- Beranda
- Stories from the Heart
Supernatural
...
TS
ny.sukrisna
Supernatural
Quote:
Mungkin agan di sini pernah baca cerita ane yang berjudul pancasona? Kali ini ane akan melanjutkan kisah itu di sini. Yang suka cerita genre fantasi, kasus pembunuhan berantai, gengster werewolf, vampire dan sejenisnya. Silakan mampir.


Quote:
INDEKS
Part 1 abimanyu maheswara
Part 2 abimanyu
Part 3 kalla
Part 4 siapa kalla
Part 5 seorang gadis
part 6 Ellea
part 7 taman
Part 8 kamar ellea
Part 9 pagi bersama ellea
Part 10 rencana
Part 11 tentang kalla
part 12 rumah elang
Part 13 kembali aktivitas
part 14 emosi elang
part 15 janin kalla
part 16 elang
Part 17 vin
Part 18 kantor
Part 19 kemunculan kalla
part 20 pulau titik nol kehidupan
part 21 desa terkutuk
Part 22 wira
Part 23 teman lama
Part 24 patung wira
part 25 teror di rumah John
part 26 tato
part 27 simbol aldebaro
part 28 buku
part 29 kantor kalla
part 30 batu saphire
part 31 Lian dan Ayu
part 32 kakak beradik yang kompak
part 33 penyusup
part 34 kalah jumlah
part 35 lorong rahasia
Part 36 masuk lorong
part 37 cairan aneh
part 38 rahasia kalandra
part 39 Nayaka adalah Kalandra
Part 40 kemampuan nayaka
Part 41 Arkie
Part 42 Arkie (2)
Part 43 peperangan
Part 44 berakhir
Part 45 desa abi
part 46 nabila
part 47 cafe abi
Part 48 Maya
part 49 riki kembali, risna terancam
part 50 iblis bertubuh manusia
part 51 bertemu eliza
part 52 Feliz
Part 53 Bisma
Part 54 ke mana bisma
part 55 rahasia mayat
part 56 bisma kabur
part 57 pertemuan tak terduga
part 58 penyelidikan
part 59 tabir rahasia
part 60 kebakaran
part 61 Bajra
part 62 pengorbanan Bajra
part 63 the best team
part 64 masa lalu
part 65 perang dimulai
part 66 kisah baru
part 67 bertemu vin
part 68 san paz
part 69 cafe KOV
part 70 demigod
part 71 california
part 72 Allea dan Ellea
part 73 rumah ellea
part 74 alan cha
part 75 latin kings
part 76 kediaman faizal
part 77 kematian faizal.
part 78 permainan
part 79 ellea cemburu
part 80 rumah
part 81 keributan
part 82 racun
part 83 mayat
part 84 rencana
part 85 kampung....
Part 86 kematian adi
part 87 tiga sekawan
part 88 zikal
part 89 duri dalam daging
part 90 kerja sama
part 91 Abraham alexi Bonar
part 92 terusir
part 93 penemuan mayat
part 94 dongeng manusia serigala
part 95 hewan atau manusia
part 96 Rendra adalah werewolf
part 97 Beta
part 98 melamar
part 99 pencarian lycanoid
part 100 siapa sebenarnya anda
part 101 terungkap kebenaran
part 102 kisah yang panjang
part 103 buku mantra
part 104 sebuah simbol
part 105 kaki tangan
part 106 pertikaian
part 107 bertemu elizabet
part 108 orang asing
part 109 mantra eksorsisme
part 110 Vin bersikap aneh
part 111 Samael
part 112 Linda sang paranormal
part 113 reinkarnasi
part 114 Nayla
part 115 Archangel
part 116 Flashback vin kesurupan
part 117 ritual
part 118 darah suci
part 119 Lasha
part 120 Amon
part 121 masa lalu arya
part 122 sekte sesat
part 123 sekte
part 124 bu rahayu
part 125 dhampire
part 126 penculikan
part 127 pengakuan rian.
part 128 azazil
part 129 ungkapan perasaan
part 130 perjalanan pertama
part 131 desa angukuni
part 132 Galiyan
part 133 hilang
part 134 Hans dan Jean
part 135 lintah Vlad
part 136 rahasia homestay
part 137 rumah kutukan
part 138 patung aneh
part 139 pulau insula mortem
part 140 mercusuar
part 141 kastil archanum
part 142 blue hole
part 143 jerogumo
part 144 timbuktu
part 145 gerbang gaib
part 146 hutan rougarau
part 147 bertemu azazil
part 148 SMU Mortus
part 149 Wendigo
part 150 danau misterius
part 151 jiwa yang hilang
part 152 serangan di rumah
part 153 misteri di sekolah
part 154 rumah rayi
part 155 makhluk lain di sekolah
part 156 Djin
part 157 menjemput jiwa
part 158 abitra
part 159 kepergian faza
part 160 Sabrina
part 161 puncak emosi
part 162 ilmu hitam
part 163 pertandingan basket
part 164 mariaban
part 165 Dagon
part 166 bantuan
INDEKS LANJUT DI SINI INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 16-05-2023 21:45
itkgid dan 12 lainnya memberi reputasi
13
13.5K
222
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ny.sukrisna
#43
Part 41 Arkie
Fajar mulai menyingsing. Membentuk semburat merah di langit. Nayaka yang sejak semalam duduk di balkon masih setia di tempatnya dengan kaca mata hitam bertengger di hidung. Rutinitas paginya terus ia lakukan. Menikmati udara pagi yang segar di atas balkon kamarnya.
Seseorang mengetuk pintu kamar Nayaka. Suara sapaan lembut terdengar setelahnya. Ia mengernyit lalu beranjak karena rasa penasaran yang menghinggapi relung hatinya. Siapa gerangan tamu yang bertandang ke kediamannya sepagi ini.
Nayaka mendekat ke monitor. Melihat seorang gadis muda yang kini tengah berdiri di depan kamarnya. Di tangannya ada sebuah nampan yang berisi beberapa makanan. Smirk tercetak jelas di wajah Nayaka. Rupanya makanan incarannya datang sendiri. Tak perlu ia mencarinya lagi.
"Hm, sepertinya aku akan sarapan pagi kali ini," gumam Nayaka lalu segera keluar menyambut tamunya.
Nayaka berlari kecil menuju pintu. "Sebentar." Suaranya yang lembut terdengar juga. Membuat Lidya tersenyum di balik pintu. Ia sengaja membuat roti bakar dengan salad untuk Nayaka. Tak lupa segelas susu yang masih hangat.
Pintu dibuka, sang penghuni kamar melebarkan senyumnya. Senyum Nayaka memang manis. Wajahnya yang kalem mampu menipu banyak orang. Tidak ada yang tau kalau wajah tampan dan lembut itu memiliki sisi iblis yang jahat di dalamnya.
"Lidya? Ada apa?" tanya Nayaka dengan wajah polos. Ia melirik pada nampan yang ada di tangan gadis itu.
"Maaf, menganggu sepagi ini. Kau baru bangun tidur, ya? Aku ... Hanya mengantarkan sarapan saja. Kebetulan aku membuat banyak roti bakar dan salad."
"Wah, kau tidak perlu repot begini, Dy," kata Nayaka dengan menerima nampan di tangan Lidya.
"Eum, ini juga sebagai permintaan maaf ku."
"Maaf? Untuk apa?" tanya Nayaka pura-pura tidak paham.
"Iya, eum selama ini sikapku kurang begitu menyenangkan. Aku ... Minta maaf, Nayaka," kata Lidya dengan wajah menunduk malu.
"Astaga. Itu bukan hal besar buatku. Aku tidak pernah mempermasalah kan nya. Dengan satu syarat ...."
Lidya memberanikan diri menatap wajah pria di depannya itu. Ia dibuat penasaran pada kalimat Nayaka barusan. "Syarat? Apa itu?" tanya Lidya penasaran.
"Kau harus menemani ku sarapan pagi ini. Bagaimana?"
"Aku? Menemanimu? Eum, tapi ... Aku harus segera pergi bekerja." Lidya yang ragu menjadi tidak nyaman. Di satu sisi ia ingin menerima permintaan Nayaka. Karena sebenarnya Lidya mulai menyukai pria itu. Hanya Nayaka yang mampu bertahan pada sikap dingin Lidya. Nayaka selalu baik padanya, terus menolong Lidya di saat genting dan selalu menjadi tetangga yang baik tentunya.
Arthur melewati koridor, dan berjalan santai di belakang Lidya. Pria yang mengenakan tuxedo dengan tas tenteng itu melirik ke arah Nayaka dan Lidya yang masih berdiskusi di depan kamar. "Pagi, Arthur," sapa Nayaka ramah. Nayaka memang terkenal baik dan ramah ke seluruh penghuni apartment. Sementara Arthur hanya menaikan sudut bibirnya. "Sarapan yang lezat, ya, Nayaka? Kau beruntung sekali. Sepagi ini sarapanmu datang sendiri. Sementara aku belum makan sejak semalam," sindir Arthur penuh arti. Kalimat itu mampu ditangkap Nayaka dengan baik. Arthur belum mendapat korban sejak semalam. Yah, dia memang kurang lihai dalam mencari makanan.
"Kau saja yang bodoh. Makanya jangan suka pilih-pilih makanan."
"Tentu saja aku harus mencari yang segar dan berpenampilan menarik bukan?" tanya Arthur yang kini berdiri di belakang Lidya.
Lidya merasa aneh dengan percakapan dua pria itu. "Kalau begitu aku pamit dulu," kata Lidya.
"Eh, Dy. Ke mana? Kamu tidak menemaniku sarapan? Syarat itu masih berlaku, ya."
Lidya berbalik dan tetap berjalan menjauhi mereka. "Baiklah. Nanti malam saja. Pagi ini aku sibuk. Sampai nanti, Nayaka." Gadis itu melambaikan tangan ke arah Nayaka yang masih memegang nampan miliknya.
Arthur menelan ludah saat tatapan mata Nayaka beralih padanya. Nampan ditangan Nayaka ia banting sekuat tenaga ke lantai. Arthur mundur teratur. Ia sadar kalau telah membangunkan raja iblis. Walau Nayaka adalah pimpinannya, tapi dia bukanlah pemimpin yang bijaksana. Justru pemimpin yang kejam. Bahkan pada ras nya sendiri.
Tatapan lembut yang tadi Nayaka tunjukan, berubah bengis. Arthur yang sudah terpojok tak mungkin lagi bisa melawan. Semua ras Kalla tau, kalau Kallandra tidak akan mudah dibunuh. Apalagi dia adalah Arkie. Kallandra pertama yang lahir di bumi. Bahkan kalau pun Arthur berlari dan menghindarinya, itu juga tidak akan berpengaruh apa pun. Karena sesempit apa pun tempat persembunyiannya akan sangat mudah ditemukan Arkie.
Indera penciumannya sangat tajam. Ia mampu mengendus keberadaan Kalla walau berjarak 5 mill jauhnya. Semua makhluk yang Arkie temui tidak akan mampu mengelabuinya. Matanya yang sensitif bisa dengan mudah mengenali siapa lawan bicaranya. Ia mampu melihat masa lalu hidup seseorang hanya dalam sekali menatap dalam matanya.
Berapa berat badannya. Golongan darah, isi hati dan kepala manusia. Bahkan semua kejadian yang mereka alami. Sehingga memudahkan Nayaka mendekati mangsanya.
Tangan Nayaka mencengkeram kuat leher Arthur. Arthur jadi-jadian. Seolah tanpa mengeluarkan tenaga sedikit pun, Nayaka mengangkat tubuh itu ke atas. Ia meronta sama seperti gadis semalam yang ia santap.
Wajah Arthur kini berubah. Ia kembali ke wujud semula. Cengeraman tangan Nayaka makin kuat. Leher Kalla itu mulai robek dan mengalir cara hitam dari sana. Menetes pelan ke lantai sedikit demi sedikit. Suara tercekik dengan sensasi digorok membuat suasana hening koridor menjadi sedikit bising. Ia harus segera menuntaskan hasrat membunuhnya. Karena sebentar lagi, Lidya akan segera keluar dari kamar. Bahkan Nayaka sangat hafal semua kegiatan Lidya setiap hari.
Ia menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sikapnya begitu santai walau di tangan kanannya ada sosok yang sedang kesakitan dan akan menemui ajal.
"Baiklah, Artur. Aku sudahi saja, ya. Sebentar lagi Lidya akan keluar. Aku tidak mau kehilangan makan malamku karena ulahmu lagi."
Genggaman tangan Nayaka menguat. Perlahan tangan kanannya berubah hitam dan urat nadi nya berubah warna menjadi merah. Seolah api yang mulai menjalar di lengan kanannya, kini wajah Kalla di depannya mulai terbakar. Dan hangus. Dalam hitungan tiga detik tubuh itu hangus terbakar dan langsung menjadi abu.
Nayaka mengibas ngibaskan tangan di depan wajah. Kemudian masuk ke dalam kamarnya. Ia mengambil telepon genggamnya.
"Lantai di depan kamarku kotor. Tolong suruh Hilda membersihkannya. Terima kasih."
_____
Guyuran air dingin membuat tubuh Nayaka rileks. Matanya yang terpejam terus menampilkan bayangan di tempat lain. Ia mencari Abimanyu dan pikirannya. Semua kejadian di pulau saphire nampak jelas dipikirannya. Bagaimana mereka bertahan hidup dan akhirnya terdampar di desa Abimanyu sendiri. Namun, sekeras apa pun Nayaka mencari keberadaan Abimanyu, ia selalu berhenti di desa itu. Ia tidak bisa lagi melihat semua nya dalam pikirannya. Seolah ada sesuatu yang menahannya menelusuri lebih dalam. Ia berteriak frustasi.
Nayaka sudah bersiap pergi ke cafe. Kali ini ia akan menaiki mobil sedan miliknya. Sejak Lidya datang ke rumahnya pagi tadi, Nayaka tidak akan membiarkan mangsanya lolos lagi. Hari ini juga ia harus menuntaskan hasrat laparnya. Lydia sebagai santapan akhir akan membuat Nayaka menjadi yang terkuat di gedung mewah itu. Yah, karena semua penghuni sudah berganti menjadi kawanannya.
Pintu kamar Lydia diketuk. Wajah wanita yang tadi nampak lebih cantik sekarang. Ia sudah memakai riasan sederhana. Sebenarnya walau tanpa riasan sekalipun, Lydia pasti akan tetap cantik.
"Nayaka? Ada apa?" tanya Lydia yang sudah membawa tas dan jaketnya.
"Kamu sudah siap, bukan? Kalau begitu kita berangkat bersama saja."
"Tapi, bukannya kita tidak satu arah? Akan terlalu jauh jika kamu mengantar ku lebih dulu," tolak Lydia.
"Tidak masalah." Senyum Nayaka seolah menghipnotis Lydia. Gadis itu tersipu saat netra tajam Nayaka tidak berpaling dari kedua bola matanya. "Eum, lebih baik kita segera pergi. Sebentar lagi pasti jalanan akan macet," ajak Nayaka lagi.
Lydia otomatis menurut. Menutup pintu kamarnya dan berjalan bersama pria itu. Nayaka adalah pribadi yang ceria, supel, dan sangat mudah memikat orang lain. Terutama wanita. Entah sudah berapa wanita yang menjadi korbannya selama ini. Yang pasti sangat banyak.
Lydia yang berprofesi sebagai guru karate, juga mengajar pelajaran bahasa spanyol di salah satu sekolah menengah atas. Ia adalah guru honorer. Kemampuannya berbahasa spanyol didapat karena ayahnya adalah warga negara spanyol.
"Nanti aku jemput, ya," kata Nayaka saat Lydia turun dari mobilnya. Wanita dengan blazer hitam itu tersenyum dan menganggukkan kepala. Ia melambaikan tangan pada Nayaka saat mobilnya melesat pergi.
Nayaka bersiul. Memandangi sepanjang jalan dengan wajah berseri.
Ia berhenti di perempatan jalan karena lampu merah. Beberapa orang menyebrang zebra cross dengan tertib. Dalam pandangannya, orang di depan tak ubahnya makhluk hitam yang memang adalah Kalla. Kembali, Nayaka mengukir senyum bahagianya.
"Sebentar lagi. Sebentar lagi kota ini akan menjadi milikku. Bahkan sekarang saja tempat ini mirip kota mati. Lihatlah! Hanya ada makhluk penghisap di sana. Manusia? Mana manusia? Tentu saja sudah habis kami santap. " Nayaka tertawa di balik kemudinya. Ia terlihat puas karena hasil kerja kerasnya dan pengikutnya, sebentar lagi kota ini akan menjadi milik mereka. Tak hanya di kota ini saja, tapi di kota lain, bahkan negara lain, Kalla sudah mendominasi.
Nayaka sampai di pelataran parkir cafe. Ia terus bersenandung sepanjang jalan. Alicia menyambutnya dengan gembira. "Selamat pagi, Bos."
"Pagi, Alicia. Bagaimana pagi mu?" tanya Nayaka balik. Ia terus berjalan melewati Alicia menuju meja barista. Memeriksa apakah ada debu yang menempel di meja itu. "Seperti biasa, Bos. Sepertinya pagi mu menyenangkan. Sudah lama aku tidak melihatmu tersenyum seperti ini," ujar Alicia sembari mengelap meja tamu.
"Ah iya, kau benar. Pagi ku sangat menyenangkan." Smirk terlihat di bibir Nayaka.
"Wah, itu sangat bagus, Bos. Ah, ada pelanggan." Alicia mulai menyambut pelanggan pertama mereka.
_____
Suasana cafe tidak seramai biasanya. Tentu saja, karena populasi manusia yang berkurang, membuat cafe mereka tidak seramai dulu.
Cafe di tutup lebih cepat dari biasanya. Nayaka pulang sedikit terburu-buru karena harus menjemput Lydia.
Alicia sedikit melamun. Mengingat Abimanyu, yang tak kunjung kembali. Padahal dia cukup senang sejak Abi datang ke cafe. Baginya Abi sudah dia anggap adik sendiri. Karakter Abi yang cuek dan dingin sangat mirip adiknya yang telah tiada.
Alicia segera bangkit dan menyelesaikan pekerjaannya. Ia mengemasi sampah-sampah dan bersiap membuangnya ke tempat pembuangan yang ada di belakang cafe.
Ia mencoba mengirimkan pesan pada Abimanyu. Sekedar menanyakan kabar dan kata-kata rindu sebagai pemanisnya.
[Bagaimana keadaan cafe? Apa ada yang berubah sejak aku pergi, Alicia?]
[Semua berjalan seperti biasanya. Hanya saja entah kenapa aroma cafe kita tidak segar seperti dulu.]
[Maksudmu?]
[Aku sering mencium bau anyir yang sering membuatku pusing. Entah berasal dari mana bau ini. Tapi hampir seharian aku selalu merasakannya. Bahkan tadi saat cafe tutup, dan Irfan selesai mengepel lantai, bau itu terus tercium. Padahal aku sudah menyuruh Irfan menambahkan pengharum lantainya.]
Abimanyu yang curiga segera menyuruh Alicia segera pulang. Firasatnya buruk. Terlebih kata-kata Alicia membuatnya khawatir.
"Sepanjang hari cafe berbau anyir? Aneh," gumam Abimanyu yang sedang duduk di teras bersama Elang.
"Ada apa?"
Ia menunjukan benda pipih di tangannya." Baru saja Alicia mengirim iku pesan. Ada yang aneh dengan cafe, Paman. Aku khawatir."
Abi menceritakan obrolan singkatnya dengan Alicia. Sementara Alicia kini masih ada di belakang cafe menuntaskan pekerjaannya. Ia berhenti sejenak dan mengambil rokok mint yang sering ia hisap. Bau anyir itu membuat Alicia sering mual dan rokok mint ini bagai penetralisir segalanya.
[Alicia. Sebaiknya kamu segera pulang. Jangan masuk cafe lagi. Pulang saja lewat jalan samping. Siapa saja yang masih ada di cafe sekarang?]
[Semua masih di sini, hanya Nayaka saja yang bergegas pulang tadi. Sepertinya ia ada kencan buta.]
[Ya sudah. Dengarkan aku baik-baik, Alicia. Bisa, kan?]
[Kau ini kenapa, Bi? Tidak seperti biasanya saja.]
[Ceritanya panjang. Bahkan kalau aku menceritakan padamu, aku yakin kau tidak akan percaya.]
Akhirnya Alicia yang penasaran, menghubungi Abimanyu.
"Halo? Apa maksudmu, Bi?"
"Aku rasa, kau perlu tau sekarang. Karena aku takut kau akan jadi korban berikutnya."
"Maksudmu?"
"Sebentar, aku akan mengajukan beberapa pertanyaan terlebih dahulu. Kau janji akan menjawab dengan jujur, kan?"
"Hm, iya. Tentu saja, Bi. Apa yang ingin kau tanyakan?"
Rokok Alicia yang tinggal sedikit, membuatnya menyalakan lagi untuk rokok kedua.
"Sejak kapan kau merasa aneh dengan cafe. Bau anyir yang kau cium. Sejak kapan kau menyadarinya?"
"Bau anyir itu? Eum, sebentar. Biar aku ingat-ingat lagi. Kalau tidak salah belum lama ini, Bi. Malam setelah kau tidak masuk kerja. Dari situ aku mulai merasa aneh. Awalnya bau itu hanya samar. Kufikir karena lantai yang baru saja di pel. Ternyata bukan. Aku bahkan sudah bertanya pada yang lain. Mereka bilang, tidak ada bau semacam itu. Ah entahlah, mungkin hidungku yang bermasalah. Tapi makin lama bau itu makin kuat. Aku sering keluar cafe karena tidak tahan dengan bau itu."
"Baiklah. Bagaimana kalau kita masuk ke dalam. Kita ganti dengan panggilan video saja. Biar aku melihat keadaan di dalam."
Alicia menyetujuinya. Ia terus memegang ponsel dan mengarahkan ke depan. Alicia bersikap seolah olah hanya memegang ponsel itu seperti biasa saja. Padahal mereka masih terhubung dalam panggilan video ini. Satu-satunya alat komunikasi adalah headset yang kini ia pakai. Alicia bersenandung agar orang-orang percaya kalau dia sedang mendengarkan musik.
Pintu belakang cafe di buka. Beberapa lampu memang sudah dimatikan. Sampai dapur, ada Irfan yang masih membereskan beberapa piring. Abi dan Elang serius menatap ke dalam cafe.
"Fan, biarkan saja. Kita lanjutkan besok. Toh piring dan gelas kotornya tidak terlalu banyak, kan?"
Irfan hanya diam dan mengangguk. Ia segera keluar. Di sisi lain, Abimanyu melotot. "Dia bukan Irfan. Dia Kalla."
Seseorang mengetuk pintu kamar Nayaka. Suara sapaan lembut terdengar setelahnya. Ia mengernyit lalu beranjak karena rasa penasaran yang menghinggapi relung hatinya. Siapa gerangan tamu yang bertandang ke kediamannya sepagi ini.
Nayaka mendekat ke monitor. Melihat seorang gadis muda yang kini tengah berdiri di depan kamarnya. Di tangannya ada sebuah nampan yang berisi beberapa makanan. Smirk tercetak jelas di wajah Nayaka. Rupanya makanan incarannya datang sendiri. Tak perlu ia mencarinya lagi.
"Hm, sepertinya aku akan sarapan pagi kali ini," gumam Nayaka lalu segera keluar menyambut tamunya.
Nayaka berlari kecil menuju pintu. "Sebentar." Suaranya yang lembut terdengar juga. Membuat Lidya tersenyum di balik pintu. Ia sengaja membuat roti bakar dengan salad untuk Nayaka. Tak lupa segelas susu yang masih hangat.
Pintu dibuka, sang penghuni kamar melebarkan senyumnya. Senyum Nayaka memang manis. Wajahnya yang kalem mampu menipu banyak orang. Tidak ada yang tau kalau wajah tampan dan lembut itu memiliki sisi iblis yang jahat di dalamnya.
"Lidya? Ada apa?" tanya Nayaka dengan wajah polos. Ia melirik pada nampan yang ada di tangan gadis itu.
"Maaf, menganggu sepagi ini. Kau baru bangun tidur, ya? Aku ... Hanya mengantarkan sarapan saja. Kebetulan aku membuat banyak roti bakar dan salad."
"Wah, kau tidak perlu repot begini, Dy," kata Nayaka dengan menerima nampan di tangan Lidya.
"Eum, ini juga sebagai permintaan maaf ku."
"Maaf? Untuk apa?" tanya Nayaka pura-pura tidak paham.
"Iya, eum selama ini sikapku kurang begitu menyenangkan. Aku ... Minta maaf, Nayaka," kata Lidya dengan wajah menunduk malu.
"Astaga. Itu bukan hal besar buatku. Aku tidak pernah mempermasalah kan nya. Dengan satu syarat ...."
Lidya memberanikan diri menatap wajah pria di depannya itu. Ia dibuat penasaran pada kalimat Nayaka barusan. "Syarat? Apa itu?" tanya Lidya penasaran.
"Kau harus menemani ku sarapan pagi ini. Bagaimana?"
"Aku? Menemanimu? Eum, tapi ... Aku harus segera pergi bekerja." Lidya yang ragu menjadi tidak nyaman. Di satu sisi ia ingin menerima permintaan Nayaka. Karena sebenarnya Lidya mulai menyukai pria itu. Hanya Nayaka yang mampu bertahan pada sikap dingin Lidya. Nayaka selalu baik padanya, terus menolong Lidya di saat genting dan selalu menjadi tetangga yang baik tentunya.
Arthur melewati koridor, dan berjalan santai di belakang Lidya. Pria yang mengenakan tuxedo dengan tas tenteng itu melirik ke arah Nayaka dan Lidya yang masih berdiskusi di depan kamar. "Pagi, Arthur," sapa Nayaka ramah. Nayaka memang terkenal baik dan ramah ke seluruh penghuni apartment. Sementara Arthur hanya menaikan sudut bibirnya. "Sarapan yang lezat, ya, Nayaka? Kau beruntung sekali. Sepagi ini sarapanmu datang sendiri. Sementara aku belum makan sejak semalam," sindir Arthur penuh arti. Kalimat itu mampu ditangkap Nayaka dengan baik. Arthur belum mendapat korban sejak semalam. Yah, dia memang kurang lihai dalam mencari makanan.
"Kau saja yang bodoh. Makanya jangan suka pilih-pilih makanan."
"Tentu saja aku harus mencari yang segar dan berpenampilan menarik bukan?" tanya Arthur yang kini berdiri di belakang Lidya.
Lidya merasa aneh dengan percakapan dua pria itu. "Kalau begitu aku pamit dulu," kata Lidya.
"Eh, Dy. Ke mana? Kamu tidak menemaniku sarapan? Syarat itu masih berlaku, ya."
Lidya berbalik dan tetap berjalan menjauhi mereka. "Baiklah. Nanti malam saja. Pagi ini aku sibuk. Sampai nanti, Nayaka." Gadis itu melambaikan tangan ke arah Nayaka yang masih memegang nampan miliknya.
Arthur menelan ludah saat tatapan mata Nayaka beralih padanya. Nampan ditangan Nayaka ia banting sekuat tenaga ke lantai. Arthur mundur teratur. Ia sadar kalau telah membangunkan raja iblis. Walau Nayaka adalah pimpinannya, tapi dia bukanlah pemimpin yang bijaksana. Justru pemimpin yang kejam. Bahkan pada ras nya sendiri.
Tatapan lembut yang tadi Nayaka tunjukan, berubah bengis. Arthur yang sudah terpojok tak mungkin lagi bisa melawan. Semua ras Kalla tau, kalau Kallandra tidak akan mudah dibunuh. Apalagi dia adalah Arkie. Kallandra pertama yang lahir di bumi. Bahkan kalau pun Arthur berlari dan menghindarinya, itu juga tidak akan berpengaruh apa pun. Karena sesempit apa pun tempat persembunyiannya akan sangat mudah ditemukan Arkie.
Indera penciumannya sangat tajam. Ia mampu mengendus keberadaan Kalla walau berjarak 5 mill jauhnya. Semua makhluk yang Arkie temui tidak akan mampu mengelabuinya. Matanya yang sensitif bisa dengan mudah mengenali siapa lawan bicaranya. Ia mampu melihat masa lalu hidup seseorang hanya dalam sekali menatap dalam matanya.
Berapa berat badannya. Golongan darah, isi hati dan kepala manusia. Bahkan semua kejadian yang mereka alami. Sehingga memudahkan Nayaka mendekati mangsanya.
Tangan Nayaka mencengkeram kuat leher Arthur. Arthur jadi-jadian. Seolah tanpa mengeluarkan tenaga sedikit pun, Nayaka mengangkat tubuh itu ke atas. Ia meronta sama seperti gadis semalam yang ia santap.
Wajah Arthur kini berubah. Ia kembali ke wujud semula. Cengeraman tangan Nayaka makin kuat. Leher Kalla itu mulai robek dan mengalir cara hitam dari sana. Menetes pelan ke lantai sedikit demi sedikit. Suara tercekik dengan sensasi digorok membuat suasana hening koridor menjadi sedikit bising. Ia harus segera menuntaskan hasrat membunuhnya. Karena sebentar lagi, Lidya akan segera keluar dari kamar. Bahkan Nayaka sangat hafal semua kegiatan Lidya setiap hari.
Ia menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sikapnya begitu santai walau di tangan kanannya ada sosok yang sedang kesakitan dan akan menemui ajal.
"Baiklah, Artur. Aku sudahi saja, ya. Sebentar lagi Lidya akan keluar. Aku tidak mau kehilangan makan malamku karena ulahmu lagi."
Genggaman tangan Nayaka menguat. Perlahan tangan kanannya berubah hitam dan urat nadi nya berubah warna menjadi merah. Seolah api yang mulai menjalar di lengan kanannya, kini wajah Kalla di depannya mulai terbakar. Dan hangus. Dalam hitungan tiga detik tubuh itu hangus terbakar dan langsung menjadi abu.
Nayaka mengibas ngibaskan tangan di depan wajah. Kemudian masuk ke dalam kamarnya. Ia mengambil telepon genggamnya.
"Lantai di depan kamarku kotor. Tolong suruh Hilda membersihkannya. Terima kasih."
_____
Guyuran air dingin membuat tubuh Nayaka rileks. Matanya yang terpejam terus menampilkan bayangan di tempat lain. Ia mencari Abimanyu dan pikirannya. Semua kejadian di pulau saphire nampak jelas dipikirannya. Bagaimana mereka bertahan hidup dan akhirnya terdampar di desa Abimanyu sendiri. Namun, sekeras apa pun Nayaka mencari keberadaan Abimanyu, ia selalu berhenti di desa itu. Ia tidak bisa lagi melihat semua nya dalam pikirannya. Seolah ada sesuatu yang menahannya menelusuri lebih dalam. Ia berteriak frustasi.
Nayaka sudah bersiap pergi ke cafe. Kali ini ia akan menaiki mobil sedan miliknya. Sejak Lidya datang ke rumahnya pagi tadi, Nayaka tidak akan membiarkan mangsanya lolos lagi. Hari ini juga ia harus menuntaskan hasrat laparnya. Lydia sebagai santapan akhir akan membuat Nayaka menjadi yang terkuat di gedung mewah itu. Yah, karena semua penghuni sudah berganti menjadi kawanannya.
Pintu kamar Lydia diketuk. Wajah wanita yang tadi nampak lebih cantik sekarang. Ia sudah memakai riasan sederhana. Sebenarnya walau tanpa riasan sekalipun, Lydia pasti akan tetap cantik.
"Nayaka? Ada apa?" tanya Lydia yang sudah membawa tas dan jaketnya.
"Kamu sudah siap, bukan? Kalau begitu kita berangkat bersama saja."
"Tapi, bukannya kita tidak satu arah? Akan terlalu jauh jika kamu mengantar ku lebih dulu," tolak Lydia.
"Tidak masalah." Senyum Nayaka seolah menghipnotis Lydia. Gadis itu tersipu saat netra tajam Nayaka tidak berpaling dari kedua bola matanya. "Eum, lebih baik kita segera pergi. Sebentar lagi pasti jalanan akan macet," ajak Nayaka lagi.
Lydia otomatis menurut. Menutup pintu kamarnya dan berjalan bersama pria itu. Nayaka adalah pribadi yang ceria, supel, dan sangat mudah memikat orang lain. Terutama wanita. Entah sudah berapa wanita yang menjadi korbannya selama ini. Yang pasti sangat banyak.
Lydia yang berprofesi sebagai guru karate, juga mengajar pelajaran bahasa spanyol di salah satu sekolah menengah atas. Ia adalah guru honorer. Kemampuannya berbahasa spanyol didapat karena ayahnya adalah warga negara spanyol.
"Nanti aku jemput, ya," kata Nayaka saat Lydia turun dari mobilnya. Wanita dengan blazer hitam itu tersenyum dan menganggukkan kepala. Ia melambaikan tangan pada Nayaka saat mobilnya melesat pergi.
Nayaka bersiul. Memandangi sepanjang jalan dengan wajah berseri.
Ia berhenti di perempatan jalan karena lampu merah. Beberapa orang menyebrang zebra cross dengan tertib. Dalam pandangannya, orang di depan tak ubahnya makhluk hitam yang memang adalah Kalla. Kembali, Nayaka mengukir senyum bahagianya.
"Sebentar lagi. Sebentar lagi kota ini akan menjadi milikku. Bahkan sekarang saja tempat ini mirip kota mati. Lihatlah! Hanya ada makhluk penghisap di sana. Manusia? Mana manusia? Tentu saja sudah habis kami santap. " Nayaka tertawa di balik kemudinya. Ia terlihat puas karena hasil kerja kerasnya dan pengikutnya, sebentar lagi kota ini akan menjadi milik mereka. Tak hanya di kota ini saja, tapi di kota lain, bahkan negara lain, Kalla sudah mendominasi.
Nayaka sampai di pelataran parkir cafe. Ia terus bersenandung sepanjang jalan. Alicia menyambutnya dengan gembira. "Selamat pagi, Bos."
"Pagi, Alicia. Bagaimana pagi mu?" tanya Nayaka balik. Ia terus berjalan melewati Alicia menuju meja barista. Memeriksa apakah ada debu yang menempel di meja itu. "Seperti biasa, Bos. Sepertinya pagi mu menyenangkan. Sudah lama aku tidak melihatmu tersenyum seperti ini," ujar Alicia sembari mengelap meja tamu.
"Ah iya, kau benar. Pagi ku sangat menyenangkan." Smirk terlihat di bibir Nayaka.
"Wah, itu sangat bagus, Bos. Ah, ada pelanggan." Alicia mulai menyambut pelanggan pertama mereka.
_____
Suasana cafe tidak seramai biasanya. Tentu saja, karena populasi manusia yang berkurang, membuat cafe mereka tidak seramai dulu.
Cafe di tutup lebih cepat dari biasanya. Nayaka pulang sedikit terburu-buru karena harus menjemput Lydia.
Alicia sedikit melamun. Mengingat Abimanyu, yang tak kunjung kembali. Padahal dia cukup senang sejak Abi datang ke cafe. Baginya Abi sudah dia anggap adik sendiri. Karakter Abi yang cuek dan dingin sangat mirip adiknya yang telah tiada.
Alicia segera bangkit dan menyelesaikan pekerjaannya. Ia mengemasi sampah-sampah dan bersiap membuangnya ke tempat pembuangan yang ada di belakang cafe.
Ia mencoba mengirimkan pesan pada Abimanyu. Sekedar menanyakan kabar dan kata-kata rindu sebagai pemanisnya.
[Bagaimana keadaan cafe? Apa ada yang berubah sejak aku pergi, Alicia?]
[Semua berjalan seperti biasanya. Hanya saja entah kenapa aroma cafe kita tidak segar seperti dulu.]
[Maksudmu?]
[Aku sering mencium bau anyir yang sering membuatku pusing. Entah berasal dari mana bau ini. Tapi hampir seharian aku selalu merasakannya. Bahkan tadi saat cafe tutup, dan Irfan selesai mengepel lantai, bau itu terus tercium. Padahal aku sudah menyuruh Irfan menambahkan pengharum lantainya.]
Abimanyu yang curiga segera menyuruh Alicia segera pulang. Firasatnya buruk. Terlebih kata-kata Alicia membuatnya khawatir.
"Sepanjang hari cafe berbau anyir? Aneh," gumam Abimanyu yang sedang duduk di teras bersama Elang.
"Ada apa?"
Ia menunjukan benda pipih di tangannya." Baru saja Alicia mengirim iku pesan. Ada yang aneh dengan cafe, Paman. Aku khawatir."
Abi menceritakan obrolan singkatnya dengan Alicia. Sementara Alicia kini masih ada di belakang cafe menuntaskan pekerjaannya. Ia berhenti sejenak dan mengambil rokok mint yang sering ia hisap. Bau anyir itu membuat Alicia sering mual dan rokok mint ini bagai penetralisir segalanya.
[Alicia. Sebaiknya kamu segera pulang. Jangan masuk cafe lagi. Pulang saja lewat jalan samping. Siapa saja yang masih ada di cafe sekarang?]
[Semua masih di sini, hanya Nayaka saja yang bergegas pulang tadi. Sepertinya ia ada kencan buta.]
[Ya sudah. Dengarkan aku baik-baik, Alicia. Bisa, kan?]
[Kau ini kenapa, Bi? Tidak seperti biasanya saja.]
[Ceritanya panjang. Bahkan kalau aku menceritakan padamu, aku yakin kau tidak akan percaya.]
Akhirnya Alicia yang penasaran, menghubungi Abimanyu.
"Halo? Apa maksudmu, Bi?"
"Aku rasa, kau perlu tau sekarang. Karena aku takut kau akan jadi korban berikutnya."
"Maksudmu?"
"Sebentar, aku akan mengajukan beberapa pertanyaan terlebih dahulu. Kau janji akan menjawab dengan jujur, kan?"
"Hm, iya. Tentu saja, Bi. Apa yang ingin kau tanyakan?"
Rokok Alicia yang tinggal sedikit, membuatnya menyalakan lagi untuk rokok kedua.
"Sejak kapan kau merasa aneh dengan cafe. Bau anyir yang kau cium. Sejak kapan kau menyadarinya?"
"Bau anyir itu? Eum, sebentar. Biar aku ingat-ingat lagi. Kalau tidak salah belum lama ini, Bi. Malam setelah kau tidak masuk kerja. Dari situ aku mulai merasa aneh. Awalnya bau itu hanya samar. Kufikir karena lantai yang baru saja di pel. Ternyata bukan. Aku bahkan sudah bertanya pada yang lain. Mereka bilang, tidak ada bau semacam itu. Ah entahlah, mungkin hidungku yang bermasalah. Tapi makin lama bau itu makin kuat. Aku sering keluar cafe karena tidak tahan dengan bau itu."
"Baiklah. Bagaimana kalau kita masuk ke dalam. Kita ganti dengan panggilan video saja. Biar aku melihat keadaan di dalam."
Alicia menyetujuinya. Ia terus memegang ponsel dan mengarahkan ke depan. Alicia bersikap seolah olah hanya memegang ponsel itu seperti biasa saja. Padahal mereka masih terhubung dalam panggilan video ini. Satu-satunya alat komunikasi adalah headset yang kini ia pakai. Alicia bersenandung agar orang-orang percaya kalau dia sedang mendengarkan musik.
Pintu belakang cafe di buka. Beberapa lampu memang sudah dimatikan. Sampai dapur, ada Irfan yang masih membereskan beberapa piring. Abi dan Elang serius menatap ke dalam cafe.
"Fan, biarkan saja. Kita lanjutkan besok. Toh piring dan gelas kotornya tidak terlalu banyak, kan?"
Irfan hanya diam dan mengangguk. Ia segera keluar. Di sisi lain, Abimanyu melotot. "Dia bukan Irfan. Dia Kalla."
obdiamond dan 8 lainnya memberi reputasi
9