Kaskus

Story

ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
Supernatural
Quote:


Mungkin agan di sini pernah baca cerita ane yang berjudul pancasona? Kali ini ane akan melanjutkan kisah itu di sini. Yang suka cerita genre fantasi, kasus pembunuhan berantai, gengster werewolf, vampire dan sejenisnya. Silakan mampir. emoticon-Betty

Supernatural

Quote:


INDEKS
Part 1 abimanyu maheswara
Part 2 abimanyu
Part 3 kalla
Part 4 siapa kalla
Part 5 seorang gadis
part 6 Ellea
part 7 taman
Part 8 kamar ellea
Part 9 pagi bersama ellea
Part 10 rencana
Part 11 tentang kalla
part 12 rumah elang
Part 13 kembali aktivitas
part 14 emosi elang
part 15 janin kalla
part 16 elang
Part 17 vin
Part 18 kantor
Part 19 kemunculan kalla
part 20 pulau titik nol kehidupan
part 21 desa terkutuk
Part 22 wira
Part 23 teman lama
Part 24 patung wira
part 25 teror di rumah John
part 26 tato
part 27 simbol aldebaro
part 28 buku
part 29 kantor kalla
part 30 batu saphire
part 31 Lian dan Ayu
part 32 kakak beradik yang kompak
part 33 penyusup
part 34 kalah jumlah
part 35 lorong rahasia
Part 36 masuk lorong
part 37 cairan aneh
part 38 rahasia kalandra
part 39 Nayaka adalah Kalandra
Part 40 kemampuan nayaka
Part 41 Arkie
Part 42 Arkie (2)
Part 43 peperangan
Part 44 berakhir
Part 45 desa abi
part 46 nabila
part 47 cafe abi
Part 48 Maya
part 49 riki kembali, risna terancam
part 50 iblis bertubuh manusia
part 51 bertemu eliza
part 52 Feliz
Part 53 Bisma
Part 54 ke mana bisma
part 55 rahasia mayat
part 56 bisma kabur
part 57 pertemuan tak terduga
part 58 penyelidikan
part 59 tabir rahasia
part 60 kebakaran
part 61 Bajra
part 62 pengorbanan Bajra
part 63 the best team
part 64 masa lalu
part 65 perang dimulai
part 66 kisah baru
part 67 bertemu vin
part 68 san paz
part 69 cafe KOV
part 70 demigod
part 71 california
part 72 Allea dan Ellea
part 73 rumah ellea
part 74 alan cha
part 75 latin kings
part 76 kediaman faizal
part 77 kematian faizal.
part 78 permainan
part 79 ellea cemburu
part 80 rumah
part 81 keributan
part 82 racun
part 83 mayat
part 84 rencana
part 85 kampung....
Part 86 kematian adi
part 87 tiga sekawan
part 88 zikal
part 89 duri dalam daging
part 90 kerja sama
part 91 Abraham alexi Bonar
part 92 terusir
part 93 penemuan mayat
part 94 dongeng manusia serigala
part 95 hewan atau manusia
part 96 Rendra adalah werewolf
part 97 Beta
part 98 melamar
part 99 pencarian lycanoid
part 100 siapa sebenarnya anda
part 101 terungkap kebenaran
part 102 kisah yang panjang
part 103 buku mantra
part 104 sebuah simbol
part 105 kaki tangan
part 106 pertikaian
part 107 bertemu elizabet
part 108 orang asing
part 109 mantra eksorsisme
part 110 Vin bersikap aneh
part 111 Samael
part 112 Linda sang paranormal
part 113 reinkarnasi
part 114 Nayla
part 115 Archangel
part 116 Flashback vin kesurupan
part 117 ritual
part 118 darah suci
part 119 Lasha
part 120 Amon
part 121 masa lalu arya
part 122 sekte sesat
part 123 sekte
part 124 bu rahayu
part 125 dhampire
part 126 penculikan
part 127 pengakuan rian.
part 128 azazil
part 129 ungkapan perasaan
part 130 perjalanan pertama
part 131 desa angukuni
part 132 Galiyan
part 133 hilang
part 134 Hans dan Jean
part 135 lintah Vlad
part 136 rahasia homestay
part 137 rumah kutukan
part 138 patung aneh
part 139 pulau insula mortem
part 140 mercusuar
part 141 kastil archanum
part 142 blue hole
part 143 jerogumo
part 144 timbuktu
part 145 gerbang gaib
part 146 hutan rougarau
part 147 bertemu azazil
part 148 SMU Mortus
part 149 Wendigo
part 150 danau misterius
part 151 jiwa yang hilang
part 152 serangan di rumah
part 153 misteri di sekolah
part 154 rumah rayi
part 155 makhluk lain di sekolah
part 156 Djin
part 157 menjemput jiwa
part 158 abitra
part 159 kepergian faza
part 160 Sabrina
part 161 puncak emosi
part 162 ilmu hitam
part 163 pertandingan basket
part 164 mariaban
part 165 Dagon
part 166 bantuan

INDEKS LANJUT DI SINI INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 16-05-2023 21:45
indrag057Avatar border
bejo.gathelAvatar border
itkgidAvatar border
itkgid dan 12 lainnya memberi reputasi
13
13.5K
222
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#48
Part 46 Nabila
Sebuah mobil jeep melesat membelah jalanan berlumpur. Desanya baru saja diguyur hujan lebat. Kabar kematian Cindy seolah membuat seluruh desa berkabung, atau ... Ketakutan?

Jalanan nampak sepi, beberapa rumah juga terlihat tertutup rapat. Bahkan sejauh mereka berkendara, belum satupun manusia yang terlihat di luar.

"Ini orang pada ke mana, ya? Sepi bener!" tukas Gio sambil fokus menyetir.

"Mungkin hujan, jadi malas keluar rumah," sahut Abi santai. Adi hanya diam menatap pemandangan di luar jendela.

"Eh, itu! Rumah Cindy, kan?" tanya Adi menunjuk sebuah rumah dengan bendera putih di depan.

"Ah, iya. Kita ... Melayat ke sana?" tanya Gio meminta persetujuan mereka berdua. Adi dan Abi saling pandang tak lama mengangguk. Mobil belok ke arah rumah bercat kuning itu. Dari kejauhan terlihat hanya ada beberapa orang saja yang sedang ada di rumah itu.

"Permisi." Adi masuk ke dalam rumah. Mengucapkan bela sungkawa pada orang tua Cindy. Kedatangan mereka justru membuat tangis ibu Cindy meledak. Rupanya hanya sedikit orang yang datang melayat. Warga merasa ketakutan atas berita kematian Cindy. Itu hal wajar, tapi alangkah lebih baiknya, sebagai warga desa juga hadir di upacara pemakamannya.

"Bagaimana awal mulanya, Pak?" tanya Adi pada ayah Cindy yang duduk di kursi teras. Ibu Cindy terus meraung karena kematian anak satu satunya yang ia punya.

"Cindy selalu pulang sore. Karena di sekolahnya setiap hari ada pelajaran tambahan. Saya tidak bisa jemput dia kemarin. Sampai malam, Cindy belum juga pulang. Akhirnya kami menelpon polisi. Nggak lama, Cindy ketemu. Tapi sudah meninggal. Dia jatuh di pinggir sungai." Tak dapat dipungkiri hal paling menyakitkan tentang kehilangan adalah orang terdekat kita yang pergi meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Dan tentunya tidak ada orang yang merasa baik-baik saja jika orang terdekat nya meninggal dunia.

Jerit ibu nya Cindy meraung raung. Ia kembali histeris. Emosinya belum terkontrol. Ayah Cindy pamit untuk menenangkan istrinya. Sebentar lagi jenazah gadis itu akan segera dimakamkan. Abi, Gio dan Adi memutuskan akan menghadiri pemakaman itu sampai selesai.

Jarak makam dengan desa cukup jauh. Jenazah Cindy dibawa menggunakan mobil jenazah. Hanya pihak keluarga dan tetangga terdekat saja yang mengantarnya sampai tempat peristirahatan terakhir.

Bunga disebar melintang, menandakan makam itu masih baru. Sebuah payung menancap di kepala nisan Cindy. Tradisi ini memang berlaku bagi orang yang baru saja meninggal.

Tangis air mata seolah kembali membanjiri makam Cindy. Andrew juga terlihat datang ke pemakaman. Ia berdiri dekat Abimanyu dengan setelan kemeja dan kaca mata hitam bertenger di hidungnya.

"Kembali dimulai, ya." Kalimat Andrew membuat Abi dan Adi menoleh. Menatap pria itu dengan tatapan bingung dan curiga.

"Apa maksud anda?" tanya Abi.

"Pembunuhan dengan motif ini pernah terjadi 7 tahun lalu. Mungkin aja pembunuh itu kembali, kan?"

"Pembunuhan? Tunggu, kalau nggak salah, polisi bilang Cindy kepleset di sungai soalnya hujan semalam kan deras. Pembuluh darahnya pecah. Terus nggak ada orang tau. Jadi pas Cindy ketemu semua terlambat," sahut Gio mencoba menarik kembali benang merah dari apa yang ia dengar dan baca.

"Ini bukan kecelakaan tapi pembunuhan! Ada satu kesamaan. Aku yakin pembunuhnya orang yang sama."

"Kesamaan apa, Pak?"

"Gantungan kunci ini!" tunjuk Andrew ke foto usang yang ia ambil dari saku jaket.

"Kenapa sama gantungan kunci ini?"

"Kamu lupa? Kalau 7 tahun lalu ada tiga pembunuhan di desa ini?" tanya Andrew ke Abimanyu.

"7 tahun lalu? Masa, sih? Bi?" tanya Gio menyenggol Abimanyu yang berdiri di sampingnya.

Abimanyu kembali mengingat hal yang dimaksud pria itu. Pembunuhan 7 tahun lalu? Memori otaknya ditarik mundur jauh ke belakang. 7 tahun lalu memang pernah ada pembunuhan 3 orang anak SD. Ia tidak mengerti jika ada gantungan kunci seperti yang ada di foto.

"Bagaimana bapak bisa tau?" tanya Abi balik.

"Karena saya yang mengurus kasus ini," kata Andrew dengan tatapan kosong ke makam.

______

Cafe baru buka saat siang hari. Padahal Ridwan, Emil, dan Bisma sudah datang sejak pagi. Mereka bersyukur karena Abi meminta mereka membuka cafe saat matahari sudah naik lebih tinggi. Setidaknya mereka memiliki waktu untuk membereskan tempat itu lebih banyak. Pekerjaan semalam yang masih menumpuk, kini sudah beres. Piring dan gelas sudah bersih di tempatnya. Lantai sudah dipel. Dan halaman pun sudah bersih dari dedaunan kering. Hujan semalam cukup besar. Dahan pohon mangga di depan cafe pun tumbang. Beruntung tidak mengenai kaca jendela. Padahal jaraknya lumayan dekat.

Abi masih memikirkan kematian Cindy dan ucapan Andrew tadi. Ia yakin Andrew pasti memiliki dasar hukum, mengapa ia berkata seperti tadi. Dan dilihat dari cara dia bicara, tidak ada kebohongan dalam ucapannya.

"Wan," panggil Abi pada Ridwan yang akan membuat roti bakar pesanan pelanggan. "Iya, Bang?"

"Kamu tau soal Pak Andrew?"

"Maksudnya tau yang mana?"

"Semuanya. Terutama soal pembunuhan 7 tahun lalu. Kamu ingat, Wan? Emangnya dia polisi yang ngurus kasus itu? Pembunuhan yang mana sih, Wan?"

"Pembunuhan 7 tahun lalu?" Ridwan terlihat menatap langit-langit, pikirannya menerawang jauh. "Oh iya! Ada, Bang. Abang ingat, kematian anak anak SD yang misterius dulu itu, kah?"

"Anak SD yang mana sih?"

"Itu, Diva, Chandra sama Amel. Mereka meninggal dalam satu bulan terakhir. Masa abang nggak tau?!" tanya Ridwan heran.

Wajar saja Abimanyu tidak tau, karena dulu kedua orang tuanya sangat membatasi lingkungan bermainnya. Lagipula rumah korban cukup jauh dari rumah Abi. Dan konon kabarnya, kasus itu ditutup seminggu setelah jasad Amel, korban terakhir, ditemukan. Isu yang beredar, mereka korban penculikan anak. Pembunuhnya belum tertangkap karena diduga sudah pindah ke luar kota.

Karena sejak saat itu tidak ada lagi berita kematian aneh di desa. Desa kembali aman dan damai seperti semula.

_____

Sekelompok orang memakai seragam berwarna cokelat memasuki cafe Pancasona. Wajah mereka terlihat asing. Dan sangat wajar terjadi, jika pendatang akan menjadi pusat perhatian warga. Bahkan semua warga desa.

"Siapa mereka?" tanya Adi yang mulai paham siapa saja warga lokal dan pendatang. Abimanyu menatap sekilas ke 4 orang tadi, ia mengerdikan kedua bahunya pertanda tidak tau. "Aku cuma tau Pak Karso. Dia kepala sekolah di sekolah dasar ujung desa," sahut Abi sembari mengelap gelas.

"Sekolah yang pernah ada tragedi pembunuhan 7 tahun lalu, Bi?"

Abi berhenti mengelap gelas. Dan baru sadar kalau sekolah yang baru ia sebutkan adalah tempat korban pembunuhan 7 tahun lalu. Karena hanya itu sekolah dasar di desa ini.

"Wah, cantik juga." Gio menyambar sambil menatap dua gadis yang duduk di sudut cafe. Pak Karso membawa 3 orang guru honorer yang akan mengajar di sekolahnya. Ini hari pertama mereka datang ke desa. Desa ini memang masih kekurangan tenaga medis dan pengajar. Kerap kali orang kota yang mengajar di desa ini hanya akan bertahan sebentar saja. Lalu digantikan orang baru. Begitu seterusnya. Jadi Abi tidak heran jika melihat Pak Karso membawa guru baru.

Anehnya, salah satu wanita yang memakai jaket maroon terus memperhatikan Abi. Bahkan terkadang kepergok tengah mencuri pandang pada Abimanyu.

"Bi ... Ellea gimana?"

"Apanya?" sahut Abi santai.

"Hubungan kalian lah! Pakai nanya lagi!" hardik Gio yang juga sadar kalau sejak tadi Abi memperhatikan guru dari kota itu.

"Nggak tau. Ellea nggak ada kabar sama sekali. Dia bilang, ibunya sakit. Terus pindah ke luar negeri buat pengobatan."

"Jadi gantung dong?"

Abi hanya tertawa getir. Bahkan kini ia sudah lama tidak memikirkan Ellea lagi. Baginya Ellea sudah memiliki kehidupan di sana. Abi hanya berharap Ellea menemukan kebahagiaan lain di tempat barunya.

"Kalau gitu, pepet itu cewek! Cantik, Bi!" bisik Gio merujuk pada gadis yang sejak tadi Abi lihat.

Ada yang aneh dengan tatapan wanita itu padanya. Bukan perasaan suka atau naksir seperti kebanyakan orang, tapi ... Entahlah. Abi sendiri ragu dan tidak berani berasumsi.

Pak Karso mendekat ke meja barista. Menyapa Abimanyu dan Gio dengan ramah. Ia juga menceritakan tentang tiga guru baru yang baru saja ia jemput dari stasiun. "Mereka datang dari jakarta. Yah, desa kita memang masih butuh banyak guru pengajar." Pak Karso yang sudah terlihat renta masih semangat menjalani profesinya. Ia terkenal sebagai guru teladan hingga kini menjabat sebagai kepala sekolah.

_____

"Yash! Lu pesen apa?" tanya gadis itu yang kini ada di meja barista bersama laki- laki yang berseragam sama dengannya. "Black coffe aja," jerit salah seorang pria yang masih duduk di kursi bersama rekannya.

"Sin?"

"Capucino, Bil."

Gadis itu lantas menoleh ke Abimanyu selaku barista cafe. "Mas, black coffe satu, capucinnonya dua, ya." Senyum tersungging di bibirnya.

"Oh, baik, mba. Silakan ditunggu sebentar."

"Eum, toilet di mana, ya?" tanya gadis itu sedikit berbisik ke arah Abimanyu.

"Ujung sana, mba. Lurus aja."

Nabila menatap ke arah yang Abi tunjuk. Lalu mengangguk. Ia segera bergegas ke toilet.

Lonceng yang digantung di pintu cafe berbunyi. Padahal pintu dalam keadaan tertutup. Abi melirik sekilas dan mendapati sesosok mendekat dan berdiri di depan meja barista nya. Seorang ibu paruh baya kini Tenga menatap sendu ke arah Emil. Abi yang memang melihatnya justru berpura-pura tidak melihat. Hanya saja kehadiran sosok itu memang mengusik ketenangan nya. Abi sedikit gugup dan beberapa kali menatap sosok itu.

Nabila baru saja keluar dari toilet, ia menepuk nepuk lengan bajunya yang sedikit basah karena terciprat air saat dirinya mencuci tangan. Sambil menunduk karena tetap fokus pada lengan bajunya, ia mendekat ke meja barista lagi. "Mas, minta tissue dong," pinta Nabila.

"Oh tissue? Ini, mba." Abi menyodorkan beberapa lembar tissue. Saat Nabil meraihnya, kedua netra gadis itu justru melihat ke sosok ibu yang masih berdiri di depan meja barista, lebih tepatnya berdiri di depan dirinya. Sekujur tubuh wanita itu basah, karena lantai cafe terlihat menggenang air di tempatnya berdiri. Tubuhnya mengeluarkan air. Pakaiannya basah terdapat banyak robekan di beberapa tempat. Kakinya kotor penuh lumpur. Rambutnya panjang terurai meneteskan air yang tak kunjung habis. Matanya terus menatap pria yang ada di dekat Abimanyu, Emil.

Abimanyu yang mendapati gadis itu terdiam lantas menyadari satu hal. Kalau dia dapat melihat sosok itu juga. "Eum, mba?"

Nabila menoleh, sedikit terkejut. "Eh kenapa, Mas?"

"Eum, kenapa?" tanya Abimanyu.

"Ibu ini kangen anaknya," tunjuk Nabila ke sosok ibunda Emil. Abimanyu melotot mendengar ucapan gadis di depannya. "Aku yakin kamu juga ngeliat dia, kan?" tanya Nabila lagi.

"Eum, huum," sahut Abi bingung harus berkomentar apa. Ia cukup terkejut dan tidak menyangka akan ada orang lain yang juga melihat apa yang ia lihat.

"Kopi ku udah jadi belum, ya?"

"Eh, sudah, mba. Sebentar lagi saya anter ke meja." Abi yang mang baru selesai membuat kopi terakhir lantas sedikit gugup, mengambil nampan untuk mengantarkan ke meja Nabila.

"Eh, Mas. Jangan lupa di pel lantainya. Nanti ada yang kepleset, bahaya." Nabila segera kembali ke mejanya, meninggalkan wajah Abi yang makin bingung dibuatnya.

______

Hujan badai kembali mengguyur desa. Malam ini Abimanyu, Adi, dan Gio sedang duduk di ruang tengah dengan secangkir kopi hitam buatan Abi. Petir dan kilat terlihat mengerikan dengan angin kencang.

"Hm, cafe bakal porak poranda nih besok. Kerja bakti dulu kita, Gi." Adi menyibak korden dan mengintip keadaan di luar yang gelap.

"Bi, besok atap dapur itu harus di benerin deh kayaknya. Pasti banjir lagi nih. Capek tau ngepel," gerutu Gio.

"Ya paman yang benerin lah. Kan paman Gio jago benerin atap bocor. Buktinya rumah Bu Siska kemarin?" tanya Abimanyu yang sebenarnya menyindir Gio. Bu Siska adalah janda kembang yang belum lama bercerai dengan suaminya. Dan Gio kerap bertandang ke rumah wanita itu.

"Hahaha. Rasain lu!" umpat Adi lalu beranjak hendak mengambil makanan kecil di lemari pendingin. Ia mengambil mie instant yang cukup hanya diseduh air panas.

"Eh, masih ada nggak? Bagi!" pinta Gio yang melihat godaan mie kuah. Memang situasi hujan badai seperti ini paling enak menikmati semangkuk mie kuah yang pedas. Apalagi ditambah telur rebus.

"Ambil sendiri tuh di kulkas." Adi sibuk mengaduk mie instant itu hingga tercampur dan matang sempurna. "Bi, nggak mau?" tawar Adi pada pemuda yang sedang melamun itu. Ia menggeleng pelan, tatapannya masih lurus ke depan. Jendela ruang tengah kali ini memberikan pemandangan lain. Ada sosok lain di sana.

'Apa bakal ada berita orang mati lagi besok?' batinnya.

Rumah kontrakan milik Pak Karso kini tak lagi sepi dan gelap. Karena di sinilah Nabila, Ayashi, dan Sintia tinggal selama mengajar di desa ini. Rumah ini berada di pinggir desa. Ada beberapa rumah warga yang masih berpenghuni tapi banyak juga rumah kosong yang sudah reot bahkan hampir roboh. Saat perjalanan ke rumah ini, Nabila beberapa kali menangkap sosok sosok di beberapa tempat. Terutama rumah rumah kosong di sepanjang jalan tadi.

Malam ini ditemani hujan badai, mereka bertiga sedang membuat beberapa laporan harian. Hari pertama mengajar cukup menguras tenaga. Terlebih mereka harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Anak anak yang baru mereka temui cukup menyita pikiran dengan polah tingkahnya.

Semua sedang sibuk di depan laptop masing-masing. Ditemani secangkir teh hangat ditambah pisang goreng yang baru saja matang. Sebelum sampai di desa ini, mereka sudah membawa beberapa bekal makanan. Baik kalengan, instant, dan sayur Mayur. Karena di rumah ini memang disediakan lemari pendingin. Rumah milik Pak Karso cukup nyaman untuk kalangan daerah pedesaan. Walau tak cukup sama dengan rumah milik mereka yang mewah.

Prank!

Suara gelas pecah membuat mereka saling tatap. Dan berakhir pada tatapan ke Nabila. "Bil, is that ghost again?" tanya Sintia dengan tatapan ngeri. Ayashi menatap ke lorong yang menghubungkan dapur. Beruntung rumah ini tidak terlalu besar. Hanya ada 4 kamar tidur, ruang tamu, ruang tengah, dua kamar mandi yang berdekatan dengan dapur. Halaman belakang juga tidak besar. Hanya cukup untuk menjemur pakaian, dan sudah ditembok keliling.

"Yash! Cek gih! Diem aja!" tukas Nabila. Ayashi yang memang pengecut lantas hanya tersenyum. "No, this is your work, Bil."

Nabila mendengus sebal. Ia berjalan santai ke dapur. Ada kepulan asap hitam di dalam dapur., terutama di atas meja makan. Saat ia melongok ke kolong meja, rupanya ada beberapa anak kecil yang sedang memakan makanan yang terjatuh di lantai. Mereka sengaja menjatuhkan piring yang ada di pinggir meja. Nabila segera mengusir anak kecil itu dan membereskan pecahan piring yang berserakan di lantai itu.

Sosok anak kecil itu berlari keluar, menembus tembok penghubung ke halaman belakang. "Nasib ... Nasib. Dipindah ke daerah terpencil gini. Jelas banget setannya banyak!" omel Nabila dengan mengerucutkan bibir.

Belum selesai Nabila membersihkan dapur, jeritan Sintia dan Ayashi terdengar dari ruang tengah. Kini dua orang itu malah menyusul Nabila ke dapur dengan wajah ketakutan. Bersembunyi di balik tubuh Nabila yang sebenarnya kecil.

"Ini ngapa sih?!" Nabila melepaskan tangan Ayashi dan Sintia yang terus mencengkeram dirinya kencang. "Sakit tau!"

"Bil, di depan, Bil," tunjuk Sintia yang wajahnya pucat.

"Ada apa?!"

"Setan, Bil!" sahut Ayashi sama takutnya.

"Ngaco ah! Nggak mungkin!"

"Sumpah! Beneran! Lihat aja sendiri, sana!" Sintia mendorong tubuh Nabila agar memeriksa keadaan di luar.

"Astaga. Tadi aku yang disuruh ngecek dapur, sekarang aku lagi suruh ngecek depan. Kalian ini ih!" Nabila kesal namun tetap berjalan ke depan.

"Sin ...."

"Apa?"

"Ini piring habis atuh? Elu naruh sembarangan, ya?" tuduh Ayashi ke pecahan piring yang ada di meja makan. Nabila belum sempat membuangnya.

"Ih, nggak mungkin, Yash! Ini piring tadi dekatan sama mangkuk sayur. Gue inget banget!" terang Sintia dengan menggebu gebu.

"Masa bisa jatuh gitu aja kalau nggak ada yang jatuhin."

Dalam beberapa detik mereka saling tatap, menekan tengkuk dan lari menyusul Nabila.

Nabila yang memeriksa kondisi di ruang tengah tidak menemukan hal aneh apa pun. Ia mendekat ke jendela, menyibak korden dan menatap keadaan di luar yang masih dilanda hujan lebat. Di ujung tak jauh dari rumah, ia melihat sosok putih tinggi sedang berdiri. Namun tubuhnya bergoyang ke kiri dan ke kanan. Nabila langsung menutup korden rapat-rapat. "Huft Poci!"

Dua temannya sudah ada bersamanya. Mereka adalah duo pengecut yang selalu menempel terus pada Nabila. Sebutan itu Nabila yang buat. Saking kesalnya pada mereka berdua.

"Ya udah. Tidur aja, yuk," ajak Nabila lalu membereskan meja. Laptop ia matikan karena hari sudah makin larut, dan intensitas kemunculan 'mereka' makin intens saja.

"Eh, tungguin!"

Belum selesai mereka merapikan meja, suara ketukan pelan terdengar. Semua orang mendengarnya. Ketukan yang sangat pelan tanpa ada ucapan salam setelahnya. Aneh. Nabila hanya mengerutkan dahi, mencoba menajamkan pendengaran nya."kalian denger?"

Dua temannya itu mengangguk cepat."Siapa, ya?"

Ayashi yang berniat akan membuka pintu, ditahan Nabila. "Biar aja."

"Kenapa, Bil?"

"Kalau itu manusia, pasti bakal ngucap salam."

"Jadi dia ... Bukan manusia?"

"Cek aja sendiri kalau nggak percaya."

Nabila memeluk laptopnya dan masuk ke kamar. Sintia berlari menyusul Nabila. "Gue tidur sini ah, please." bujuk Sintia. Belum sempat Nabila menjawab Ayashi juga menerobos masuk ke kamarnya. "Asli serem banget ini rumah. Gue tidur sini. Di lantai juga nggak masalah." Ia sudah membawa bantal dan selimut.

"Oh, sial!" Nabila mendengus sebal, naik ke atas ranjang dan menarik selimut. Sintia menempatkan diri tidur di samping Nabila. Sementara Ayashi di lantai menggelar karpet yang ia bawa dari rumah.

Guntur terus terdengar semalaman. Namun karena rasa lelah yang terus bergelayut di tubuh, mereka akhirnya tertidur.

______
Diubah oleh ny.sukrisna 27-04-2023 08:27
regmekujo
bonita71
obdiamond
obdiamond dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.