- Beranda
- Stories from the Heart
Supernatural
...
TS
ny.sukrisna
Supernatural
Quote:
Mungkin agan di sini pernah baca cerita ane yang berjudul pancasona? Kali ini ane akan melanjutkan kisah itu di sini. Yang suka cerita genre fantasi, kasus pembunuhan berantai, gengster werewolf, vampire dan sejenisnya. Silakan mampir.


Quote:
INDEKS
Part 1 abimanyu maheswara
Part 2 abimanyu
Part 3 kalla
Part 4 siapa kalla
Part 5 seorang gadis
part 6 Ellea
part 7 taman
Part 8 kamar ellea
Part 9 pagi bersama ellea
Part 10 rencana
Part 11 tentang kalla
part 12 rumah elang
Part 13 kembali aktivitas
part 14 emosi elang
part 15 janin kalla
part 16 elang
Part 17 vin
Part 18 kantor
Part 19 kemunculan kalla
part 20 pulau titik nol kehidupan
part 21 desa terkutuk
Part 22 wira
Part 23 teman lama
Part 24 patung wira
part 25 teror di rumah John
part 26 tato
part 27 simbol aldebaro
part 28 buku
part 29 kantor kalla
part 30 batu saphire
part 31 Lian dan Ayu
part 32 kakak beradik yang kompak
part 33 penyusup
part 34 kalah jumlah
part 35 lorong rahasia
Part 36 masuk lorong
part 37 cairan aneh
part 38 rahasia kalandra
part 39 Nayaka adalah Kalandra
Part 40 kemampuan nayaka
Part 41 Arkie
Part 42 Arkie (2)
Part 43 peperangan
Part 44 berakhir
Part 45 desa abi
part 46 nabila
part 47 cafe abi
Part 48 Maya
part 49 riki kembali, risna terancam
part 50 iblis bertubuh manusia
part 51 bertemu eliza
part 52 Feliz
Part 53 Bisma
Part 54 ke mana bisma
part 55 rahasia mayat
part 56 bisma kabur
part 57 pertemuan tak terduga
part 58 penyelidikan
part 59 tabir rahasia
part 60 kebakaran
part 61 Bajra
part 62 pengorbanan Bajra
part 63 the best team
part 64 masa lalu
part 65 perang dimulai
part 66 kisah baru
part 67 bertemu vin
part 68 san paz
part 69 cafe KOV
part 70 demigod
part 71 california
part 72 Allea dan Ellea
part 73 rumah ellea
part 74 alan cha
part 75 latin kings
part 76 kediaman faizal
part 77 kematian faizal.
part 78 permainan
part 79 ellea cemburu
part 80 rumah
part 81 keributan
part 82 racun
part 83 mayat
part 84 rencana
part 85 kampung....
Part 86 kematian adi
part 87 tiga sekawan
part 88 zikal
part 89 duri dalam daging
part 90 kerja sama
part 91 Abraham alexi Bonar
part 92 terusir
part 93 penemuan mayat
part 94 dongeng manusia serigala
part 95 hewan atau manusia
part 96 Rendra adalah werewolf
part 97 Beta
part 98 melamar
part 99 pencarian lycanoid
part 100 siapa sebenarnya anda
part 101 terungkap kebenaran
part 102 kisah yang panjang
part 103 buku mantra
part 104 sebuah simbol
part 105 kaki tangan
part 106 pertikaian
part 107 bertemu elizabet
part 108 orang asing
part 109 mantra eksorsisme
part 110 Vin bersikap aneh
part 111 Samael
part 112 Linda sang paranormal
part 113 reinkarnasi
part 114 Nayla
part 115 Archangel
part 116 Flashback vin kesurupan
part 117 ritual
part 118 darah suci
part 119 Lasha
part 120 Amon
part 121 masa lalu arya
part 122 sekte sesat
part 123 sekte
part 124 bu rahayu
part 125 dhampire
part 126 penculikan
part 127 pengakuan rian.
part 128 azazil
part 129 ungkapan perasaan
part 130 perjalanan pertama
part 131 desa angukuni
part 132 Galiyan
part 133 hilang
part 134 Hans dan Jean
part 135 lintah Vlad
part 136 rahasia homestay
part 137 rumah kutukan
part 138 patung aneh
part 139 pulau insula mortem
part 140 mercusuar
part 141 kastil archanum
part 142 blue hole
part 143 jerogumo
part 144 timbuktu
part 145 gerbang gaib
part 146 hutan rougarau
part 147 bertemu azazil
part 148 SMU Mortus
part 149 Wendigo
part 150 danau misterius
part 151 jiwa yang hilang
part 152 serangan di rumah
part 153 misteri di sekolah
part 154 rumah rayi
part 155 makhluk lain di sekolah
part 156 Djin
part 157 menjemput jiwa
part 158 abitra
part 159 kepergian faza
part 160 Sabrina
part 161 puncak emosi
part 162 ilmu hitam
part 163 pertandingan basket
part 164 mariaban
part 165 Dagon
part 166 bantuan
INDEKS LANJUT DI SINI INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 16-05-2023 21:45
itkgid dan 12 lainnya memberi reputasi
13
13.5K
222
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ny.sukrisna
#60
Part 58 Penyelidikan
Gio juga otomatis melakukan hal yang sama, begitu juga yang lain. Uap kopi terlihat menggiurkan jika diminum saat masih panas seperti ini. "Siapa yang bikin kopi?" tanya Andika dengan menatap kopi milik nya yang baru saja ia sesap. Netranya menatap lurus ke arah Abimanyu yang bersikap acuh.
"Itu, anak baru. Hara. Kenapa? Nggak enak?" tanya Adi sambil menunjuk sosok pemuda yang ada di balik meja barista. Semua mata otomatis melihat ke arah yang Adi tunjuk. Tanpa reaksi berarti dan kembali pada pembahasan tadi.
"Penembak runduk? Gi, ada banyak penembak runduk yang elu tau?" tanya Adi.
"Hm. Penembak runduk yang mana dulu ini? Resmi atau tidak resmi?"
"Kan keahlian itu nggak banyak dimiliki orang, Gi. Masa iya sebanyak itu yang ada dipikiran lu?!"
"Ya iya, maksud gue kalau yang resmi ya cuma Pak Tatang Koswara. Kalau yang ilegal ya ada beberapa, cuma gue nggak tau list terbarunya sekarang. Nanti coba gue tanya teman."
"Ada yang aneh," kata Abimanyu dengan segala macam pemikiran dalam kepala nya.
"Menurut lu apaan, Bi?"
"Siska ini cuma dijadikan boneka oleh seseorang. Buktinya dia sebener nya nggak rela kalau Giska mati, jadi sekarang kita harus cari siapa otak dibalik segala pembunuhan ini."
"Iya, itu pun yang saya pikirkan sejak dulu. Apalagi saat Riki masih kecil. Mana ada anak kecil yang punya pikiran membunuh teman sebayanya. Soalnya 'saat kami menangkap Riki, kami juga memeriksa kejiwaannya. Dan dia tidak punya sisi psikopat seperti yang kami kira. Ada seseorang yang menyuruh nya, dia juga yang mengatur segala hal tentang apa yang harus Riki lakukan."
"Lalu bagaimana keterlibatan Bisma? Apa dia ada hubungannya dengan Riki, atau Siska?" Adi makin penasaran. Hingga kopi milik nya hanya tinggal setengah cangkir.
"Mereka bukan satu darah. Mereka bukan saudara. Setelah gue selidiki, antara Riki, Bisma, dan Siska bertemu di rumah sakit jiwa. Tempat Siska dirawat dulu," terang Andika dengan semua bukti yang sudah ia kumpulkan.
"Jadi maksud lu, Bisma pernah jadi pasien rumah sakit jiwa?"
"Yes, tepat sekali. Kalian lihat ini?" tunjuk Andika pada beberapa lembar kertas yang sengaja ia perbanyak. Semua hasil penyelidikan nya ada di tumpukan kertas itu. "Di situ adalah tanggal Bisma masuk sebagai pasien rumah sakit jiwa, karena mengalami kekerasan seksual dari keluarga terdekatnya. Ia depresi dan tidak mau berbicara sama sekali, bahkan hampir 6 bulan ia dirawat, Bisma tidak pernah membuka mulut nya untuk berbicara."
"Gila! Anak sekecil itu mengalami kekerasan seksual seperti apa? sampai- sampai dia nggak mau ngomong lagi?"
"Itulah. Bahkan dokter dan perawat sampai sekarang nggak tau apa yang udah dialami Bisma semasa kecil nya. Tapi saat Bisma masuk pertama kali, di tubuh nya banyak luka lebam. Bahkan kepala nya berdarah. Dokter bilang ada gumpalan darah di otaknya. Itu yang membuat kepala Bisma sering sakit."
"Mungkin gumpalan itu juga alasan dia jadi seorang sosiopat," sambar Gio asal.
"Mereka bertemu di rumah sakit jiwa? Di mana rumah sakit itu, Ndik?" tanya Abimanyu.
"Rumah sakit jiwa Santo Yoseph."
_________
Mobil berhenti di halaman parkir sebuah rumah sakit jiwa terbesar di kota. Tim Andrew harus mencari Hania Putri, target terakhir dari segala rentetan kasus pembunuhan yang hampir beberapa bulan ini menyita perhatian mereka. Hania yang ada di negeri ginseng itu membuat mereka harus mempersiapkan segala hal untuk datang ke tempat Hania. Bukan jarak yang dekat, dan mereka harus mempersiapkan segalanya dengan sempurna. Terlebih pembuatan paspor cukup menyita waktu. Baik Andrew, Andika dan Jesika belum pernah ada yang pergi ke luar negeri. Maka dari itu, mereka harus mempersiapkan paspor untuk kepergian mereka.
"Bi, kenapa kita malah ke sini? Bukan nya ikut Andrew saja menyusul Hania. Pasti pembunuh itu bakal datang ke Hania, kan?" tanya Nabila dengan banyak protes yang keluar dari bibir nya. Abimanyu yang berjalan menyusuri koridor, sempat berhenti sebentar dan menoleh ke gadis yang kini terus membuntuti nya sejak keluar dari cafe tadi. "Kalau nggak mau ikut, sana! Lu ikut saja Pak Andrew. Siapa suruh ngikutin kita!" kata Abimanyu, ketus. Ia lantas berjalan lagi tanpa menoleh pada Nabila.
"Yang sabar, Rose. Ini ujian," tutur Gio menepuk bahu Nabila. Panggilannya berganti menjadi nama yang selalu ia pakai saat menjadi intelijen di tim nya. Sementara Adi terus mengekor Abi sambil tetap waspada pada sekitar nya. Mereka mencari ruangan pemilik rumah sakit ini.
Akhirnya langkah mereka terhenti pada sebuah ruangan yang bertuliskan David Immanuel. Mereka berhasil mengantongi nama itu saat bertanya ke seorang perawat senior. "Ini, bener?" tanya Adi menunjuk ruangan di depan mereka. "Sepertinya. Kita masuk saja buat memastikan," saran Abimanyu.
Kini mereka sudah berada di dalam ruangan besar pemilik Rumah Sakit Jiwa Santo Yoseph. Di hadapan mereka ada seorang kakek tua yang berumur kira-kira 70 tahun. Rambut nya yang sudah putih semua dengan keriput di hampir seluruh lipatan kulitnya. Ia terus melebarkan senyum saat menyambut tamunya.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya David dengan suara khas kakek-kakek. Lemah dan terasa bijak. Yah, itulah kesan pertama yang ia tampilkan pada mereka.
"Begini, Pak David. Kami mau bertanya beberapa hal mengenai pasien rumah sakit ini," kata Adi menanggapi. David mengerutkan dahi sedikit terkejut namun terus ia tahan dengan senyum nya yang kembali terukir. "Mungkin lebih tepatnya, mantan pasien anda." Abi mengoreksi.
"Oh, baiklah. Silakan, mungkin saya bisa bantu," kata David dengan tenang.
Abimanyu mendesis ke arah Gio, sadar akan bahasa isyarat dari Abi ia lantas mengeluarkan beberapa foto yang sudah ia dapatkan dari beberapa sumber. Siska, Riki, dan Bisma. David memicingkan mata nya, membuat kerutan di wajahnya bertambah.
"Apakah Anda kenal mereka?" tanya Abi serius. Netra Abi terus menatap tiap inci wajah David. Menangkap berbagai ekspresi dari pria tua di depannya. Tak langsung menjawab, David justru memungut foto-foto itu dan mencoba mengingat wajah-wajah itu.
"Siska, Riki, dan Bisma. Mereka dulu pasien di sini."
Foto yang Abi punya adalah foto mereka saat sudah dewasa. Wajar saja kalau David agak lama memahami deretan foto yang kini menjadi bahan pertanyaan beberapa orang tamu nya sekarang.
"Bapak ingat? Sekitar ... eum, mungkin 7 atau 6 tahun lalu anak perempuan ini datang ke sini, namanya Siska?" Kini Nabila ikut bertanya agar David lebih mudah memahami arah pembicaraan mereka. "Dia adalah korban bullying yang pernah mencoba bunuh diri saat di rawat di sini," tambah Nabila.
Hingga 10 menit berlalu David baru mau membuka mulutnya, yang membentuk huruf O.
"Oh, iya, saya baru ingat. Siska? Riki, dan Bisma. Maaf kejadian itu sudah lama, dan saat kalian menyebutkan nama asli mereka, saya agak bingung. Karena mereka sudah dibaptis dan memakai nama baru."
"Mereka semua?"
"Oh, tidak. Hanya Siska, yang mengganti nama baptis Angel, lalu satu lagi ... Sebentar." David beranjang dengan kesusahan menuju sebuah lemari besar yang ada di sudut ruangan besar itu. Ia lantas kembali dengan sebuah album foto yang cukup besar. Ia kembali duduk di tempatnya tadi.
David membuka lembar pertama. Di sana menampilkan foto diri nya dengan seluruh pasien rumah sakit, karena terlihat jelas dari pakaian yang mereka pakai semua sama. Dan pakaian ini yang mereka temui saat masuk ke rumah sakit ini, pakaian yang dipakai penghuni rumah sakit. Lembar kedua ia buka dengan tangan yang gemetar, karena usia yang sudah lanjut.
"Ini mereka," tunjuk David ke sebuah foto dengan 4 orang anak kecil.
"Mereka ini?" tanya Adi yang sengaja tidak meneruskan pertanyaannya.
"Siska, Riki, Bisma, dan Nathan."
"Nathan?" tanya mereka serempak.
"Iya. Mereka ini selalu bersama. Saat Siska datang, Bisma dan Nathan yang memang pasien paling lama di sini, langsung menjadi teman Siska. Mereka selalu bersama-sama. Bahkan kami sempat mengira kalau mereka sudah baik-baik saja. Lalu Riki datang tak lama setelah itu. Kehadiran Riki membuat mereka bertiga makin baik-baik saja. Dalam artian, kalau kalian melihat secara langsung pasti akan berpikiran sama seperti saya. Mereka berbeda dari pasien saya yang lain. Sika yang paling labil dan terkadang sulit dikendalikan, akan mudah luluh karena bujukan Nathan. Mereka bagai saudara. Selalu kompak dan membantu satu sama lain. Sampai kejadian itu terjadi." Tatapan David menerawang ke langit-langit. Padahal jika ada yang bisa melihat, David berusaha kembali ke beberapa tahun silam. Hari di mana sebuah tragedi rumah sakit terjadi.
"Ada sebuah keracunan massal yang terjadi beberapa tahun lalu, saat mereka masih ada di sini."
"Keracunan?"
"Iya. Mereka menaruh kalium sianida pada makan siang semua pasien. Dan semua pasien, meninggal."
"Apa?!" pekik Gio terkejut. Reaksinya seolah tidak mempercayai perkataan DAvid. Tidak hanya Gio, Nabila bahkan menjambak rambutnya sendiri, ikut membayangkan kejadian naas itu. Bahkan dalam bayangan Nabila itu hal yang cukup mengerikan.
"Kalium sianida? Bagaimana anak-anak sekecil mereka bisa tau tentang zat tersebut?"
David menaikkan kedua bahunya dan menarik nafas panjang. "Mereka istimewa. Bahkan mereka mampu menipu kami semua dengan bersikap normal. Sangat normal. Tapi dibalik itu semua, mereka sakit!"
"Lalu?"
"Karena kejadian itu, rumah sakit ini sempat akan ditutup, tapi lantas orang tua Nathan berusaha membuat keadaan rumah sakit ini stabil."
"Di mana Nathan sekarang?"
"Oh dia sekarang tinggal di pedesaan. Bahkan baru beberapa hari lalu dia datang ke sini."
"Apa Anda memiliki foto Nathan terbaru?"
"Oh tentu. Kami sempat berfoto kemarin." David merogoh kantung celananya dan mengambil benda pipih dari sana. Ia membuka kunci sandi dan segera meluncur ke galeri. "Ini."
Abimanyu langsung memundurkan tubuhnya saat meliat foto yang ditunjukkan David. Ia tak menyangka kalau pemuda itu adalah otak dari pembunuhan di desa selama ini. "Hara?" jerit Nabila.
"Ah benar. Dia selalu dipanggil Hara oleh teman-temannya. Gabriel Hosehara."
Abi dan yang lain saling pandang. Mereka tidak menyangka kalau musuh mereka dekat sekali dengan mereka selama ini.
"Hara atau Nathan diperbolehkan pulang karena selama dua tahun belakangan, ia bersikap baik. Bahkan sering membantu di gereja."
"Hm. Baiklah. Terima kasih, Pak. Kami permisi." Abi beranjak dan segera keluar dari ruangan itu, diikuti Adi dan Gio. Mereka berdua berteriak memanggil nama Abi yang ini berjalan agak cepat, terkesan terburu-buru.
"Eum, terima kasih Pak David. Maaf teman saya, dia kelelahan karena perjalanan tadi cukup menyita waktu. "
"Ah tidak apa-apa, semoga apa yang saya sampaikan bisa membantu proses penyelidikan kalian, ya. Segera tangkap Nathan. Sebelum Hania jadi korban selanjutnya," bisik David dengan senyum tipis. Nabila mengangguk dan kemudian keluar ruangan itu menyusul yang lain.
_______
"Ini bener-bener gila! Hara?! Astaga!" raung Abimanyu yang benar-benar kesal sekarang. Hara adalah pegawai barunya yang cukup disukai Abimanyu. Sikapnya yang ramah dan sopan pada pengunjung membuat Abi menyukainya walau baru beberapa hari ia bekerja di cafe. Terlebih Hara membuat kopi yang enak. Abi yang termasuk orang pemilih dalam sajian kopi, tidak pernah menolak kopi buatan Hara selama ini.
Mobil melaju cepat. Mereka kembali ke desa. Adi yang berkali-kali menghubungi ponsel Andrew terus mengumpat kesal. Ponsel Andrew tidak bisa dihubungi.
"Mungkin mereka sudah di pesawat, Di." Nabila melirik sampingnya dan melihat kegelisahan Adi. Semua orang di dalam mobil ini cemas dan kesal.
"Paman, coba hubungi Ridwan."
"Oh iya. Astaga. Kenapa bisa lupa!" runtuk Adi pada dirinya sendiri.
Perjalanan ke desa mereka membutuhkan waktu yang cukup lama. Hampir 5 jam mereka harus berkendara. Gio menggantikan Abi menyetir. Karena kondisi emosi Abi yang sedang labil, membuatnya takut jika Abi tidak bisa fokus dalam mengemudi.
"Gimana, Di?" tanya Gio melirik ke spion di tengah.
"Hara ijin. Nggak ada di cafe. Katanya ada urusan."
"Itu, kan. Gila. Dia pasti nyusulin Hania." Gio ikut naik pitam.
"Apa kita perlu ke sana juga?" Nabila bertanya dengan berbagai kemungkinan.
"Rasanya nggak perlu. Lagipula aku agak aneh tadi, sama Pak David." Abi terus menatap keluar jendela. Memikirkan hal aneh dan mengganjal apa yang membuatnya gelisah.
"Aneh bagaimana?"
"Entahalah. Mungkin cuma perasaanku saja. Aku ngerasa ada yang dia tutupi."
Nabila ikut menatap jendela sampingnya. Memikirkan kalimat yang tadi diucapkan Abimanyu. "Iya. Aku juga merasa." Batin Nabila yang hanya mampu ia dengar sendiri.
***
Jonathan Angelo. Pemuda berkulit putih dengan Freckles di sekitar hidung itu adalah sosok anak yang santun. Ia kerap membantu orang lain. Ramah dan murah senyum. Tapi di balik semua sikap itu, dia memiliki otak yang sakit. Dia seorang sosiopat yang sangat rapi menutupi kejahatannya. Nathan lahir dari keluarga berada. Ayahnya adalah seorang warga negara Belanda menikah dengan ibunya yang asli pribumi. Mereka bertemu saat ibu Nathan bekerja di salah satu kantor penerbitan di Belanda.
Dia anak tunggal. Karena krisis yang dialami keluarganya, Nathan dan ibunda terpaksa kembali ke tanah air. Ayahnya meninggal. Diduga karena bunuh diri. Karena tengah menggantung di pintu kamarnya rumah mereka dengan keadaan pucat dan hampir bengkak. Ibu Nathan yang sedang bekerja di luar kota, mendadak pingsan saat melihat keadaan suaminya. Sementara Nathan yang ada di rumah seolah tidak mengetahui apa-apa. Dia bahkan terkesan tenang saat polisi menanyainya.
Kematian ayahnya menjadi salah satu pemicu dirinya harus kembali ke tanah air bersama ibunda. Mereka tinggal di sebuah rumah susun kumuh di pinggir ibu kota. Keluarga ibu Nathan tidak ada yang mau menerima mereka berdua karena saat mereka ditampung oleh kakek nenek dari ibu Nathan, kakeknya mengalami serangan jantung 3 hari setelah mereka datang. Dan Nathan ada di kamar ssang kakek saat beliau kejang-kejang.
Semua orang menganggap penyebab kakek terkena serangan jantung adalah karena Nathan. Rosa, ibu Nathan, lantas bekerja menjadi penjaga toko di salah satu toserba tak jauh dari rumah susun mereka. Nathan lantas bersekolah. Tetapi beberapa kali ia selalu terlibat masalah dengan teman-temannya atau pihak sekolah. Akhirnya Nathan hanya di rumah saja, setelah terkena DO dari pihak sekolah. Nathan yang saat itu masih kelas 3 sekolah dasar, terkenal sebagai anak yang bengal. Dia juga licik.
"Apa yang kamu lakukan seharian ini, Nathan?!" tanya Rosa sepulang kerja. Ia mendapat informasi kalau Nathan mendorong salah satu anak tetangga hingga gegar otak. Sang ibu marah karena segala tekanan hidup yang selama ini ia hadapi. Ia lelah dan jengah, terutama menghadapi sikap putranya yang kian hari kian aneh. Ia sempat membawa Nathan ke psikiater, dan jawaban dokter di luar dugaan.
"Dia anak yang berbahaya, Bu. Anda harus berhati-hati."
"Maksud dokter?"
"Saya pikir dia anak normal seperti yang lain, gejala yang saya pikir adalah hiperaktif ternyata salah. Saat dia bilang ... kalau dia yang membunuh ayahnya."
Rosa terkejut mendengar kata-kata dokter. Tapi ia yakin kalau dokter itu tidak mungkin berbohong. Karena saat sampai di rumah, Rosa menanyakan pertanyaan yang sama ke Nathan. Dan jawabannya sama seperti kata dokter tadi.
"Papah berisik. Mengeluh terus, jadi aku bikin diam." Kalimat itu keluar dari mulut anak sekecil itu dengan santai. Tidak ada gurat kesedihan atau ketakutan dalam diri Nathan saat Rosa menyuruhnya menceritakan kejadian itu.
Kejadian Nathan mendorong anak tetangga dari lantai 3 hingga gegar otak bukan lah hal pertama. Nathan kerap berulah yang membuat semua penghuni rumah susun takut jika harus berdekatan dengan anak itu. Rosa melempar gelas yang tengah ia genggam. Saat mendengar pengakuan Nathan kalau ia telah membunuh anak anjing yang mereka temukan di taman tempo hari. "Dia ngencingin kaki aku. "
"Di mana mayat Choki?"
Nathan menggandeng ibunya sampai ke balkon kamar mereka. Di sana Choki sudah bersimbah drah dengan kepala yang sudah terlepas dari tubuh. Tubuhnya dikuliti, hingga bulu anjing itu beterbangan dan mengotori seluruh lantai balkon.
Saat itulah Rosa benar-benar berada di titik jenuh dalam hidupnya. Ia memiliki anak yang sakit jiwa. Ia membawa Nathan ke rumah sakit jiwa Santo Yoseph dan bertemu David. Rosa mendaftarkan anaknya untuk mendapat perawatan di rumah sakit itu. David tidak hanya mengelola rumah sakit saja, karena ada sebuah panti asuhan yang juga miliknya, berada tak jauh dari rumah sakit.
"Baiklah. Besok datang lagi, ya. Kita cek lagi kesehatan Nathan," kata David dengan sabar memperlakukan Nathan. Rosa memang hanya bisa melakukan pengobatan rawat jalan untuk Nathan. Ia tidak punya cukup biaya untuk meng-asrama-kan Nathan di rumah sakit itu.
Sampai di rumah. Sikap Rosa tidak lagi sama. Ia banyak diam dan bersikap kasar pada Nathan. Nathan yang menyadari ibunya berubah lantas menyimpan dendam. Ia menyiapkan sebuah teh hangat untuk ibunda yang sudah dicampur racun. Sekalipun Nathan menderita gangguan kepribadian, sebenarnya dia anak yang cerdas. Ia mampu mengerti beberapa hal hanya dari sekali melihat. sebuah buku yang ia baca, mampu ia ingat setiap detilnya. Bahkan halaman dan tiap katanya Nathan pasti ingat.
"Tehnya, Ma." Nathan meletakan cangkir di meja makan, Rosa yang masih sibuk memasak hanya menoleh sekilas, dan terus melanjutkan kegiatannya. Nathan segera duduk di depan Tv dan menonton acara kartun kesukaannya. Nathan selalu ceria. Seolah tidak ada beban. Padahal diam-diam Nathan selalu memperhatikan gerak-gerik ibunya. Rosa meraih cangkir teh yang disediakan Nathan, meneguknya hingga tandas. Smirk di wajah Nathan terlihat mengerikan. Rosa yang menangkap keanehan itu lantas mendekat. "Kamu kenapa senyum begitu? Ada yang lucu?" tanya Rosa. Nathan hanya menggeleng tanpa menjawab apa pun.
Hanya dalam beberapa menit saja, Rosa kejang-kejang. Mulutnya mengeluarkan busa. Nathan hanya tersenyum melihat ibunya yang sedang menghadapi kematian. Nathan mendekat. "Nathan nggak suka dibentak, Ma," kata nya pelan dengan tatapan mengerikan.
Karena kematian Rosa, akhirnya David membawa Nathan ke panti asuhan yang ia kelola, sekaligus mengobati Nathan juga. Dari sana lah, ia mengenal Siska, Bisma, dan Riki. Mereka terkenal sebagai 4 sekawan. Tidak ada satu pun orang yang berani melawan mereka, tapi mereka tidak pernah membantah perkataan David dan hanya David yang mereka takuti.
Belum ada satu orang pun yang bisa memberikan pernyataan kalau Nathan sudah kembali normal. Bahkan saat di panti asuhan saja, Nathan kerap melakukan hal hal yang membahayakan sekitar. Tapi untungnya David selalu bisa mengatasinya, dan hanya pada David saja Nathan bisa menurut dan seketika berubah menjadi anak baik. Nathan memang di diagnosis mengidap kelainan jiwa. Bisa dibilang kalau Nathan adalah seorang prsikopat. Jiwa psikopat sudah ada di dalam dirinya, dan tentu orang orang seperti ini sangat berbahaya karena tidak memiliki perasaan dan empati terhadap sekitarnya. Maka dari itu, Nathan bisa dengan mudah dan santai nya membunuh atau melukai orang orang di sekitarnya, tak terkecuali orang tuanya sendiri. David menyadari hal itu, walau beberapa pengasuh panti terlihat keberatan atas kedatangan Nathan, tapi David yang akan bertanggung jawab jika terjadi hal hal yang buruk pada mereka. Alhasil orang orang pun tampak berusaha menjauh dari Nathan, dan tidak ingin berinteraksi dengan anak itu. Jika Nathan melakukan ulah yang membahayakan, maka mereka akan melaporkan nya pada David. Walau tak jarang tetap akan ada korban, walau tidak sampai meninggal dunia. Lebih lebih di sini Nathan memiliki kawan baru yang se pemikiran dengan nya. Jadi dia tentu akan lebih atraktif lagi. Sebenarnya Siska, Bisma, dan Riki masih tergolong anak baik. Kenakalan mereka masih dalam katagori wajar, tapi rupanya pengaruh Nathan sangat besar pada mereka bertiga, sehingga sikap dan karakter mereka kini seolah olah menduplikasi dari segala apa yan Nathan lakukan dan pikirkan.
"Itu, anak baru. Hara. Kenapa? Nggak enak?" tanya Adi sambil menunjuk sosok pemuda yang ada di balik meja barista. Semua mata otomatis melihat ke arah yang Adi tunjuk. Tanpa reaksi berarti dan kembali pada pembahasan tadi.
"Penembak runduk? Gi, ada banyak penembak runduk yang elu tau?" tanya Adi.
"Hm. Penembak runduk yang mana dulu ini? Resmi atau tidak resmi?"
"Kan keahlian itu nggak banyak dimiliki orang, Gi. Masa iya sebanyak itu yang ada dipikiran lu?!"
"Ya iya, maksud gue kalau yang resmi ya cuma Pak Tatang Koswara. Kalau yang ilegal ya ada beberapa, cuma gue nggak tau list terbarunya sekarang. Nanti coba gue tanya teman."
"Ada yang aneh," kata Abimanyu dengan segala macam pemikiran dalam kepala nya.
"Menurut lu apaan, Bi?"
"Siska ini cuma dijadikan boneka oleh seseorang. Buktinya dia sebener nya nggak rela kalau Giska mati, jadi sekarang kita harus cari siapa otak dibalik segala pembunuhan ini."
"Iya, itu pun yang saya pikirkan sejak dulu. Apalagi saat Riki masih kecil. Mana ada anak kecil yang punya pikiran membunuh teman sebayanya. Soalnya 'saat kami menangkap Riki, kami juga memeriksa kejiwaannya. Dan dia tidak punya sisi psikopat seperti yang kami kira. Ada seseorang yang menyuruh nya, dia juga yang mengatur segala hal tentang apa yang harus Riki lakukan."
"Lalu bagaimana keterlibatan Bisma? Apa dia ada hubungannya dengan Riki, atau Siska?" Adi makin penasaran. Hingga kopi milik nya hanya tinggal setengah cangkir.
"Mereka bukan satu darah. Mereka bukan saudara. Setelah gue selidiki, antara Riki, Bisma, dan Siska bertemu di rumah sakit jiwa. Tempat Siska dirawat dulu," terang Andika dengan semua bukti yang sudah ia kumpulkan.
"Jadi maksud lu, Bisma pernah jadi pasien rumah sakit jiwa?"
"Yes, tepat sekali. Kalian lihat ini?" tunjuk Andika pada beberapa lembar kertas yang sengaja ia perbanyak. Semua hasil penyelidikan nya ada di tumpukan kertas itu. "Di situ adalah tanggal Bisma masuk sebagai pasien rumah sakit jiwa, karena mengalami kekerasan seksual dari keluarga terdekatnya. Ia depresi dan tidak mau berbicara sama sekali, bahkan hampir 6 bulan ia dirawat, Bisma tidak pernah membuka mulut nya untuk berbicara."
"Gila! Anak sekecil itu mengalami kekerasan seksual seperti apa? sampai- sampai dia nggak mau ngomong lagi?"
"Itulah. Bahkan dokter dan perawat sampai sekarang nggak tau apa yang udah dialami Bisma semasa kecil nya. Tapi saat Bisma masuk pertama kali, di tubuh nya banyak luka lebam. Bahkan kepala nya berdarah. Dokter bilang ada gumpalan darah di otaknya. Itu yang membuat kepala Bisma sering sakit."
"Mungkin gumpalan itu juga alasan dia jadi seorang sosiopat," sambar Gio asal.
"Mereka bertemu di rumah sakit jiwa? Di mana rumah sakit itu, Ndik?" tanya Abimanyu.
"Rumah sakit jiwa Santo Yoseph."
_________
Mobil berhenti di halaman parkir sebuah rumah sakit jiwa terbesar di kota. Tim Andrew harus mencari Hania Putri, target terakhir dari segala rentetan kasus pembunuhan yang hampir beberapa bulan ini menyita perhatian mereka. Hania yang ada di negeri ginseng itu membuat mereka harus mempersiapkan segala hal untuk datang ke tempat Hania. Bukan jarak yang dekat, dan mereka harus mempersiapkan segalanya dengan sempurna. Terlebih pembuatan paspor cukup menyita waktu. Baik Andrew, Andika dan Jesika belum pernah ada yang pergi ke luar negeri. Maka dari itu, mereka harus mempersiapkan paspor untuk kepergian mereka.
"Bi, kenapa kita malah ke sini? Bukan nya ikut Andrew saja menyusul Hania. Pasti pembunuh itu bakal datang ke Hania, kan?" tanya Nabila dengan banyak protes yang keluar dari bibir nya. Abimanyu yang berjalan menyusuri koridor, sempat berhenti sebentar dan menoleh ke gadis yang kini terus membuntuti nya sejak keluar dari cafe tadi. "Kalau nggak mau ikut, sana! Lu ikut saja Pak Andrew. Siapa suruh ngikutin kita!" kata Abimanyu, ketus. Ia lantas berjalan lagi tanpa menoleh pada Nabila.
"Yang sabar, Rose. Ini ujian," tutur Gio menepuk bahu Nabila. Panggilannya berganti menjadi nama yang selalu ia pakai saat menjadi intelijen di tim nya. Sementara Adi terus mengekor Abi sambil tetap waspada pada sekitar nya. Mereka mencari ruangan pemilik rumah sakit ini.
Akhirnya langkah mereka terhenti pada sebuah ruangan yang bertuliskan David Immanuel. Mereka berhasil mengantongi nama itu saat bertanya ke seorang perawat senior. "Ini, bener?" tanya Adi menunjuk ruangan di depan mereka. "Sepertinya. Kita masuk saja buat memastikan," saran Abimanyu.
Kini mereka sudah berada di dalam ruangan besar pemilik Rumah Sakit Jiwa Santo Yoseph. Di hadapan mereka ada seorang kakek tua yang berumur kira-kira 70 tahun. Rambut nya yang sudah putih semua dengan keriput di hampir seluruh lipatan kulitnya. Ia terus melebarkan senyum saat menyambut tamunya.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya David dengan suara khas kakek-kakek. Lemah dan terasa bijak. Yah, itulah kesan pertama yang ia tampilkan pada mereka.
"Begini, Pak David. Kami mau bertanya beberapa hal mengenai pasien rumah sakit ini," kata Adi menanggapi. David mengerutkan dahi sedikit terkejut namun terus ia tahan dengan senyum nya yang kembali terukir. "Mungkin lebih tepatnya, mantan pasien anda." Abi mengoreksi.
"Oh, baiklah. Silakan, mungkin saya bisa bantu," kata David dengan tenang.
Abimanyu mendesis ke arah Gio, sadar akan bahasa isyarat dari Abi ia lantas mengeluarkan beberapa foto yang sudah ia dapatkan dari beberapa sumber. Siska, Riki, dan Bisma. David memicingkan mata nya, membuat kerutan di wajahnya bertambah.
"Apakah Anda kenal mereka?" tanya Abi serius. Netra Abi terus menatap tiap inci wajah David. Menangkap berbagai ekspresi dari pria tua di depannya. Tak langsung menjawab, David justru memungut foto-foto itu dan mencoba mengingat wajah-wajah itu.
"Siska, Riki, dan Bisma. Mereka dulu pasien di sini."
Foto yang Abi punya adalah foto mereka saat sudah dewasa. Wajar saja kalau David agak lama memahami deretan foto yang kini menjadi bahan pertanyaan beberapa orang tamu nya sekarang.
"Bapak ingat? Sekitar ... eum, mungkin 7 atau 6 tahun lalu anak perempuan ini datang ke sini, namanya Siska?" Kini Nabila ikut bertanya agar David lebih mudah memahami arah pembicaraan mereka. "Dia adalah korban bullying yang pernah mencoba bunuh diri saat di rawat di sini," tambah Nabila.
Hingga 10 menit berlalu David baru mau membuka mulutnya, yang membentuk huruf O.
"Oh, iya, saya baru ingat. Siska? Riki, dan Bisma. Maaf kejadian itu sudah lama, dan saat kalian menyebutkan nama asli mereka, saya agak bingung. Karena mereka sudah dibaptis dan memakai nama baru."
"Mereka semua?"
"Oh, tidak. Hanya Siska, yang mengganti nama baptis Angel, lalu satu lagi ... Sebentar." David beranjang dengan kesusahan menuju sebuah lemari besar yang ada di sudut ruangan besar itu. Ia lantas kembali dengan sebuah album foto yang cukup besar. Ia kembali duduk di tempatnya tadi.
David membuka lembar pertama. Di sana menampilkan foto diri nya dengan seluruh pasien rumah sakit, karena terlihat jelas dari pakaian yang mereka pakai semua sama. Dan pakaian ini yang mereka temui saat masuk ke rumah sakit ini, pakaian yang dipakai penghuni rumah sakit. Lembar kedua ia buka dengan tangan yang gemetar, karena usia yang sudah lanjut.
"Ini mereka," tunjuk David ke sebuah foto dengan 4 orang anak kecil.
"Mereka ini?" tanya Adi yang sengaja tidak meneruskan pertanyaannya.
"Siska, Riki, Bisma, dan Nathan."
"Nathan?" tanya mereka serempak.
"Iya. Mereka ini selalu bersama. Saat Siska datang, Bisma dan Nathan yang memang pasien paling lama di sini, langsung menjadi teman Siska. Mereka selalu bersama-sama. Bahkan kami sempat mengira kalau mereka sudah baik-baik saja. Lalu Riki datang tak lama setelah itu. Kehadiran Riki membuat mereka bertiga makin baik-baik saja. Dalam artian, kalau kalian melihat secara langsung pasti akan berpikiran sama seperti saya. Mereka berbeda dari pasien saya yang lain. Sika yang paling labil dan terkadang sulit dikendalikan, akan mudah luluh karena bujukan Nathan. Mereka bagai saudara. Selalu kompak dan membantu satu sama lain. Sampai kejadian itu terjadi." Tatapan David menerawang ke langit-langit. Padahal jika ada yang bisa melihat, David berusaha kembali ke beberapa tahun silam. Hari di mana sebuah tragedi rumah sakit terjadi.
"Ada sebuah keracunan massal yang terjadi beberapa tahun lalu, saat mereka masih ada di sini."
"Keracunan?"
"Iya. Mereka menaruh kalium sianida pada makan siang semua pasien. Dan semua pasien, meninggal."
"Apa?!" pekik Gio terkejut. Reaksinya seolah tidak mempercayai perkataan DAvid. Tidak hanya Gio, Nabila bahkan menjambak rambutnya sendiri, ikut membayangkan kejadian naas itu. Bahkan dalam bayangan Nabila itu hal yang cukup mengerikan.
"Kalium sianida? Bagaimana anak-anak sekecil mereka bisa tau tentang zat tersebut?"
David menaikkan kedua bahunya dan menarik nafas panjang. "Mereka istimewa. Bahkan mereka mampu menipu kami semua dengan bersikap normal. Sangat normal. Tapi dibalik itu semua, mereka sakit!"
"Lalu?"
"Karena kejadian itu, rumah sakit ini sempat akan ditutup, tapi lantas orang tua Nathan berusaha membuat keadaan rumah sakit ini stabil."
"Di mana Nathan sekarang?"
"Oh dia sekarang tinggal di pedesaan. Bahkan baru beberapa hari lalu dia datang ke sini."
"Apa Anda memiliki foto Nathan terbaru?"
"Oh tentu. Kami sempat berfoto kemarin." David merogoh kantung celananya dan mengambil benda pipih dari sana. Ia membuka kunci sandi dan segera meluncur ke galeri. "Ini."
Abimanyu langsung memundurkan tubuhnya saat meliat foto yang ditunjukkan David. Ia tak menyangka kalau pemuda itu adalah otak dari pembunuhan di desa selama ini. "Hara?" jerit Nabila.
"Ah benar. Dia selalu dipanggil Hara oleh teman-temannya. Gabriel Hosehara."
Abi dan yang lain saling pandang. Mereka tidak menyangka kalau musuh mereka dekat sekali dengan mereka selama ini.
"Hara atau Nathan diperbolehkan pulang karena selama dua tahun belakangan, ia bersikap baik. Bahkan sering membantu di gereja."
"Hm. Baiklah. Terima kasih, Pak. Kami permisi." Abi beranjak dan segera keluar dari ruangan itu, diikuti Adi dan Gio. Mereka berdua berteriak memanggil nama Abi yang ini berjalan agak cepat, terkesan terburu-buru.
"Eum, terima kasih Pak David. Maaf teman saya, dia kelelahan karena perjalanan tadi cukup menyita waktu. "
"Ah tidak apa-apa, semoga apa yang saya sampaikan bisa membantu proses penyelidikan kalian, ya. Segera tangkap Nathan. Sebelum Hania jadi korban selanjutnya," bisik David dengan senyum tipis. Nabila mengangguk dan kemudian keluar ruangan itu menyusul yang lain.
_______
"Ini bener-bener gila! Hara?! Astaga!" raung Abimanyu yang benar-benar kesal sekarang. Hara adalah pegawai barunya yang cukup disukai Abimanyu. Sikapnya yang ramah dan sopan pada pengunjung membuat Abi menyukainya walau baru beberapa hari ia bekerja di cafe. Terlebih Hara membuat kopi yang enak. Abi yang termasuk orang pemilih dalam sajian kopi, tidak pernah menolak kopi buatan Hara selama ini.
Mobil melaju cepat. Mereka kembali ke desa. Adi yang berkali-kali menghubungi ponsel Andrew terus mengumpat kesal. Ponsel Andrew tidak bisa dihubungi.
"Mungkin mereka sudah di pesawat, Di." Nabila melirik sampingnya dan melihat kegelisahan Adi. Semua orang di dalam mobil ini cemas dan kesal.
"Paman, coba hubungi Ridwan."
"Oh iya. Astaga. Kenapa bisa lupa!" runtuk Adi pada dirinya sendiri.
Perjalanan ke desa mereka membutuhkan waktu yang cukup lama. Hampir 5 jam mereka harus berkendara. Gio menggantikan Abi menyetir. Karena kondisi emosi Abi yang sedang labil, membuatnya takut jika Abi tidak bisa fokus dalam mengemudi.
"Gimana, Di?" tanya Gio melirik ke spion di tengah.
"Hara ijin. Nggak ada di cafe. Katanya ada urusan."
"Itu, kan. Gila. Dia pasti nyusulin Hania." Gio ikut naik pitam.
"Apa kita perlu ke sana juga?" Nabila bertanya dengan berbagai kemungkinan.
"Rasanya nggak perlu. Lagipula aku agak aneh tadi, sama Pak David." Abi terus menatap keluar jendela. Memikirkan hal aneh dan mengganjal apa yang membuatnya gelisah.
"Aneh bagaimana?"
"Entahalah. Mungkin cuma perasaanku saja. Aku ngerasa ada yang dia tutupi."
Nabila ikut menatap jendela sampingnya. Memikirkan kalimat yang tadi diucapkan Abimanyu. "Iya. Aku juga merasa." Batin Nabila yang hanya mampu ia dengar sendiri.
***
Jonathan Angelo. Pemuda berkulit putih dengan Freckles di sekitar hidung itu adalah sosok anak yang santun. Ia kerap membantu orang lain. Ramah dan murah senyum. Tapi di balik semua sikap itu, dia memiliki otak yang sakit. Dia seorang sosiopat yang sangat rapi menutupi kejahatannya. Nathan lahir dari keluarga berada. Ayahnya adalah seorang warga negara Belanda menikah dengan ibunya yang asli pribumi. Mereka bertemu saat ibu Nathan bekerja di salah satu kantor penerbitan di Belanda.
Dia anak tunggal. Karena krisis yang dialami keluarganya, Nathan dan ibunda terpaksa kembali ke tanah air. Ayahnya meninggal. Diduga karena bunuh diri. Karena tengah menggantung di pintu kamarnya rumah mereka dengan keadaan pucat dan hampir bengkak. Ibu Nathan yang sedang bekerja di luar kota, mendadak pingsan saat melihat keadaan suaminya. Sementara Nathan yang ada di rumah seolah tidak mengetahui apa-apa. Dia bahkan terkesan tenang saat polisi menanyainya.
Kematian ayahnya menjadi salah satu pemicu dirinya harus kembali ke tanah air bersama ibunda. Mereka tinggal di sebuah rumah susun kumuh di pinggir ibu kota. Keluarga ibu Nathan tidak ada yang mau menerima mereka berdua karena saat mereka ditampung oleh kakek nenek dari ibu Nathan, kakeknya mengalami serangan jantung 3 hari setelah mereka datang. Dan Nathan ada di kamar ssang kakek saat beliau kejang-kejang.
Semua orang menganggap penyebab kakek terkena serangan jantung adalah karena Nathan. Rosa, ibu Nathan, lantas bekerja menjadi penjaga toko di salah satu toserba tak jauh dari rumah susun mereka. Nathan lantas bersekolah. Tetapi beberapa kali ia selalu terlibat masalah dengan teman-temannya atau pihak sekolah. Akhirnya Nathan hanya di rumah saja, setelah terkena DO dari pihak sekolah. Nathan yang saat itu masih kelas 3 sekolah dasar, terkenal sebagai anak yang bengal. Dia juga licik.
"Apa yang kamu lakukan seharian ini, Nathan?!" tanya Rosa sepulang kerja. Ia mendapat informasi kalau Nathan mendorong salah satu anak tetangga hingga gegar otak. Sang ibu marah karena segala tekanan hidup yang selama ini ia hadapi. Ia lelah dan jengah, terutama menghadapi sikap putranya yang kian hari kian aneh. Ia sempat membawa Nathan ke psikiater, dan jawaban dokter di luar dugaan.
"Dia anak yang berbahaya, Bu. Anda harus berhati-hati."
"Maksud dokter?"
"Saya pikir dia anak normal seperti yang lain, gejala yang saya pikir adalah hiperaktif ternyata salah. Saat dia bilang ... kalau dia yang membunuh ayahnya."
Rosa terkejut mendengar kata-kata dokter. Tapi ia yakin kalau dokter itu tidak mungkin berbohong. Karena saat sampai di rumah, Rosa menanyakan pertanyaan yang sama ke Nathan. Dan jawabannya sama seperti kata dokter tadi.
"Papah berisik. Mengeluh terus, jadi aku bikin diam." Kalimat itu keluar dari mulut anak sekecil itu dengan santai. Tidak ada gurat kesedihan atau ketakutan dalam diri Nathan saat Rosa menyuruhnya menceritakan kejadian itu.
Kejadian Nathan mendorong anak tetangga dari lantai 3 hingga gegar otak bukan lah hal pertama. Nathan kerap berulah yang membuat semua penghuni rumah susun takut jika harus berdekatan dengan anak itu. Rosa melempar gelas yang tengah ia genggam. Saat mendengar pengakuan Nathan kalau ia telah membunuh anak anjing yang mereka temukan di taman tempo hari. "Dia ngencingin kaki aku. "
"Di mana mayat Choki?"
Nathan menggandeng ibunya sampai ke balkon kamar mereka. Di sana Choki sudah bersimbah drah dengan kepala yang sudah terlepas dari tubuh. Tubuhnya dikuliti, hingga bulu anjing itu beterbangan dan mengotori seluruh lantai balkon.
Saat itulah Rosa benar-benar berada di titik jenuh dalam hidupnya. Ia memiliki anak yang sakit jiwa. Ia membawa Nathan ke rumah sakit jiwa Santo Yoseph dan bertemu David. Rosa mendaftarkan anaknya untuk mendapat perawatan di rumah sakit itu. David tidak hanya mengelola rumah sakit saja, karena ada sebuah panti asuhan yang juga miliknya, berada tak jauh dari rumah sakit.
"Baiklah. Besok datang lagi, ya. Kita cek lagi kesehatan Nathan," kata David dengan sabar memperlakukan Nathan. Rosa memang hanya bisa melakukan pengobatan rawat jalan untuk Nathan. Ia tidak punya cukup biaya untuk meng-asrama-kan Nathan di rumah sakit itu.
Sampai di rumah. Sikap Rosa tidak lagi sama. Ia banyak diam dan bersikap kasar pada Nathan. Nathan yang menyadari ibunya berubah lantas menyimpan dendam. Ia menyiapkan sebuah teh hangat untuk ibunda yang sudah dicampur racun. Sekalipun Nathan menderita gangguan kepribadian, sebenarnya dia anak yang cerdas. Ia mampu mengerti beberapa hal hanya dari sekali melihat. sebuah buku yang ia baca, mampu ia ingat setiap detilnya. Bahkan halaman dan tiap katanya Nathan pasti ingat.
"Tehnya, Ma." Nathan meletakan cangkir di meja makan, Rosa yang masih sibuk memasak hanya menoleh sekilas, dan terus melanjutkan kegiatannya. Nathan segera duduk di depan Tv dan menonton acara kartun kesukaannya. Nathan selalu ceria. Seolah tidak ada beban. Padahal diam-diam Nathan selalu memperhatikan gerak-gerik ibunya. Rosa meraih cangkir teh yang disediakan Nathan, meneguknya hingga tandas. Smirk di wajah Nathan terlihat mengerikan. Rosa yang menangkap keanehan itu lantas mendekat. "Kamu kenapa senyum begitu? Ada yang lucu?" tanya Rosa. Nathan hanya menggeleng tanpa menjawab apa pun.
Hanya dalam beberapa menit saja, Rosa kejang-kejang. Mulutnya mengeluarkan busa. Nathan hanya tersenyum melihat ibunya yang sedang menghadapi kematian. Nathan mendekat. "Nathan nggak suka dibentak, Ma," kata nya pelan dengan tatapan mengerikan.
Karena kematian Rosa, akhirnya David membawa Nathan ke panti asuhan yang ia kelola, sekaligus mengobati Nathan juga. Dari sana lah, ia mengenal Siska, Bisma, dan Riki. Mereka terkenal sebagai 4 sekawan. Tidak ada satu pun orang yang berani melawan mereka, tapi mereka tidak pernah membantah perkataan David dan hanya David yang mereka takuti.
Belum ada satu orang pun yang bisa memberikan pernyataan kalau Nathan sudah kembali normal. Bahkan saat di panti asuhan saja, Nathan kerap melakukan hal hal yang membahayakan sekitar. Tapi untungnya David selalu bisa mengatasinya, dan hanya pada David saja Nathan bisa menurut dan seketika berubah menjadi anak baik. Nathan memang di diagnosis mengidap kelainan jiwa. Bisa dibilang kalau Nathan adalah seorang prsikopat. Jiwa psikopat sudah ada di dalam dirinya, dan tentu orang orang seperti ini sangat berbahaya karena tidak memiliki perasaan dan empati terhadap sekitarnya. Maka dari itu, Nathan bisa dengan mudah dan santai nya membunuh atau melukai orang orang di sekitarnya, tak terkecuali orang tuanya sendiri. David menyadari hal itu, walau beberapa pengasuh panti terlihat keberatan atas kedatangan Nathan, tapi David yang akan bertanggung jawab jika terjadi hal hal yang buruk pada mereka. Alhasil orang orang pun tampak berusaha menjauh dari Nathan, dan tidak ingin berinteraksi dengan anak itu. Jika Nathan melakukan ulah yang membahayakan, maka mereka akan melaporkan nya pada David. Walau tak jarang tetap akan ada korban, walau tidak sampai meninggal dunia. Lebih lebih di sini Nathan memiliki kawan baru yang se pemikiran dengan nya. Jadi dia tentu akan lebih atraktif lagi. Sebenarnya Siska, Bisma, dan Riki masih tergolong anak baik. Kenakalan mereka masih dalam katagori wajar, tapi rupanya pengaruh Nathan sangat besar pada mereka bertiga, sehingga sikap dan karakter mereka kini seolah olah menduplikasi dari segala apa yan Nathan lakukan dan pikirkan.
obdiamond dan 4 lainnya memberi reputasi
5