- Beranda
- Stories from the Heart
Nan and Sexaworld
...
TS
beavermoon
Nan and Sexaworld

Spoiler for Peringatan:
Cerita ini mengandung unsur seksual vulgar.
Jika belum boleh, disarankan untuk tunggu sampai waktunya.
Jika sudah boleh, mainkan imajinasimu.
Jika belum boleh, disarankan untuk tunggu sampai waktunya.
Jika sudah boleh, mainkan imajinasimu.
Pernahkah kalian menggunakan aplikasi kencan? Apa alasannya? Mencari jodoh? Mencoba peruntungan? Atau mencari pelarian dari sakit hati?
Nanda mulai pengalamannya dengan aplikasi kencan untuk pertama kalinya. Bukan tanpa sebab, sakit hati menjadi alasannya. Ia pun mencoba mencari pelarian di aplikasi tersebut, hingga tak diduga, ia kembali menemukan perasaannya di sana.
Lantas, apakah ia akan kembali jatuh cinta setelah sakit hati sebelumnya?
Spoiler for Episode:
1. Bersemi dengan Indah.
2. Terlalu Lama? Tidak, bahkan Terlalu Cepat. (Part 1)
3. Terlalu Lama? Tidak, bahkan Terlalu Cepat. (Part 2)
4. Terlalu Lama? Tidak, bahkan Terlalu Cepat. (Part 3)
5. Langit Abu-Abu. (Part 1)
6. Langit Abu-Abu. (Part 2)
7. Pelampiasan dari Sisa Kenangan. (Part 1)
8. Pelampiasan dari Sisa Kenangan. (Part 2)
9. When The World Is Yours...
10. Take Your Time...
11. Semua Orang Punya Rahasia.
12. Nan... (Part 1)
13. Nan... (Part 2)
14. Perdebatan Batin. (Part 1)
15. Perdebatan Batin. (Part 2)
16. Tak Sengaja...
17. Di Bawah Hujan, Semuanya Terungkap.
18. Upaya Maksimal. (Part 1)
19. Upaya Maksimal. (Part 2)
20. Dilema. (Part 1)
21. Dilema. (Part 2)
22. Maaf, dan Terima Kasih... (Part 1)
23. Maaf, dan Terima Kasih... (Part 2)
24. When The World is Mine... (FINALE)
Behind The Nan...
2. Terlalu Lama? Tidak, bahkan Terlalu Cepat. (Part 1)
3. Terlalu Lama? Tidak, bahkan Terlalu Cepat. (Part 2)
4. Terlalu Lama? Tidak, bahkan Terlalu Cepat. (Part 3)
5. Langit Abu-Abu. (Part 1)
6. Langit Abu-Abu. (Part 2)
7. Pelampiasan dari Sisa Kenangan. (Part 1)
8. Pelampiasan dari Sisa Kenangan. (Part 2)
9. When The World Is Yours...
10. Take Your Time...
11. Semua Orang Punya Rahasia.
12. Nan... (Part 1)
13. Nan... (Part 2)
14. Perdebatan Batin. (Part 1)
15. Perdebatan Batin. (Part 2)
16. Tak Sengaja...
17. Di Bawah Hujan, Semuanya Terungkap.
18. Upaya Maksimal. (Part 1)
19. Upaya Maksimal. (Part 2)
20. Dilema. (Part 1)
21. Dilema. (Part 2)
22. Maaf, dan Terima Kasih... (Part 1)
23. Maaf, dan Terima Kasih... (Part 2)
24. When The World is Mine... (FINALE)
Behind The Nan...
Diubah oleh beavermoon 01-04-2023 20:22
bukhorigan dan 2 lainnya memberi reputasi
3
4K
Kutip
30
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
beavermoon
#25
Spoiler for 23. Maaf, dan Terima Kasih... (Part 2):
“...aku yakin kamu udah tau, bahkan mungkin semua orang yang ada di sini juga udah tau. Jujur, aku ngga bisa apa-apa saat itu. Aku udah maksa dia buat ngga ngelakuin itu tapi ngga didenger sama dia. Dia janji untuk koleksi pribadi, tapi emang ngga ada yang bisa dipercaya…”
Nanda menghela nafasnya.
“...aku ngga tau, apa aku harus minta maaf sama kamu atau ngga. Yang pasti, aku mau ucapin terima kasih sama kamu. Terima kasih, karena udah ngasih aku warna di beberapa hari belakangan. Itu ngga akan aku lupain sampai kapanpun.” Ucap Kinan.
“Mungkin aku udah tau jawabannya, tapi aku akan tetap nanya sama kamu. Apa aku berhasil bikin kamu kembali percaya sama cinta?” Tanya Nanda.
“Pada akhirnya aku bisa bilang kalau aku percaya…”
Nanda menatap ke arah Kinan, dan Kinan pun melakukan hal yang sama.
“...aku kembali percaya, bahwa ada yang namanya cinta. Aku kembali percaya, sekeras apapun rintangannya, akan selalu ada jalan. Tapi, aku juga menyadari akan satu hal…”
Nanda menghela nafasnya.
“...bahwa aku ngga bisa ninggalin duniaku. Aku suka sama kamu, aku cinta sama kamu, tapi aku ngga bisa ninggalin semuanya hanya demi kamu.” Jawabnya.
“Kamu percaya?” Tanya Nanda singkat.
Kinan mengangguk, “Perjuangan kamu buat aku sadar bahwa masih ada orang-orang tulus di luar sana, yang berjuang demi cintanya, sekalipun itu menyiksa, itu kamu. Sayangnya, aku ngga bisa ninggalin ini semua.”
Nanda terdiam mendengar penjelasan Kinan. Mungkin benar apa yang ia ucapkan, ada yang tak bisa dilepaskan sekalipun cinta sudah membuktikan.
“Makasih ya Nan…”
Kinan mendekatkan wajahnya lalu mencium Nanda. Hembusan angin datang dari lembah, menyapu kedamaian di antara ramainya kesibukan. Membiarkan rambut panjang Kinan menutupi cium mesra mereka. Akhirnya, Kinan menjauhkan wajahnya.
“Kamu masih mau di sini?” Tanya Kinan.
Nanda mengangguk pelan.
“Aku harus pulang sekarang. Makasih ya Nan untuk semuanya…” Kinan berjalan mundur, “titip salam buat temen-temen kamu di sana, mereka lagi seru foto-foto.”
Kinan membalikkan badannya lalu berjalan meninggalkan area ini, Nanda masih terus memandanginya hingga Kinan menghilang di kerumunan orang-orang. Ia kembali menatap ke arah depan, menikmati pemandangan malam yang semakin memanjakan mata. Ia menghela nafas panjang, membiarkan dengan sengaja perasaan yang ingin keluar dari tubuhnya.
“Mas Nanda…”
Nanda menatap ke arah Diandra dan Andreas yang mendekat.
“...udah ketemu sama Kinan?” Tanya Diandra.
Nanda mengangguk lalu tersenyum.
“Kekmana hasilnya Bang?” Tanya Andreas.
“Kalian dapet salam dari Kinan…” Nanda menyalakan rokok, “katanya kalian seru banget foto-fotonya.”
“Kinan? Dia tau kita di sini Mas?” Tanya Diandra.
“Alamak, ketauan kita rupanya?” Tanya Andreas.
Nanda tertawa kecil, membiarkan mereka dengan sejuta tanya. Nanda sempat menatap ke arah langit, di mana masih banyak bintang yang bertaburan dengan jelas. Ia tersenyum begitu saja entah mengapa.
Malam berlanjut begitu saja, malam ini Selasar nampak kosong. Hanya ada beberapa kursi yang diisi oleh pelanggan, termasuk juga dengan Diandra. Ia sedang sibuk memainkan ponselnya untuk melihat info apa saja yang sedang beredar.
“Silahkan…
Diandra menatap ke arah depan di mana Andreas datang membawakan minuman untuknya.
“...satu Moscow Mule untuk adek Abang.” Ucap Andreas.
“Makasih ya Bang.” Sahut Diandra.
Andreas pun duduk di hadapan Diandra, ia mengambil satu batang rokok lalu menyalakannya. Tak lama berselang, datang Nanda sekembalinya dari kamar mandi, ia duduk di samping Diandra. Andreas mengangkat gelasnya dan berhasil membuat Nanda dan Diandra menatap ke arahnya.
“Malam ini, saya Andreas Ezekiel Rajagukguk, ingin menyampaikan terima kasih kepada adek Abang, Diandra, dan Abang awak, Bang Nanda, atas semua yang sudah kalian berikan kepadaku dengan tulus. Tuhan akan berikan karma baik untuk kalian, amen!” Ucap Andreas.
Diandra pun mengangkat gelasnya, “Aku, Nadiandra Putri, ingin menyampaikan terima kasih kepada Bang Batak dan Mas Nanda, karena telah ngasih ruang untuk aku masuk ke kehidupan kalian.”
Andreas dan Diandra menatap ke arah Nanda. Ia pun tersenyum seraya mengangkat gelasnya, “Saya, Abhinandan Wisnu, dari lubuk hati yang paling dalam, meminta maaf dan berterima kasih kepada kalian, karena mau mendengarkan dan memberikan saran pada keluh kesah saya.”
Kling! Mereka minum secara perlahan, Nanda dan Diandra pun menyalakan sebatang rokok. Andreas sempat melihat ke arah sekeliling, ia pun mendekatkan duduknya pada meja.
“Di, mana perempuan yang menurut kau cocok sama aku?” Tanya Andreas.
“Di sini Bang?” Tanya Diandra.
Andreas mengangguk dengan pasti. Diandra sempat melirik ke arah sekeliling, sementara Nanda hanya diam memandangi mereka berdua.
“Nah, ada tuh Bang. Itu yang pake baju biru.” Ucap Diandra.
“Bentar, gimana kamu bisa tau kalau itu cocok sama Batak?” Tanya Nanda.
“Feeling aja sih Mas, ngga ada yang lain.” Jawab Diandra.
“Apa feeling kamu selalu bener?” Tanya Nanda.
“Ya ngga dong Mas, namanya juga feeling. Aku kan cuma ngeliat dari perasaan aja, bukan yang bisa mastiin kalau… Bang Batak mana?”
Nanda menoleh dan sudah tidak menemukan Andreas, mereka melihat ke arah perempuan berbaju biru yang dimaksud Diandra. Andreas sudah berada di sana dan sedang berbincang dengan perempuan tersebut.
“Gokil Bang Batak.” Ucap Diandra.
“Tembak langsung dia.” Sahut Nanda.
Secara bersamaan mereka menggelengkan kepala, kemudian mereka kembali pada posisi semula. Nanda kembali minum secara perlahan.
“Jadi, Mas Nanda sama Kinan gimana?” Tanya Diandra.
Nanda menyalakan rokok, “Aku berhasil bikin Kinan kembali percaya sama yang namanya cinta. Sayangnya, dia ngga bisa ninggalin kehidupannya. Jadi kita ada di jalan masing-masing. Mungkin itu jawabannya ya.”
“Serius Kinan bisa percaya lagi?” Tanya Diandra.
Nanda mengangguk, “Menurut jawaban dia sih iya, dia bisa kembali percaya. Ngga semua orang itu bisa dipukul sama rata, akan selalu ada orang-orang yang punya niat tulus untuk berjuang.”
“Berarti…”
Nanda menatap Diandra.
“...aku juga bisa dong Mas?” Tanya Diandra.
“Sangat bisa, tinggal tunggu semesta dan waktu yang bekerja, dengan catatan kamu sabar ya. Pasti ada kok yang bisa bikin kamu percaya lagi.” Jelas Nanda.
Diandra menghela nafas, “Aku mau jujur, aku mau minta maaf sama Mas Nanda.”
“Maaf?” Tanya Nanda singkat.
Diandra mengangguk, “Selama ini, aku pikir kalau aku yang paling menderita. Aku orang yang paling terpuruk di antara semua makhluk di Bumi ini. Sampai akhirnya aku disadarin sama Bang Batak.”
“Batak? Ngapain dia?” Tanya Nanda lanjut.
“Awalnya aku cerita soal orang tuaku yang cerai, terus Bang Batak cerita soal Mamaknya yang meninggal karena ulah Bapaknya, dan Bang Batak cerita soal Mas Nanda yang katanya ditemuin di… tempat itu…”
Nanda menghela nafasnya.
“...aku ngerasa salah sama orang-orang yang ternyata lebih menderita dari aku, itu kenapa aku mau minta maaf sama Mas Nanda.” Jelas Diandra.
“Kamu ngga perlu minta maaf, kamu ngga salah kok. Wajar aja kalau kita selalu merasa paling menderita, itu manusiawi. Tinggal gimana kita nyikapin itu aja sih.” Jawab Nanda.
“Aku mau minta sesuatu sama Mas.” Sahut Diandra.
“Apa itu?” Tanya Nanda.
“Aku mau minta peluk.” Pintanya.
Nanda tersenyum, ia pun memeluk Diandra sesuai permintaannya. Pada akhirnya, kita semua akan selalu merasa aman ketika bersama orang-orang terdekat yang kita percaya. Mereka pun melepas pelukan, dan bersamaan dengan itu pula Andreas kembali datang dan duduk di hadapan mereka.
“Kek mana hasilnya?” Tanya Nanda.
“Nampaknya, Mamakku berbisik pada Tuhan untuk tolong anaknya mendapatkan jodoh. Kali ini, aku sangat yakin Bang.” Jawab Andreas.
“Kek mana lah yakin itu?” Tanya Nanda lagi.
“Pertama, dia orang Batak macam aku. Kedua, dia kristen macam aku. Ketiga, dia masih sendiri macam aku Bang. Memang inilah waktunya untuk aku kembali bersinar.” Jelas Andreas.
“Nanti dia naksir sama cewe lagi.” Goda Diandra.
Nanda dan Diandra tertawa bersama-sama. Andreas menarik nafas cukup panjang lalu berkata, “Kimak!”. Mereka pun kembali tertawa bersama-sama pada malam hari ini. Semuanya berlalu begitu saja, meninggalkan apa yang telah menjadi luka.
Tit! Mobil terparkir di antara beberapa deretan mobil lainnya. Andreas berjalan dengan santai menuju halaman kediamannya, ia membuka kunci pintu lalu masuk ke dalam. Ting! Andreas sempat melihat ponselnya, ada sebuah pemberitahuan dari Talks.
“Apa ini? Nanti dulu lah.” Ucapnya seorang diri.
Andreas berlalu menuju dapur untuk membuka lemari es, ia mengambil satu kaleng bir lalu ia bawa menuju kamarnya. Setibanya di kamar, ia duduk bersandar di atas kasur. Ctek! Andreas meneguk bir beberapa kali, ia meletakkan kaleng itu di meja samping.
“Eh, apa tadi ya.” Ucapnya seorang diri.
Ia kembali mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya, ia membuka pemberitahuan dari Talks yang sempat tertunda. Ada sebuah utas yang ramai diperbincangkan di sana.
“Apa pula ini? Ada skandal lagi rupanya?” Tanya Andreas seorang diri.
Andreas membuka video tersebut, dilihatnya ada video hubungan intim yang sengaja direkam oleh laki-laki. Andreas menatap dengan seksama ke arah perempuan yang sedang direkam, sampai akhirnya mulutnya terbuka dengan begitu saja. Bukan tanpa alasan, ia dibuat terkejut dengan siapa perempuan yang ada di video tersebut.
“Ini kan…”
Bus berhenti, Nanda turun di Halte itu seorang diri. Ia berjalan dengan santai seraya menatap ke arah ponselnya. Terlihat ia sedang membaca pesan yang masuk, Nanda pun membalas pesan tersebut.
Nanda berbelok ke arah kiri memasuki jalanan yang lebih kecil, ada beberapa orang yang juga sedang berjalan searah dengannya. Ia merogoh sakunya lalu mengeluarkan bungkus rokok, ia mengambil satu batang lalu menyalakan rokok tersebut.
Beberapa saat berlalu, Nanda masuk ke dalam satu kawasan apartemen. Ia mematikan rokok lalu masuk ke dalam dan duduk di kursi yang tersedia. Ting! Nanda mengambil ponsel dari saku kemejanya.
“Langsung naik aja.”
Nanda bangun dari duduknya dan masuk ke dalam lift bersama beberapa pasangan. Nanda menatap ke arah layar di dekat pintu lift yang menampilkan iklan Natanoto. Ia tersenyum begitu saja, teringat akan Kinan yang masuk ke dalam kehidupannya, meskipun hanya sesaat.
Pintu lift terbuka di lantai 12, Nanda keluar seorang diri lalu berjalan ke arah kanan. Ia kembali mengeluarkan ponselnya dan membaca pesan.
“Lantai 12, kamar 1219.”
Nanda menghentikan langkahnya tepat di depan kamar bernomor 1219, ia mengetuk pintu beberapa kali.
“Masuk aja, ngga dikunci…”
Nanda membuka pintu dan masuk ke dalam. Ia melihat seisi ruangan, terlihat semuanya tertata dengan rapi sesuai posisinya. Terdengar ada sebuah aktifitas di dalam kamar mandi, Nanda menunggu seraya melihat-lihat. Tak lama, kunci pintu kamar mandi pun terbuka. Terdengar suara langkah mendekat yang membuat Nanda membalikkan badannya.
“Maaf ya…”
Tik!... Tik!... Tik!... Suara detak jam dinding terdengar dengan jelas di tengah kesunyian, Nanda mematung menatap siapa yang ada di hadapannya.
“Naya…”
Naya pun juga terdiam menatap ke arah Nanda, ia seperti merasa tidak mungkin jika bisa bertemu dengan mantan tunangannya di tempat seperti ini. Nanda menghela nafasnya cukup dalam, hingga akhirnya ia menundukkan kepalanya.
“...dari kapan?...”
Naya masih diam saja. Nanda pun kembali mengangkat kepalanya dan kembali menatapnya.
“...apa semenjak kita tunangan?” Tanya Nanda.
Tetesan air mata menyambut pertanyaan tersebut, Naya menundukan kepalanya dan tubuhnya bergetar ringan. Nampak dari pandangan Nanda, ada sebuah penyesalan dari apa yang dilakukan oleh Naya. Akhirnya Naya pun kembali mengangkat kepalanya dan berani menatap Nanda.
“Aku… minta maaf…”
Tik!... Tik!... Tik!...
“...aku minta maaf Nan…”
Naya masih menangis terisak dan berusaha untuk tetap berbicara.
“...aku udah khianati kamu, ini semua bahkan sebelum kita tunangan…”
Jawaban Naya tentu saja membuat Nanda terkejut, terbukti dengan matanya yang terbuka lebih lebar dari biasanya.
“...awalnya cuma iseng aja, aku ngga nyangka kalau sampai sekarang aku masih ngelakuin ini, bahkan setelah udah ngga sama kamu… Aku minta maaf Nan.” Ucap Naya.
Pandangan Nanda kembali seperti biasa, ia dengan sengaja membiarkan Naya larut dalam perasaan bersalahnya. Nanda menghela nafasnya, ia merogoh saku lalu mengeluarkan bungkus rokok. Satu batang diambil, lalu ia menyalakan rokok tersebut.
Ia berjalan ke arah pintu, ia menggeser pintu lalu berjalan menuju balkon kamar. Nanda menyandarkan tangannya, ia menghisap rokok lebih dalam dari biasanya, hingga asap yang keluar pun sedikit.
Isi kepalanya bermain-main dengan waktu yang terus berjalan, ia membiarkan alam bawah sadarnya kembali mengingat-ingat apa yang sudah ia alami selama ini. Mulai dari kelahirannya yang tak diinginkan, hingga saat ini ia menerima fakta tentang apa yang selama ini dikubur dalam-dalam.
“That’s life”, kalimat yang terlintas begitu saja hingga membuat isi kepala Nanda kembali pada realita saat ini. Ia kembali menghisap rokok lalu membuangnya ke arah bawah di mana sudah tidak ada orang lagi di sana.
“Nan…”
Nanda membalikkan badannya.
“...aku minta maaf.” Ucap Naya.
Nanda berjalan untuk kembali masuk ke dalam. Ia kembali menutup pintu lalu berdiri di hadapan Naya. Tangannya bergerak mendekat ke arah Naya hingga membuat Naya menutup matanya. Naya kembali membuka matanya, mengetahui Nanda mengusap kepalanya dengan perlahan.
“Kamu apa kabar?…” Nanda tersenyum kecil, “baik-baik aja kan?”
Ucapan Nanda kembali membuat Naya meneteskan air mata. Nanda pun menghela nafasnya lalu mendekap Naya dalam pelukannya, tangisan Naya semakin menjadi.
“It’s okay.” Ucap Nanda.
“Nan…” Naya terisak, “aku minta maaf.”
“Udah cukup. Aku udah maafin kamu.” Jawabnya.
Naya mencoba untuk menahan tangisnya, sayangnya gagal untuk kesekian kalinya. Emosi yang mungkin terpendam selama ini akhirnya pecah dan tak tertampung lagi.
Malam terus berlanjut seperti biasa, meninggalkan Nanda yang sedang berdiri menatap kasur, di mana Naya sudah terlelap dalam tidurnya. Ia mendekat untuk mengusap kepala Naya lalu kembali menjauh. Nanda meletakkan surat di samping kepala Naya, kemudian ia berjalan untuk keluar dari kamar ini.
Nanda keluar dari kawasan apartemen, ia kembali menyalakan sebatang rokok. Ia mengambil ponsel dari saku kemejanya, ada panggilan masuk dari Andreas.
“Halo Tak.” Jawabnya.
“Bang, kau di mana?” Tanya Andreas.
“Lagi di jalan, abis makan.” Jawabnya bohong.
“Ada video beredar di Talks soal…”
“Tau gue Tak.” Jawab Nanda memotong.
“Tau dari mana kau Bang?” Tanya Andreas.
Nanda tersenyum lalu kembali menghisap rokoknya.
“Naya udah cerita.” Jawab Nanda.
“HA! Kau jangan macam-macam Bang. Aku di sini terkejut bukan main, kek mana kau bisa dapat cerita dari Naya?” Tanya Andreas.
“Udah tidur aja sana.” Ucap Nanda.
“Kimak! Kek mana jadinya…”
Tut! Nanda memutuskan panggilan sepihak, ia kembali memasukan ponselnya ke dalam saku kemeja. Nanda merasakan ada panggilan lagi dari Andreas, ia sengaja membiarkan Andreas dengan rasa penasarannya. Nanda terus berjalan untuk kembali ke rumahnya.
Pagi tiba, sinar matahari bersinar dengan cerahnya. Secara perlahan, Naya membuka matanya. Ia berkedip beberapa kali, sampai akhirnya fokusnya kembali. Ia menoleh ke arah kiri, sepucuk surat berhasil mendapatkan perhatiannya. Ia bangun lalu bersandar, tangan kirinya mengambil surat tersebut.
“Kepada Naya…”
Naya membuka surat yang terlipat dua, ia mulai membaca secara perlahan kata-kata yang ditulis tangan oleh Nanda dengan pensil.
“Kita sama sekali ngga ada yang pernah nyangka, kalau semesta kembali mempertemukan kita. Aku mau ucapin terima kasih sama kamu, karena kamu telah berani untuk bilang apa yang sebenarnya terjadi…”
Naya kembali meneteskan air mata.
“...Kamu ngga perlu nyalahin diri kamu sendiri, kamu ngga perlu minta maaf. Semua udah berjalan dengan semestinya, ngga ada yang perlu disesali lagi. Mungkin suatu hari nanti, kita akan bertemu lagi, di situasi yang lebih baik lagi.”
Naya mengusap air matanya, ia kembali melipat surat tersebut dan diletakkan di meja samping. Ia memandang ke arah pintu balkon, sinar matahari masuk lewat sela gorden dan menyinari sebagian wajahnya.
Mungkin suatu saat nanti, semuanya akan menjadi lebih baik. Entah dipertemukan kembali atau tidak, biarkan waktu dan semesta yang menentukan semuanya.
*
Nanda menghela nafasnya.
“...aku ngga tau, apa aku harus minta maaf sama kamu atau ngga. Yang pasti, aku mau ucapin terima kasih sama kamu. Terima kasih, karena udah ngasih aku warna di beberapa hari belakangan. Itu ngga akan aku lupain sampai kapanpun.” Ucap Kinan.
“Mungkin aku udah tau jawabannya, tapi aku akan tetap nanya sama kamu. Apa aku berhasil bikin kamu kembali percaya sama cinta?” Tanya Nanda.
“Pada akhirnya aku bisa bilang kalau aku percaya…”
Nanda menatap ke arah Kinan, dan Kinan pun melakukan hal yang sama.
“...aku kembali percaya, bahwa ada yang namanya cinta. Aku kembali percaya, sekeras apapun rintangannya, akan selalu ada jalan. Tapi, aku juga menyadari akan satu hal…”
Nanda menghela nafasnya.
“...bahwa aku ngga bisa ninggalin duniaku. Aku suka sama kamu, aku cinta sama kamu, tapi aku ngga bisa ninggalin semuanya hanya demi kamu.” Jawabnya.
“Kamu percaya?” Tanya Nanda singkat.
Kinan mengangguk, “Perjuangan kamu buat aku sadar bahwa masih ada orang-orang tulus di luar sana, yang berjuang demi cintanya, sekalipun itu menyiksa, itu kamu. Sayangnya, aku ngga bisa ninggalin ini semua.”
Nanda terdiam mendengar penjelasan Kinan. Mungkin benar apa yang ia ucapkan, ada yang tak bisa dilepaskan sekalipun cinta sudah membuktikan.
“Makasih ya Nan…”
Kinan mendekatkan wajahnya lalu mencium Nanda. Hembusan angin datang dari lembah, menyapu kedamaian di antara ramainya kesibukan. Membiarkan rambut panjang Kinan menutupi cium mesra mereka. Akhirnya, Kinan menjauhkan wajahnya.
“Kamu masih mau di sini?” Tanya Kinan.
Nanda mengangguk pelan.
“Aku harus pulang sekarang. Makasih ya Nan untuk semuanya…” Kinan berjalan mundur, “titip salam buat temen-temen kamu di sana, mereka lagi seru foto-foto.”
Kinan membalikkan badannya lalu berjalan meninggalkan area ini, Nanda masih terus memandanginya hingga Kinan menghilang di kerumunan orang-orang. Ia kembali menatap ke arah depan, menikmati pemandangan malam yang semakin memanjakan mata. Ia menghela nafas panjang, membiarkan dengan sengaja perasaan yang ingin keluar dari tubuhnya.
“Mas Nanda…”
Nanda menatap ke arah Diandra dan Andreas yang mendekat.
“...udah ketemu sama Kinan?” Tanya Diandra.
Nanda mengangguk lalu tersenyum.
“Kekmana hasilnya Bang?” Tanya Andreas.
“Kalian dapet salam dari Kinan…” Nanda menyalakan rokok, “katanya kalian seru banget foto-fotonya.”
“Kinan? Dia tau kita di sini Mas?” Tanya Diandra.
“Alamak, ketauan kita rupanya?” Tanya Andreas.
Nanda tertawa kecil, membiarkan mereka dengan sejuta tanya. Nanda sempat menatap ke arah langit, di mana masih banyak bintang yang bertaburan dengan jelas. Ia tersenyum begitu saja entah mengapa.
Malam berlanjut begitu saja, malam ini Selasar nampak kosong. Hanya ada beberapa kursi yang diisi oleh pelanggan, termasuk juga dengan Diandra. Ia sedang sibuk memainkan ponselnya untuk melihat info apa saja yang sedang beredar.
“Silahkan…
Diandra menatap ke arah depan di mana Andreas datang membawakan minuman untuknya.
“...satu Moscow Mule untuk adek Abang.” Ucap Andreas.
“Makasih ya Bang.” Sahut Diandra.
Andreas pun duduk di hadapan Diandra, ia mengambil satu batang rokok lalu menyalakannya. Tak lama berselang, datang Nanda sekembalinya dari kamar mandi, ia duduk di samping Diandra. Andreas mengangkat gelasnya dan berhasil membuat Nanda dan Diandra menatap ke arahnya.
“Malam ini, saya Andreas Ezekiel Rajagukguk, ingin menyampaikan terima kasih kepada adek Abang, Diandra, dan Abang awak, Bang Nanda, atas semua yang sudah kalian berikan kepadaku dengan tulus. Tuhan akan berikan karma baik untuk kalian, amen!” Ucap Andreas.
Diandra pun mengangkat gelasnya, “Aku, Nadiandra Putri, ingin menyampaikan terima kasih kepada Bang Batak dan Mas Nanda, karena telah ngasih ruang untuk aku masuk ke kehidupan kalian.”
Andreas dan Diandra menatap ke arah Nanda. Ia pun tersenyum seraya mengangkat gelasnya, “Saya, Abhinandan Wisnu, dari lubuk hati yang paling dalam, meminta maaf dan berterima kasih kepada kalian, karena mau mendengarkan dan memberikan saran pada keluh kesah saya.”
Kling! Mereka minum secara perlahan, Nanda dan Diandra pun menyalakan sebatang rokok. Andreas sempat melihat ke arah sekeliling, ia pun mendekatkan duduknya pada meja.
“Di, mana perempuan yang menurut kau cocok sama aku?” Tanya Andreas.
“Di sini Bang?” Tanya Diandra.
Andreas mengangguk dengan pasti. Diandra sempat melirik ke arah sekeliling, sementara Nanda hanya diam memandangi mereka berdua.
“Nah, ada tuh Bang. Itu yang pake baju biru.” Ucap Diandra.
“Bentar, gimana kamu bisa tau kalau itu cocok sama Batak?” Tanya Nanda.
“Feeling aja sih Mas, ngga ada yang lain.” Jawab Diandra.
“Apa feeling kamu selalu bener?” Tanya Nanda.
“Ya ngga dong Mas, namanya juga feeling. Aku kan cuma ngeliat dari perasaan aja, bukan yang bisa mastiin kalau… Bang Batak mana?”
Nanda menoleh dan sudah tidak menemukan Andreas, mereka melihat ke arah perempuan berbaju biru yang dimaksud Diandra. Andreas sudah berada di sana dan sedang berbincang dengan perempuan tersebut.
“Gokil Bang Batak.” Ucap Diandra.
“Tembak langsung dia.” Sahut Nanda.
Secara bersamaan mereka menggelengkan kepala, kemudian mereka kembali pada posisi semula. Nanda kembali minum secara perlahan.
“Jadi, Mas Nanda sama Kinan gimana?” Tanya Diandra.
Nanda menyalakan rokok, “Aku berhasil bikin Kinan kembali percaya sama yang namanya cinta. Sayangnya, dia ngga bisa ninggalin kehidupannya. Jadi kita ada di jalan masing-masing. Mungkin itu jawabannya ya.”
“Serius Kinan bisa percaya lagi?” Tanya Diandra.
Nanda mengangguk, “Menurut jawaban dia sih iya, dia bisa kembali percaya. Ngga semua orang itu bisa dipukul sama rata, akan selalu ada orang-orang yang punya niat tulus untuk berjuang.”
“Berarti…”
Nanda menatap Diandra.
“...aku juga bisa dong Mas?” Tanya Diandra.
“Sangat bisa, tinggal tunggu semesta dan waktu yang bekerja, dengan catatan kamu sabar ya. Pasti ada kok yang bisa bikin kamu percaya lagi.” Jelas Nanda.
Diandra menghela nafas, “Aku mau jujur, aku mau minta maaf sama Mas Nanda.”
“Maaf?” Tanya Nanda singkat.
Diandra mengangguk, “Selama ini, aku pikir kalau aku yang paling menderita. Aku orang yang paling terpuruk di antara semua makhluk di Bumi ini. Sampai akhirnya aku disadarin sama Bang Batak.”
“Batak? Ngapain dia?” Tanya Nanda lanjut.
“Awalnya aku cerita soal orang tuaku yang cerai, terus Bang Batak cerita soal Mamaknya yang meninggal karena ulah Bapaknya, dan Bang Batak cerita soal Mas Nanda yang katanya ditemuin di… tempat itu…”
Nanda menghela nafasnya.
“...aku ngerasa salah sama orang-orang yang ternyata lebih menderita dari aku, itu kenapa aku mau minta maaf sama Mas Nanda.” Jelas Diandra.
“Kamu ngga perlu minta maaf, kamu ngga salah kok. Wajar aja kalau kita selalu merasa paling menderita, itu manusiawi. Tinggal gimana kita nyikapin itu aja sih.” Jawab Nanda.
“Aku mau minta sesuatu sama Mas.” Sahut Diandra.
“Apa itu?” Tanya Nanda.
“Aku mau minta peluk.” Pintanya.
Nanda tersenyum, ia pun memeluk Diandra sesuai permintaannya. Pada akhirnya, kita semua akan selalu merasa aman ketika bersama orang-orang terdekat yang kita percaya. Mereka pun melepas pelukan, dan bersamaan dengan itu pula Andreas kembali datang dan duduk di hadapan mereka.
“Kek mana hasilnya?” Tanya Nanda.
“Nampaknya, Mamakku berbisik pada Tuhan untuk tolong anaknya mendapatkan jodoh. Kali ini, aku sangat yakin Bang.” Jawab Andreas.
“Kek mana lah yakin itu?” Tanya Nanda lagi.
“Pertama, dia orang Batak macam aku. Kedua, dia kristen macam aku. Ketiga, dia masih sendiri macam aku Bang. Memang inilah waktunya untuk aku kembali bersinar.” Jelas Andreas.
“Nanti dia naksir sama cewe lagi.” Goda Diandra.
Nanda dan Diandra tertawa bersama-sama. Andreas menarik nafas cukup panjang lalu berkata, “Kimak!”. Mereka pun kembali tertawa bersama-sama pada malam hari ini. Semuanya berlalu begitu saja, meninggalkan apa yang telah menjadi luka.
Tit! Mobil terparkir di antara beberapa deretan mobil lainnya. Andreas berjalan dengan santai menuju halaman kediamannya, ia membuka kunci pintu lalu masuk ke dalam. Ting! Andreas sempat melihat ponselnya, ada sebuah pemberitahuan dari Talks.
“Apa ini? Nanti dulu lah.” Ucapnya seorang diri.
Andreas berlalu menuju dapur untuk membuka lemari es, ia mengambil satu kaleng bir lalu ia bawa menuju kamarnya. Setibanya di kamar, ia duduk bersandar di atas kasur. Ctek! Andreas meneguk bir beberapa kali, ia meletakkan kaleng itu di meja samping.
“Eh, apa tadi ya.” Ucapnya seorang diri.
Ia kembali mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya, ia membuka pemberitahuan dari Talks yang sempat tertunda. Ada sebuah utas yang ramai diperbincangkan di sana.
“Apa pula ini? Ada skandal lagi rupanya?” Tanya Andreas seorang diri.
Andreas membuka video tersebut, dilihatnya ada video hubungan intim yang sengaja direkam oleh laki-laki. Andreas menatap dengan seksama ke arah perempuan yang sedang direkam, sampai akhirnya mulutnya terbuka dengan begitu saja. Bukan tanpa alasan, ia dibuat terkejut dengan siapa perempuan yang ada di video tersebut.
“Ini kan…”
Bus berhenti, Nanda turun di Halte itu seorang diri. Ia berjalan dengan santai seraya menatap ke arah ponselnya. Terlihat ia sedang membaca pesan yang masuk, Nanda pun membalas pesan tersebut.
Nanda berbelok ke arah kiri memasuki jalanan yang lebih kecil, ada beberapa orang yang juga sedang berjalan searah dengannya. Ia merogoh sakunya lalu mengeluarkan bungkus rokok, ia mengambil satu batang lalu menyalakan rokok tersebut.
Beberapa saat berlalu, Nanda masuk ke dalam satu kawasan apartemen. Ia mematikan rokok lalu masuk ke dalam dan duduk di kursi yang tersedia. Ting! Nanda mengambil ponsel dari saku kemejanya.
“Langsung naik aja.”
Nanda bangun dari duduknya dan masuk ke dalam lift bersama beberapa pasangan. Nanda menatap ke arah layar di dekat pintu lift yang menampilkan iklan Natanoto. Ia tersenyum begitu saja, teringat akan Kinan yang masuk ke dalam kehidupannya, meskipun hanya sesaat.
Pintu lift terbuka di lantai 12, Nanda keluar seorang diri lalu berjalan ke arah kanan. Ia kembali mengeluarkan ponselnya dan membaca pesan.
“Lantai 12, kamar 1219.”
Nanda menghentikan langkahnya tepat di depan kamar bernomor 1219, ia mengetuk pintu beberapa kali.
“Masuk aja, ngga dikunci…”
Nanda membuka pintu dan masuk ke dalam. Ia melihat seisi ruangan, terlihat semuanya tertata dengan rapi sesuai posisinya. Terdengar ada sebuah aktifitas di dalam kamar mandi, Nanda menunggu seraya melihat-lihat. Tak lama, kunci pintu kamar mandi pun terbuka. Terdengar suara langkah mendekat yang membuat Nanda membalikkan badannya.
“Maaf ya…”
Tik!... Tik!... Tik!... Suara detak jam dinding terdengar dengan jelas di tengah kesunyian, Nanda mematung menatap siapa yang ada di hadapannya.
“Naya…”
Naya pun juga terdiam menatap ke arah Nanda, ia seperti merasa tidak mungkin jika bisa bertemu dengan mantan tunangannya di tempat seperti ini. Nanda menghela nafasnya cukup dalam, hingga akhirnya ia menundukkan kepalanya.
“...dari kapan?...”
Naya masih diam saja. Nanda pun kembali mengangkat kepalanya dan kembali menatapnya.
“...apa semenjak kita tunangan?” Tanya Nanda.
Tetesan air mata menyambut pertanyaan tersebut, Naya menundukan kepalanya dan tubuhnya bergetar ringan. Nampak dari pandangan Nanda, ada sebuah penyesalan dari apa yang dilakukan oleh Naya. Akhirnya Naya pun kembali mengangkat kepalanya dan berani menatap Nanda.
“Aku… minta maaf…”
Tik!... Tik!... Tik!...
“...aku minta maaf Nan…”
Naya masih menangis terisak dan berusaha untuk tetap berbicara.
“...aku udah khianati kamu, ini semua bahkan sebelum kita tunangan…”
Jawaban Naya tentu saja membuat Nanda terkejut, terbukti dengan matanya yang terbuka lebih lebar dari biasanya.
“...awalnya cuma iseng aja, aku ngga nyangka kalau sampai sekarang aku masih ngelakuin ini, bahkan setelah udah ngga sama kamu… Aku minta maaf Nan.” Ucap Naya.
Pandangan Nanda kembali seperti biasa, ia dengan sengaja membiarkan Naya larut dalam perasaan bersalahnya. Nanda menghela nafasnya, ia merogoh saku lalu mengeluarkan bungkus rokok. Satu batang diambil, lalu ia menyalakan rokok tersebut.
Ia berjalan ke arah pintu, ia menggeser pintu lalu berjalan menuju balkon kamar. Nanda menyandarkan tangannya, ia menghisap rokok lebih dalam dari biasanya, hingga asap yang keluar pun sedikit.
Isi kepalanya bermain-main dengan waktu yang terus berjalan, ia membiarkan alam bawah sadarnya kembali mengingat-ingat apa yang sudah ia alami selama ini. Mulai dari kelahirannya yang tak diinginkan, hingga saat ini ia menerima fakta tentang apa yang selama ini dikubur dalam-dalam.
“That’s life”, kalimat yang terlintas begitu saja hingga membuat isi kepala Nanda kembali pada realita saat ini. Ia kembali menghisap rokok lalu membuangnya ke arah bawah di mana sudah tidak ada orang lagi di sana.
“Nan…”
Nanda membalikkan badannya.
“...aku minta maaf.” Ucap Naya.
Nanda berjalan untuk kembali masuk ke dalam. Ia kembali menutup pintu lalu berdiri di hadapan Naya. Tangannya bergerak mendekat ke arah Naya hingga membuat Naya menutup matanya. Naya kembali membuka matanya, mengetahui Nanda mengusap kepalanya dengan perlahan.
“Kamu apa kabar?…” Nanda tersenyum kecil, “baik-baik aja kan?”
Ucapan Nanda kembali membuat Naya meneteskan air mata. Nanda pun menghela nafasnya lalu mendekap Naya dalam pelukannya, tangisan Naya semakin menjadi.
“It’s okay.” Ucap Nanda.
“Nan…” Naya terisak, “aku minta maaf.”
“Udah cukup. Aku udah maafin kamu.” Jawabnya.
Naya mencoba untuk menahan tangisnya, sayangnya gagal untuk kesekian kalinya. Emosi yang mungkin terpendam selama ini akhirnya pecah dan tak tertampung lagi.
Malam terus berlanjut seperti biasa, meninggalkan Nanda yang sedang berdiri menatap kasur, di mana Naya sudah terlelap dalam tidurnya. Ia mendekat untuk mengusap kepala Naya lalu kembali menjauh. Nanda meletakkan surat di samping kepala Naya, kemudian ia berjalan untuk keluar dari kamar ini.
Nanda keluar dari kawasan apartemen, ia kembali menyalakan sebatang rokok. Ia mengambil ponsel dari saku kemejanya, ada panggilan masuk dari Andreas.
“Halo Tak.” Jawabnya.
“Bang, kau di mana?” Tanya Andreas.
“Lagi di jalan, abis makan.” Jawabnya bohong.
“Ada video beredar di Talks soal…”
“Tau gue Tak.” Jawab Nanda memotong.
“Tau dari mana kau Bang?” Tanya Andreas.
Nanda tersenyum lalu kembali menghisap rokoknya.
“Naya udah cerita.” Jawab Nanda.
“HA! Kau jangan macam-macam Bang. Aku di sini terkejut bukan main, kek mana kau bisa dapat cerita dari Naya?” Tanya Andreas.
“Udah tidur aja sana.” Ucap Nanda.
“Kimak! Kek mana jadinya…”
Tut! Nanda memutuskan panggilan sepihak, ia kembali memasukan ponselnya ke dalam saku kemeja. Nanda merasakan ada panggilan lagi dari Andreas, ia sengaja membiarkan Andreas dengan rasa penasarannya. Nanda terus berjalan untuk kembali ke rumahnya.
Pagi tiba, sinar matahari bersinar dengan cerahnya. Secara perlahan, Naya membuka matanya. Ia berkedip beberapa kali, sampai akhirnya fokusnya kembali. Ia menoleh ke arah kiri, sepucuk surat berhasil mendapatkan perhatiannya. Ia bangun lalu bersandar, tangan kirinya mengambil surat tersebut.
“Kepada Naya…”
Naya membuka surat yang terlipat dua, ia mulai membaca secara perlahan kata-kata yang ditulis tangan oleh Nanda dengan pensil.
“Kita sama sekali ngga ada yang pernah nyangka, kalau semesta kembali mempertemukan kita. Aku mau ucapin terima kasih sama kamu, karena kamu telah berani untuk bilang apa yang sebenarnya terjadi…”
Naya kembali meneteskan air mata.
“...Kamu ngga perlu nyalahin diri kamu sendiri, kamu ngga perlu minta maaf. Semua udah berjalan dengan semestinya, ngga ada yang perlu disesali lagi. Mungkin suatu hari nanti, kita akan bertemu lagi, di situasi yang lebih baik lagi.”
Naya mengusap air matanya, ia kembali melipat surat tersebut dan diletakkan di meja samping. Ia memandang ke arah pintu balkon, sinar matahari masuk lewat sela gorden dan menyinari sebagian wajahnya.
Mungkin suatu saat nanti, semuanya akan menjadi lebih baik. Entah dipertemukan kembali atau tidak, biarkan waktu dan semesta yang menentukan semuanya.
*
i4munited dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Kutip
Balas