Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

bestiekuAvatar border
TS
bestieku
Bisnis PLTS Atap Modena Terkendala Aturan: Dihentikan Sementara, Dikomplain
Bisnis PLTS Atap Modena Terkendala Aturan: Dihentikan Sementara, Dikomplain
UGM Hemat Ratusan Juta per Tahun dari 6 Gedung yang Dipasang PLTS


TEMPO.CO, Jakarta - Modena Energy - lini bisnis dari merek produk peralatan rumah tangga asal Italia, Modena - terpaksa memberhentikan produk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap karena terkendala aturan pemerintah. Hal tersebut disampaikan Senior Vice President and Director Modena Bagus Yudho Prastowo saat berkunjung ke kantor Tempo.

“Sayangnya bisnis ini kepentok, ini juga dialami APLSI (Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia) arena ada semacam dilema dari pemerintah,” ujar dia pada Jumat, 10 Februari 2023.

Menurut Bagus, ada kebijakan yang menyatakan bahwa jika ada instalasi panel surya tidak boleh melebihi 15 persen dari daya terpasang. Tadinya, kata Bagus, di rumah-rumah itu rata-rata bisa bertambah 3.000-10.000 watt dengan PLTS atap, tergantung dari daya rumahnya. Selain itu, tidak ada peraturan pembatasan daya, jadi jika rumah 5.000 watt pasang 5.000 watt atau lebih juga tidak masalah. Kelebihannya bisa diekspor ke PLN dan dijadikan pengkredit atau pengurang tagihan.

“Sekarang tidak. Padahal bisnis PLTS atap yang dimulai tahun 2021 itu mendapatkan respons yang cukup baik dari masyarakat,” tutur Bagus.

Dia juga mengatakan bahwa tidak ada pemberitahuan resmi tentang pembatasan itu baik dari pihak Kementerian ESDM maupun PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. Selain itu izin memasang kWh meter khusus atau kWh ekspor-impor (meteran EXIM pada sistem PLTS atap) juga tidak diberikan.

Akibatnya, Modena mendapatkan komplain dari konsumennya di Gorontalo karena tagihan listrik mereka justru naik. “Ini jadi salah satu agenda yang harus kita angkat bersama,” ucap Bagus.

Adanya berbagai halangan tersebut kontradiksi dengan rencana pemerintah untuk meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan. “Beberapa pengusaha listrik yang hitungannya besar saja sekarang berhenti karena ada kendala ini,” kata dia.

Sejak 2018, payung hukum pengembangan PLTS atap sudah tersedia. Pada Agustus 2021, pemerintah menerbitkan aturan teranyar berupa Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum.

Salah satu poin utama dalam aturan tersebut adalah izin ekspor listrik dari pengguna pembangkit kepada PT PLN (Persero) hingga 100 persen sebagai pengurang tagihan. Lewat ketentuan ini, pemerintah berharap sampai 2025 bisa ada 3,6 gigawatt kapasitas terpasang pembangkit tersebut. Namun ketentuan itu tak berjalan.

Beberapa industri yang sudah memasang PLTS atap juga mengeluhkan hal yang sama dengan konsumen Modena. PT Coca-Cola Europacific Partners Indonesia, misalnya yang sudah memasang panel surya seluas 20 ribu meter persegi di atap pabrik mereka yang berada di kawasan Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, sejak tahun lalu. Namun pembangkit berkapasitas 2,4 megawatt itu belum beroperasi karena belum mendapat izin dari PT PLN.

Selain itu, Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa, mencatat ada upaya pembatasan kapasitas pemasangan 10-15 persen, baik untuk rumah tangga maupun industri. "Sejak Januari 2022 sampai hari ini, pembatasan itu ada," tuturnya, akhir tahun lalu. Dari laporan yang diterima AESI, sekitar 60 persen proyek pemasangan untuk industri batal atau ditunda sementara akibat pembatasan tersebut.

Keluhan soal pembatasan PLTS atap juga datang dari para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang Bisnis Eropa di Indonesia, Kamar Dagang Amerika di Indonesia, Kamar Dagang Inggris di Indonesia, Jakarta Japan Club, Kamar Dagang dan Industri Korea di Indonesia, serta Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Mereka menyampaikan langsung surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo pada akhir 2022.

"Perusahaan anggota kami tidak dapat memperoleh izin konstruksi dan konektivitas ke jaringan publik yang dikelola oleh PLN untuk proyek PLTS atap dengan kapasitas di atas 10-15 persen dari kapasitas yang dikontrakkan ke PLN," begitu bunyi surat tersebut. Mereka menyatakan telah meminta penjelasan kepada PLN dan mendapat sejumlah alasan, seperti alasan teknis, kelebihan pasokan, dan hilangnya pendapatan.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi, Dadan Kusdiana, menyatakan regulasi PLTS atap disusun secara adil. Soal kuota, Dadan memastikan penerapannya dilakukan bersamaan dengan penghapusan pembatasan kapasitas pembangkit.



Ihwal ekspor listrik, dia meminta pengguna pembangkit kembali ke tujuan awal pemanfaatan energi surya di rumah, yaitu untuk memenuhi kebutuhan sendiri. "Bukan menjual listrik ke PLN."

https://bisnis.tempo.co/amp/1690306/...plain-konsumen

Padahal Indonesia kaya energi
didududi
nomorelies
aldonistic
aldonistic dan 3 lainnya memberi reputasi
4
3.1K
62
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.1KThread41.8KAnggota
Tampilkan semua post
widya poetraAvatar border
widya poetra
#2
emoticon-Blue Guy Peaceemoticon-Hi

Listrik lagi oversupply malah mau bikin listrik sendiri
emoticon-Blue Guy Bata (L)




emoticon-Ngakak
Bikin offgrid aja
mosok mau ngatur2 juga yang offgrid
biawak.pink
didududi
aldonistic
aldonistic dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.