Kaskus

Entertainment

newandipurnomoAvatar border
TS
newandipurnomo
Kumpulan Kisah Nyata Kekuatan Doa
Daftar Isi
01. Sungguh, Allah Tak Pernah Tidur!
02. Tak Ada Jalan Buntu Selama Yakin Pada Allah
03. Aku Berharap Ada Kavling Surga Di Salah Satu Kaki Ibu Ku
04. Skenario Allah Dibalik Kegagalan Ku
05. Pertolongan Allah Tak Pernah Telat
06. Ketika Allah Telah Berkehendak
07. Dimana Ada Kemauan, Disitu Ada Jalan
08. Kiriman Amplop Itu Datang Bertubi-tubi
09. Durhaka, Berbuah Celaka
10. Allah Tak Pernah Ingkar Janji



Sungguh, Allah Tak Pernah Tidur!


Aku hanya bisa pasrah memandang Saidah, istriku yang berbaring lemah di sebuah Rumah Sakit (RS) di kota Madinah. Namun, keteganganku mendapati istri yang harus menjalani persalinan di tanah rantau dan jauh dari keluarga rupanya belum cukup. Sebab ternyata, istri telah divonis operasi cesar oleh dokter yang menanganinya.

Sekonyong-konyong, seorang petugas langsung menghampiriku dan menyodorkan secarik tagihan berisi beberapa angka.

“Iya, benar! hanya Rp. 17.000.000 dan harus dibayar cash sekarang,”  kata petugas itu datar.

Tanpa sadar, bola mataku perlahan mulai mengair. Ya Rabb, darimana uang sebanyak itu? Jangankan tabungan atau celengan, handphone pun adalah barang yang sangat mewah bagiku yang masih berstatus mahasiswa Universitas Islam Madinah (UIM).

“Kami baru bisa bertindak jika biaya administrasi itu sudah lunas,” kata- petugas rumah sakit itu terngiang kembali, layaknya palu godam yang menghantam kepalaku.



“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” [QS: Al Baqarah: 153]

Penggalan surat yang sudah lama kuhafalkan itu tiba-tiba berkelebat dalam fikiranku. Seolah ada yang menggerakkan, tanpa fikir panjang aku langsung melangkah mengambil air wudhu dan bersimpuh di hadapan-Nya.

Seolah tanpa jarak, saat itu aku benar-benar menumpahkan segala curhatku kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Shalat dan berdoa, itu saja yang kuulang-ulang terus. Entahlah, rupanya beberapa dokter iba melihat perbuatanku. Mereka lalu bersedia membantu proses operasi tanpa perlu dibayar.

“Alhamdulillah, pertolongan Allah mulai terbuka,” demikian batinku dalam diam.

Ibarat pepatah, “Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih.” Saat menghadap direktur rumah sakit, para dokter spesialis itu malah langsung kena semprot oleh sang direktur.

“Memangnya ini rumah sakit punya bapak kalian. Semua peralatan dan obat-obat itu harus dibayar? Kalian di sini hanya bekerja menjalankan tugas saja, tidak punya hak untuk  membebaskan biaya pasien cecar, “ demikian direktur yang emosi.

Aku hanya diam membisu di belakang. Dalam hati, aku kasihan juga melihat para dokter itu. Mereka kena marah hanya karena ingin membantu urusanku saja.

Entah mengapa, lagi-lagi aku ingin shalat dan mengadu kepada-Nya lagi. Entah mengapa, tiba-tiba hati ini terasa sejuk dalam lautan doa yang terus kupanjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Akhirnya, tiba-tiba Allah Subhanahu Wata’ala mempertemukanku dengan salah seorang pengurus rumah sakit.

Uniknya, orang yang baru kukenal itu kaget dan sontak merangkul badanku dengan akrab. Usut punya usut, ternyata ia membaca nama yang tertera di kartu lembaran identitasku, Nashirul Haq al-Bilawi. Rupanya orang itu mengira diriku berasal dari suatu daerah dan semarga dengannya dari dataran Arab, yaitu Alwi atau Alawi. Entah apa karena saya dianggap garis keturunan Alawi dari Hadramaut. Padahal “Bilawi” itu adalah Bilawa,  nama sebuah kampung di pelosok Sulawesi Selatan.

Singkat kata, semua biaya operasi ditanggung olehnya. Subhanallah Wallhamdulillah.

Qaddarallahu, ternyata kisah ketegangan di Rumah Sakit Madinah itu rupanya belum tuntas. Pasca operasi cesar dilakukan, sontak sesaat rumah sakit itu langsung heboh. Ternyata ada inspeksi mendadak (sidak) alias razia bagi penduduk kota Madinah yang tak memiliki identitas lengkap.

Ya Rabb, sekali lagi aku hanya bisa berharap dan meminta kepada-Mu. Sebab wanita yang baru saja melahirkan anak pertamaku itu tak punya identitas sama sekali, kecuali ia adalah istriku yang sah.

Sudah maklum bagi pendatang, pasien gelap atau siapa saja yang ketahuan tak punya identitas terancam dipulangkan dengan paksa. Meski bersama bayi merahnya sekalipun.

Subhanallah. Allah Subhanahu Wata’ala tak pernah tidur dan membiarkan hamba-Nya dirundung kesusahan. Allah berkuasa atas segala tipu daya yang ada.

Saat petugas pemeriksa itu datang, mereka hanya melewati istriku yang masih terbaring lemah. Rupanya petugas itu mengira diriku adalah seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) alias pembantu dan istriku disangkanya seorang majikan orang Arab yang sedang kujaga. Allahu Akbar!

*/Roidatun Nahdhah, pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Hidayatullah Putri. Kisah nyata ini disampaikan oleh Nashirul Haq dalam sebuah kesempatan majelis taklim, di Gunung Tembak, Balikpapan
Diubah oleh newandipurnomo 01-03-2023 21:53
0
2.3K
10
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
KASKUS Official
1.3MThread104.1KAnggota
Tampilkan semua post
newandipurnomoAvatar border
TS
newandipurnomo
#4
Pertolongan Allah Tak Pernah Telat
DAKWAH ibarat jalan. Tidak selamanya lurus dan mulus. Terkadang, terjal menanjak dan penuh onak. Seorang Nabi SAW- kekasih Allah SWT- kakinya pernah berdarah dilempar batu ketika berdakwah di Thaif. Tapi, Nabi juga pernah dapat “kalungan bunga” oleh penduduk Yastrib. Demikianlah suka-duka dalam berdakwah.

Setidaknya, itulah yang pernah saya alami beberapa tahun silam. Ceritanya, usai nikah, saya diamanahi membuka lahan dakwah dari pesantren tempat saya dibesarkan. Tugas baru saya adalah Kota Madiun.

Pertama kali melangkahkan kaki bersama istri, saya tidak membawa bekal sama sekali. Hanya ongkos perjalanan. Itu saja. Bahkan sampai di Madiun, cuma tersisa uang Rp. 3 ribu dan langsung habis untuk beli nasi pecel untuk kami berdua.

Esok harinya, karena tidak ada uang lagi, saya memberanikan diri meminjam uang ke istri. Kebetulan, istri waktu itu punya Rp. 150 ribu dari mertua. Uang tersebut kami gunakan untuk bertahan hidup beberapa hari. Dan, di sela-sela itu, saya memulai dakwah dan bersilaturahim ke sejumlah warga.

Belum lama tinggal, bekal pun belum ada, rumah sementara yang saya tempati akan dijadikan poliklinik. Saya dan istri akhirnya harus pindah dalam waktu dekat. Kontan, saya pun bingung bukan kepalang.

”Wah, tinggal di mana nanti,” lirihku dalam hati. Kendati begitu, saya harus yakin ada rumah yang bisa saya tempati.

Ketika itu, keyakinanku makin kuat. Keyakinan ini berdasar pada salah satu surat dalam al-Quran yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” [Al-Haj:40].

Saat itu saya haqqul yakin, siapa yang menolong agama Allah, pasti akan ditolong-Nya. Saya pun tak putus asa berdoa sambil terus berusaha, meski deadline tinggal di rumah tersebut tinggal beberapa hari lagi.

Alhamdulillah, istri saya tidak ikut bingung meski dia tahu kekalutan yang ada di benakku. Dia justru menyakinkanku. ”Abi, insya Allah, pertolongan Allah tidak telat. Percayalah,” ujarnya pelan. Saya pun jadi berfikir lebih jernih.

Suatu hari, saya bersilaturahim ke salah satu direktur sebuah perusahaan barang bangunan. Sebut saja Abdullah (Hamba Allah). Dia direktur baru di perusahaan itu. Dia pun tahu kondisi saya. Ternyata, dia akan pindah ke Jawa Barat (Jabar) untuk menjadi direktur baru di sana. Di Madiun, dia tinggal di perumahan paling elit dengan perabotan rumah yang baru dan lengkap. Rumah tersebut, dia kontrak untuk jangka tiga tahun. Padahal, dia bersama istri dan kedua anaknya baru menempati selama satu tahun.

”Saya mau pindah ke Jabar, bapak tinggal di sini saja,” begitu katanya secara tiba-tiba.

Subhanallah, saya terbengong seolah tak percaya. ”Rumah ini masih dua tahun lagi masa kontraknya. Jadi bisa diteruskan. Lebih baik bapak tinggal dulu di sini, ya kan?” katanya meyakinkan. Entah, karena kaget atau apa, saya masih diam tanpa kata.

”Tinggal di rumah mewah seperti ini,” batinku seolah tak percaya. Betapa cepat Allah membantu kesulitan saya berdua?

Sebenarnya berat juga rasanya. Bukan apa-apa, selama ini, saya tinggal di rumah kecil seadanya, kini harus tinggal di rumah termewah se-Madiun. Tapi, mau bagaimana lagi. Mungkin sudah takdir Allah. Sebab, sampai saat itu, saya belum dapat rumah yang bisa ditempati. Bismillah, akhirnya, tawarannya saya terima.

Ia akhirnya memberikan kunci rumah kepada saya. Tak hanya itu, ternyata seluruh isi rumah yang baru dia beli, diberikan kepada saya. Dia hanya membawa TV dan kasur kecil. Padahal sisanya masih banyak dan puluhan juta jika dirupiahkan. Ada perlengkapan sofa, almari terbuat dari kayu jati, ranjang, meja belajar dan berbagai perabotan dapur yang mewah dan cukup mahal.

Tak hanya itu, dia juga memberikan bunga anggrek yang mahal-mahal. Untuk almari dari kayu jati, harganya kira-kira Rp 5 juta. Itu sekitar tahun 1997. Jadi, sangat besar nilainya. Penjual almari saja ketika tahu dia akan pindah, buru-buru hendak membelinya kembali. Namun sang pemilik, justru tak suka menjualnya.

Dia memang bijak. Tak ingin hanya memberi begitu saja. Setidaknya, ada jerih payah sebagai pengorbanan. Meski, hemat saya, jumlah sebesar itu, bagi dia tidak terlalu berarti. Akhirnya, dia meminta saya membeli semua perabotan rumah itu dengan harga sangat murah, Rp. 2 juta saja. Itupun bisa dicicil dalam tempo setahun.

Setelah kejadian itu, saya jadi sadar, bahwa Allah memang tidak pernah tidur. Allah tahu keperluan yang dimiliki kekasih-Nya, para dai dalam mendakwahkan agama-Nya.



Memberatkan

Akhirnya, saya bersama istri, yang kala itu masih berbulan-madu akhirnya bisa tinggal di rumah mewah. Hanya saja, tinggal di rumah seperti ini juga tidak lantas membuatku tenang.

Tinggal di kompleks seperti ini, justru sering memberatkanku. Saya harus membayar berbagai tagihan. Mulai dari kebersihan, keamanan, arisan, sumbangan, iuran dan tetek bengek lainnya. Tak seperti di kampung kecil. Tapi, ya itulah. Setidaknya saya bisa merasakan bagaimana dipandang menjadi orang kaya. Saya yakin, pengalaman ini tak akan terjadi jika bukan karena ada di barisan ”penolong agama Allah”.

Pertolongan demi pertolongan semacam itu tak hanya sekali. Bahkan kerap terjadi. Hampir jika sedang butuh, Allah langsung memberikan bantuan-Nya.

Sebagai dai, saya sudah ditugaskan ke berbagai daerah. Pernah di Gresik, pernah di Malang, Kota Batu, Jawa Timur, bahkan ke Aceh. Nah, karena nomaden dan harus tinggal lama, keluarga sering saya tinggal sendiri di kampung, di Kota Jember, Jawa Timur, bersama mertua.

Untuk membawa istri jelas tidak mungkin. Pasalnya, dakwah dalam keadaan minus, akan menyulitkan keluarga. Terlebih, waktu itu istri harus mengurusi nenek yang lagi kena stroke. Tak pelak, dari sekitar tahun 1997 hingga sekarang, saya selalu tinggal jauh dengan keluarga. Apalagi waktu jadi relawan tsunami di Aceh. Selama tiga tahun, hanya bisa pulang beberapa kali saja. Kontan, seluruh tanggung jawab di rumah di-handle istri. Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah juga, istri selalu bisa melakukan itu dengan baik.

Jika tak pulang, saya sering mengirim uang kepada istri. Kadang banyak, kadang secukupnya yang saya miliki. Bahkan kadang amat sedikit. Bahagianya rasanya mendapat istri sepintar dia. Rupanya, tanpa sepengatahuanku, dia membuka warung kecil-kecilan di rumah, dari hasil kirimanku.

Tak hanya itu, beserta ibu-ibu warga setempat, ia membuka sekolah TK. Atas kegigihannya, Allah terus memberikan kemudahan.

Saya baru tahu, ketika suatu hari istri bercerita, jika aku tak berada di rumah, dan ketika anak-anak menginginkan sesuatu, seperti tas sekolah atau apapun, tiba-tiba ada orang yang memberinya. Begitu juga ketika modal warung habis karena sering diutangi tetangga, tak disangka, ada orang yang membayar dengan jumlah besar. Kini, warung dan TK rintisan istriku tumbuh besar. Ada sekitar 50 murid. Prestasi murid-murid juga membanggakan. Tak pelak, akhirnya TK Islam tersebut jadi rebutan banyak murid.

Kendati begitu, saya masih harus tinggal jauh dari keluarga. Saya hanya pulang dua pekan sekali. Terkadang hanya sehari atau dua hari saja. Tapi, saya telah mempersiapkan segalanya. Suatu saat, jika telah waktunya, saya akan kembali bersama keluarga. Jika Allah mentakdirkan, saya ingin membuka pondok tahfidzul qur’an. Meski sampai hari ini aku tak memiliki modal apa-apa untuk ini, aku sangat yakin dan haqqul yakin janji Allah. Siapa yang ingin menolong agama Allah, Allah sendiri yang akan membantunya. Insya Allah. [seperti diceritakan A Yani]
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.