Kaskus

Story

ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
Mirror
Mirror


Quote:


INDEKS :

Part 1 Kematian Lili
Part 2 Ramon
Part 3 Telepon dari Rangga
Part 4 Penghuni Rumah Rangga
Part 5 Apartemen
Part 6 teror
Part 7 Bang Cen
Part 8 Teror wanita penghuni apartemen
Part 9 Dibalik tabir
Part 10 Psikopat
Part 11 Pemilik Apartemen baru
Part 12 Apartemen baru
Part 13 Pemakaman Aidil
Part 14 Live streaming Horor
Part 15 Desi
Part 16 Teror yang dialami Oma
Part 17 Keanehan
Part 18 cerita Koh Rudi
Part 19 Satria diculik
Part 20 pengakuan Raja
part 21 bang cen datang
Part 22 akhir tragedi
Part 23 memulai hidup baru
Part 24 teman lama
Part 25 menjenguk Ramon
Part 26 Tragedi Rumah Sakit Jiwa
Part 27 tim pemburu hantu
Part 28 Selamat Tinggal
Part 29 Korea Selatan
Part 30 misteri kematian antonio
Part 31 petunjuk baru
Part 32 Siapakah Lee?
Part 33 Kehidupan Lee yang sebenarnya
Part 34 Rumah Baru Daniel
Part 35 Penculikan Yuna
Part 36 cermin aneh
Part 37 Dalam Cermin
Part 38 Papa
Part 39 pulang
Part 40 Gangguan di kamar baru
Part 41 Rencana Liburan
Part 42 Tetangga Samping
Part 43 teror ular
Part 44 Ratu ular
Part 45 i still love you
Part 46 Jalan Jalan tipis
Part 47 Haris
Part 48 Sarang Kuntilanak
Part 49 Pulang
Part 50 Dunia sebelah
Part 51 kebersamaan
Part 52 hari pertama kerja
Part 53 musuh lama
Part 54 Hotel
part 55 serangan lagi
part 56 lee
part 57 papaku mantan gengster
part 58 wanita bunuh diri
part 59 gladis
Part 60 Salah Paham
Part 61 bukan manusia
Part 62 Teror di rumah
Part 63 nasib rizal
Part 64 Aku dilamar
Part 64 Awal hidup baru

TAMAT
Diubah oleh ny.sukrisna 23-04-2023 12:26
sukhhoiAvatar border
itkgidAvatar border
arieaduhAvatar border
arieaduh dan 3 lainnya memberi reputasi
4
4.8K
111
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.9KAnggota
Tampilkan semua post
ny.sukrisnaAvatar border
TS
ny.sukrisna
#29
Part 28 Selamat Tinggal
Kau akan pernah tiba di satu waktu, melepaskan seseorang bukan karena kau tidak lagi mencintainya. Tapi kau tidak ingin melukainya lagi. Jika aku tiba di waktu itu, maafkan aku.

_Vonny Evelyn_

.
.
.

"Yaaa? Sebentar!" jeritku saat mendengar seseorang mengetuk pintu. Aku baru saja selesai mandi saat Rangga pergi ke kantornya.

Pintu kubuka tanpa mengintip siapa tamu yang datang sepagi ini. Fenomena yang tidak biasa memang, mengingat aku jarang memiliki tamu, kecuali Rangga, Indi, Mey, Nita dan ...

"Raja?! Kok elu di sini?" tanyaku heran saat mendapati pria itu berdiri di depan pintu kamar. Tampangnya terlihat lesu dengan lingkar hitam di bawah mata yang main tebal.

"Buruan ganti baju. Kita harus ke pemakaman."

'Pemakaman siapa?"

"Ramon."

Aku terdiam beberapa saat, tidak terlalu terkejut akan berita ini, karena sudah menyadarinya sejak semalam. Hanya saja, aku ingin tau apa yang terjadi pada Ramon kali ini. Karena Lili tidak akan bisa mencelakakan Ramon lagi setelah kejadian semalam.

.

.

.

"Loh, kita mau ke ... rumah Indi?" tanyaku bingung. Kali ini tidak ada kendaraan roda dua yang biasanya dia pakai. Entah sejak kapan Raja memiliki mobil, tapi ini jauh lebih ramah di telinga, daripada kuda besi miliknya kemarin.

"Iya, gue janji mau jemput dia juga. Tempat tinggal gue lebih dekat ke tempat elu tadi, Jadi gue jemput elu duluan, biar nggak bolak balik," jelasnya dengan kalimat yang lebih panjang dari dugaanku. Karena apa peduliku jika memang di antara mereka memang ada hubungan spesial.

Indi segera keluar setelah Raja membunyikan klakson mobil. "Eum, gue pindah belakang kalau begitu," kataku yang bersiap melepas sabuk pengaman. Tapi Raja menahan tanganku dan menggeleng.

Indi membuka pintu belakang mobil, lalu segera masuk dengan wajah riang. Tidak ada beban dengan wajah itu pagi ini, walau dia tau kalau kami akan menghadiri acara pemakaman salah satu kenalan kami. Dalam perjalanan Raja menceritakan penyebab kematian Ramon. Katanya Ramon mengalami over dosis obat-obatan terlarang. Hal yang sangat aneh bagiku. Bagaimana bisa pasien di rumah sakit itu justru meninggal karena over dosis obat. Apakah dokter maupun perawat di sana tidak memperhatikan apa saja yang dilakukan pasien, dan barang apa yang mereka miliki.

"Kami kecolongan yang jelas. Ramon sangat pandai menutupi barang itu. Padahal setiap hari pasti ada pemeriksaan rutin," jelas Raja.

"Dia dapat barang itu dari mana, ya?" gumam Indi sambil berpikir keras.

"Kemungkinan besar orang-orang yang selama ini datang berkunjung. Karena Ramon termasuk sering menerima tamu sejak dia masuk ke sana."

Hal ini akan diselidiki oleh polisi, dan memang sudah bukan urusan kami lagi. Mungkin dia memang sudah lama memakai barang haram itu, dan menambah dosisnya setelah apa yang ia alami selama ini.

Kami sampai di rumah Ramon. Jenazahnya segera dikebumikan siang ini juga. Banyak kerabat, dan teman-teman yang datang. Tak terkecuali orang tua Lili. Sepertinya orang tua Lili sudah memaafkan apa yang sudah terjadi, mereka terlihat akur dengan orang tua Ramon juga. Yah, nasi sudah menjadi bubur. Takdir tidak bisa diubah, apalagi kematian.

.

.

.

[Rosi, bisa kita ketemu sebentar? Mama Rangga]

Sejak menerima pesan itu, aku sangat gugup. Aku bahkan takut dan khawatir untuk menemui Mama Rangga seperti permintaan beliau. Saat membicarakan dengan Indi, dia menawarkan diri untuk menemani. Tapi aku menolaknya, bagaimana pun juga aku harus menghadapi masalah ini. Apa pun yang hendak dibicarakan oleh Mama Rangga aku harus siap.

Cafe yang berada tak jauh dari pemakaman Ramon menjadi tujuanku. Karena di sana lah Mama Rangga mengajakku bertemu. Berkali-kali aku menarik nafas panjang, menggenggam tangan dan mengusapnya cepat, untuk mengusir sensasi dingin yang diakibatkan oleh perasaan gugup yang tengah aku rasakan.

Pintu aku buka, pandangan langsung meluncur ke sekitar. Lambaian tangan seseorang terlihat dari tempatku berdiri. Aku mengangguk lalu mendekat.

"Siang, Bu?" sapaku lalu menempatkan diri duduk di depan wanita paruh baya itu. Mama Rangga memasang wajah ramah, tapi aku tau itu bukan ekspresi tulus yang ia rasakan sekarang.

"Siang. Maaf, ya, kalau ibu mengganggu waktu kamu."

"Oh, nggak apa-apa, Bu. Lagi pula saya nggak sibuk."

"Rosi, mau pesan makan apa?"

"Eum, saya lemon tea saja."

Setelah itu, minuman yang kupesan sudah datang. Ada kecanggungan dalam situasi ini. Aku tidak tau harus memulai obrolan seperti apa, sementara Mama Rangga terlihat menahan sesuatu yang sebenarnya ingin dia ucapkan.

"Ibu ... ada apa, ya, menyuruh saya ke sini? Pasti ada hal penting yang mau dibicarakan." Aku akhirnya memberanikan diri bertanya. Rasanya aku sudah tidak tahan terus menerus terjebak dalam situasi tidak menyenangkan.

"Hm, maaf sebelumnya, ya. Ibu memang ingin membahas masalah ini sama Rosi secara langsung. Karena ini menyangkut hubungan kamu sama anak saya."

"Oke, Bu. Saya siap mendengarkan."

"Ibu sudah mengetahui banyak hal tentang kamu, entah itu dari mantan mertua kamu, atau pun dari Rangga. Memang ibu sedikit terkejut, karena sebelumnya yang ibu tau, kalian cuma sebatas teman saja. Tapi ... Ibu agak kurang setuju terhadap hubungan kalian. Ibu harap, Rosi mau menjauhi Rangga. Sebenarnya, beberapa kali Nida datang ke rumah. Mencari Rangga, tapi Rangga selalu menghindar, karena kamu. Kamu tau Nida?" tanya beliau dengan penuh kehati-hatian. Aku pun menggeleng pelan, karena nama itu baru saja aku dengar. Selama ini Rangga tidak pernah membahas kehidupannya, atau mungkin lebih tepatnya wanita yang mungkin pernah dekat dengannya. Dari perkataan Mamanya, aku yakin Nida pernah menjadi bagian dari masa lalu Rangga.

"Nida adalah mantan pacar Rangga sebelumnya. Dia sudah cukup dekat dengan keluarga. Karena Nida adalah perempuan paling lama yang menjalin hubungan dengan Rangga. Tapi Ibu juga nggak tau, kenapa mereka akhirnya putus. Padahal Ibu memiliki rencana melamar Nida untuk Rangga saat itu."

Jujur saja, hatiku sangat nyeri mendengar hal ini. Aku sudah tau ke arah mana obrolan ini berakhir.

"Jadi, ibu mau saya menjauhi Rangga agar dia dan Nida bisa bersatu lagi?"

"Eum, maaf Rosi, Ibu sebenarnya tidak bermaksud buruk ke kamu. Tapi ibu yakin, kamu bisa mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik dari Rangga. Ibu mohon jauhi Rangga, ya," pintanya setengah memelas. Bola matanya berkaca-kaca. Padahal asal tau saja, kalau aku sudah ingin menangis di sini sekarang juga.

Aku menarik nafas dalam-dalam, mengisi rongga paru-paru yang terasa sesak. Lantas mengangguk, "Cholilah, Bu. Saya tau kalau bagi ibu, saya tidak pantas bersama Rangga. Saya maklum kok. Saya punya masa lalu yang pahit, dan keluarga Rangga adalah keluarga baik-baik. Jadi saya akan mundur sesuai permintaan Ibu. Pernikahan yang tidak direstui oleh seorang ibu, tidak akan bisa menjadikan hubungan itu baik nantinya. Terima kasih untuk semuanya. Saya akan pergi dari hidup Rangga. Permisi, Bu," ucapku, mengulurkan tangan dan disambut oleh Mama Rangga. Dia menatapku iba, tapi aku yakin tidak mungkin mengubah keputusannya. Aku pun mencium punggung tangan wanita itu, lantas pergi.

Langit seolah bersahabat dengan rasa sedihku. Guntur tak lama terdengar nyaring, rintik hujan mulai menghiasi jalanan. Aku tidak memiliki keinginan berteduh pada situasi ini. Aku hanya ingin menemui Rangga untuk terakhir kali. Yah, aku akan datang ke kantornya sekarang. Sebelum aku benar-benar pergi nanti.

Kakiku mendadak kaku, saat melihat pria yang kukenal sebagai kekasihku, dipeluk seorang wanita di ujung sana. Mungkin, kah, dia Nida? Nida cantik, dan aku yakin dia bisa menjadi pasangan yang baik untuk Rangga. Aku pun memutuskan pergi dari sana. Tidak ingin merusak momen bahagia mereka.

.

.

.

"Ros, elu yakin, mau menghindar terus?" tanya Indi. Sudah seminggu ini aku menginap di rumah Indi, tentu agar menghindari Rangga. Ponsel aku matikan sejak aku melihat Rangga bersama Nida.

"Gue nggak siap, Ndie. Gue takut bakal berubah pikiran kalau ketemu dia."

"Tapi, kan, setidaknya elu bisa denger penjelasan Rangga! Mungkin saja, Rangga nggak setuju sama keputusan ibunya, dan mau memperjuangkan hubungan kalian."

"Enggak. Bagi gue, restu orang tua itu penting, apalagi ini Ibu. Gue nggak mau menjalani kehidupan bersama seorang anak durhaka. Yang lebih memilih gue ketimbang ibunya. Gue nggak mau, Ndie."

"Terus rencana elu apa sekarang?" tanya Mey yang terus menggenggam tanganku, berusaha menguatkan.

Aku menunjukkan sebuah email dengan bahasa asing. Email ini sudah aku terima sejak dua minggu lalu. Awalnya aku tidak mau menerima pekerjaan ini, karena aku tidak mau jauh dari Rangga. Tapi sekarang, rasanya ini adalah kesempatan yang baik untuk meraihnya, sekaligus menghindari Rangga.

"Elu mau ke Korea Selatan?" tanya Nita sambil melotot.

"Iya. Ini cara terbaik. Awalnya gue nggak mau ambil kesempatan itu, tapi ... mungkin ini jalan terbaik yang sudah Tuhan kasih ke gue."

"Tapi setidaknya elu harus temui Rangga dulu, Ros. Kasih dia penjelasan untuk semua ini. Kasihan, dia nyariin elu terus loh," kata Indi antusias.

"Enggak. Gue nggak mau nemuin Rangga lagi. Gue nggak bisa, terlalu sakit, Ndi. Gue takut justru bakal nggak mau lepasin dia. Sementara gue udah janji sama ibunya. Gue nggak kuat kalau harus ketemu dia." Air mataku pecah. Aku terus menangis karena rasa sakit di dadaku yang tidak bisa dihilangkan. Aku tidak sanggup menjauh dari Rangga, aku membutuhkan dia, tapi aku tidak mungkin terus bersamanya.

"Kalau Rangga gila, bagaimana, Ros?" tanya Mey.

"Nggak mungkin. Gue tau, dia itu kuat. Dia nggak se-bucin itu. Seiring berjalan waktu, gue yakin dia bisa menerimanya. Gue bakal kirim pesan terakhir nanti kok. Setelah itu, gue bakal ganti nomor. Biar nanti, baik gue maupun dia nggak akan bisa komunikasi lagi."

"Ya ampun, Ros." Nita memelukku diikuti Mey dan Indi.

.

.

.

Aku sudah sampai di bandara. Sebuah voice note sudah aku kirimkan ke nomor Rangga. Rencananya setelah aku sampai di Korea, aku akan segera membeli nomor di sana, dan menghapus semua kenangan yang ada. Ketiga sahabatku akan melepasku pergi. Tidak banyak obrolan dari kami, tapi mereka tetap mendukung semua keputusanku.

"Sukses di sana, ya, Ros."

"Jangan lupain kita."

"Sering kasih kabar!"

Begitulah pesan-pesan dari mereka, sebelum aku benar-benar naik pesawat dan pergi jauh ke negeri seberang sana. Sebuah tempat di mana menjadi salah satu hal yang ingin aku wujudkan. Pergi ke sana, untuk berlibur. Ah, tidak, aku tidak berlibur. Tapi bekerja. Aku sangat suka dengan kebudayaannya, apalagi drama serialnya. Suatu kebanggaan kalau salah satu ceritaku, menjadi salah satu dari serial di sana.

"Rangga sudah elu kabarin?" tanya Indi.

"Udah. Gue sudah kirim voice note, dan ...." Ponsel ku berdering. Layar di depan menunjukkan sebuah nama yang belum pernah aku rubah lagi. "Rangga?"

Aku menatap ketiga sahabatku di depan, mereka sama terkejutnya denganku. "Angkat!" kata Indi serius. Aku menarik nafas dalam, lalu menggeser layar dan meletakkannya di telinga.

"Ya ... Rangga."

"Hei, Rosi! Kamu di mana? Sudah di bandara? Tunggu aku sebentar! Please, jangan pergi dulu, kita harus bicara, oke?"

"Udah nggak sempat. Pesawatku bentar lagi berangkat. Kita ngobrol di sini saja."

"Oke. Eum, kamu yakin, mau pergi?"

"Iya, Rangga. Maaf, ya. Aku nggak ada kabar selama ini, aku mau cerita hal ini, takut kamu marah. Jadi aku pergi diam-diam."

"Oke, nggak masalah kalau kamu mau ke Korea, tapi kita masih bisa berhubungan, kan? Kita masih bisa video call, atau pakai skype? Banyak cara, Ros."

'Bukan itu masalahnya."

'Terus?"

"Aku nggak bisa meneruskan hubungan kita. Aku yakin, kamu bisa mendapatkan perempuan lebih baik dari aku. Dan rasanya kamu cocok sama dia."

"Dia? Dia siapa?'

"Eh, aku udah dipanggil. Aku pamit, ya. Aku harap kamu sehat selalu."

"Ros, tunggu!"

"Apa lagi?"

"Aku ... aku sayang kamu," ucapnya dengan nada bergetar.

"Terima kasih. Selamat tinggal Rangga." Telepon aku matikan. Air mata yang jatuh aku usap. "Aku juga sangat mencintai kamu."

.

.

"Kepada hatiku ....

Jangan terburu-buru menangis, kadang hari buruk dan hari beruntung terjadi bersamaan. Masalahnya, saat ini aku baru melihat cuplikan awalnya. Kisah lengkapnya menyusul mungkin sedikit lama. Tapi aku percaya, Tuhan bukan saja pandai merahasiakan skenario-NYA, tapi Tuhan juga pandai membuat akhir cerita yang baik pada akhirnya."
Diubah oleh ny.sukrisna 10-04-2023 12:16
pulaukapok
pulaukapok memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.