Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ih.sulAvatar border
TS
ih.sul
[Cerpen #11] Hujan


Tetes demi tetes air mulai membasahi permukaan jendela. Elena menatap langit yang akhirnya tak sanggup menahan beratnya. Warnanya hitam dengan suara guntur yang mengancam. Di luar, Pak Rusli tengah sibuk mengemasi dagangannya dan bergegas mencari tempat berlindung. Kasihan, Es Bandung yang dia jual tak akan laku lagi hari ini.

Hujan memang membawa sial bagi sebagian orang, tapi hujan juga sering menjadi teman dari takdir yang tidak terduga. Elena juga demikian, hujan adalah bagian dari perjalanan hidupnya.

Elena bertemu suaminya saat hujan deras menunda kepulangan mereka dari sekolah. Hujan yang diiringi angin badai membuat murid-murid tak bisa keluar dari lingkungan sekolah dan harus menunggu hingga hujan reda. Bahkan murid yang membawa payung pun lebih memilih menunggu.

Saat itu Elena berdiri di batas aman hujan, menghitung satu demi satu tetesan air yang masuk ke selokan. Sudah satu jam dia berdiri di sana dengan perut keroncongan yang menuntut makan siang. Sialnya, tak ada tanda-tanda hujan akan berhenti. Malah, hujan terus bertambah deras.

Suara guntur dari atas sana beresonansi dengan suara guntur dari perut Elena. Elena melirik kiri kanan untuk memastikan tak ada yang mendengar suara perutnya. Untungnya, satu-satunya orang yang berada dalam jarak dengar tampaknya tak mendengarkan suara yang bisa membuat Elena malu tujuh turunan.

Elena memperhatikan pria yang berdiri di sebelahnya itu dan menyadari bahwa pria itu tengah menangis. Hujan membuat sepatunya basah, tapi basah di pipinya tak diragukan lagi disebabkan oleh air mata. Dia menatap langit dengan ekspresi kesakitan seolah-olah Tuhan telah merenggut sesuatu yang berharga baginya dengan begitu kejam. Sejujurnya, itu membuat Elena merasa takut.

“Hei, kamu kenapa nangis?”

Elena menepuk pundaknya pelan. Pria itu mengusap air matanya dan dengan ekspresi kesakitan yang masih melekat di wajah dia mengucapkan kalimat yang menjadi awal dari hubungan seumur hidup.

“Jemuranku lupa diangkat.”

***


Namanya adalah Eli, murid kelas sebelah yang meski pernah Elena dengar namanya tapi tak pernah benar-benar tahu yang mana orangnya. Eli bukanlah orang yang populer. Selain dari teman sekelasnya mungkin tak ada lagi murid yang mengenalnya di seluruh sekolah. Eli memang orang yang agak introvert, tapi sebenarnya dia cukup menyenangkan diajak ngobrol.

Berawal dari hujan mereka jadi sering bertemu dan bercakap-cakap. Pertemuan demi pertemuan pun berakhir dengan jadian. Setelah banyaknya topik pembicaraan Elena jadi tahu bahwa Eli adalah seorang perantau dari luar pulau yang tinggal di suatu kos-kosan dekat sekolah. Sekolah mereka memang cukup elit jadi murid yang datang dari jauh bukan pemandangan yang aneh.

Hujan menjadi momen favorit bagi keduanya. Elena paling suka saat mereka pacaran di gazebo, memesan dua mangkuk bakso, dan mengamati hujan yang mungkin akan mengakibatkan banjir. Ada saja topik tentang hujan yang muncul dari mulut Eli, entah itu fengsui, hujan asam, dan bahkan fakta bahwa planet Neptunus memiliki hujan berlian.

Ada sebuah kenyamanan yang bisa mereka dapatkan dari hujan dan itu membuat keduanya tak pernah takut kehujanan. Terkadang—saat tak ada kepastian kapan hujan akan berhenti—mereka akan berlari menerobos hujan, tertawa dan membiarkan sekujur tubuh basah kuyup.

Hujan memberi kenangan indah. Hujan juga memberi cobaan yang berat.

Suatu hari saat mereka berlari menerobos hujan, keduanya berteduh di teras kos-kosan Eli yang tak terlalu jauh dari sekolah. Dengan napas yang ngos-ngosan dan jantung yang berdentum kencang, keduanya bertatapan dari mata ke mata. Air hujan membuat seragam keduanya jadi transparan, adrenalin dalam tubuh Eli menuntut begitu banyak dikala melihat pakaian dalam kekasihnya yang membayang.

“Mau masuk? Jam segini … biasanya kos nggak ada orang.”

Elena tahu apa maksud dari ajakan itu. Akal sehatnya tahu itu tak baik, tapi hujan memang selalu membuat keduanya merasa nyaman.

Sebulan kemudian … Elena hamil.

***


Kejadian itu membuat Elena belajar bahwa drama sinetron terkadang memang terjadi di kehidupan nyata. Kehamilannya membuat kedua orangtuanya marah besar dan dengan segera dia dan Eli dinikahkan secara diam-diam. Sejak saat itu, hujan tidak lagi menjadi sesuatu yang menyenangkan.

Dengan alasan pindah, Elena berhenti bersekolah. Dia memutus seluruh hubungan dengan teman-temannya dan mengurung diri di rumah baru yang disediakan orangtua Eli untuk mereka berdua. Eli tetap melanjutkan sekolah. Dia bersikeras bahwa dia harus lulus dan mendapat pekerjaan yang bagus demi menghidupi calon anak mereka.

Jadilah Elena begitu sering ditinggal sendiri di rumah asing yang terasa seperti penjara. Terkadang saat dia sendirian ditemani hujan deras di pagi hari, dia akan membayangkan segala hal yang tengah Eli lakukan di sekolah. Dia bisa bersenang-senang dengan temannya, melanjutkan hidup yang baik, atau bahkan mendekati perempuan lain.
Sedangkan Elena … dia harus menanggung semua keburukan dari perbuatan mereka berdua.

Bulan demi bulan berlalu. Perut Elena semakin besar dan Eli semakin jauh. Perlahan percakapan di antara mereka semakin singkat dan hujan terasa semakin dingin. Tak ada lagi bakso ataupun fakta-fakta tentang hujan yang menemani momen-momen itu.

Di bulan April Eli akhirnya lulus dari Sma sementara masa kandungan Elena hanya tinggal sebulan lagi. Ini adalah masa-masa terberat dalam mengandung, Elena membutuhkan pegangan, tetapi tak ada yang membantu meringankan beban di perutnya.

Elena sadar, Eli sudah berubah. Mereka masih terlalu muda untuk menjadi orangtua, masih ada begitu banyak pengalaman masa muda yang seharusnya mereka cicipi sebelum akhirnya menjadi dewasa. Baik Eli maupun Elena belum siap untuk itu.

Akhirnya, setelah pertengkaran panjang, Eli pun pergi. Elena tak bisa pergi, beban bayi di perutnya menahannya untuk ke mana-mana. Yang bisa dia lakukan hanya berteriak dan memandang punggung Eli yang menghilang di kejauhan, terkubur oleh derasnya hujan.

Hujan membasahi lapangan sementara air mata membasahi pipinya. Kini Elena benar-benar sendirian. Hanya hujan yang benar-benar setia untuk menemani setiap kejadian besar dalam hidupnya. Sendirian … tidak, berdua bersama jabang bayi yang menendang-nendang dinding rahimnya.

Apa lagi yang dia punya? Apa lagi yang harus dia lakukan? Setiap hari duduk di dekat jendela sembari memandang hujan sementara tetesan hujan merembes melalui atap yang bocor. Elena sudah merasa hidupnya kehilangan makna. Semakin hari kematian tampak semakin menggoda.

“Aduh!”

Sekali lagi si jabang bayi menendang, tapi kali ini tendangannya terasa tak biasa. Elena merasa pandangannya menjadi gelap seiring dengan tenaga yang meninggalkan tubuhnya. Dan kemudian, rasa sakit menyerang perutnya tanpa ampun.

Sudah waktunya, pikir Elena dengan sisa-sisa kewarasannya. Dia harus meminta bantuan. Orangtuanya. Siapa pun. Bayinya akan segera lahir.

Namun mendadak saja petir besar membelah langit. Memadamkan pencahayaan, melenyapkan sinyal, dan mengaburkan suara minta tolong Elena. Saat itu Elena mengutuk hujan sekeras-kerasnya, tetapi itu tak membantu meringankan rasa sakitnya. Tak lama, kutukan itu pun berubah menjadi permohonan.

Tolong … kumohon … siapa saja. Elena memanggil-manggil. Meski setiap hari hidup mengharapkan kematian, di momen inilah dia menyadari bahwa dia ingin hidup. Dia mengandung anak ini selama sembilan bulan karena dia menginginkannya. Dia tak menyesali apa pun. Dia hanya merindukan kehangatan yang selalu datang bersama hujan.

Namun kali ini hujan sepenuhnya terasa begitu dingin. Yang bisa Elena lakukan hanyalah berharap. Tuhan … kumohon, beri aku kesempatan untuk merasakan kehangatan itu sekali lagi.

Dan kemudian, pintu mendadak terbuka dan sebuah suara meneriakkan namanya.

***


Hal berikutnya yang bisa Elena lihat adalah atap putih dari kamar rumah sakit. Dia meraba perutnya, bayinya sudah tidak ada. Dia mencoba untuk duduk, tapi sebuah tangan menahannya untuk tetap berbaring. Tangan itu sangat familiar baginya.

“Eli ….”

“Maafkan aku,” itulah yang pertama kali keluar dari mulut Eli. Elena bahkan tak punya tenaga untuk mengingat kesalahan suaminya. Dia hanya senang Eli berada di sisinya.

“Aku sadar aku belum bisa menjadi dewasa seutuhnya, tapi aku tahu bahwa menunda menjadi dewasa itu tak ada artinya. Itu sesuatu yang pasti akan datang, jadi tak ada gunanya aku lari. Maaf sudah meninggalkanmu. Aku tak akan pernah pergi lagi. Aku akan jadi ayah yang baik.”

Ya, itu cukup,batin Elena. Dia mengingat kembali apa yang dulu pernah Eli ceritakan padanya. Hal terindah dari hujan bukanlah suara rintik tetesan air dikala beradu dengan genteng, melainkan cahaya mentari yang merembes menembus awan setelah hujan usai. Tak peduli seberapa deras hujan dan seberapa menakutkan petir, gelap pasti akan berlalu. Matahari akan bersinar lagi, kebahagiaan akan menyinari semua yang mampu bertahan melewati hujan.

Saat mengingat kembali masa-masa itu, senyum mengembang di bibir Elena. Dia melihat keluar sekali lagi sebelum menutup gorden dan menyalakan lampu ruang tengah. Anaknya sibuk bermain dengan boneka dan tak memperdulikan suara hujan yang serupa dengan machine gun.

Sungguh malang orang-orang yang berada di luar dalam cuaca seperti ini, pikir Elena tepat saat pintu depan terbuka dan Eli masuk dengan tubuh basah kuyup. Dia tersenyum lebar tanpa memperdulikan tubuhnya yang gemetaran. Di tangannya ada sebungkus bakso untuk dimakan bersama.

Bagi Elena, yang seperti ini saja sudah cukup. Mendengar suara hujan dan berbagi kehangatan dengan orang-orang yang dia sayangi, tak ada kebahagiaan yang lebih besar dari itu. Hujan memberinya banyak kenangan, memberinya banyak pelajaran. Hujan memang teman hidup terbaiknya.

-END-
Diubah oleh ih.sul 03-04-2023 07:08
sampeuk
bukhorigan
dewiyulli07
dewiyulli07 dan 8 lainnya memberi reputasi
9
1.7K
52
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.3KAnggota
Tampilkan semua post
ih.sulAvatar border
TS
ih.sul
#2
kakiku1
harmonykelam
abuycool
abuycool dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.