau nginap di sini?" tanya Adi memberikan pilihan. Menatap dua orang di depan mereka yang sedang bimbang.

"Nginep sini saja. Udah malam," sahut Abimanyu, beranjak dan berjalan ke atas, kamarnya. Meninggalkan 4 orang yang masih terpaku di bawah sana.

"Iya, bener itu. Masih ada kamar kosong kok. Tidur sini dulu saja. Besok baru balik," tutur Adi, menyusul naik ke atas, kamarnya sendiri.

______

Suara berisik terdengar di kamar Abimanyu. Seseorang melempar jendela kamarnya dengan batu. Tidak hanya sekali tapi berkali-kali. Tidurnya yang baru beberapa jam terusik. Suara berisik itu masih samar terdengar di telinga Abimanyu. Ia masih berpikir, apa yang ia dengar hanya ada di alam mimpi yang sedang ia alami sekarang. Hingga tiba-tiba suara dentuman keras membangunkan seluruh penghuni rumah. Mereka serempak menyingkap korden di jendela kamar masing-masing. Melihat sumber suara keras tadi. Luapan api terlihat di bawah. Mereka berlari ke bawah dan mendapati Gio sedang berusaha memadamkan api yang berkobar di ruang tengah.

"Gi?! Kok bisa kebakaran gini?" tanya Adi yang ikut mengambil korden lalu membasahinya dengan air. Ia terus melakukan itu ke setiap titik api yang sudah melebar. Semua orang melakukan hal yang sama. Abi dan Rizal mengambil selang air dan mulai menyiram kobaran api itu. Nabila menghubungi polisi untuk meminta bantuan.

"Nggak tau. Tadi kan gue tidur di sofa, tiba-tiba saja ada api. Kaget gue. Tapi ada suara mobil deh rasanya."

"Mobil?" tanya Adi yang bingung atas pernyataan Gio. Mereka berdiskusi dalam suasana genting seperti ini. Di tengah kobaran api, keringat dan memacu waktu. Jika mereka kalah, maka rumah ini akan habis dilalap api. Rumah satu-satunya peninggalan orang tua Abi. Segala kenangan dan barang berharga ada di sini. Abi tanpa banyak suara terus berusaha memadamkan api ini.

"Api!" jerit Nabila yang melihat ke lantai atas. Entah dari mana datangnya, lantai dua juga mulai dilalap api. Rumah ini yang terbuat dari kayu memang sangat memudahkan rumah ini terbakar. Jika bantuan tidak datang, maka hanya beberapa jam saja, pasti bangunan ini akan habis.

Benar saja, Kini mereka sudah kelelahan mengambil air untuk memadamkan api yang terus membesar. Asap mulai membuat udara di sekitar mereka menipis. Beberapa sudah mulai batuk-batuk.

"Percuma. Kita nggak bisa memadamkan api ini. Bi! kita keluar sekarang!" kata Adi, melempar jendela dengan kursi meja makan. Jalan keluar mereka sudah tertutup api, sehingga mereka harus membuat jalan keluar lain. Adi keluar lebih dulu. Melihat hal itu Rizal lantas menarik Nabila yang sudah kesulitan bernafas. Sementara Gio berteriak memanggil Abimanyu yang masih bersikeras memadamkan api.

"Bi! Kita keluar!" Gio berteriak berkali-kali pada pemuda itu. Seolah perkataan Gio tidak ia dengar, Abi terus mencoba mengambil air dengan nafas yang sudah mulai pendek. Paham dengan apa yang Abi rasakan, Gio lantas menarik tangan Abimanyu. "Keluar sekarang, Abimanyu Maheswara!" jerit Gio.

"Nggak! Aku nggak akan biarkan rumahku hancur, Paman. Paman saja yang keluar." Suara Abi sama tingginya dengan Gio. Ia sudah penuh emosi.

"Kamu bisa mati di sini!"

"Biar, Paman. Biar."

"Jangan Gila, Bi! Kalau kamu mati, siapa yang akan membalas perbuatan orang itu?" tanya Gio dengan tangan menunjuk ke arah sampingnya. Entah di mana yang ia maksudkan. Tapi yang jelas, ia tau kalau ada orang yang sengaja membakar rumah ini. "Kamu harus tetap hidup, dan menyeret orang itu ke jurang neraka. Makanya sekarang kita keluar."

Abimanyu mulai dapat berpikir jernih, walau ia masih bimbang. Ia menatap sekitarnya. Rumahnya yang mulai habis dilalap api, gosong dan tidak layak lagi ia sebut rumah. Abi menatap Gio, nanar. lalu mengangguk. Mereka berdua segera keluar dari rumah itu. menghindari puing-puing yang mulai jatuh.

Gio langsung berguling di atas tanah karena tubuhnya terkena api cukup banyak, membakar sebagian besar pakaiannya. Kulit wajah, dan tangan Abimanyu juga melepuh karena terpapar panas yang lama, ia juga sempat menahan puing yang jatuh ke atas tubuhnya saat berusaha keluar dari rumah tadi. Abi meringis kesakitan. Nabila yang melihat luka-luka itu lantas mengambil kotak P3K dari mobil Rizal.

"Mau apa?" tanya Abi yang melihat Nabila cemas dengan sebuah kotak putih ditangannya.

"Ngobatin itu."

"Nggak usah." Ia beranjak menjauhi rumahnya.

"kulitmu terbakar!" jerit Nabila dengan penuh emosi. Ia khawatir dan iba melihat kondisi Abimanyu yang mengenaskan.

"Tetap harus diobati, Bi. Nanti makin parah!" Kata Nabila bersikeras. Adi menghentikan Nabila yang sejak tadi mengikuti Abi. Adi menggeleng. "Tapi, kan?"

"Dia nggak apa-apa, Bil. Percaya sama gue."

Mereka kini menatap jejak mobil yang tertinggal di sekitar rumah. Jejak mobil yang bukan mobil Abi maupun Rizal. "Siapa kira-kira?" tanya Gio pada Rizal yang juga sedang mengamati permukaan tanah itu.

"Gue yakin elu punya pikiran sama seperti gue," kata Rizal dengan smirk penuh arti.

"David?"

"Siapa lagi? Gue yakin David tau kalau kita tau identitas dia sebenarnya."

"Jadi karena alasan itu dia mau bakar kita hidup-hidup?"

"Entahlah ini rencana pembunuhan atau sekedar peringatan. Karena kalau David mau membunuh orang, nggak akan pakai cara ini."

"Dia sengaja memancing emosi kita," sahut Abimanyu. Ia menatap pergelangan tangannya yang melepuh. Nabila ikut melihat luka bakar itu, tapi perlahan luka itu memudar dan hilang.

"Loh! Kok bisa?!" pekik Nabila yang terkejut melihat keanehan dalam diri Abimanyu.

"Gue bilang juga apa, dia nggak apa-apa. Bahkan Abi ini nggak akan mati dengan mudah. Salah si David membuat Abi menjadi musuhnya. Belum tau saja kita siapa," ujar Adi, bangga.

"Kalian siapa?" tanya Rizal serius. Melihat kesembuhan luka Abimanyu yang begitu cepat, adalah hal yang aneh dan patut dipertanyakan.

"Ceritanya panjang," jawab Abimanyu menanggapi tatapan Rizal.
itkgid
regmekujo
obdiamond
obdiamond dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.