- Beranda
- Stories from the Heart
You Are My Destiny
...
TS
loveismyname
You Are My Destiny

2008
“SAH!”
Serta merta, kalimat Tahmid bergema ke seluruh ruangan musholla di pagi yang cerah ini. Begitu banyak wajah bahagia sekaligus haru terlihat. Proses akad nikah memang seharusnya menjadi sesuatu yang sakral, yang membawa kebahagiaan bagi setiap orang yang melaluinya.
Aku termasuk orang yang berbahagia itu. Di hadapan seorang laki-laki yang barusan menjabat tanganku, yang selanjutnya, beliau secara resmi akan kupanggil Papa, aku tidak bisa menyembunyikan rasa haruku. Di sampingku, seorang wanita yang telah kupilih untuk mendampingiku seumur hidup, terus menerus menutup mukanya dengan kedua tangan, mengucap syukur tiada terkira.
Hai Cantik, semoga kamu bahagia juga di sana. Tunggu kami ya.
Spoiler for PERHATIAN !!:
Spoiler for DISCLAIMER !!:
Enjoy

Note : Gue akan berusaha agar cerita ini bisa selesai. Update, sebisa dan semampu gue aja, karena cerita ini sebenarnya sudah gue selesaikan dalam bentuk Ms.Word. Tapi maaf, gue gak bisa setiap hari ngaskus. mohon pengertiannya.
Index
prolog
part 1 the meeting
part 2 how come?
part 3 why
part 4 swimming
part 5 second meeting
part 6 aku
part 7 love story
part 8 mbak adelle
part 9 got ya!!
part 10 third meeting
part 11 kejadian malam itu
part 12 4th meeting
part 13 family
part 14 putus
part 15 comeback
part 16 morning surprise
part 17 we are different
Intermezzo - behind the scenes
Intermezzo - behind the scenes 2
part 18 aku di sini untukmu
part 19 a morning with her
part 20 don't mess with me 1
part 21 don't mess with me 2
part 22 my life has changed
part 23 mati gue !!
part 24 old friend
part 25 kenapa sih
Intermezzo - behind the scenes 3
part 26 halo its me again
part 27 balikan?
part 28 happy independent day
part 29 duet
part 30 sorry, i cant
part 31 night call
part 32 preparation
part 33 lets get the party started
part 34 sweetest sin
part 35 late 2001
part 36 ramadhan tiba
part 37 itu hurts
part 38 sebuah nasihat
part 39 happy new year
part 40 ombak besar
part 41 don't leave me
part 42 my hero
part 43 my hero 2
part 44 desperate
part 45 hah??
part 46 goodbye
part 47 ombak lainnya
part 48 no party
part 49 self destruction
part 50 diam
part 51 finally
part 52 our journey begin
part 53 her circle
part 54 my first kiss
part 55 sampai kapan
part 56 lost control
part 57 trauma
part 58 the missing story
part 59 akhirnya ketahuan
part 60 perencanaan ulang
part 61 komitmen
part 62 work hard
part 63 tembok terbesar
part 64 melihat sisi lain
part 65 proud
part 66 working harder
part 67 shocking news
part 68 she's gone
Intermezzo behind the scenes 4
part 69 time is running out
part 70 one more step
part 71 bali the unforgettable 1
part 72 bali the unforgettable 2
intermezzo behind the scenes 5
part 73 a plan
part 74 a plan 2
part 75 ultimatum
part 76 the day 1
part 77 the day 2
part 78 the day 3
part 79 judgement day
part 80 kami bahagia
part 81 kami bahagia 2
part 82 we are family
part 83 another opportunity
part 84 new career level
part 85 a gentlemen agreement
part 86 bidadari surga
part 87 pertanyaan mengejutkan
part 88 new place new hope
part 89 cobaan menjelang pernikahan 1
part 90 cobaan menjelang pernikahan 2
part 91 hancur
part 92 jiwa yang liar
part 93 tersesat
part 94 mungkinkah
part 95 faith
part 96 our happiness
part 97 only you
part 98 cepat sembuh sayang
part 99 our journey ends
part 100 life must go on
part 101 a new chapter
part 102 Bandung
part 103 we meet again
part 104 what's wrong
part 105 nginep
part 106 Adelle's POV 1
part 107 a beautiful morning
part 108 - terlalu khawatir
part 109 semangat !!
part 110 kejutan yang menyenangkan
part 111 aku harus bagaimana
part 112 reaksinya
part 113 menjauh?
part 114 lamaran
part 115 good night
part 116 satu per satu
part 117 si mata elang
part 118 re united
part 119 hari yang baru
part 120 teguran keras
part 121 open up my heart
part 122 pelabuhan hati
part 123 aku akan menjaganya
part 124 masih di rahasiakan
part 125 surprise
part 126 titah ibu
part 127 kembali
part 128 congratulation 1
part 129 congratulation 2
part 130 you are my destiny
epilog 1
epilog 2
epilog 3
epilog 4
epilog 5
side stry 1 mami and clarissa
side story 2 queen
side story 3 us (adelle's pov 2)
tamat
Diubah oleh loveismyname 03-06-2023 11:22
yputra121097703 dan 72 lainnya memberi reputasi
71
101.6K
953
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
loveismyname
#62
Part 44 - Desperate
Peristiwa yang menimpa Mbak Adelle bukan hanya merusak mentalnya. Ada satu orang lagi yang juga terkena imbas.
Aku.
Dari percakapan malam itu, aku merasa akulah penyebab terjadinya musibah ini. Akulah yang menyebabkan Mbak Adelle nyaris di rudapaksa.
Kalau saja, aku terima cintanya....
Kalau saja, aku tidak sok menasihatinya
Kalau saja...
Kalau saja...
Aku yang dasarnya sensitif, menjadikan hal ini sebagai sebuah beban yang sangat berat. Beban yang timbul dari perasaan bersalah. Itu yang membuat, aku bertekad melindungi Mbak Adelle.
Aku sangat bertekad menemaninya hingga sembuh dan normal. Hingga dia kembali ceria.
Tapi, sanggupkah aku?
Aku takut, rasa bersalah ini mengikutiku selamanya.
Badanku lelah, fikiranku kalut. Aku kurang tidur beberapa hari ini. Beberapa kali, Mbak Adelle mengirimkan sms kepadaku, seolah memintaku datang menemaninya.
Mbak Adelle : Gol, gw gak bisa tdr. Takut
Sms di kirimkan jam 11.00 malam. Aku yang merasa bertanggung jawab atas dirinya, langsung ngibrit ke rumah sakit. Sesampainya di sana, ternyata dia sudah tertidur pulas, dan di jaga oleh keluarganya.
Beberapa kali pula, Om dan Tante Birdie menasihatiku agar jangan terlalu mengkhawatirkan Mbak Adelle. Mbak Adelle akan sembuh.
Hari ini, aku sedang duduk di sebuah spot tersembunyi di belakang rumah sakit. Ada sebuah taman yang tidak terawat, pohon dan tanaman yang berdebu, serta kursi-kursi yang tidak terpakai.
Aku menangis dalam diam. Tidak terisak, namun air mataku terus mengalir.
Aku lelah.
Aku ingin kembali ke kehidupanku yang semula. Hidup yang sepi, damai, tanpa harus memperdulikan orang lain.
Ombak ini terlalu besar, ya Allah.
Ada sebab lain, kenapa aku melarikan diri ke tempat ini.
Aku sedang hanyut dalam fikiranku, ketika tiba-tiba ada sapu tangan yang menyeka air mataku. Aku langsung terkejut dan reflek menengok ke arah kiri.
Seorang gadis cantik, putih, bermata sipit.
Afei.
Matanya masih memerah dan masih menyisakan sedikit tangis.
“Jangan nangis, hero.” Afei berkata lembut dengan masih mengusap air mataku. Aku menyadari sesuatu, itu sapu tanganku. Afei menyimpannya sewaktu kami saling menumpahkan perasaan di taman, beberapa bulan yang lalu.
“Gue bukan pahlawan. Jangan bebani gue dengan kata-kata itu Fei.” Aku membuang mukaku ke arah lain.
Afei memegang tubuhku dan mengarahkan untuk berhadapan dengannya. Aku melihat wajah cantiknya. Wajah yang selalu membayangi hari-hariku, bahkan setelah kami memutuskan untuk menjauh.
Sebuah perasaan yang sebenarnya tidak pernah mati, kembali membesar dan meledak. Aku langsung memeluknya. Afei membalas pelukanku dan membenamkan kepalanya di bahuku.
Aku menangis.
Aku lemah sekali hari ini.
Kusadari, aku juga butuh tempat bersandar. Mentalku juga terpukul jatuh. Aku terpuruk. Perasaan bersalah muncul bertubi-tubi dalam hatiku.
“Gue tadi ngeliat lu Gol. Gue ngikutin lu. Maaf banget, kalo gue nyakitin lu lagi ya." Afei juga menangis di bahuku.
"Gue.. gue tau lu juga butuh teman cerita. Gue tau lu capek walau semua orang memuji lu. Peluk gue Gol, luapkan semua ke gue.” Afei berbisik lembut.
Aku mengeratkan pelukanku. Afei membelai kepalaku lembut. Sebuah perasaan tenang, dingin, dan lembut, seolah memeluk jiwaku. Mengusir kekhawatiranku perlahan.
Sampai, kesadaranku kembali.
“So..sorry Fei. Maaf, kalo gue berlebihan.”
Aku menyadari sesuatu, Afei kesini dengan pacarnya. Dia pasti marah jika melihat Afei seperti ini.
“Gol, kalo butuh sesuatu, bilang gue ya. Sini Gol, gue pengen peluk lu lagi, gue…gue …kangen banget sama lu.” Afei mencondongkan badannya ke arahku.
Namun aku menghindar.
“Fikirin perasaan cowok lu Fei. Ga adil buat dia.” Aku mencoba mengingatkannya.
Aku kemudian berdiri dan bersandar ke sebuah pilar. Afei memelukku dari belakang.
“Gol, gue ga bisa ilangin perasaan gue ke lu, walaupun lagi berdua sama dia. Gue harus gimana Gol? Gue tau, lu sakit banget tadi. Gue minta maaf, gue pasti nambahin beban lu. Gue kesel sama dia, udah gue bilang ga usah ikut, dia maksa.” Dia menangis di pundakku.
“Sorry banget Gol.”
Aku melepaskan pelukannya, lalu berbalik ke arahnya. Aku sangat mencintai wanita ini. Aku langsung memeluknya erat. Afei kembali menangis.
“Ya udah, lu balik dulu ya. Nanti dia curiga. Gue ga mau kalo hal yang terjadi sama Mbak Adelle, terjadi sama lu. Gue ga mau dia marah, terus pake kekerasan sama lu.” Aku melepas pelukannya.
“Gol…kalo..kalo hal itu terjadi sama gue… apa lu akan melakukan hal yang sama seperti ke Mbak Adelle?” Afei bertanya sambil menunduk.
“Jangan ngebahas itu Fei, jangan berandai-andai. Gue masih belum sanggup. Ini aja gue masih terpukul.” Aku memohon kepadanya.
“Maaf Gol, hiks.” Afei terisak.
Aku menghela nafas.
“Kalo itu terjadi sama lu, gue sendiri yang akan nyabut nyawanya, nggak perlu memanggil malaikat pencabut nyawa. Gue ga akan ragu melakukan itu Fei.” Aku mendesis marah.
Emosiku tiba-tiba naik membayangkan jika Afei yang disakiti seperti Mbak Adelle. Memoriku langsung tertarik ke peristiwa malam itu, dan gadis yang kuselamatkan adalah Afei. Badanku menegang, tanganku mengepal dan gemetar.
“Gol.. tenang, gol. Maaf…maafin gue… Jangan gitu, gue takut.” Afei menenangkanku.
“Gol, telepon gue, kalo lu butuh sesuatu. Gue pasti akan denger semua curhatan lu. Gue udah sms nomor gue ke elu ya.”
Aku tersadar, sudah dari tadi aku tidak melihat ponselku. Aku segera mengambilnya di kantongku. Aku melihat banyak missed call, dan sms.
Satu nomor tidak di kenal, ada di bagian paling bawah. Aku membukanya.
0811 xxxxxx : “Ini Afei. Kalo butuh gw, telpon gw ya.”
“Tau darimana nomor gue Fei?” Aku bertanya.
“Pacul.” Dia menjawab singkat sambil tersenyum.
Aku memegang kedua tangannya, mengangkatnya dan menciumnya. Afei kembali menitikkan air mata.
Cinta ini begitu menyakitkan.
Aku.
Dari percakapan malam itu, aku merasa akulah penyebab terjadinya musibah ini. Akulah yang menyebabkan Mbak Adelle nyaris di rudapaksa.
Kalau saja, aku terima cintanya....
Kalau saja, aku tidak sok menasihatinya
Kalau saja...
Kalau saja...
Aku yang dasarnya sensitif, menjadikan hal ini sebagai sebuah beban yang sangat berat. Beban yang timbul dari perasaan bersalah. Itu yang membuat, aku bertekad melindungi Mbak Adelle.
Aku sangat bertekad menemaninya hingga sembuh dan normal. Hingga dia kembali ceria.
Tapi, sanggupkah aku?
Aku takut, rasa bersalah ini mengikutiku selamanya.
Badanku lelah, fikiranku kalut. Aku kurang tidur beberapa hari ini. Beberapa kali, Mbak Adelle mengirimkan sms kepadaku, seolah memintaku datang menemaninya.
Mbak Adelle : Gol, gw gak bisa tdr. Takut
Sms di kirimkan jam 11.00 malam. Aku yang merasa bertanggung jawab atas dirinya, langsung ngibrit ke rumah sakit. Sesampainya di sana, ternyata dia sudah tertidur pulas, dan di jaga oleh keluarganya.
Beberapa kali pula, Om dan Tante Birdie menasihatiku agar jangan terlalu mengkhawatirkan Mbak Adelle. Mbak Adelle akan sembuh.
Hari ini, aku sedang duduk di sebuah spot tersembunyi di belakang rumah sakit. Ada sebuah taman yang tidak terawat, pohon dan tanaman yang berdebu, serta kursi-kursi yang tidak terpakai.
Aku menangis dalam diam. Tidak terisak, namun air mataku terus mengalir.
Aku lelah.
Aku ingin kembali ke kehidupanku yang semula. Hidup yang sepi, damai, tanpa harus memperdulikan orang lain.
Ombak ini terlalu besar, ya Allah.
Ada sebab lain, kenapa aku melarikan diri ke tempat ini.
Spoiler for hancur:
Aku sedang hanyut dalam fikiranku, ketika tiba-tiba ada sapu tangan yang menyeka air mataku. Aku langsung terkejut dan reflek menengok ke arah kiri.
Seorang gadis cantik, putih, bermata sipit.
Afei.
Matanya masih memerah dan masih menyisakan sedikit tangis.
“Jangan nangis, hero.” Afei berkata lembut dengan masih mengusap air mataku. Aku menyadari sesuatu, itu sapu tanganku. Afei menyimpannya sewaktu kami saling menumpahkan perasaan di taman, beberapa bulan yang lalu.
“Gue bukan pahlawan. Jangan bebani gue dengan kata-kata itu Fei.” Aku membuang mukaku ke arah lain.
Afei memegang tubuhku dan mengarahkan untuk berhadapan dengannya. Aku melihat wajah cantiknya. Wajah yang selalu membayangi hari-hariku, bahkan setelah kami memutuskan untuk menjauh.
Sebuah perasaan yang sebenarnya tidak pernah mati, kembali membesar dan meledak. Aku langsung memeluknya. Afei membalas pelukanku dan membenamkan kepalanya di bahuku.
Aku menangis.
Aku lemah sekali hari ini.
Kusadari, aku juga butuh tempat bersandar. Mentalku juga terpukul jatuh. Aku terpuruk. Perasaan bersalah muncul bertubi-tubi dalam hatiku.
Spoiler for menangislah:
“Gue tadi ngeliat lu Gol. Gue ngikutin lu. Maaf banget, kalo gue nyakitin lu lagi ya." Afei juga menangis di bahuku.
"Gue.. gue tau lu juga butuh teman cerita. Gue tau lu capek walau semua orang memuji lu. Peluk gue Gol, luapkan semua ke gue.” Afei berbisik lembut.
Aku mengeratkan pelukanku. Afei membelai kepalaku lembut. Sebuah perasaan tenang, dingin, dan lembut, seolah memeluk jiwaku. Mengusir kekhawatiranku perlahan.
Sampai, kesadaranku kembali.
“So..sorry Fei. Maaf, kalo gue berlebihan.”
Aku menyadari sesuatu, Afei kesini dengan pacarnya. Dia pasti marah jika melihat Afei seperti ini.
“Gol, kalo butuh sesuatu, bilang gue ya. Sini Gol, gue pengen peluk lu lagi, gue…gue …kangen banget sama lu.” Afei mencondongkan badannya ke arahku.
Namun aku menghindar.
“Fikirin perasaan cowok lu Fei. Ga adil buat dia.” Aku mencoba mengingatkannya.
Aku kemudian berdiri dan bersandar ke sebuah pilar. Afei memelukku dari belakang.
“Gol, gue ga bisa ilangin perasaan gue ke lu, walaupun lagi berdua sama dia. Gue harus gimana Gol? Gue tau, lu sakit banget tadi. Gue minta maaf, gue pasti nambahin beban lu. Gue kesel sama dia, udah gue bilang ga usah ikut, dia maksa.” Dia menangis di pundakku.
“Sorry banget Gol.”
Aku melepaskan pelukannya, lalu berbalik ke arahnya. Aku sangat mencintai wanita ini. Aku langsung memeluknya erat. Afei kembali menangis.
“Ya udah, lu balik dulu ya. Nanti dia curiga. Gue ga mau kalo hal yang terjadi sama Mbak Adelle, terjadi sama lu. Gue ga mau dia marah, terus pake kekerasan sama lu.” Aku melepas pelukannya.
“Gol…kalo..kalo hal itu terjadi sama gue… apa lu akan melakukan hal yang sama seperti ke Mbak Adelle?” Afei bertanya sambil menunduk.
“Jangan ngebahas itu Fei, jangan berandai-andai. Gue masih belum sanggup. Ini aja gue masih terpukul.” Aku memohon kepadanya.
“Maaf Gol, hiks.” Afei terisak.
Aku menghela nafas.
“Kalo itu terjadi sama lu, gue sendiri yang akan nyabut nyawanya, nggak perlu memanggil malaikat pencabut nyawa. Gue ga akan ragu melakukan itu Fei.” Aku mendesis marah.
Emosiku tiba-tiba naik membayangkan jika Afei yang disakiti seperti Mbak Adelle. Memoriku langsung tertarik ke peristiwa malam itu, dan gadis yang kuselamatkan adalah Afei. Badanku menegang, tanganku mengepal dan gemetar.
“Gol.. tenang, gol. Maaf…maafin gue… Jangan gitu, gue takut.” Afei menenangkanku.
“Gol, telepon gue, kalo lu butuh sesuatu. Gue pasti akan denger semua curhatan lu. Gue udah sms nomor gue ke elu ya.”
Aku tersadar, sudah dari tadi aku tidak melihat ponselku. Aku segera mengambilnya di kantongku. Aku melihat banyak missed call, dan sms.
Satu nomor tidak di kenal, ada di bagian paling bawah. Aku membukanya.
0811 xxxxxx : “Ini Afei. Kalo butuh gw, telpon gw ya.”
“Tau darimana nomor gue Fei?” Aku bertanya.
“Pacul.” Dia menjawab singkat sambil tersenyum.
Aku memegang kedua tangannya, mengangkatnya dan menciumnya. Afei kembali menitikkan air mata.
Cinta ini begitu menyakitkan.
Diubah oleh loveismyname 09-04-2023 17:29
yuaufchauza dan 23 lainnya memberi reputasi
24
Tutup