- Beranda
- Stories from the Heart
Supernatural
...
TS
ny.sukrisna
Supernatural
Quote:
Mungkin agan di sini pernah baca cerita ane yang berjudul pancasona? Kali ini ane akan melanjutkan kisah itu di sini. Yang suka cerita genre fantasi, kasus pembunuhan berantai, gengster werewolf, vampire dan sejenisnya. Silakan mampir.


Quote:
INDEKS
Part 1 abimanyu maheswara
Part 2 abimanyu
Part 3 kalla
Part 4 siapa kalla
Part 5 seorang gadis
part 6 Ellea
part 7 taman
Part 8 kamar ellea
Part 9 pagi bersama ellea
Part 10 rencana
Part 11 tentang kalla
part 12 rumah elang
Part 13 kembali aktivitas
part 14 emosi elang
part 15 janin kalla
part 16 elang
Part 17 vin
Part 18 kantor
Part 19 kemunculan kalla
part 20 pulau titik nol kehidupan
part 21 desa terkutuk
Part 22 wira
Part 23 teman lama
Part 24 patung wira
part 25 teror di rumah John
part 26 tato
part 27 simbol aldebaro
part 28 buku
part 29 kantor kalla
part 30 batu saphire
part 31 Lian dan Ayu
part 32 kakak beradik yang kompak
part 33 penyusup
part 34 kalah jumlah
part 35 lorong rahasia
Part 36 masuk lorong
part 37 cairan aneh
part 38 rahasia kalandra
part 39 Nayaka adalah Kalandra
Part 40 kemampuan nayaka
Part 41 Arkie
Part 42 Arkie (2)
Part 43 peperangan
Part 44 berakhir
Part 45 desa abi
part 46 nabila
part 47 cafe abi
Part 48 Maya
part 49 riki kembali, risna terancam
part 50 iblis bertubuh manusia
part 51 bertemu eliza
part 52 Feliz
Part 53 Bisma
Part 54 ke mana bisma
part 55 rahasia mayat
part 56 bisma kabur
part 57 pertemuan tak terduga
part 58 penyelidikan
part 59 tabir rahasia
part 60 kebakaran
part 61 Bajra
part 62 pengorbanan Bajra
part 63 the best team
part 64 masa lalu
part 65 perang dimulai
part 66 kisah baru
part 67 bertemu vin
part 68 san paz
part 69 cafe KOV
part 70 demigod
part 71 california
part 72 Allea dan Ellea
part 73 rumah ellea
part 74 alan cha
part 75 latin kings
part 76 kediaman faizal
part 77 kematian faizal.
part 78 permainan
part 79 ellea cemburu
part 80 rumah
part 81 keributan
part 82 racun
part 83 mayat
part 84 rencana
part 85 kampung....
Part 86 kematian adi
part 87 tiga sekawan
part 88 zikal
part 89 duri dalam daging
part 90 kerja sama
part 91 Abraham alexi Bonar
part 92 terusir
part 93 penemuan mayat
part 94 dongeng manusia serigala
part 95 hewan atau manusia
part 96 Rendra adalah werewolf
part 97 Beta
part 98 melamar
part 99 pencarian lycanoid
part 100 siapa sebenarnya anda
part 101 terungkap kebenaran
part 102 kisah yang panjang
part 103 buku mantra
part 104 sebuah simbol
part 105 kaki tangan
part 106 pertikaian
part 107 bertemu elizabet
part 108 orang asing
part 109 mantra eksorsisme
part 110 Vin bersikap aneh
part 111 Samael
part 112 Linda sang paranormal
part 113 reinkarnasi
part 114 Nayla
part 115 Archangel
part 116 Flashback vin kesurupan
part 117 ritual
part 118 darah suci
part 119 Lasha
part 120 Amon
part 121 masa lalu arya
part 122 sekte sesat
part 123 sekte
part 124 bu rahayu
part 125 dhampire
part 126 penculikan
part 127 pengakuan rian.
part 128 azazil
part 129 ungkapan perasaan
part 130 perjalanan pertama
part 131 desa angukuni
part 132 Galiyan
part 133 hilang
part 134 Hans dan Jean
part 135 lintah Vlad
part 136 rahasia homestay
part 137 rumah kutukan
part 138 patung aneh
part 139 pulau insula mortem
part 140 mercusuar
part 141 kastil archanum
part 142 blue hole
part 143 jerogumo
part 144 timbuktu
part 145 gerbang gaib
part 146 hutan rougarau
part 147 bertemu azazil
part 148 SMU Mortus
part 149 Wendigo
part 150 danau misterius
part 151 jiwa yang hilang
part 152 serangan di rumah
part 153 misteri di sekolah
part 154 rumah rayi
part 155 makhluk lain di sekolah
part 156 Djin
part 157 menjemput jiwa
part 158 abitra
part 159 kepergian faza
part 160 Sabrina
part 161 puncak emosi
part 162 ilmu hitam
part 163 pertandingan basket
part 164 mariaban
part 165 Dagon
part 166 bantuan
INDEKS LANJUT DI SINI INDEKS LANJUTAN
Diubah oleh ny.sukrisna 16-05-2023 21:45
itkgid dan 12 lainnya memberi reputasi
13
13.5K
222
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ny.sukrisna
#3
Part 1 Abimanyu Maheswara
Sejauh mata memandang hanya ada hamparan pasir putih yang melebar. Membuat mereka bagai permadani alam yang memikat mata banyak orang.
Diantara luasnya pasir pantai, hanya ada seorang pria duduk seorang diri. Menekuk kedua kaki hingga membuat lutut menjadi sandaran tumpuan kedua tangannya. Matanya lurus ke depan, tapi pikirannya terus menerawang. Mengingat kembali memori bersama kedua orang tuanya tersayang. Ia adalah Abimanyu.
Arya dan Nayla sudah meninggal sekitar 3 tahun lalu. Mereka mengalami kecelakaan saat mengendarai mobil selepas pulang dari cafe milik mereka. Vonis dokter mengatakan Arya dan Nayla mengalami serangan jantung akibat benturan keras.
Abimanyu hidup sebatang kara. Sesekali Gio, sahabat Nayla sering datang berkunjung. Mereka cukup dekat, bahkan sejak Abi masih kecil. Gio bahkan sudah mengajari Abi menembak sejak Abi berumur 12 tahun. Kini Abi sudah dewasa. Ia tumbuh menjadi seorang pemuda yang kuat dan mandiri. Semua berkat didikan Arya, seolah-olah sudah memiliki firasat kalau umurnya tidak akan lama. Abi bahkan memiliki watak seperti Arya. Dingin dan cuek. Tapi berhati lembut seperti Nayla. Perpaduan yang sangat apik. Dan dialah pewaris kedua orang tuanya. Dari sinilah kisahnya bermula.
_____
Abi sudah mengunci rumahnya. Duduk di teras, kembali menatap bangunan yang sudah sejak kecil menjadi tempat yang ia sebut "rumah". Namun sejak kematian kedua orang tuanya, Abi merasakan kekosongan di dalam bangunan itu. Ia selalu rindu masakan Nayla, dan teringat obrolan santai nya dengan Arya di ruang tv. Membahas semua kegiatan mereka selama seharian. Kini, ia tidak lagi menemukan hal itu di dalam sana.
Mobil jemputan sudah datang. Gio muncul dengan kaca mata hitam bertenger di hidung.
"Bi? Sudah siap?" jeritnya masih setia di dalam mobil, hanya mengeluarkan kepala dari jendela.
Abi menoleh. Menarik nafas dalam. Beranjak dan menenteng tas yang berisi beberapa potong pakaiannya. Baru beberapa langkah ia meninggalkan teras, Abi kembali berhenti. Menoleh sekali lagi. Berat. Tapi ia juga tidak bisa terus menerus ada di sana. Hidupnya harus berjalan. Setiap ada di sana, ia selalu merasa hidupnya berhenti. Karena kenangan akan kebersamaan bersama orang tuanya akan terus berputar bagai piringan hitam milik ayahnya. Tentunya rasa sedih akan ia rasakan tiap detiknya. Bahkan tiap barang dan sudut rumah ini sudah menyatu bersama mereka bertiga. Dan kini hanya ada Abi seorang.
"Abi pergi, Pa, Ma. Doakan Abi. Suatu saat nanti Abi pasti pulang," gumam pria tinggi berlesung pipi itu, menatap rumah yang ia anggap masih berpenghuni.
Jarak desa tempat Abi tinggal memang cukup jauh dari kota yang akan ia tuju bersama Gio. Rimbunan hutan mulai nampak sepanjang mata memandang. Sunyi, gelap, menyejukkan. Bahkan Abi bisa menghirup aroma pohon pinus saat membuka jendela sampingnya.
"Siap?" tanya Gio, melirik sekilas ke arah pemuda yang sudah ia anggap anaknya sendiri.
Abi tampak acuh. Tak menoleh pada Gio yang sengaja membuka percakapan karena suasana agak kaku sejak mereka pergi. Gio sadar bahwa Abi sangat mencintai tanah kelahirannya. Nyaman hanya dengan duduk di teras rumahnya atau diantara butiran pasir pantai yang bagai halaman rumahnya sendiri. Rumah mereka yang letaknya di pinggir pantai membuat Abi sangat menyatu dengan laut. Abi merupakan penyelam ulung di desanya.
"Paman ... apakah di sana saya masih bisa melihat laut?"
Gio tak langsung menjawab. Ia mencari kalimat yang paling tepat untuk jawaban ini. Abi memang sangat menyukai laut.
"Tentu saja. Kamu tidak tau saja, kalau di sana ada pantai. Yah, walau tidak seindah pantai di desa ini."
Abi mengangguk. Dengan tetap menikmati suasana di luar jendela.
Jauh dalam pikiran Gio, ia mengingat satu-satunya pantai di kota. Dengan suasana ramai, penuh sesak dan sampah yang hampir ada di sepanjang garis pantai. Buatnya asal bisa membawa Abi pergi dari rumah saja sudah cukup bagus. Gio pasti bisa menemukan hal menarik lain untuk Abi nanti.
"Nanti kamu tinggal di apartment punya Wisnu. Tempat itu sudah lama ia tinggalkan. Setelah menikah mereka pindah ke luar negri. Itu sebabnya Wisnu menyuruhku membawamu ke kota. Agar bisa bekerja menjadi barista di cafe miliknya. Kamu harus mentraktirku makan siang, Abi. Aku yang merekomendasikan kamu karena kopi buatanmu sangat enak, bahkan yang paling enak yang pernah kurasakan," tutur Gio antusias.
"Tapi, Paman ...," tukas Abi, ragu. Ada sedikit pikiran sungkan saat mendengar ia akan tinggal di apartment milik Wisnu.
"Wisnu sudah bertitah seperti itu. Jadi kau diam saja! Bahkan kalaupun kamu tidak tinggal di apartment Wisnu, aku akan membelikan apartment untukmu. Kau tau bukan, uang pamanmu ini sangat banyak."
Abi berdecit. Ia paham betul bagaimana watak pamannya yang satu ini. Bahkan saat orang tuanya masih hidup, Nayla sangat cerewet jika Gio tengah berkunjung ke rumah mereka. Gio sangat besar mulut dan menyebalkan. Tapi dia sahabat orang tuanya yang paling dekat dengannya.
_____
Bangunan bertingkat mulai mendominasi pandangan Abi. Ia berdecak dalam hati. Kagum dan terpukau. Karena ini adalah pertama kalinya Abimanyu menginjakkan kaki ke kota. Sejak ia kecil belum pernah sekalipun datang ke kota. Arya selalu melarang jika Abi memaksa ingin datang ke kota. Padahal Arya sering bolak-balik datang ke kota untuk urusan cafe atau ... yang lain. Sekalipun teror black demon sudah berakhir, Arya tetap sering mengunjungi kawan-kawannya di kota. Adi, Dewa, Elang, maupun Reza. Tapi tiap Abi meminta ingin ikut ke kota Arya selalu melarang. "Di sana berbahaya." Hanya kalimat itu yang terucap dari mulut Arya.
Tapi kini, Abi justru akan tinggal di sana.
"Sampai," kata Gio, membuyarkan lamunan Abi. Abi mengedarkan pandangan ke sekitar. Sebuah basement yang sedikit gelap dengan barisan mobil di beberapa sudutnya.
"Kita di mana, Paman?"
"Apartment. Taruh dulu barang-barangmu. Baru kita pergi ke cafe."
Gio keluar mobil diikuti Abi. Hanya ada sebuah tas besar milik Abi saja yang ia bawa. Abi sengaja hanya membawa beberapa potong pakaian yang ia suka, sisanya ia tinggal di rumah.
Gio memimpin berjalan lebih dulu. Masuk ke pintu yang ada di sudut basement yang akan mengarah ke apartment ini. Pintu lift terbuka. Keluar beberapa orang dari dalamnya. Mereka sepertinya penghuni apartment yang akan melakukan aktifitas masing-masing.
Saat Abi hendak masuk ke dalam lift, ia berhenti. Indera penciumannya terganggu karena aroma anyir yang sekelebat lewat barusan. Ia sontak menoleh ke kerumunan orang tadi. Yang mulai menghilang di basement dan pasti menuju mobil masing-masing.
"Aneh," gumam Abi.
"Hey, anak muda. Tidak mau masuk? Atau kau ingin menjajal naik ke kamarmu dengan tangga? Sepertinya itu bukan ide bagus karena letak kamarmu ada di lantai 35," jelas Gio yang bersiap menekan tombol lift.
Abi yang sudah kembali ke kesadarannya lantas masuk. Pikirannya masih menerawang. Bau anyir yang ia cium tadi sungguh aneh. Benar-benar khas darah segar. Tapi orang-orang tadi tidak ada yang terluka sepertinya. Begitulah perdebatan antara pikiran dan hati Abi. Yang membuat sikapnya menjadi mudah ditebak oleh Gio.
"Kenapa?"
"Egh, tidak apa-apa, paman," jawab Abi gugup.
"Dengar anak muda. Jangan pernah membohongiku. Aku hidup lebih lama daripada kau. Apalagi ini kota. Tempatku hidup. Jadi beritau aku apa pun yang mengganjal di pikiranmu. Mengerti?"
"Baik, Paman."
"So?" Kini Gio membalikkan badan, menghadap Abi. Menyilangkan kedua tangan di depan. Tatapannya mengintimidasi dan membuat Abi gusar.
"Bukan hal serius, Paman. Hanya saja agak aneh," kata Abi yang akhirnya angkat bicara.
"Maksudmu?"
"Saat orang-orang tadi keluar dari dalam lift, aku mencium bau anyir darah segar. Agak aneh saja. Karena sekilas kulihat tadi tidak ada dari mereka yang terluka. Apakah paman melihat mereka ada yang terluka tadi?"
Gio langsung mengerutkan kening. "Bau anyir?"
Pertanyaan tadi mendapat anggukan cepat dari Abi. Di saat bersamaan pintu lift terbuka. Beberapa orang di luar yang hendak masuk ke dalam lift membuat Abi dan Gio segera keluar. Mereka telah sampai di lantai 35.
Gio berhenti di sebuah kamar 3300. Menekan kode keamanan pintu hingga terdengar bunyi pintu terbuka. "Masuk."
Kamar ini cukup besar. Bahkan hampir sama besarnya dengan rumah Abi. Perabotannya mahal dan mewah. Ruang santai dilengkapi tv layar datar menempel di dinding tengah ruangan. Ada sofa panjang di depannya serta karpet bulu yang terlihat lembut. Berbelok ke kiri ada dapur. Lemari pendingin yang masih penuh dengan bahan makanan. Gio membukanya dan mengambil sekaleng bir dari dalam sana. "Wisnu sangat pengertian," gumam Gio dengan smrik khasnya. Ia menoleh pada pemuda yang sejak tadi sibuk memperhatikan tiap ruangan.
"Bi. Itu kamar kamu," tunjuk Gio ke sebuah ruangan yang tertutup di ujung sana. Abi menoleh lalu mengangguk. Ia segera menenteng tas hitam miliknya dan segera memasuki ruangan yang akan menjadi kamarnya.
"Bi! Aku pergi ke kamarku, ya. Ada di sebelah. Kamar 3302. Kalau ada sesuatu kamu ke sana saja. Dan satu lagi, anggap saja rumah sendiri. Wisnu tidak akan kembali ke tempat ini. Percayalah." Gio segera pergi dari kamar Abi dan kembali ke kamarnya.
Sunyi.
Abi meletakan tas di lantai. Duduk di pinggir ranjang besar yang ada di tengah ruangan. Ada sebuah komputer di sudut kamar. Ia memperhatikan tiap detil kamar yang dulu adalah milik Wisnu. Ada satu hal yang ia temukan sejak masuk ke tempat ini. Kamera CCTV. Di tiap sudut ruangan ada kamera CCTV. Bahkan di depan pintu masuk.
Diantara luasnya pasir pantai, hanya ada seorang pria duduk seorang diri. Menekuk kedua kaki hingga membuat lutut menjadi sandaran tumpuan kedua tangannya. Matanya lurus ke depan, tapi pikirannya terus menerawang. Mengingat kembali memori bersama kedua orang tuanya tersayang. Ia adalah Abimanyu.
Arya dan Nayla sudah meninggal sekitar 3 tahun lalu. Mereka mengalami kecelakaan saat mengendarai mobil selepas pulang dari cafe milik mereka. Vonis dokter mengatakan Arya dan Nayla mengalami serangan jantung akibat benturan keras.
Abimanyu hidup sebatang kara. Sesekali Gio, sahabat Nayla sering datang berkunjung. Mereka cukup dekat, bahkan sejak Abi masih kecil. Gio bahkan sudah mengajari Abi menembak sejak Abi berumur 12 tahun. Kini Abi sudah dewasa. Ia tumbuh menjadi seorang pemuda yang kuat dan mandiri. Semua berkat didikan Arya, seolah-olah sudah memiliki firasat kalau umurnya tidak akan lama. Abi bahkan memiliki watak seperti Arya. Dingin dan cuek. Tapi berhati lembut seperti Nayla. Perpaduan yang sangat apik. Dan dialah pewaris kedua orang tuanya. Dari sinilah kisahnya bermula.
_____
Abi sudah mengunci rumahnya. Duduk di teras, kembali menatap bangunan yang sudah sejak kecil menjadi tempat yang ia sebut "rumah". Namun sejak kematian kedua orang tuanya, Abi merasakan kekosongan di dalam bangunan itu. Ia selalu rindu masakan Nayla, dan teringat obrolan santai nya dengan Arya di ruang tv. Membahas semua kegiatan mereka selama seharian. Kini, ia tidak lagi menemukan hal itu di dalam sana.
Mobil jemputan sudah datang. Gio muncul dengan kaca mata hitam bertenger di hidung.
"Bi? Sudah siap?" jeritnya masih setia di dalam mobil, hanya mengeluarkan kepala dari jendela.
Abi menoleh. Menarik nafas dalam. Beranjak dan menenteng tas yang berisi beberapa potong pakaiannya. Baru beberapa langkah ia meninggalkan teras, Abi kembali berhenti. Menoleh sekali lagi. Berat. Tapi ia juga tidak bisa terus menerus ada di sana. Hidupnya harus berjalan. Setiap ada di sana, ia selalu merasa hidupnya berhenti. Karena kenangan akan kebersamaan bersama orang tuanya akan terus berputar bagai piringan hitam milik ayahnya. Tentunya rasa sedih akan ia rasakan tiap detiknya. Bahkan tiap barang dan sudut rumah ini sudah menyatu bersama mereka bertiga. Dan kini hanya ada Abi seorang.
"Abi pergi, Pa, Ma. Doakan Abi. Suatu saat nanti Abi pasti pulang," gumam pria tinggi berlesung pipi itu, menatap rumah yang ia anggap masih berpenghuni.
Jarak desa tempat Abi tinggal memang cukup jauh dari kota yang akan ia tuju bersama Gio. Rimbunan hutan mulai nampak sepanjang mata memandang. Sunyi, gelap, menyejukkan. Bahkan Abi bisa menghirup aroma pohon pinus saat membuka jendela sampingnya.
"Siap?" tanya Gio, melirik sekilas ke arah pemuda yang sudah ia anggap anaknya sendiri.
Abi tampak acuh. Tak menoleh pada Gio yang sengaja membuka percakapan karena suasana agak kaku sejak mereka pergi. Gio sadar bahwa Abi sangat mencintai tanah kelahirannya. Nyaman hanya dengan duduk di teras rumahnya atau diantara butiran pasir pantai yang bagai halaman rumahnya sendiri. Rumah mereka yang letaknya di pinggir pantai membuat Abi sangat menyatu dengan laut. Abi merupakan penyelam ulung di desanya.
"Paman ... apakah di sana saya masih bisa melihat laut?"
Gio tak langsung menjawab. Ia mencari kalimat yang paling tepat untuk jawaban ini. Abi memang sangat menyukai laut.
"Tentu saja. Kamu tidak tau saja, kalau di sana ada pantai. Yah, walau tidak seindah pantai di desa ini."
Abi mengangguk. Dengan tetap menikmati suasana di luar jendela.
Jauh dalam pikiran Gio, ia mengingat satu-satunya pantai di kota. Dengan suasana ramai, penuh sesak dan sampah yang hampir ada di sepanjang garis pantai. Buatnya asal bisa membawa Abi pergi dari rumah saja sudah cukup bagus. Gio pasti bisa menemukan hal menarik lain untuk Abi nanti.
"Nanti kamu tinggal di apartment punya Wisnu. Tempat itu sudah lama ia tinggalkan. Setelah menikah mereka pindah ke luar negri. Itu sebabnya Wisnu menyuruhku membawamu ke kota. Agar bisa bekerja menjadi barista di cafe miliknya. Kamu harus mentraktirku makan siang, Abi. Aku yang merekomendasikan kamu karena kopi buatanmu sangat enak, bahkan yang paling enak yang pernah kurasakan," tutur Gio antusias.
"Tapi, Paman ...," tukas Abi, ragu. Ada sedikit pikiran sungkan saat mendengar ia akan tinggal di apartment milik Wisnu.
"Wisnu sudah bertitah seperti itu. Jadi kau diam saja! Bahkan kalaupun kamu tidak tinggal di apartment Wisnu, aku akan membelikan apartment untukmu. Kau tau bukan, uang pamanmu ini sangat banyak."
Abi berdecit. Ia paham betul bagaimana watak pamannya yang satu ini. Bahkan saat orang tuanya masih hidup, Nayla sangat cerewet jika Gio tengah berkunjung ke rumah mereka. Gio sangat besar mulut dan menyebalkan. Tapi dia sahabat orang tuanya yang paling dekat dengannya.
_____
Bangunan bertingkat mulai mendominasi pandangan Abi. Ia berdecak dalam hati. Kagum dan terpukau. Karena ini adalah pertama kalinya Abimanyu menginjakkan kaki ke kota. Sejak ia kecil belum pernah sekalipun datang ke kota. Arya selalu melarang jika Abi memaksa ingin datang ke kota. Padahal Arya sering bolak-balik datang ke kota untuk urusan cafe atau ... yang lain. Sekalipun teror black demon sudah berakhir, Arya tetap sering mengunjungi kawan-kawannya di kota. Adi, Dewa, Elang, maupun Reza. Tapi tiap Abi meminta ingin ikut ke kota Arya selalu melarang. "Di sana berbahaya." Hanya kalimat itu yang terucap dari mulut Arya.
Tapi kini, Abi justru akan tinggal di sana.
"Sampai," kata Gio, membuyarkan lamunan Abi. Abi mengedarkan pandangan ke sekitar. Sebuah basement yang sedikit gelap dengan barisan mobil di beberapa sudutnya.
"Kita di mana, Paman?"
"Apartment. Taruh dulu barang-barangmu. Baru kita pergi ke cafe."
Gio keluar mobil diikuti Abi. Hanya ada sebuah tas besar milik Abi saja yang ia bawa. Abi sengaja hanya membawa beberapa potong pakaian yang ia suka, sisanya ia tinggal di rumah.
Gio memimpin berjalan lebih dulu. Masuk ke pintu yang ada di sudut basement yang akan mengarah ke apartment ini. Pintu lift terbuka. Keluar beberapa orang dari dalamnya. Mereka sepertinya penghuni apartment yang akan melakukan aktifitas masing-masing.
Saat Abi hendak masuk ke dalam lift, ia berhenti. Indera penciumannya terganggu karena aroma anyir yang sekelebat lewat barusan. Ia sontak menoleh ke kerumunan orang tadi. Yang mulai menghilang di basement dan pasti menuju mobil masing-masing.
"Aneh," gumam Abi.
"Hey, anak muda. Tidak mau masuk? Atau kau ingin menjajal naik ke kamarmu dengan tangga? Sepertinya itu bukan ide bagus karena letak kamarmu ada di lantai 35," jelas Gio yang bersiap menekan tombol lift.
Abi yang sudah kembali ke kesadarannya lantas masuk. Pikirannya masih menerawang. Bau anyir yang ia cium tadi sungguh aneh. Benar-benar khas darah segar. Tapi orang-orang tadi tidak ada yang terluka sepertinya. Begitulah perdebatan antara pikiran dan hati Abi. Yang membuat sikapnya menjadi mudah ditebak oleh Gio.
"Kenapa?"
"Egh, tidak apa-apa, paman," jawab Abi gugup.
"Dengar anak muda. Jangan pernah membohongiku. Aku hidup lebih lama daripada kau. Apalagi ini kota. Tempatku hidup. Jadi beritau aku apa pun yang mengganjal di pikiranmu. Mengerti?"
"Baik, Paman."
"So?" Kini Gio membalikkan badan, menghadap Abi. Menyilangkan kedua tangan di depan. Tatapannya mengintimidasi dan membuat Abi gusar.
"Bukan hal serius, Paman. Hanya saja agak aneh," kata Abi yang akhirnya angkat bicara.
"Maksudmu?"
"Saat orang-orang tadi keluar dari dalam lift, aku mencium bau anyir darah segar. Agak aneh saja. Karena sekilas kulihat tadi tidak ada dari mereka yang terluka. Apakah paman melihat mereka ada yang terluka tadi?"
Gio langsung mengerutkan kening. "Bau anyir?"
Pertanyaan tadi mendapat anggukan cepat dari Abi. Di saat bersamaan pintu lift terbuka. Beberapa orang di luar yang hendak masuk ke dalam lift membuat Abi dan Gio segera keluar. Mereka telah sampai di lantai 35.
Gio berhenti di sebuah kamar 3300. Menekan kode keamanan pintu hingga terdengar bunyi pintu terbuka. "Masuk."
Kamar ini cukup besar. Bahkan hampir sama besarnya dengan rumah Abi. Perabotannya mahal dan mewah. Ruang santai dilengkapi tv layar datar menempel di dinding tengah ruangan. Ada sofa panjang di depannya serta karpet bulu yang terlihat lembut. Berbelok ke kiri ada dapur. Lemari pendingin yang masih penuh dengan bahan makanan. Gio membukanya dan mengambil sekaleng bir dari dalam sana. "Wisnu sangat pengertian," gumam Gio dengan smrik khasnya. Ia menoleh pada pemuda yang sejak tadi sibuk memperhatikan tiap ruangan.
"Bi. Itu kamar kamu," tunjuk Gio ke sebuah ruangan yang tertutup di ujung sana. Abi menoleh lalu mengangguk. Ia segera menenteng tas hitam miliknya dan segera memasuki ruangan yang akan menjadi kamarnya.
"Bi! Aku pergi ke kamarku, ya. Ada di sebelah. Kamar 3302. Kalau ada sesuatu kamu ke sana saja. Dan satu lagi, anggap saja rumah sendiri. Wisnu tidak akan kembali ke tempat ini. Percayalah." Gio segera pergi dari kamar Abi dan kembali ke kamarnya.
Sunyi.
Abi meletakan tas di lantai. Duduk di pinggir ranjang besar yang ada di tengah ruangan. Ada sebuah komputer di sudut kamar. Ia memperhatikan tiap detil kamar yang dulu adalah milik Wisnu. Ada satu hal yang ia temukan sejak masuk ke tempat ini. Kamera CCTV. Di tiap sudut ruangan ada kamera CCTV. Bahkan di depan pintu masuk.
Diubah oleh ny.sukrisna 25-04-2023 18:58
obdiamond dan 5 lainnya memberi reputasi
6