- Beranda
- Stories from the Heart
Teman Sejati
...
TS
aranea
Teman Sejati
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Selamat datang di thread sederhana ini. Apakabar kalian semua? Semoga temen-temen semua dalam keadaan baik baik saja, sehat, dan teman-teman semua dalam keadaan bahagia dimanapun teman-teman berada.
Oke mang.
Oke mang.
Disini saya mencoba menuliskan sebuah cerita yang terjadi beberapa tahun lalu yang sebelumnya sudah saya tulis, namun tidak pernah saya publikasikan. Tapi semoga dengan menulis disini bisa membantu saya juga dalam mengembangkan potensi saya dalam menulis.
Cerita ini akan memiliki dua POV, yang dimana, update keduanya insyaAllah akan selalu berbarengan sedikit demi sedikit. Saya berharap selain bisa mengembangkan potensi menulis saya, apapun yang saya tulis bisa dipetik hal baiknya dan dibuang hal buruknya. Dan semoga bisa menghibur para reader budiman disini.
- Selamat Membaca -
INDEX
- Selamat Membaca -
INDEX
Fajar Adi Prabowo
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Azzahra Nafeeza Fatharani
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Diubah oleh aranea 04-06-2023 12:26
percyjackson321 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
4.2K
65
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
aranea
#17
Part 7
Azzahra Nafeeza Fatharani
Nyaman, degdegan, malu, semua aku rasakan jadi satu. Untuk pertama kalinya aku memeluk lelaki selain keluargaku. Suamiku sendiri. Saking nyamannya, membuatku sedikit mengantuk. Kemudian aku tak jadi terpejam ketika mas Fajar menarik badanku dan akupun terbaring diatas dadanya.
“Istirahat” katanya lirih
“Ga bisa” ucapku
“Lah, kirain tidur” katanya
“Posisinya ga enak” aku meracau
“Iyalah, enakan aku yang diatas” katanya
“Dasar mesum” ucapku sambil memukul perutnya
Malam itu, aku melanjutkan obrolanku dengan mas Fajar tentang pernikahan ini.
“Mas, kenapa mau jadi suami Zahra?” tanyanya
“Karena ibu yang minta” ucapku
“Jadi sebenernya mas gamau ya jadi suami Zahra?” tanyanya lagi
“Bukan gamau, aku hanya kaget saat itu, mungkin karena mas ada rasa dengan perempuan lain” ucapku
“Cerita dong mas, wanita itu seperti apa” ucap Zahra
Pada dasarnya, tak dapat dipungkiri kalau aku menahan rasa cemburu. Ya, cemburu. Aku sudah mulai bisa menyukai mas Fajar. Mendengar mas Fajar bercerita tentang Risma, memang membuat hatiku teriris, tapi aku mencoba memahami kalau itu hanyalah masa lalunya.
“Pasti Risma sesempurna itu ya” kataku
“Kesempurnaan kan hanya milik Allah” ucapnya
“Aku berharap bisa menjadi istri yang mungkin bisa lebih baik dari dia” ucapku
“Sudah, kamu lebih baik, mungkin itu sebabnya Allah pilihkan kamu untuk aku” kata mas Fajar sambil mengusap kepalaku
“Aku bahkan belum ada kepikiran untuk menikah mas” ucapku
“Lalu kenapa kamu nerima perjodohan ini?” tanyanya
“Sama, menyenangkan ummi. Tapi ya sekarang, aku ikhlas karena Allah” jawabku
Selama pernikahan ini berlangsung, memang awalnya aku hanya menuruti keinginan ummi. Tapi seiring berjalannya waktu, ketertarikan itu muncu. Benar kata ummi. Jika sudah menikah, rasa cinta akan muncul secara perlahan.
Malam ini, dengan kenyamanan ini, dengan rasa ini, tiba-tiba aku merasa siap untuk menunjukkan wajahku pada mas Fajar. Meski dengan sedikit rasa malu, tapi, aku sudah membuat keputusan, kalau saat di kamar, aku akan melepas cadarku, hanya untuk mas Fajar.
.
Degdegan sih, tapi untuk mas Fajar.
“Kalau aku jelek gimana?”tanyaku
“Wajah itu bisa menua, dan apa yang ada didalam lah yang penting” katanya
Mendengar itu, aku semakin yakin untuk berani membuka cadarku didepan mas Fajar
“Baiklah mas” ucapku
Aku duduk menghadap mas Fajar. Aku tak menatapnya langsung, namun aku dapat melihat kalau ia sedang melihat kearahku. Perlahan aku menurunkan cadarku, dan sepenuhnya terlepas. Saat aku menatapnya, ia juga tak berhenti menatap mataku dengan tatapan yang begitu dalam.
“Ka . . katanya be . . be . belum siap” ucapku gugup
“Hehe, gapapa mas. Sejak kita ketemu, bahkan menikah, mas sama sekali belum melihat wajahku kan?” katanya
Tanganku gemetar ketika tangannya memegang pipiku. Tapi tiba-tiba . . .
“Iiisshh istriku caby banget” kata mas Fajar sambil mecubit kecil pipiku
“Iishh jangan dicubit” ucapku kesal
“Bercanda hehe, maaf ya, mas sempet kasar sama kamu” katanya
“Iya mas, gapapa” jawabku
“Ga dipake lagi cadarnya?” tanyanya
“Engga, nanti aja kalau udah keluar kamar” jawabku
“Itu ga dibuka?” katanya sambil menatap kebawah
“Iissh kalau ini belum siap” ucapku reflek
Malam ini rasanya begitu menenangkan. Lampu kamar sedari tadi itu mati, hanya lampu belajar yang menjadi penerangan dimalam ini. Kemudian mas Fajar menceritakan tentang rencana sekolah yang katanya akan mendaki gunung.
“Ke gunung mana mas?” tanyaku
“Belum tau sih, tapi aku bilang izin dulu sama orang tua sama istri” katanya
Rasanya senang sekali ketika seperti ini. Bisa saja, mas Fajar pergi tanpa bilang padaku. Tapi ia masih menyempatkan untuk meminta izin padaku
“Emm, mas pernah ngedaki?” tanyaku
“Pernah sih, waktu KKN dulu, kebetulan desa nya deket gunung yang ga terlalu tinggi tapi” katanya bercerita
“Aku izinin sih mas, tapi aku berpesan mas hati-hati ya” ucapku
“Beneran nih?” katanya
“Iya mas” jawabku disertai senyuman
Ada saja sih rasa khawatir, apalagi mas Fajar belum punya banyak pengalaman, aku takut terjadi sesuatu, tapi ketakutanku sebisa mungkin aku hilangkan dan menggantinya dengan doa.
Setelah membicarakan tentang pendakian itu, kamipun tertidur. Aku terbangun sekitar jam setengah dua malam. Aku berniat shalat tahajud. Melihat mas Fajar yang sedang terlelap, perlahan aku membangunkannya
“Kenapa Ra?” tanyanya
“Shalat tahajud yuk, bantuin aku, mas jadi imam” ucapku
Kenapa minta bantuan? Kalau aku langsung mengajaknya untuk shalat takutnya memberatkan untuk mas Fajar
“Yaudah, mas ambil wudhu dulu” katanya
Untuk pertama kalinya, mas Fajar memanggil dirinya dengan sebutan mas. Terlihat sedikit berwibawa sih, tapi lucu juga hehe. Setelah shalat, kami berdua berdoa bersama. Untuk masa depan kami, rezeki kami, bahkan untuk calon buah hati kami, meskipun saat itu saja aku belum terfikirkan kesana. Selesai shalat, aku mencium tangan mas Fajar dan iapun mengecup keningku.
“Mas” panggilku
“Iya dek?” jawabnya
“Dek?” kataku bingung
“Iya, sekarang, mas panggil kamu dek aja ya” kata mas Fajar
“Iya boleh mas” kataku
“Terus kenapa manggil?” tanyanya
“Emang mas udah kepengen punya anak?” tanyaku
“Siapa sih yang ga mau punya anak?” katanya
“Tapi aku belum siap mas” ucapku
“Yasudah kalau belum siap, ga usah dipaksakan” katanya
“Aku takut jadi istri yang durhaka, karena belum bisa memenuhi kewajibanku sebagai istri” ucapku
“Ngomong apa sih kamu dek? Udah gapapa, mas pengen ketika kamu juga sudah siap” katanya
“Emm, yasudah deh mas, lanjut tidur yuk, biar subuhnya ga kesiangan” ujarku
Diubah oleh aranea 19-02-2023 00:47
oktavp memberi reputasi
1