- Beranda
- Stories from the Heart
You Are My Destiny
...
TS
loveismyname
You Are My Destiny

2008
“SAH!”
Serta merta, kalimat Tahmid bergema ke seluruh ruangan musholla di pagi yang cerah ini. Begitu banyak wajah bahagia sekaligus haru terlihat. Proses akad nikah memang seharusnya menjadi sesuatu yang sakral, yang membawa kebahagiaan bagi setiap orang yang melaluinya.
Aku termasuk orang yang berbahagia itu. Di hadapan seorang laki-laki yang barusan menjabat tanganku, yang selanjutnya, beliau secara resmi akan kupanggil Papa, aku tidak bisa menyembunyikan rasa haruku. Di sampingku, seorang wanita yang telah kupilih untuk mendampingiku seumur hidup, terus menerus menutup mukanya dengan kedua tangan, mengucap syukur tiada terkira.
Hai Cantik, semoga kamu bahagia juga di sana. Tunggu kami ya.
Spoiler for PERHATIAN !!:
Spoiler for DISCLAIMER !!:
Enjoy

Note : Gue akan berusaha agar cerita ini bisa selesai. Update, sebisa dan semampu gue aja, karena cerita ini sebenarnya sudah gue selesaikan dalam bentuk Ms.Word. Tapi maaf, gue gak bisa setiap hari ngaskus. mohon pengertiannya.
Index
prolog
part 1 the meeting
part 2 how come?
part 3 why
part 4 swimming
part 5 second meeting
part 6 aku
part 7 love story
part 8 mbak adelle
part 9 got ya!!
part 10 third meeting
part 11 kejadian malam itu
part 12 4th meeting
part 13 family
part 14 putus
part 15 comeback
part 16 morning surprise
part 17 we are different
Intermezzo - behind the scenes
Intermezzo - behind the scenes 2
part 18 aku di sini untukmu
part 19 a morning with her
part 20 don't mess with me 1
part 21 don't mess with me 2
part 22 my life has changed
part 23 mati gue !!
part 24 old friend
part 25 kenapa sih
Intermezzo - behind the scenes 3
part 26 halo its me again
part 27 balikan?
part 28 happy independent day
part 29 duet
part 30 sorry, i cant
part 31 night call
part 32 preparation
part 33 lets get the party started
part 34 sweetest sin
part 35 late 2001
part 36 ramadhan tiba
part 37 itu hurts
part 38 sebuah nasihat
part 39 happy new year
part 40 ombak besar
part 41 don't leave me
part 42 my hero
part 43 my hero 2
part 44 desperate
part 45 hah??
part 46 goodbye
part 47 ombak lainnya
part 48 no party
part 49 self destruction
part 50 diam
part 51 finally
part 52 our journey begin
part 53 her circle
part 54 my first kiss
part 55 sampai kapan
part 56 lost control
part 57 trauma
part 58 the missing story
part 59 akhirnya ketahuan
part 60 perencanaan ulang
part 61 komitmen
part 62 work hard
part 63 tembok terbesar
part 64 melihat sisi lain
part 65 proud
part 66 working harder
part 67 shocking news
part 68 she's gone
Intermezzo behind the scenes 4
part 69 time is running out
part 70 one more step
part 71 bali the unforgettable 1
part 72 bali the unforgettable 2
intermezzo behind the scenes 5
part 73 a plan
part 74 a plan 2
part 75 ultimatum
part 76 the day 1
part 77 the day 2
part 78 the day 3
part 79 judgement day
part 80 kami bahagia
part 81 kami bahagia 2
part 82 we are family
part 83 another opportunity
part 84 new career level
part 85 a gentlemen agreement
part 86 bidadari surga
part 87 pertanyaan mengejutkan
part 88 new place new hope
part 89 cobaan menjelang pernikahan 1
part 90 cobaan menjelang pernikahan 2
part 91 hancur
part 92 jiwa yang liar
part 93 tersesat
part 94 mungkinkah
part 95 faith
part 96 our happiness
part 97 only you
part 98 cepat sembuh sayang
part 99 our journey ends
part 100 life must go on
part 101 a new chapter
part 102 Bandung
part 103 we meet again
part 104 what's wrong
part 105 nginep
part 106 Adelle's POV 1
part 107 a beautiful morning
part 108 - terlalu khawatir
part 109 semangat !!
part 110 kejutan yang menyenangkan
part 111 aku harus bagaimana
part 112 reaksinya
part 113 menjauh?
part 114 lamaran
part 115 good night
part 116 satu per satu
part 117 si mata elang
part 118 re united
part 119 hari yang baru
part 120 teguran keras
part 121 open up my heart
part 122 pelabuhan hati
part 123 aku akan menjaganya
part 124 masih di rahasiakan
part 125 surprise
part 126 titah ibu
part 127 kembali
part 128 congratulation 1
part 129 congratulation 2
part 130 you are my destiny
epilog 1
epilog 2
epilog 3
epilog 4
epilog 5
side stry 1 mami and clarissa
side story 2 queen
side story 3 us (adelle's pov 2)
tamat
Diubah oleh loveismyname 03-06-2023 11:22
yputra121097703 dan 72 lainnya memberi reputasi
71
101.6K
953
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
loveismyname
#91
Part 60 - Perencanaan Ulang
Malam harinya, keluargaku sudah berkumpul di rumah sakit. Dokter bilang, kalau terus membaik, aku bisa pulang minimal besok. Afei masih di sisi ranjangku.
“Cla, calon adek ipar kita tuh. Kita ospek yuk.” Mbak Icha berbicara ke Clarissa dengan nada iseng.
“Yuk Cha. Kita suruh temenin kita shopping seharian, kalo kuat, bolehlah jadi adek ipar kita.” Clarissa menimpali.
"Atau gini aja, kita ajak ke salon dulu yuk, Cla. Kita permak dia biar cakepnya keluar. Kayak putri-putri cina gitu!!" Ujar Mbak Icha antusias.
"Good Idea !!" Clarissa berteriak tertahan, lalu high five dengan Mbak Icha.
Afei hanya tertawa kecil mendengarnya. Aku diam saja.
“Ini apa sih ospek-ospekan. Bercanda aja ya Fei. Jangan terlalu serius.” Ibu mengelus kepala Afei.
“Iya tante, ga apa-apa.” Afei tersipu malu.
Ayah akhirnya tersenyum malam itu. Dia terlihat masih memakai pakaian kantor.
“Hahahahah. Liat deh Cha. Mirip banget gesturnya sama Daru. Sama-sama pemalu.” Clarissa tertawa.
“Fei, om mau ngucapin banya terima kasih sama kamu, karena udah bantu Daru. Om gak kebayang, kalo gak ada kamu, mungkin Daru udah gak kuat dan dia bakalan rusak tergerus pergaulan."
"Pada dasarnya, Om sama Tante gak ada masalah sama hubungan kalian. Om akan bantu kalian, ngomongin hal ini ke Papimu, Fei. Tapi jangan buru-buru ya. Om tau kok, gak mudah buat keluarga kamu untuk nerima Daru. Kalian jangan khawatir ya." Ayahku berbicara.
Aku langsung tersentak, namun aku merasakan lega yang luar biasa.
Yes !! Restu dari keluargaku sudah turun !! Tinggal menaklukan keluarganya.
"Fei, jagain Daru malam ini ya. Bareng sama Icha kok. Nanti tante yang izin ke mami kamu. Nih tante telepon sebentar ya." Ujar Ibu. Kemudian Ibu keluar ruangan dengan sambil mengotak atik ponselnya.
Aku dan Afei saling bertatapan. Kami mungkin tidak menyangka akan semudah ini berhadapan dengan keluargaku.
Tak lama, Ibu sudah kembali.
"Fei, mami kamu udah ngasih izin. Nanti dia sms kamu."
Aku dan Afei kembali bertatapan. Bingung.
"Ya udah. Ibu dan yang lain makan dulu gih di kantin bawah. Jangan sampe ikutan sakit. Ayah mau ngomong dulu sama Daru.
Akhirnya mereka keluar, meninggalkan aku dan ayah yang berada di ruangan ini.
“Dek, kamu sayang sama Afei?” Ayah bertanya.
Aku mengangguk. Aku malas berbicara dengannya.
“Ya sudah, ayah ga keberatan. Afei terbukti bisa menjagamu, dari kesalahan yang udah ayah buat.” Ayah menerawang ke arah jendela.
“Maafin Ayah Dek. Ayah tau salah. Ayah terlalu egois dan berfikir, kamu pasti bisa sukses di kantor ayah. Tapi ucapan kamu itu benar. Kamu sebelas duabelas seperti ayah. Idealis. Ga mungkin ayah masukin orang, tanpa kemampuan yang mumpuni. Ayah ga akan ambil resiko untuk merusak nama baik ayah di perusahaan.”
Aku kembali mengangguk.
“Kamu mau ikut SPMB lagi?” Ayah bertanya.
“Udah telat yah. Kalopun bisa, aku ikut yang taun depan. Itu artinya, aku membuang 2 tahun sia-sia. Ayah kan tau, usia Afei lebih tua dari aku 2 tahun. Kasihan dia kalau harus menunggu aku lama. Aku niat serius sama dia Yah. Untuk meluluhkan hati Om Jonny, ga mungkin aku bawa harta Ayah ke hadapannya. Tadinya aku udah yakin sama rencanaku, tapi, sekarang kayaknya aku harus rombak total. Sekarang, aku cuma bisa mikir, gimana caranya punya penghasilan baik, dari nilai kuliah yang pas-pasan.” Aku berkata sinis kepadanya.
“Kamu ga yakin, kalo kamu bisa memperbaiki nilai kamu?” Ayah bertanya lagi.
“Pesimis dan realistis itu dua hal yang beda Yah. Tapi ayah tenang aja, aku akan tetep berusaha keras. Untung aku punya Connie, kalo nggak, aku bingung mau apa di kampus.” Aku menyindirnya.
“Dek, ayah ga akan ikut campur lagi, ga akan memaksakan kehendak ayah lagi. Ayah sadar, kamu udah sangat baik merencanakan hidupmu. Ayah kagum, bahkan waktu ayah seusiamu, ayah ga pernah merencanakan hidup ayah sedetail itu. ayah akan bantu dan dukung dari sisi moral dan finansial aja."
"Kamu mau ayah beliin mobil ?” Ayah bertanya dan membuatku kaget.
“Uang dari mana? Ga usah maksain sesuatu. Itu prinsip kita dari dulu yang udah ayah ajarin dan tertanam di otakku. Hidup kita udah berjalan baik dengan prinsip itu.” Aku berkata.
“Kamu kayaknya ngeremehin gaji ayah ya?" ujar Ayah tersenyum.
"Tapi Ayah ga mau sombong lagi. Ayah sadar, ayah tuh bisa mencapai posisi ini, ya karena kalian, anak-anak ayah dan juga Ibu. Karena Icha yang ulet, Ibu yang selalu mensyukuri apa yang Ayah dapat, dan kamu, yang ga pernah buat Ayah khawatir. Di tambah Clarissa, yang sering bantu Ayah juga. Hidup ayah udah lengkap. Sekarang focus ayah, adalah buat masa depan. Mau gimana dan mau apa ayah setelah pensiun. Ayah terinspirasi dari kamu, yang udah merencanakan hidup dari jauh hari. Ayah juga mau melakukan itu dari sekarang.” Ayah berkata panjang lebar.
“Ayah ga menuntut kamu untuk lulus dengan nilai baik. Kamu udah tau apa yang mau kamu lakukan. Seandainya, kamu mau mengulang SPMB lagi pun, ayah ikut aja. Ayah akan sokong dengan finansial. Saran ayah, kalo kamu emang tetap mau di jalan ini, lulus cepet, berapapun nilainya. Cari penghasilan yang baik dan banyak kalo bisa. Segera halalkan Afei. Cewek seperti itu, ga akan datang dua kali dalam hidup kamu. Syarat Ayah kamu udah tau, asal Muslimah, ayah ga peduli dia dari mana. Itu yang ga bisa di ganggu gugat. Tolong kamu ngerti. Tapi untuk sekarang, ayah ga akan ngebahas itu dulu. Soal hidayah, cuma Allah yang bisa kasih. Kamu pasti tahu itu.” Ayah melanjutkan.
Aku memandang Ayah dengan fikiran yang bingung. Aku bingung, mau dari mana aku merencanakan ulang hidupku. Apa yang harus di lakukan, dan mulai dari mana. Aku butuh seseorang untuk membuka wawasanku soal itu.
Aku terbangun kembali, nampaknya sudah larut malam. Keadaan tubuhku sudah jauh lebih baik. Tangan kananku menyentuh sesuatu, seperti rambut. Aku segera meliriknya. Sebuah tubuh yang tertidur pulas di kursi dengan kepalanya tertelungkup di ranjang, tepat di sampingku.
Aku tidak perlu membangunkannya untuk tahu, bahwa tubuh itu milik kekasihku, Afei. Aku yang terasa ingin buang air kecil, berusaha untuk tidak membangunkannya. Aku mencoba untuk bangun perlahan, sambil membawa infus. Aku merasa, badanku sudah lebih ringan dan tidak terasa lagi, sensasi seperti ditusuk di perutku. Aku berjalan perlahan ke kamar mandi.
Setelah selesai, aku ingin menutup perlahan pintu kamar mandi, namun sepertinya terlalu keras. Afei langsung terbangun dan terkejut melihatku berdiri di depan kamar mandi. Dia langsung berlari dan memapahku.
“Sayang, kalo mau apa-apa bangunin aku.” Dia berkata lembut.
Aku sangat merindukannya. Aku merindukan semua tentang dirinya. Aku langsung merangkulnya dan mencium kepalanya berkali-kali. Dadaku bergetar hebat. Jantungku berdetak keras.
Cintaku kepadanya memang sangat gila.
Afei hanya tertawa kegelian seperti biasa.
“Nanti di terusin lagi. Kalo udah sembuh, kamu boleh nyium aku sepuasnya. Aku juga kangen kok.” Afei berkata, sambil membawaku berjalan kembali ke Kasur.
Setelah aku berbaring, Afei langsung menggenggam tanganku.
“Aku takuttt banget sayang. Takuutt banget kehilangan kamu. jangan kayak gini lagi ya. inget, kamu punya aku yang sayang banget sama kamu. Yang ga pernah bisa kehilangan kamu, walau cuma sehari.” Afei menitikkan air matanya.
Hatiku tersayat, melihatnya sedih seperti itu. Aku langsung membawa tangannya ke bibirku. Aku mencium tangannya penuh rasa sayang.
“Sayaaang banget sama kamu Gol.” Afei berkata dengan seluruh perasaan cintanya.
“Maafin aku Fei.” Aku hanya bisa meminta maaf. Afei menggelengkan kepalanya.
“Aku ngerti sayang. Kamu cepet sembuh ya. kita jalan-jalan lagi berduaan. Yang jauuuhh ya. Aku mau nekat aja, mau berhari-hari ilang sama kamu. biarin aja di cariin.” Afei mulai ngelantur. Khayalannya kadang memang terlalu jauh, tapi, apa yang dia ucapkan, sama dengan apa yang kuinginkan. Kami sebenarnya punya keinginan yang sama. Menghabiskan waktu berdua, berhari-hari, tanpa memperdulikan siapapun
"Mbak Icha mana Fei?" Aku bertanya.
"Tidur di Mushola. Katanya ac di kamar dingin banget. Dia mau ngerjain aku doang kayaknya. heheheheh. Biar aku berduaan sama kamu di kamar." Afei berkata sambil nyengir.
“Sayang, kita sebentar lagi 1 tahun. Kamu… ngerasa bosen ga sama aku? Kita hampir tiap hari ketemu, tiap hari telepon, bahkan abis ketemu, kita teleponan dan smsan lagi. Kita setiap menit, mengungkapkan cinta, apalagi tiap ketemu, kita pasti mengungkapkan itu. Aku… takut kamu bosen sama aku.” Afei tiba-tiba bertanya hal itu.
Aku paham, sepertinya, afei ingin mengalihkan fikiranku. Dia ingin aku rileks dengan membicarakan hubungan kami.
Aku tersenyum.
Pertanyaan bodoh.
Aku memegang kepalanya, dan mendorongnya ke arahku. Aku ingin mencium keningnya Gemas.
“Aku malah tambah sayang sama kamu. I’m addicted to you Fei. Perasaan di dadaku semakin ga bisa di control ke kamu. Maunya ketemuu terus. Kamu kali yang bosen sama aku.” Aku balas perkataannya.
“Sayang, kamu inget ga, masa kecil kita? Kita pernah duduk di atas rumah kamu, berduaan, tapi ga ngobrol, cuma makan chiki." Mata Afei menerawang ke langit-langit rumah sakit.
"Sejak saat itu, aku ketagihan duduk di sana. Damai banget rasanya. Kecuali kalo panas ya, aku ga mau lah. Sering banget pas aku ke sana, kamu lagi tidur siang. Aku izin tante ahmad, dan nyokap kamu cuma ketawa, sambil bilang ‘ya udah sana anak cantik, nanti tante bawain makanan.’ Nyokap kamu baik banget sama aku, dan keluargaku. Tante ahmad juga yang ngemodalin mami untuk buat usaha kue. Padahal, dulu keluarga kita sama -sama pas-pasan ya.” Afei bercerita sambil menerawang.
Masa kecil kami memang lucu.
“Pernah waktu itu, koh along sakit panas dan cuma ada aku dan ko Afung. Kita bingung mau ngapain, telepon aja kita belum pasang waktu itu. Mami dan papi lagi ke pasar. Kita cuma kepikiran minta tolong sama keluarga kamu, dan tante ahmad langsung ngebawa ko along ke dokter tanpa banyak tanya. Aku di titipin sama Mbak Icha, dan aku ngerasa seneng banget. Kayak punya kakak perempuan. Aku di dandanin, di pakein baju-baju lucu, terus Mbak Icha bilang, ‘Fei kamu cantik banget sih. Jadi adek aku aja ya.’” Air mata Afei menetes saat bercerita.
“Aku udah ngerasa terikat sama keluarga kamu. Dari situ aku ngerti, walaupun aku Chinese, dan di komplek ini jelas aku minoritas, tapi, keluarga kamu yang muslim taat itu kayak care banget sama kita. Jujur aja, sempet tertanam di mindset aku, kalo muslim itu pasti ga suka sama Chinese kayak aku. Tapi perlakuan keluarga kamu, ngebuka semua pikiran aku, Bahwa, semua manusia itu kayak yin and yang, pasti ada yang baik ada yang buruk."
Aku hanya terdiam tanpa menanggapi. Aku merasa, Afei ingin bercerita banyak.
“Tadi, aku akhirnya cerita sama Tante Ahmad soal hubungan kita. Awalnya aku cuma mau menjelaskan kalo kamu itu udah belajar keras, aku tau persis perjuangan kamu. sekalian ngenalin Eskrim yang udah ngajarin kamu. Aku dan Eskrim ngejelasin ke om dan tante ahmad, bagaimana proses belajar kamu, dimana kamu sampe beberapa kali stress karena ngerasa ga bisa. Tapi om Ahmad malah bingung, kok bisa kamu malah belajarnya sama aku, dan Es Krim, yang dari kampus lain. Aku akhirnya ngejelasin, kalo kamu hampir ga punya temen di kampus, dan ga bisa adaptasi sama lingkungan kampusnya.”
“Om Ahmad nanya, kok bisa kepikiran ke aku larinya? Ya aku terdesak, dan ga bisa ngomong lagi apa alasannya. Aku akhirnya buka kartu, kalo kita pacaran. Aku deg-degan parah waktu ngomong itu. aku udah mikir, aku bakal kehilangan kamu, kalo sampe Om Ahmad marah, dan mikir macem-macem. Tapi Om Ahmad malah ketawa, sambil ngomong ke Tante Ahmad, kalo apa yang udah mereka omongin akhirnya kejadian. Tante Ahmad langsung meluk aku sambil bilang ‘kok baru ngomong Fei?’.”
“Om Ahmad malah bilang makasih ke aku. Dia bilang, kalo ada ga ada aku, mungkin kamu udah nyerah dari awal, dan akibatnya mungkin lebih buruk. Dia juga bilang, kalo urusan sama papi mami, serahin aja ke dia. Nanti kita ngomong baik-baik, gitu katanya. Saat ini, biarkan aja dulu seperti ini. Kayaknya Om Ahmad ngerti, kalo keluargaku pasti ribet masalah perbedaan kayak gini.”
“Sayang, aku kayak legaaa banget pas Om dan Tante Ahmad ga keberatan kita pacaran. Dari situ aku malah nambah sayang sama kamu. Aku ga bosen sayang. Sama sekali nggak. Aku tuh bingung ya, maksudku, ini kan bukan pertama kali aku ngerasain pacaran atau jatuh cinta. Tapi sama kamu, aku bisa cinta sampe sedalam ini. Kamu pasti pake pellet sama aku ya?” Afei malah berkelakar.
“hahahaha. Kamu tuh bisa ga sih, ga bikin aku gemes?” Aku mencubit pipinya.
“Oh iya, ini hp kamu sayang. Fans nya pada khawatir tuh. Hiihihihi. Tapi, cuma Mbak Adelle kok yang aku bales.” Afei menjelaskan dan menyerahkan ponselku.
“Sayang, Mbak Adelle mungkin punya perasaan yang sama kayak aku. Dia sayang banget sama kamu. Tapi aku ga marah kok. Aku udah bilang kan, aku ga bisa nyegah orang lain buat sayang sama kamu, apalagi setelah apa yang kamu lakukan ke dia. Aku percaya penuh sama kamu, apalagi, ngeliat kamu yang segitu cintanya sama aku." Afei mengakhiri ceritanya.
Aku memandangnya penuh cinta. Dalam hati aku bertekad, akan kumiliki wanita cantik ini. Aku akan membuatnya menjadi pendamping hidupku.
Terlalu jauh? Ah tidak.
Aku akan merencanakan ulang hidupku, demi kamu, Fei !! Kamu akan bahagia bersamaku. Aku akan menghadap orang tuamu, dengan materi yang akan kuraih dengan tanganku sendiri!!
Aku lelakimu, Fei !!
“Cla, calon adek ipar kita tuh. Kita ospek yuk.” Mbak Icha berbicara ke Clarissa dengan nada iseng.
“Yuk Cha. Kita suruh temenin kita shopping seharian, kalo kuat, bolehlah jadi adek ipar kita.” Clarissa menimpali.
"Atau gini aja, kita ajak ke salon dulu yuk, Cla. Kita permak dia biar cakepnya keluar. Kayak putri-putri cina gitu!!" Ujar Mbak Icha antusias.
"Good Idea !!" Clarissa berteriak tertahan, lalu high five dengan Mbak Icha.
Afei hanya tertawa kecil mendengarnya. Aku diam saja.
“Ini apa sih ospek-ospekan. Bercanda aja ya Fei. Jangan terlalu serius.” Ibu mengelus kepala Afei.
“Iya tante, ga apa-apa.” Afei tersipu malu.
Ayah akhirnya tersenyum malam itu. Dia terlihat masih memakai pakaian kantor.
“Hahahahah. Liat deh Cha. Mirip banget gesturnya sama Daru. Sama-sama pemalu.” Clarissa tertawa.
“Fei, om mau ngucapin banya terima kasih sama kamu, karena udah bantu Daru. Om gak kebayang, kalo gak ada kamu, mungkin Daru udah gak kuat dan dia bakalan rusak tergerus pergaulan."
"Pada dasarnya, Om sama Tante gak ada masalah sama hubungan kalian. Om akan bantu kalian, ngomongin hal ini ke Papimu, Fei. Tapi jangan buru-buru ya. Om tau kok, gak mudah buat keluarga kamu untuk nerima Daru. Kalian jangan khawatir ya." Ayahku berbicara.
Aku langsung tersentak, namun aku merasakan lega yang luar biasa.
Yes !! Restu dari keluargaku sudah turun !! Tinggal menaklukan keluarganya.
"Fei, jagain Daru malam ini ya. Bareng sama Icha kok. Nanti tante yang izin ke mami kamu. Nih tante telepon sebentar ya." Ujar Ibu. Kemudian Ibu keluar ruangan dengan sambil mengotak atik ponselnya.
Aku dan Afei saling bertatapan. Kami mungkin tidak menyangka akan semudah ini berhadapan dengan keluargaku.
Tak lama, Ibu sudah kembali.
"Fei, mami kamu udah ngasih izin. Nanti dia sms kamu."
Aku dan Afei kembali bertatapan. Bingung.
"Ya udah. Ibu dan yang lain makan dulu gih di kantin bawah. Jangan sampe ikutan sakit. Ayah mau ngomong dulu sama Daru.
Akhirnya mereka keluar, meninggalkan aku dan ayah yang berada di ruangan ini.
“Dek, kamu sayang sama Afei?” Ayah bertanya.
Aku mengangguk. Aku malas berbicara dengannya.
“Ya sudah, ayah ga keberatan. Afei terbukti bisa menjagamu, dari kesalahan yang udah ayah buat.” Ayah menerawang ke arah jendela.
“Maafin Ayah Dek. Ayah tau salah. Ayah terlalu egois dan berfikir, kamu pasti bisa sukses di kantor ayah. Tapi ucapan kamu itu benar. Kamu sebelas duabelas seperti ayah. Idealis. Ga mungkin ayah masukin orang, tanpa kemampuan yang mumpuni. Ayah ga akan ambil resiko untuk merusak nama baik ayah di perusahaan.”
Aku kembali mengangguk.
“Kamu mau ikut SPMB lagi?” Ayah bertanya.
“Udah telat yah. Kalopun bisa, aku ikut yang taun depan. Itu artinya, aku membuang 2 tahun sia-sia. Ayah kan tau, usia Afei lebih tua dari aku 2 tahun. Kasihan dia kalau harus menunggu aku lama. Aku niat serius sama dia Yah. Untuk meluluhkan hati Om Jonny, ga mungkin aku bawa harta Ayah ke hadapannya. Tadinya aku udah yakin sama rencanaku, tapi, sekarang kayaknya aku harus rombak total. Sekarang, aku cuma bisa mikir, gimana caranya punya penghasilan baik, dari nilai kuliah yang pas-pasan.” Aku berkata sinis kepadanya.
“Kamu ga yakin, kalo kamu bisa memperbaiki nilai kamu?” Ayah bertanya lagi.
“Pesimis dan realistis itu dua hal yang beda Yah. Tapi ayah tenang aja, aku akan tetep berusaha keras. Untung aku punya Connie, kalo nggak, aku bingung mau apa di kampus.” Aku menyindirnya.
“Dek, ayah ga akan ikut campur lagi, ga akan memaksakan kehendak ayah lagi. Ayah sadar, kamu udah sangat baik merencanakan hidupmu. Ayah kagum, bahkan waktu ayah seusiamu, ayah ga pernah merencanakan hidup ayah sedetail itu. ayah akan bantu dan dukung dari sisi moral dan finansial aja."
"Kamu mau ayah beliin mobil ?” Ayah bertanya dan membuatku kaget.
“Uang dari mana? Ga usah maksain sesuatu. Itu prinsip kita dari dulu yang udah ayah ajarin dan tertanam di otakku. Hidup kita udah berjalan baik dengan prinsip itu.” Aku berkata.
“Kamu kayaknya ngeremehin gaji ayah ya?" ujar Ayah tersenyum.
"Tapi Ayah ga mau sombong lagi. Ayah sadar, ayah tuh bisa mencapai posisi ini, ya karena kalian, anak-anak ayah dan juga Ibu. Karena Icha yang ulet, Ibu yang selalu mensyukuri apa yang Ayah dapat, dan kamu, yang ga pernah buat Ayah khawatir. Di tambah Clarissa, yang sering bantu Ayah juga. Hidup ayah udah lengkap. Sekarang focus ayah, adalah buat masa depan. Mau gimana dan mau apa ayah setelah pensiun. Ayah terinspirasi dari kamu, yang udah merencanakan hidup dari jauh hari. Ayah juga mau melakukan itu dari sekarang.” Ayah berkata panjang lebar.
“Ayah ga menuntut kamu untuk lulus dengan nilai baik. Kamu udah tau apa yang mau kamu lakukan. Seandainya, kamu mau mengulang SPMB lagi pun, ayah ikut aja. Ayah akan sokong dengan finansial. Saran ayah, kalo kamu emang tetap mau di jalan ini, lulus cepet, berapapun nilainya. Cari penghasilan yang baik dan banyak kalo bisa. Segera halalkan Afei. Cewek seperti itu, ga akan datang dua kali dalam hidup kamu. Syarat Ayah kamu udah tau, asal Muslimah, ayah ga peduli dia dari mana. Itu yang ga bisa di ganggu gugat. Tolong kamu ngerti. Tapi untuk sekarang, ayah ga akan ngebahas itu dulu. Soal hidayah, cuma Allah yang bisa kasih. Kamu pasti tahu itu.” Ayah melanjutkan.
Aku memandang Ayah dengan fikiran yang bingung. Aku bingung, mau dari mana aku merencanakan ulang hidupku. Apa yang harus di lakukan, dan mulai dari mana. Aku butuh seseorang untuk membuka wawasanku soal itu.
Aku terbangun kembali, nampaknya sudah larut malam. Keadaan tubuhku sudah jauh lebih baik. Tangan kananku menyentuh sesuatu, seperti rambut. Aku segera meliriknya. Sebuah tubuh yang tertidur pulas di kursi dengan kepalanya tertelungkup di ranjang, tepat di sampingku.
Aku tidak perlu membangunkannya untuk tahu, bahwa tubuh itu milik kekasihku, Afei. Aku yang terasa ingin buang air kecil, berusaha untuk tidak membangunkannya. Aku mencoba untuk bangun perlahan, sambil membawa infus. Aku merasa, badanku sudah lebih ringan dan tidak terasa lagi, sensasi seperti ditusuk di perutku. Aku berjalan perlahan ke kamar mandi.
Setelah selesai, aku ingin menutup perlahan pintu kamar mandi, namun sepertinya terlalu keras. Afei langsung terbangun dan terkejut melihatku berdiri di depan kamar mandi. Dia langsung berlari dan memapahku.
“Sayang, kalo mau apa-apa bangunin aku.” Dia berkata lembut.
Aku sangat merindukannya. Aku merindukan semua tentang dirinya. Aku langsung merangkulnya dan mencium kepalanya berkali-kali. Dadaku bergetar hebat. Jantungku berdetak keras.
Cintaku kepadanya memang sangat gila.
Afei hanya tertawa kegelian seperti biasa.
“Nanti di terusin lagi. Kalo udah sembuh, kamu boleh nyium aku sepuasnya. Aku juga kangen kok.” Afei berkata, sambil membawaku berjalan kembali ke Kasur.
Setelah aku berbaring, Afei langsung menggenggam tanganku.
“Aku takuttt banget sayang. Takuutt banget kehilangan kamu. jangan kayak gini lagi ya. inget, kamu punya aku yang sayang banget sama kamu. Yang ga pernah bisa kehilangan kamu, walau cuma sehari.” Afei menitikkan air matanya.
Hatiku tersayat, melihatnya sedih seperti itu. Aku langsung membawa tangannya ke bibirku. Aku mencium tangannya penuh rasa sayang.
“Sayaaang banget sama kamu Gol.” Afei berkata dengan seluruh perasaan cintanya.
“Maafin aku Fei.” Aku hanya bisa meminta maaf. Afei menggelengkan kepalanya.
“Aku ngerti sayang. Kamu cepet sembuh ya. kita jalan-jalan lagi berduaan. Yang jauuuhh ya. Aku mau nekat aja, mau berhari-hari ilang sama kamu. biarin aja di cariin.” Afei mulai ngelantur. Khayalannya kadang memang terlalu jauh, tapi, apa yang dia ucapkan, sama dengan apa yang kuinginkan. Kami sebenarnya punya keinginan yang sama. Menghabiskan waktu berdua, berhari-hari, tanpa memperdulikan siapapun
"Mbak Icha mana Fei?" Aku bertanya.
"Tidur di Mushola. Katanya ac di kamar dingin banget. Dia mau ngerjain aku doang kayaknya. heheheheh. Biar aku berduaan sama kamu di kamar." Afei berkata sambil nyengir.
“Sayang, kita sebentar lagi 1 tahun. Kamu… ngerasa bosen ga sama aku? Kita hampir tiap hari ketemu, tiap hari telepon, bahkan abis ketemu, kita teleponan dan smsan lagi. Kita setiap menit, mengungkapkan cinta, apalagi tiap ketemu, kita pasti mengungkapkan itu. Aku… takut kamu bosen sama aku.” Afei tiba-tiba bertanya hal itu.
Aku paham, sepertinya, afei ingin mengalihkan fikiranku. Dia ingin aku rileks dengan membicarakan hubungan kami.
Aku tersenyum.
Pertanyaan bodoh.
Aku memegang kepalanya, dan mendorongnya ke arahku. Aku ingin mencium keningnya Gemas.
“Aku malah tambah sayang sama kamu. I’m addicted to you Fei. Perasaan di dadaku semakin ga bisa di control ke kamu. Maunya ketemuu terus. Kamu kali yang bosen sama aku.” Aku balas perkataannya.
“Sayang, kamu inget ga, masa kecil kita? Kita pernah duduk di atas rumah kamu, berduaan, tapi ga ngobrol, cuma makan chiki." Mata Afei menerawang ke langit-langit rumah sakit.
"Sejak saat itu, aku ketagihan duduk di sana. Damai banget rasanya. Kecuali kalo panas ya, aku ga mau lah. Sering banget pas aku ke sana, kamu lagi tidur siang. Aku izin tante ahmad, dan nyokap kamu cuma ketawa, sambil bilang ‘ya udah sana anak cantik, nanti tante bawain makanan.’ Nyokap kamu baik banget sama aku, dan keluargaku. Tante ahmad juga yang ngemodalin mami untuk buat usaha kue. Padahal, dulu keluarga kita sama -sama pas-pasan ya.” Afei bercerita sambil menerawang.
Masa kecil kami memang lucu.
“Pernah waktu itu, koh along sakit panas dan cuma ada aku dan ko Afung. Kita bingung mau ngapain, telepon aja kita belum pasang waktu itu. Mami dan papi lagi ke pasar. Kita cuma kepikiran minta tolong sama keluarga kamu, dan tante ahmad langsung ngebawa ko along ke dokter tanpa banyak tanya. Aku di titipin sama Mbak Icha, dan aku ngerasa seneng banget. Kayak punya kakak perempuan. Aku di dandanin, di pakein baju-baju lucu, terus Mbak Icha bilang, ‘Fei kamu cantik banget sih. Jadi adek aku aja ya.’” Air mata Afei menetes saat bercerita.
“Aku udah ngerasa terikat sama keluarga kamu. Dari situ aku ngerti, walaupun aku Chinese, dan di komplek ini jelas aku minoritas, tapi, keluarga kamu yang muslim taat itu kayak care banget sama kita. Jujur aja, sempet tertanam di mindset aku, kalo muslim itu pasti ga suka sama Chinese kayak aku. Tapi perlakuan keluarga kamu, ngebuka semua pikiran aku, Bahwa, semua manusia itu kayak yin and yang, pasti ada yang baik ada yang buruk."
Aku hanya terdiam tanpa menanggapi. Aku merasa, Afei ingin bercerita banyak.
“Tadi, aku akhirnya cerita sama Tante Ahmad soal hubungan kita. Awalnya aku cuma mau menjelaskan kalo kamu itu udah belajar keras, aku tau persis perjuangan kamu. sekalian ngenalin Eskrim yang udah ngajarin kamu. Aku dan Eskrim ngejelasin ke om dan tante ahmad, bagaimana proses belajar kamu, dimana kamu sampe beberapa kali stress karena ngerasa ga bisa. Tapi om Ahmad malah bingung, kok bisa kamu malah belajarnya sama aku, dan Es Krim, yang dari kampus lain. Aku akhirnya ngejelasin, kalo kamu hampir ga punya temen di kampus, dan ga bisa adaptasi sama lingkungan kampusnya.”
“Om Ahmad nanya, kok bisa kepikiran ke aku larinya? Ya aku terdesak, dan ga bisa ngomong lagi apa alasannya. Aku akhirnya buka kartu, kalo kita pacaran. Aku deg-degan parah waktu ngomong itu. aku udah mikir, aku bakal kehilangan kamu, kalo sampe Om Ahmad marah, dan mikir macem-macem. Tapi Om Ahmad malah ketawa, sambil ngomong ke Tante Ahmad, kalo apa yang udah mereka omongin akhirnya kejadian. Tante Ahmad langsung meluk aku sambil bilang ‘kok baru ngomong Fei?’.”
“Om Ahmad malah bilang makasih ke aku. Dia bilang, kalo ada ga ada aku, mungkin kamu udah nyerah dari awal, dan akibatnya mungkin lebih buruk. Dia juga bilang, kalo urusan sama papi mami, serahin aja ke dia. Nanti kita ngomong baik-baik, gitu katanya. Saat ini, biarkan aja dulu seperti ini. Kayaknya Om Ahmad ngerti, kalo keluargaku pasti ribet masalah perbedaan kayak gini.”
“Sayang, aku kayak legaaa banget pas Om dan Tante Ahmad ga keberatan kita pacaran. Dari situ aku malah nambah sayang sama kamu. Aku ga bosen sayang. Sama sekali nggak. Aku tuh bingung ya, maksudku, ini kan bukan pertama kali aku ngerasain pacaran atau jatuh cinta. Tapi sama kamu, aku bisa cinta sampe sedalam ini. Kamu pasti pake pellet sama aku ya?” Afei malah berkelakar.
“hahahaha. Kamu tuh bisa ga sih, ga bikin aku gemes?” Aku mencubit pipinya.
“Oh iya, ini hp kamu sayang. Fans nya pada khawatir tuh. Hiihihihi. Tapi, cuma Mbak Adelle kok yang aku bales.” Afei menjelaskan dan menyerahkan ponselku.
“Sayang, Mbak Adelle mungkin punya perasaan yang sama kayak aku. Dia sayang banget sama kamu. Tapi aku ga marah kok. Aku udah bilang kan, aku ga bisa nyegah orang lain buat sayang sama kamu, apalagi setelah apa yang kamu lakukan ke dia. Aku percaya penuh sama kamu, apalagi, ngeliat kamu yang segitu cintanya sama aku." Afei mengakhiri ceritanya.
Aku memandangnya penuh cinta. Dalam hati aku bertekad, akan kumiliki wanita cantik ini. Aku akan membuatnya menjadi pendamping hidupku.
Terlalu jauh? Ah tidak.
Aku akan merencanakan ulang hidupku, demi kamu, Fei !! Kamu akan bahagia bersamaku. Aku akan menghadap orang tuamu, dengan materi yang akan kuraih dengan tanganku sendiri!!
Aku lelakimu, Fei !!
yuaufchauza dan 21 lainnya memberi reputasi
22
Tutup