- Beranda
- Stories from the Heart
KELOPAK BUNGA ANGGREK
...
TS
beavermoon
KELOPAK BUNGA ANGGREK

Halo semuanya.
Beavermoon kembali hadir dengan cerita terbaru, dan kali ini kita akan mengusung tema detektif.
Kenapa tema detektif? Karena sebenarnya cerita ini berawal dari cerita pendek yang dibuat untuk perlombaan. Berhubung terbatasnya jumlah kata saat itu, akhirnya dibuatlah versi lengkapnya yang baru selesai beberapa bulan lalu.
Kenapa tidak buat cerita romantis lagi? Kehabisan ide, atau bisa dibilang butuh waktu untuk mengistirahatkan diri dari romansa-romansa yang sudah semakin banyak.
Apa tidak akan membuat cerita romantis lagi? Masih dalam pembuatan.
Jika ada dari suhu-suhu sekalian yang belum sempat membaca karya-karya Beavermoon sebelumnya, bisa langsung ke TKP :
Semoga suhu-suhu terhibur dengan cerita tema detektif perdana dari Beavermoon.
Salam Lemon.
Spoiler for Ringkasan:
Kasus pembunuhan kembali terjadi setelah sekian lama. Ali dan Damar, yang bekerja sebagai detektif pun mulai memecahkan kasus yang ada. Sayangnya, belum selesai dengan satu kasus, muncul kasus lain yang semakin memperkeruh keadaan.
Teringat akan satu kasus beberapa tahun silam, dimana sang pembunuh memiliki pola yang terstruktur hingga sulit untuk dipecahkan. Ali dan Damar menjadikan laporan kasus itu sebagai alat bantu untuk mencari, siapa pembunuh yang kembali beraksi. Dugaan demi dugaan terus bermunculan, mulai dari orang yang belum pernah mereka temui, hingga orang-orang terdekat.
Lalu, siapakah pembunuh kali ini?
Spoiler for Episode:
1. Kasus Lama yang Terulang. (Part 1)
2. Kasus Lama yang Terulang. (Part 2)
3. Sudah Menemukan Petunjuk? (Part 1)
4. Sudah Menemukan Petunjuk? (Part 2)
5. Terbang Terlalu Tinggi, Namun Jatuh Dengan Keras. (Part 1)
6. Terbang Terlalu Tinggi, Namun Jatuh Dengan Keras. (Part 2)
7. Setitik Lentera dari Gelap Gulita. (Part 1)
8. Setitik Lentera dari Gelap Gulita. (Part 2)
9. Lentera Lain di Gelap Berbeda. (Part 1)
10. Lentera Lain di Gelap Berbeda. (Part 2)
11. Kejutan Demi Kejutan pun Berdatangan. (Part 1)
12. Kejutan Demi Kejutan pun Berdatangan. (Part 2)
13. Lalu, Siapakah Pelakunya? (Part 1)
14. Lalu, Siapakah Pelakunya? (Part 2)
15. Kebetulan? (Part 1)
16. Kebetulan? (Part 2)
17. Semakin Dekat? (Part 1)
18. Semakin Dekat? (Part 2)
19. Hilangnya Penunjuk Arah.
20. Lembaran Baru dengan Cerita yang Sama.
21. Upaya Terakhir yang Membuahkan Hasil. (Part 1)(FINALE)
22. Upaya Terakhir yang Membuahkan Hasil. (Part 2) (FINALE)
2. Kasus Lama yang Terulang. (Part 2)
3. Sudah Menemukan Petunjuk? (Part 1)
4. Sudah Menemukan Petunjuk? (Part 2)
5. Terbang Terlalu Tinggi, Namun Jatuh Dengan Keras. (Part 1)
6. Terbang Terlalu Tinggi, Namun Jatuh Dengan Keras. (Part 2)
7. Setitik Lentera dari Gelap Gulita. (Part 1)
8. Setitik Lentera dari Gelap Gulita. (Part 2)
9. Lentera Lain di Gelap Berbeda. (Part 1)
10. Lentera Lain di Gelap Berbeda. (Part 2)
11. Kejutan Demi Kejutan pun Berdatangan. (Part 1)
12. Kejutan Demi Kejutan pun Berdatangan. (Part 2)
13. Lalu, Siapakah Pelakunya? (Part 1)
14. Lalu, Siapakah Pelakunya? (Part 2)
15. Kebetulan? (Part 1)
16. Kebetulan? (Part 2)
17. Semakin Dekat? (Part 1)
18. Semakin Dekat? (Part 2)
19. Hilangnya Penunjuk Arah.
20. Lembaran Baru dengan Cerita yang Sama.
21. Upaya Terakhir yang Membuahkan Hasil. (Part 1)(FINALE)
22. Upaya Terakhir yang Membuahkan Hasil. (Part 2) (FINALE)
Diubah oleh beavermoon 20-05-2023 18:38
sukhhoi dan 2 lainnya memberi reputasi
3
3.4K
Kutip
35
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
beavermoon
#6
Spoiler for 5. Terbang Menuju Langit, Namun Jatuh Dengan Keras. (Part 1):
Ting!
“Kalian mau jalan bareng ngga?” Ali.
“Boleh.” Damar.
Ting!
“Oke, kita ke rumah kalian ya.” Ali.
Damar masuk ke dalam kamar, ada Sasa yang sedang memasang anting di telinganya seraya menatap ke arah cermin. Ia menghampiri Sasa lalu mencium keningnya.
“Ali mau ke sini sama Anggi, mereka minta bareng ke Balai Kota.” Ucap Damar.
“Oh ya? Yaudah sekalian deh...”
Sasa bangun dari duduknya lalu menghadap ke arah Damar.
“...gimana? Aku cantik ngga?” Tanya Sasa.
Damar tersenyum, “Kapan kamu ngga cantik?”
Sasa pun tersenyum mendengar ucapan Damar. Akhirnya mereka pun keluar dari kamar menuju halaman depan. Tidak membutuhkan waktu lama bagi mereka menunggu, mobil yang dikendarai Ali pun menepi di depan rumah mereka. Damar dan Sasa menghampiri mobil tersebut selagi Ali membuka kaca jendela.
“Lo di depan aja sama gue, wanita di belakang.” Ucap Ali.
Damar pun duduk di depan sementara Sasa masuk di bangku belakang, Anggi yang sudah duduk belakang pun menyambut Sasa dengan hangatnya.
“Ya ampun Sasa, cantik banget.” Sapa Anggi.
“Eh Kak Anggi, makasih ya Kak.” Ucap Sasa.
Salam pipi pun mereka lakukan, terlebih sudah cukup lama mereka tidak berjumpa satu sama lain karena kesibukan masing-masing. Mobil pun pergi menuju Balai Kota sesuai acara yang terjadwal pada hari ini.
“Kak Anggi gimana kabarnya?” Tanya Sasa.
“Baik kok Sa, cuma lagi agak sibuk aja sama acara baru. Seharusnya sih kayak biasa aja, cuma kan timnya semuanya baru, jadi ada adaptasi lebih deh.” Jawabnya.
“Orang-orang lama ke mana Kak?” Tanya Sasa.
“Macem-macem sih. Ada yang dimutasi, ada yang pindah stasiun televisi, ada juga yang mengundurkan diri.” Jawab Anggi.
“Susah ngga Kak adaptasi sama anak baru?” Lanjut Sasa.
Anggi bergumam singkat, “Sebenernya sih ngga terlalu susah, cuma kan mereka langsung dapet program berita serius ya. Jadinya aku harus satu frekuensi dulu sama mereka, begitu juga mereka ke aku. Kurang lebih sama lah kayak kamu, cuma beda subyeknya aja kan.”
“Iya juga sih, aku kalau ketemu sama model-model baru tuh kepikiran macem-macem. Sebenernya sih ngga ada masalah apa-apa juga, cuma aku aja yang terlalu kepikiran.” Ucap Sasa.
“Buat acara tahun ini gimana?” Tanya Anggi.
“Nah, sama Kak. Banyak model-model yang senior tuh tiba-tiba mundur beberapa hari menjelang acara, beruntungnya aku lumayan kenal sama model-model baru yang oke juga.” Ucap Sasa.
“Mundur kenapa Sa?” Tanya Anggi penasaran.
Sasa menggelengkan kepala, “Banyak deh Kak alasannya. Ada yang tiba-tiba harus pulang kampung, ada yang bentrok sama acara lain, ada juga yang ngga ada kabar tiba-tiba.”
“Ih, kok gitu sih? Ngga profesional banget.” Ucap Anggi.
“Itu dia Kak, embel-embel senior tuh kayak ngga ada artinya. Mungkin menurut aku sih jadi momentum buat aku sendiri, jangan terlalu mendewakan model-model senior itu.” Jelas Sasa.
Ali dan Damar hanya bisa mendengar curhatan yang ada di bangku belakang, sesekali mereka hanya tersenyum atau menggelengkan kepala dalam diam.
Beberapa menit berlalu, akhirnya mereka memasuki Balai Kota pada sore hari ini. Antrian kendaraan pun terjadi di pintu masuk, antusiasme orang-orang terhadap peragaan busana tahunan tidak pernah menurun. Setelah beberapa saat, akhirnya mobil yang dikemudikan Ali pun terparkir di antara mobil-mobil lainnya. Mereka pun turun lalu berjalan menuju pintu masuk gedung pertemuan.
“Eh Kak Anggi mau liat dibalik acara ini ngga? Kalau mau, kita ke belakang panggung.” Ajak Sasa.
“Emang boleh kita ke sana?” Tanya Anggi.
“Boleh kok, kan sama aku masuknya.” Jawabnya.
“Kalian mau ngga?” Tanya Anggi.
“Kita ikut kalian aja.” Jawab Ali.
Mereka pun berjalan menuju belakang panggung. Ada pihak keamanan yang menghentikan mereka perihal akses terbatas di belakang panggung. Namun berkat Sasa, mereka diizinkan untuk masuk ke belakang panggung.
Terlihat kesibukan yang sedang terjadi. Beberapa model sedang merias wajah mereka, ada juga yang sedang mempersiapkan pakaian-pakaian yang akan diperagakan.
“Kurang lebih kayak gini deh belakang panggung acara peragaan busana, bedanya mungkin kalau acara yang lebih besar lagi, lebih banyak model-model dan persiapannya.” Jelas Sasa.
“Ribet banget ya Sa, pantesan kamu tuh menjelang peragaan busana selalu hilang gitu aja. Aku jadi ngerti sekarang.” Sahut Anggi.
“Ya begitu deh Kak.” Ucap Sasa.
“Eh iya, ada yang spesial ngga di peragaan busana tahun ini?” Tanya Anggi.
Sasa menganggukkan kepala, “Ada satu baju yang aku bikin spesial dengan tema memori. Jadi semua bahan yang ada di baju itu pakai bahan-bahan yang udah ngga diproduksi lagi, nanti kita liat di ruangan yang itu.”
Mereka tiba di salah satu ruangan yang menyimpan pakaian yang dibicarakan. Sasa mengetuk pintu lalu membuka pintu untuk masuk ke dalam.
“Nah ini dia... AAAA!!!”
Teriak Sasa yang melengking membuat Damar, Ali, dan juga Anggi mendekat dengan cepat. Ali dan Damar berhasil dibuat terdiam sementara Anggi pun ikut berteriak histeris.
“Panggil polisi!” Ucap Damar.
Dengan cepat Ali mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi kantor polisi. Pihak keamanan pun datang bersama dengan orang-orang yang ada di belakang panggung.
“Astaga!” Ucap salah satu pihak keamanan.
“Pak, tolong dibuat jarak agar tidak ada yang mendekat...” Damar menunjukkan identitasnya, “selagi menunggu pihak kepolisian datang.”
Pihak keamanan pun memberikan batas kepada orang-orang yang mendekat agar tidak memenuhi ruangan itu, ada beberapa orang yang mencoba untuk mengambil foto namun berhasil dihalangi. Damar menarik Sasa dan juga Anggi lalu menutup pintu tersebut.
Pandangan Sasa nampak kosong, sementara Anggi mencoba mengatur nafasnya yang tidak beraturan. Damar mengarahkan mereka untuk duduk di lantai selagi menunggu bantuan datang.
“Kalian atur nafas, kita tunggu bantuan dateng ya.” Ucap Damar.
Sasa menggenggam tangan Damar sekuat tenaga, ia dibuat tidak percaya dengan apa yang baru saja ia liat di ruangan itu. Damar pun mencoba untuk menenangkannya dengan mengusap punggung tangannya.
Ali pun kembali datang yang sempat ditahan oleh pihak keamanan, ia pun menunjukkan identitasnya seperti yang dilakukan Damar hingga ia dipersilahkan untuk lewat. Ali berlutut di hadapan Anggi untuk menenangkannya, bersamaan dengan itu pula pihak kepolisian yang dipimpin Agung datang bersama dengan tim medis.
“Di mana korbannya?” Tanya Agung.
Ali menunjuk ruangan yang ada di dekatnya, Agung dan beberapa petugas kepolisian masuk ke dalam ruangan itu. Ekspresi Agung pun tidak dapat ia tutupi, ia dan petugas lainnya dibuat terkejut dengan apa yang mereka lihat saat ini.
Seorang wanita yang sudah tak bernyawa mengenakan pakaian yang dirancang Sasa. Pakaian itu dibuat permanen dengan jahitan yang mengelilingi seluruh tubuhnya. Korban pun dibuat seolah sedang berpose di panggung, dengan tangannya yang memegang pinggul lalu kaki kirinya menyilang ke depan. Itu semua bisa dilakukan dengan bantuan besi yang menancap pada kaki, tubuh, dan juga kepalanya. Satu hal yang membuat ini semakin menyeramkan, yaitu korban dibuat tersenyum dengan bibirnya yang ditarik oleh benang ke arah pipi.
“Amankan ruangan, perluas radius pencarian.” Ucap Agung.
Pihak kepolisian memasang garis pembatas dan mengamankan gedung pertemuan. Beberapa polisi berjaga di luar untuk memeriksa pengunjung yang datang. Di sisi lain, Anggi dan Sasa sudah berada di dalam mobil ambulans untuk mendapatkan pertolongan setelah apa yang terjadi. Ali dan Damar melihat ke arah mereka dari luar dengan khawatir.
“Permisi Pak...”
Ali dan Damar menatap ke arah polisi yang memanggil.
“...ditunggu Pak Agung di tempat kejadian untuk penyelidikan." Ucapnya.
Mereka pun menganggukkan kepala secara pelan. Ali dan Damar sempat kembali masuk ke dalam mobil ambulans untuk berbincang singkat.
"Aku ke dalem dulu ya.” Ucap Ali.
“Nanti aku ke sini lagi.” Ucap Damar.
Anggi dan Sasa hanya bisa mengangguk secara perlahan. Ali dan Damar pun keluar dari ambulans menuju tempat kejadian. Mereka kembali menunjukkan identitas di depan garis pembatas, kemudian mereka masuk ke dalam ruangan di mana Agung sudah berdiri di sana bersama tim forensik yang sedang menjalankan tugasnya.
“Permisi Pak.” Ucap Damar.
“Bagaimana kronologinya?” Tanya Agung.
“Saya dan pacar saya, bersama Ali dan istrinya, menghadiri acara peragaan busana ini. Kami mendapatkan akses ke belakang panggung karena pacar saya menjadi salah satu perancang busana di acara ini. Dia ingin menunjukkan rancangan spesial kepada kami di ruangan ini, sampai akhirnya semua ini terjadi.” Jawab Damar.
Agung menghela nafas, “Saya sedang memerintahkan petugas untuk memeriksa, apakah ada CCTV yang merekam sekitar daerah ini. Kalian bisa bergabung dengan tim forensik untuk juga memeriksa tempat kejadian dan juga korban.”
“Apa perlu menghubungi dokter Kania Pak?” Tanya Ali.
“Dia dalam perjalanan.” Jawab Agung.
Ali dan Damar pun bergabung dengan tim forensik untuk memeriksa tempat kejadian. Mereka mengenakan sarung tangan karet agar tidak mengotori jejak yang sudah ada.
Secara seksama, mereka melihat dengan teliti seisi ruangan. Ali sedang melihat ke arah cermin yang ada, sementara Damar melihat ke arah belakang yang tertutup oleh tubuh korban. Tak lama berselang, Kania pun masuk ke dalam ruangan bersama dua dokter lainnya.
“Permisi Pak.” Sapa Kania.
“Silahkan dok.” Ucap Agung.
Kania dan dua dokter lainnya sudah mengenakan perlengkapan mereka, kemudian mereka mendekat ke arah korban.
“Dok.” Sapa Damar.
“Pak Damar...” Kania menganggukan kepala, “kita mulai pemeriksaan awal.”
Damar berdiri di samping Kania yang mulai menganalisa apa yang terjadi pada korban. Tangannya secara hati-hati menyentuh tubuh korban dimulai dari pakaian yang permanen karena benang. Beberapa titik di tubuh korban diperiksa dengan seksama.
“Harus dibuka bajunya.” Ucap Kania.
“Kita lakukan di Rumah Sakit dok.” Sahut Damar.
Kania mengangguk setuju. Tangannya beralih ke arah wajah dan kepala korban, ia menyentuh pipi korban yang menjadi penyangga untuk senyum di bibirnya. Ia pun beralih menuju kepala di mana ada besi yang menembus ke atas. Kania dan Damar pun berlutut di hadapan korban, di mana ada juga besi yang menembus kaki korban sebagai penopang tubuhnya yang sudah tak bernyawa.
“Semuanya harus dilakukan di Rumah Sakit.” Ucap Kania.
“Kita evakuasi setelah tim forensik selesai menyelidiki tempat kejadian dok.” Ucap Damar.
Kania menganggukan kepalanya. Tim forensik masih memeriksa tempat kejadian sekaligus mengambil foto untuk menjadi barang bukti penyelidikan. Damar, Ali, Kania, dan juga Agung sedang menunggu di sudut ruangan. Beberapa saat berlalu, akhirnya tim forensik menyelesaikan tugasnya lalu meninggalkan ruangan ini.
“Bisa dievakuasi sekarang Pak?” Tanya Kania.
“Tim medis sedang menuju ke sini.” Ucap Agung.
Tim medis pun datang lalu meletakkan korban di atas kasur dengan tidak mengubah sedikitpun yang ada di tubuh korban. Kain panjang pun menutupi korban, lalu akhirnya dibawa ke luar ruangan dengan banyaknya wartawan yang sudah menunggu.
Agung dan Kania pun berjalan bersama tim medis, sementara Ali dan Damar memilih di belakang kerumunan. Tiba di halaman depan gedung pertemuan, korban dimasukkan ke dalam ambulans bersama Kania dan dua dokter lainnya, Agung pun bergegas dengan mobil dinasnya, sementara Ali dan Damar menghampiri ambulans lain yang berisi Anggi dan juga Sasa.
“Kalian nggapapa?” Tanya Ali.
Anggi mengangguk pelan sementara Sasa hanya diam memandang kosong ke arah depan. Tak lama berselang, datanglah seorang pihak kepolisian bersama satu orang lain.
“Permisi Pak, saya dari bagian kriminal umum ingin meminta keterangan saksi terkait kasus yang baru saja terjadi. Kami juga mendampingi saksi dengan psikolog...”
Pihak itu menunjuk wanita yang ada di sampingnya.
“...untuk membantu meringankan trauma yang dialami oleh saksi. Bisa ikut kami ke kantor?” Ucapnya.
“Gue aja yang nemenin mereka...” Ali memberikan kunci mobilnya, “lo ikutin perkembangan di Rumah Sakit.”
“Kalian mau jalan bareng ngga?” Ali.
“Boleh.” Damar.
Ting!
“Oke, kita ke rumah kalian ya.” Ali.
Damar masuk ke dalam kamar, ada Sasa yang sedang memasang anting di telinganya seraya menatap ke arah cermin. Ia menghampiri Sasa lalu mencium keningnya.
“Ali mau ke sini sama Anggi, mereka minta bareng ke Balai Kota.” Ucap Damar.
“Oh ya? Yaudah sekalian deh...”
Sasa bangun dari duduknya lalu menghadap ke arah Damar.
“...gimana? Aku cantik ngga?” Tanya Sasa.
Damar tersenyum, “Kapan kamu ngga cantik?”
Sasa pun tersenyum mendengar ucapan Damar. Akhirnya mereka pun keluar dari kamar menuju halaman depan. Tidak membutuhkan waktu lama bagi mereka menunggu, mobil yang dikendarai Ali pun menepi di depan rumah mereka. Damar dan Sasa menghampiri mobil tersebut selagi Ali membuka kaca jendela.
“Lo di depan aja sama gue, wanita di belakang.” Ucap Ali.
Damar pun duduk di depan sementara Sasa masuk di bangku belakang, Anggi yang sudah duduk belakang pun menyambut Sasa dengan hangatnya.
“Ya ampun Sasa, cantik banget.” Sapa Anggi.
“Eh Kak Anggi, makasih ya Kak.” Ucap Sasa.
Salam pipi pun mereka lakukan, terlebih sudah cukup lama mereka tidak berjumpa satu sama lain karena kesibukan masing-masing. Mobil pun pergi menuju Balai Kota sesuai acara yang terjadwal pada hari ini.
“Kak Anggi gimana kabarnya?” Tanya Sasa.
“Baik kok Sa, cuma lagi agak sibuk aja sama acara baru. Seharusnya sih kayak biasa aja, cuma kan timnya semuanya baru, jadi ada adaptasi lebih deh.” Jawabnya.
“Orang-orang lama ke mana Kak?” Tanya Sasa.
“Macem-macem sih. Ada yang dimutasi, ada yang pindah stasiun televisi, ada juga yang mengundurkan diri.” Jawab Anggi.
“Susah ngga Kak adaptasi sama anak baru?” Lanjut Sasa.
Anggi bergumam singkat, “Sebenernya sih ngga terlalu susah, cuma kan mereka langsung dapet program berita serius ya. Jadinya aku harus satu frekuensi dulu sama mereka, begitu juga mereka ke aku. Kurang lebih sama lah kayak kamu, cuma beda subyeknya aja kan.”
“Iya juga sih, aku kalau ketemu sama model-model baru tuh kepikiran macem-macem. Sebenernya sih ngga ada masalah apa-apa juga, cuma aku aja yang terlalu kepikiran.” Ucap Sasa.
“Buat acara tahun ini gimana?” Tanya Anggi.
“Nah, sama Kak. Banyak model-model yang senior tuh tiba-tiba mundur beberapa hari menjelang acara, beruntungnya aku lumayan kenal sama model-model baru yang oke juga.” Ucap Sasa.
“Mundur kenapa Sa?” Tanya Anggi penasaran.
Sasa menggelengkan kepala, “Banyak deh Kak alasannya. Ada yang tiba-tiba harus pulang kampung, ada yang bentrok sama acara lain, ada juga yang ngga ada kabar tiba-tiba.”
“Ih, kok gitu sih? Ngga profesional banget.” Ucap Anggi.
“Itu dia Kak, embel-embel senior tuh kayak ngga ada artinya. Mungkin menurut aku sih jadi momentum buat aku sendiri, jangan terlalu mendewakan model-model senior itu.” Jelas Sasa.
Ali dan Damar hanya bisa mendengar curhatan yang ada di bangku belakang, sesekali mereka hanya tersenyum atau menggelengkan kepala dalam diam.
Beberapa menit berlalu, akhirnya mereka memasuki Balai Kota pada sore hari ini. Antrian kendaraan pun terjadi di pintu masuk, antusiasme orang-orang terhadap peragaan busana tahunan tidak pernah menurun. Setelah beberapa saat, akhirnya mobil yang dikemudikan Ali pun terparkir di antara mobil-mobil lainnya. Mereka pun turun lalu berjalan menuju pintu masuk gedung pertemuan.
“Eh Kak Anggi mau liat dibalik acara ini ngga? Kalau mau, kita ke belakang panggung.” Ajak Sasa.
“Emang boleh kita ke sana?” Tanya Anggi.
“Boleh kok, kan sama aku masuknya.” Jawabnya.
“Kalian mau ngga?” Tanya Anggi.
“Kita ikut kalian aja.” Jawab Ali.
Mereka pun berjalan menuju belakang panggung. Ada pihak keamanan yang menghentikan mereka perihal akses terbatas di belakang panggung. Namun berkat Sasa, mereka diizinkan untuk masuk ke belakang panggung.
Terlihat kesibukan yang sedang terjadi. Beberapa model sedang merias wajah mereka, ada juga yang sedang mempersiapkan pakaian-pakaian yang akan diperagakan.
“Kurang lebih kayak gini deh belakang panggung acara peragaan busana, bedanya mungkin kalau acara yang lebih besar lagi, lebih banyak model-model dan persiapannya.” Jelas Sasa.
“Ribet banget ya Sa, pantesan kamu tuh menjelang peragaan busana selalu hilang gitu aja. Aku jadi ngerti sekarang.” Sahut Anggi.
“Ya begitu deh Kak.” Ucap Sasa.
“Eh iya, ada yang spesial ngga di peragaan busana tahun ini?” Tanya Anggi.
Sasa menganggukkan kepala, “Ada satu baju yang aku bikin spesial dengan tema memori. Jadi semua bahan yang ada di baju itu pakai bahan-bahan yang udah ngga diproduksi lagi, nanti kita liat di ruangan yang itu.”
Mereka tiba di salah satu ruangan yang menyimpan pakaian yang dibicarakan. Sasa mengetuk pintu lalu membuka pintu untuk masuk ke dalam.
“Nah ini dia... AAAA!!!”
Teriak Sasa yang melengking membuat Damar, Ali, dan juga Anggi mendekat dengan cepat. Ali dan Damar berhasil dibuat terdiam sementara Anggi pun ikut berteriak histeris.
“Panggil polisi!” Ucap Damar.
Dengan cepat Ali mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi kantor polisi. Pihak keamanan pun datang bersama dengan orang-orang yang ada di belakang panggung.
“Astaga!” Ucap salah satu pihak keamanan.
“Pak, tolong dibuat jarak agar tidak ada yang mendekat...” Damar menunjukkan identitasnya, “selagi menunggu pihak kepolisian datang.”
Pihak keamanan pun memberikan batas kepada orang-orang yang mendekat agar tidak memenuhi ruangan itu, ada beberapa orang yang mencoba untuk mengambil foto namun berhasil dihalangi. Damar menarik Sasa dan juga Anggi lalu menutup pintu tersebut.
Pandangan Sasa nampak kosong, sementara Anggi mencoba mengatur nafasnya yang tidak beraturan. Damar mengarahkan mereka untuk duduk di lantai selagi menunggu bantuan datang.
“Kalian atur nafas, kita tunggu bantuan dateng ya.” Ucap Damar.
Sasa menggenggam tangan Damar sekuat tenaga, ia dibuat tidak percaya dengan apa yang baru saja ia liat di ruangan itu. Damar pun mencoba untuk menenangkannya dengan mengusap punggung tangannya.
Ali pun kembali datang yang sempat ditahan oleh pihak keamanan, ia pun menunjukkan identitasnya seperti yang dilakukan Damar hingga ia dipersilahkan untuk lewat. Ali berlutut di hadapan Anggi untuk menenangkannya, bersamaan dengan itu pula pihak kepolisian yang dipimpin Agung datang bersama dengan tim medis.
“Di mana korbannya?” Tanya Agung.
Ali menunjuk ruangan yang ada di dekatnya, Agung dan beberapa petugas kepolisian masuk ke dalam ruangan itu. Ekspresi Agung pun tidak dapat ia tutupi, ia dan petugas lainnya dibuat terkejut dengan apa yang mereka lihat saat ini.
Seorang wanita yang sudah tak bernyawa mengenakan pakaian yang dirancang Sasa. Pakaian itu dibuat permanen dengan jahitan yang mengelilingi seluruh tubuhnya. Korban pun dibuat seolah sedang berpose di panggung, dengan tangannya yang memegang pinggul lalu kaki kirinya menyilang ke depan. Itu semua bisa dilakukan dengan bantuan besi yang menancap pada kaki, tubuh, dan juga kepalanya. Satu hal yang membuat ini semakin menyeramkan, yaitu korban dibuat tersenyum dengan bibirnya yang ditarik oleh benang ke arah pipi.
“Amankan ruangan, perluas radius pencarian.” Ucap Agung.
Pihak kepolisian memasang garis pembatas dan mengamankan gedung pertemuan. Beberapa polisi berjaga di luar untuk memeriksa pengunjung yang datang. Di sisi lain, Anggi dan Sasa sudah berada di dalam mobil ambulans untuk mendapatkan pertolongan setelah apa yang terjadi. Ali dan Damar melihat ke arah mereka dari luar dengan khawatir.
“Permisi Pak...”
Ali dan Damar menatap ke arah polisi yang memanggil.
“...ditunggu Pak Agung di tempat kejadian untuk penyelidikan." Ucapnya.
Mereka pun menganggukkan kepala secara pelan. Ali dan Damar sempat kembali masuk ke dalam mobil ambulans untuk berbincang singkat.
"Aku ke dalem dulu ya.” Ucap Ali.
“Nanti aku ke sini lagi.” Ucap Damar.
Anggi dan Sasa hanya bisa mengangguk secara perlahan. Ali dan Damar pun keluar dari ambulans menuju tempat kejadian. Mereka kembali menunjukkan identitas di depan garis pembatas, kemudian mereka masuk ke dalam ruangan di mana Agung sudah berdiri di sana bersama tim forensik yang sedang menjalankan tugasnya.
“Permisi Pak.” Ucap Damar.
“Bagaimana kronologinya?” Tanya Agung.
“Saya dan pacar saya, bersama Ali dan istrinya, menghadiri acara peragaan busana ini. Kami mendapatkan akses ke belakang panggung karena pacar saya menjadi salah satu perancang busana di acara ini. Dia ingin menunjukkan rancangan spesial kepada kami di ruangan ini, sampai akhirnya semua ini terjadi.” Jawab Damar.
Agung menghela nafas, “Saya sedang memerintahkan petugas untuk memeriksa, apakah ada CCTV yang merekam sekitar daerah ini. Kalian bisa bergabung dengan tim forensik untuk juga memeriksa tempat kejadian dan juga korban.”
“Apa perlu menghubungi dokter Kania Pak?” Tanya Ali.
“Dia dalam perjalanan.” Jawab Agung.
Ali dan Damar pun bergabung dengan tim forensik untuk memeriksa tempat kejadian. Mereka mengenakan sarung tangan karet agar tidak mengotori jejak yang sudah ada.
Secara seksama, mereka melihat dengan teliti seisi ruangan. Ali sedang melihat ke arah cermin yang ada, sementara Damar melihat ke arah belakang yang tertutup oleh tubuh korban. Tak lama berselang, Kania pun masuk ke dalam ruangan bersama dua dokter lainnya.
“Permisi Pak.” Sapa Kania.
“Silahkan dok.” Ucap Agung.
Kania dan dua dokter lainnya sudah mengenakan perlengkapan mereka, kemudian mereka mendekat ke arah korban.
“Dok.” Sapa Damar.
“Pak Damar...” Kania menganggukan kepala, “kita mulai pemeriksaan awal.”
Damar berdiri di samping Kania yang mulai menganalisa apa yang terjadi pada korban. Tangannya secara hati-hati menyentuh tubuh korban dimulai dari pakaian yang permanen karena benang. Beberapa titik di tubuh korban diperiksa dengan seksama.
“Harus dibuka bajunya.” Ucap Kania.
“Kita lakukan di Rumah Sakit dok.” Sahut Damar.
Kania mengangguk setuju. Tangannya beralih ke arah wajah dan kepala korban, ia menyentuh pipi korban yang menjadi penyangga untuk senyum di bibirnya. Ia pun beralih menuju kepala di mana ada besi yang menembus ke atas. Kania dan Damar pun berlutut di hadapan korban, di mana ada juga besi yang menembus kaki korban sebagai penopang tubuhnya yang sudah tak bernyawa.
“Semuanya harus dilakukan di Rumah Sakit.” Ucap Kania.
“Kita evakuasi setelah tim forensik selesai menyelidiki tempat kejadian dok.” Ucap Damar.
Kania menganggukan kepalanya. Tim forensik masih memeriksa tempat kejadian sekaligus mengambil foto untuk menjadi barang bukti penyelidikan. Damar, Ali, Kania, dan juga Agung sedang menunggu di sudut ruangan. Beberapa saat berlalu, akhirnya tim forensik menyelesaikan tugasnya lalu meninggalkan ruangan ini.
“Bisa dievakuasi sekarang Pak?” Tanya Kania.
“Tim medis sedang menuju ke sini.” Ucap Agung.
Tim medis pun datang lalu meletakkan korban di atas kasur dengan tidak mengubah sedikitpun yang ada di tubuh korban. Kain panjang pun menutupi korban, lalu akhirnya dibawa ke luar ruangan dengan banyaknya wartawan yang sudah menunggu.
Agung dan Kania pun berjalan bersama tim medis, sementara Ali dan Damar memilih di belakang kerumunan. Tiba di halaman depan gedung pertemuan, korban dimasukkan ke dalam ambulans bersama Kania dan dua dokter lainnya, Agung pun bergegas dengan mobil dinasnya, sementara Ali dan Damar menghampiri ambulans lain yang berisi Anggi dan juga Sasa.
“Kalian nggapapa?” Tanya Ali.
Anggi mengangguk pelan sementara Sasa hanya diam memandang kosong ke arah depan. Tak lama berselang, datanglah seorang pihak kepolisian bersama satu orang lain.
“Permisi Pak, saya dari bagian kriminal umum ingin meminta keterangan saksi terkait kasus yang baru saja terjadi. Kami juga mendampingi saksi dengan psikolog...”
Pihak itu menunjuk wanita yang ada di sampingnya.
“...untuk membantu meringankan trauma yang dialami oleh saksi. Bisa ikut kami ke kantor?” Ucapnya.
“Gue aja yang nemenin mereka...” Ali memberikan kunci mobilnya, “lo ikutin perkembangan di Rumah Sakit.”
Diubah oleh beavermoon 15-04-2023 20:02
pulaukapok memberi reputasi
1
Kutip
Balas