Kaskus

Story

araneaAvatar border
TS
aranea
Teman Sejati
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Teman Sejati


Selamat datang di thread sederhana ini. Apakabar kalian semua? Semoga temen-temen semua dalam keadaan baik baik saja, sehat, dan teman-teman semua dalam keadaan bahagia dimanapun teman-teman berada.

Oke mang. 


Disini saya mencoba menuliskan sebuah cerita yang terjadi beberapa tahun lalu yang sebelumnya sudah saya tulis, namun tidak pernah saya publikasikan. Tapi semoga dengan menulis disini bisa membantu saya juga dalam mengembangkan potensi saya dalam menulis. 

Cerita ini akan memiliki dua POV, yang dimana, update keduanya insyaAllah akan selalu berbarengan sedikit demi sedikit. Saya berharap selain bisa mengembangkan potensi menulis saya, apapun yang saya tulis bisa dipetik hal baiknya dan dibuang hal buruknya. Dan semoga bisa menghibur para reader budiman disini.

- Selamat Membaca -

INDEX


Fajar Adi Prabowo
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15






Part 17
Part 18
Part 19
Part 20






Diubah oleh aranea 04-06-2023 12:26
amdar07Avatar border
corazonraizo882Avatar border
percyjackson321Avatar border
percyjackson321 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
4.2K
65
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
araneaAvatar border
TS
aranea
#12
Part 5
Azzahra Nafeeza Fatharani


Fitri mengajakku untuk membuat makan malam. Aku, ibu dan Fitri membuat telur rebus dan sayur sop. Setelah selesai, ibu memanggil mas Fajar tapi ibu minta aku yang panggil karena mas Fajar tidak mau keluar. Aku membawakan satu piring makanan untuknya. Saat aku mengetuk, ia mempersilahkanku masuk

“Mas, makan dulu” ucapku
“Ah, iya, kamu aja, saya ga lapar” katanya
“Ish jangan gitu, kata ibu makan dulu. Apalagi cuaca dingin tadi mas ga pake jaket” ucapku
“Pa. . pake kok” ucapnya terbata
“Bohong, udah makan dulu. Apa perlu aku suapin?” tanyanya


Ya, saat di mobil tadi, aku sempat melihat mas Fajar menyelimutiku dengan jaketnya, dan ia ga pake jaket.

“Ga usah, simpen aja, nanti saya makan” katanya
“Ga, aku pengen pastiin mas makan” aku memaksa
“Ribet banget sih” katanya kesal
“Bodo, makan dulu cepet” ucapku


Mas Fajarpun memakan makanan itu dengan lahap. Dan ia mengira masakan itu buatan ibu, meski sebenarnya memang sih, aku hanya bantu sedikit.

Beberapa saat kemudian, aku duduk di ruang tengah bersama ibu dan bapak. Saat itu mas Fajar hendak masuk ke kamar, tapi kemudian ibu menyuruhnya untuk mengajakku. Hal itu dibarengi dengan mang Ujang yang hendak pulang. Saat di kamar, aku merasa sedikit gemetar, karena ini pertama kalinya aku masuk ke kamar dengan seorang laki-laki yang ‘asing’.

“Kalau kamu nanti mau tidur, di kasur saja, biar saya gelar tikar disini” katanya sambil menunjuk lantai
“Jangan ish, nanti ibu sama bapak mikir macem-macem” kataku
“Engga, pintu nanti saya kunci, mereka ga akan tau” katanya
“Aku aja yang di tikar” ucapku
“Eh, apaan sih, engga engga, kamu nurut apa kata saya” katanya dengan nada sedikit meninggi


Sontak saat itu aku kaget, karena setelah sekian lama, lagi-lagi aku mendengar bentakkan. Otakku memutar memori diwaktu aku kecil. Dimana aku mendapatkan kekerasan secara verbal. Meski maksudnya adalah mendidik, tapi itu membuat trauma tersendiri buatku. Seketika pandanganku menjadi gelap seketika. Namun tak lama setelah itu. Suara bergema ditelingaku

“Maafin Zahra”
“Kalau baca Al-Qur’an itu yang bener, salah baca bisa salah arti”
“Sudah abi, jangan terlalu keras”
“Abi, dia itu perempuan, ga bisa dapat didikan yang caranya sama seperti Zidan
“Zahra”
“Zahra”


Aku menyadari aku tengah berada di kamar dalam pelukan Fitri

“Kakak gapapa?” tanya Fitri
“Gapapa kok” jawabku
“Jangan nangis kak. Maafin kak Fajar ya” kata Fitri
“Gapapa” jawabku
“Kakak mau cerita?” tanya Fitri
“Kakak gapapa kok. Yaudah, kamu lanjut aja, kakak mau istirahat. Mungkin mas Fajar juga cape tadi” ucapku
“Bener nih gapapa? Aku takut kakak kenapa-kenapa, sampai aku panggilpun ga ada respon” katanya khawatir
“Gapapa, makasih ya” ucapku tersenyum padanya
“Yaudah, aku keluar dulu ya kak, kalau ada apa-apa panggil aku” katanya


Aku memutuskan untuk berbaring sejenak. Aku memikirkan apa yang membuat mas Fajar begitu marah. Apakah aku sudah melakukan kesalahan lagi? Apakah cara bicaraku salah? Kalau memang mas Fajar adalah jodohku, kenapa aku diperlakukan seperti ini? Apa aku sudah melakukan dosa sehingga ini adalah balasan atas dosaku? Begitu banyak pertanyaan dalam benakku yang tak dapat kutampung lagi dengan air mata.

“Salahku apa mas, tolong beritahu aku, bimbing aku. Kenapa mas sampai sebegitu marah sama aku? Apa mas membenciku?” ucapku dalam hati
“Aku sudah mencoba menjadi istri yang baik dihadapan Allah, apa itu masih kurang untuk mas?” lanjutku


Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apalagi, selain mengikuti apa kata Allah. Mungkin ada sesuatu dibalik ini semua yang belum aku ketahui.

Aku mendengar seseorang membuka pintu, dan aku tahu kalau itu mas Fajar. Karena masih takut, aku berpura-pura tidur saja. Aku masih teringat ucapannya tadi, bahkan aku sempat melihat mas Fajar ditampar oleh bapak. Jujur saja, aku juga merasa kasihan, tapi bukan hanya mas Fajar yang punya hati. Saat aku meraskaan pergerakan di jilbabku, namun tak sampai menyentuh kepalaku, aku semakin merasa dibuat takut, takut kalau mas Fajar melakukan hal lebih buruk padaku sampai aku mendengar,

“Maaf” ucap pelan mas Fajar

Setelah itu, aku merasakan mas Fajar menjauh seperti sedang mempersiapkan atau meletakkan sesuatu. Di kasurpun aku tak lagi merasakan pergerakan apapun. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk bangun.

“Mas” panggilku

Betapa aku kaget ketika itu mas Fajar sudah menggelar tikar di lantai, namun ia masih duduk disana.

“Eh, kebangun ya” katanya
“Engga, Zahra belum tidur ko” ucapku
“Saya mau minta maaf soal tadi, saya ga tau kalau kamu punya trauma dimasa kecil, dan seharusnya saya ga seperti itu” katanya


Dari matanya, aku dapat melihat ia benar-benar menyesal dengan sikapnya tadi.

“Gapapa kok mas, mungkin barusan masnya lagi cape banget” ucapku
“Engga, saya bener-bener minta maaf” katanya tertunduk
“Mas mau cerita?” ucapku
“Cerita apa?” katanya
“Tentang wanita yang mas suka itu” jawabku


Aku sempat mendengar obrolan ibu dan bapak tentang mas Fajar yang menyukai wanita lain, namun setelah mendengar itu, aku putuskan untuk tidak ingin mendengarnya dan menutup telingaku dengan bantal. Aku berfikir bagaimana bisa mas Fajar mencintai wanita lain sementara ia sudah menjadi suamiku? Tapi, ada rasa ingin tahu tentang wanita itu, dan entah kenapa aku berani bertanya langsung pada mas Fajar

“Ga sengaja denger mas” ucapku
“Yasudah, nanti aja saya ceritakan, sekarang kamu tidur aja, biar saya tidur disini” kata mas Fajar
“Mas, aku ga mau debat lagi, tapi mas tidur disini aja” ajakku padanya
“Saya malu, atas sikap saya tadi” katanya
“Aku bilang aku gamau debat mas” ucapku


Iapun terdiam dan akhirnya duduk diranjang ini. Tepat disampingku. Aku merasa benar-benar gugup, karena ini pertama kalinya aku satu ranjang dengan seseorang. Benar-benar satu kasur.

“Ngobrolnya jangan terlalu formal, pake ‘saya’ gitu. Mau ga kalau manggilnya aku/kamu?” ucapku
“Em iya maaf, boleh kok, tapi maaf ya kalau aku belum bisa memberikan yang terbaik, sekalipun itu sebuah rasa” katanya
“Semua butuh proses mas, aku ga akan memaksakan, biar waktu yang bicara” ucapku
“Sampai kamu benar-benar bisa melupakan perasaanmu pada wanita itu” ucapku dalam hati
“Iya, jadi tidur?” tanyanya
“Hehe, iya” ucapku mengangguk


Jantungku berdegup kencang ketika melihat ia tersenyum padaku untuk pertama kalinya. Senyumannya kali ini dapat kulihat merupakan senyuman yang tulus. Akupun kembali merebahkan tubuhku, dan saat itu posisi mas Fajar membelakangiku

“Mas, ngadep sini” ucapku
“Em, iya” katanya sambil berbalik
“Hehe, malu ah. Mimpi indah” ucapku sambil berbalik membelakanginya


Keesokan paginya, aku dibangunkan oleh mas Fajar dan bersiap untuk shalat subuh. Aku menyiapkan keperluan mas Fajar karena katanya mas Fajar mau shalat di masjid. Setelah itu akupun shalat subuh dirumah, sementara mas Fajar sudah berangkat ke masjid.
Setelah shalat, aku menghampiri ibu yang sedang berada di dapur

“Mas Fajar kalau senin pakai seragam apa bu?”
“Oh, kalau senin pakai kemeja oranye, kalau selasa biru dongker, kalau rabu putih, kalau kamis batik, kalau jum’at bebas, tapi biasanya dia pakai baju koko” kata ibu
“Wah, sampai hafal ya bu hehe” ucapku
“Iya, biasanya Fitri yang bantu siapkan” kata ibu
“Kalau boleh tau, dimana ya bu bajunya? Biar Zahra yang siapkan” tanyaku
“Ada di ruang setrikaan kok, nanti disana ada baju-baju yang sudah ada pin nama Fajar” kata ibu
“Kalau gitu Zahra siapin baju dulu ya bu” ucapku
“Duh, udah baikan nih ceritanya hehe” kata ibu
“Hehe iya bu, alhamdulillah” ucapku


Setelah menyiapkan baju, seperti biasa, aku menunggu mas Fajar diteras depan. Tapi kali ini rasanya berbeda, ada sedikit rasa bahagia ketika melihat mas Fajar yang sudah mulai merubah sikapnya.

“Kok disini?” tanyanya
“Emm, gapapa, yuk masuk” ajakku
“Lah, kenapa ga dari tadi?” tanyanya
“Kan nunggu mas pulang” jawabku


Mas Fajar keluar dari ruang setrikaan dengan pakaian yang sudah rapi. Mas Fajar terlihat benar-benar tampan saat itu. Aku bahkan ga bisa berhenti melihatnya.

“Aku yang siapin, mas. Tadi nanya ibu baju apa yang biasa mas pakai, katanya kalau senin kemeja oranye” ucapku
“Oh, iya makasih” katanya
“Masih jutek aja” kataku
“Jutek gini juga ganteng kan, kamu yang bilang sendiri” katanya


Saat mas Fajar berkata seperti itu berhasil membuatku salting dan malu. Kalau saja mas Fajar melihat wajahku, ia pasti tertawa karena melihat wajahku yang memerah.

“Bu, tolong pakein dasi dong” kata mas Fajar
“Ah, kamu ini umur udah 21 masih aja ga bisa pake dasi” kata ibu


Aku tertawa melihat keakraban ibu dan anak yang ada dihadapanku

“Sini, biar Zahra aja” ucapku

Aku memakaikan dasi padanya. Dulu aku sering memakaikan kak Zidan dasi, diajari ummi. Karena sebelumnya juga aku melihat ummi selalu memakaikan dasi ke abi.

Singkat cerita, setelah sarapan, mas Fajar sudah berada di motornya bersiap untuk berangkat. Akupun salim padanya, dibarengi Fitri. Saat itu Fitri kembali mengajakku ke dalam

“Jalan-jalan yuk” ajakku pada Fitri
“Mau kemana kak?” tanya Fitri
“Ajak aku keliling dong, biar lebih kenal daerah sini” ucapku
“Disini kampung kak, hehe” kata Fitri
“Ya gapapa, biasanya udaranya kan lebih seger” ucapku
“Yaudah kalau gitu aku pake jaket dulu ya kak” katanya


Ga lama Fitri kembali dan kami mulai jalan. Pertama, kami berhenti di masjid terdekat. Disana banyak sekali kegiatan anak-anak disekitaran masjid, ini karena didekat masjid ada taman kanak-kanak. Aku jadi teringat dimana aku selalu mengajar anak-anak di masjid dari senin sampai sabtu. Semenjak menikah, aku belum menemui mereka kembali.

Kemudian Fitri mengajakku ke sebuah lapangan yang dimana disana juga dekat dengan sekolah dasar setempat. Dan disana banyak sekali pedagang makanan berjejeran dengan gerobaknya

“Eh, jajan yuk” ajakku
“Ayo kak, mau jajan apa?” tanya Fitri
“Itu aja, cilok hehe” kataku
“Ayo ayo” katanya


Setelah membeli beberapa jajanan, kami duduk dimasjid setempat

“Kak, gimana sih rasanya pake cadar?” tanya Fitri
“Emm, gimana yah, biasa aja sih” jawabku
“Ga risih gitu jadi pusat perhatian? Atau pengap gitu?” tanyanya
“Udah biasa aja kok, kalau pengap engga itu tergantung bahan, kalau sekarang engga hehe. Masih nyaman aja kok”
“Jadi pengen coba deh kak” katanya
“Nanti deh, kakak ada cadar yang tinggal diiket dari luar, nanti kamu coba pake, gimana?” tanyaku
“Emm, anterin aku beli aja kak” katanya
“Kapan?” tany aku
“Sekarang aja, hehe” katanya dengan penuh semangat
“Eh, beli dimana?” tanyaku
“Ada butik muslimah di deket perempatan jalan” kata Fitri


Fitripun mengajakku pulang untuk bersiap membeli cadar. Setelah siap, kami berangkat menggunakan becak lokal. Sudah lama ga naik alat transportasi tradisional ini. Karena masih pagi, udarapun tidak terlalu panas. Selama perjalanan, Fitri memberitahu apa-apa saja yang ada di daerah sini. Dan sampailah kami di butik muslimah yang dimaksud Fitri

Kami masuk dan mulai melihat-lihat apa yang ada disini. Ternyata ada banyak gamis yang bagus disini. Dompetku merasa terpanggil nih, hehe.

“Udah dapet?” tanyaku
“Pilihin dong kak, yang cocok buat gamis ini hehe” kata Fitri
“Bahan sifon aja dek” ucapku
“Warnanya kak?” tanyanya
“Warna hitam aja, bisa untuk semua warna, kecuali kalau gamisnya putih, pake warna putih hehe, aku biasanya gitu” ucapku


Setelah memilih dan memilih, akhirnya Fitri mengambil salah satu model yang ada di etalase sana.

“Mba aku mau yang ini aja” kata Fitri
“Oh iya mba, ada lagi?” tanyanya
“Saya mau ini mba” ucapku sambil menyimpan gamis berwarna merah beserta cadarnya
“Kalau kamu mau gamis, pilih aja, biar aku yang bayarin” ucapku pada Fitri
“Eh, ga usah kak, nanti repot” kata Fitri
“Gapapa, anggap aja ini ucapan terima kasih kakak, karena kamu udah nenangin kakak kemarin malam” ucapku
“Ini beneran kak?” tanyanya
“Iya hehe” jawabku


Setelah semua selesai, kami memutuskan untuk kembali pulang. Tak lupa aku membawa oleh-oleh untuk ibu dan bapak dirumah. Setibanya dirumah, aku lihat ibu lagi sapu di teras rumah.

“Kamu masuk duluan ya” ucapku
“Iya kak” jawabnya
“Darimana nak?” tanya ibu
“Nganter Fitri beli gamis sama cadar bu” jawabku
“Cadar?” katanya sedikit kaget
“Iya bu, katanya Fitri mau coba pake cadar” ucapku
“MasyaAllah, ternyata kedatanganmu memang benar-benar membawa kebaikan” kata ibu
“Aamiin bu, hehe. Sini biar Zahra aja yang lanjut nyapu” ucapku
“Loh, kan kamu baru pulang nak” kata ibu
“Gapapa bu, ibu istirahat aja” kataku
“Gapapa, biar ibu aja, kamu sama Fitri aja ya” kata ibu
“Bener bu gapapa?” tanyaku
“Iya gapapa” ucap ibu meyakinkanku


Aku kedalam menemui Fitri di kamarnya. Tapi saat itu aku ga lihat bapak. Aku masuk ke kamar Fitri yang terbuka

“Sini kak, duduk” ajak Fitri
“Bapak kemana?” tanyaku
“Biasanya jam segini bapak ke sawah kak” katanya
“Ooh, gitu. Eh, iya cobain gih cadarnya” ucapku
“Iya kak” katanya


Kemudian ia mengambil salah satu cadarnya, dan mencobanya. Setelah memakainya, aku melihatnya begitu cantik, terlihat lebih anggun dari biasanya. Kemudian ia berjalan keluar

“Aku mau tunjukin ke ibu ah” kata Fitri
“Hehe, iya nanti coba gamisnya juga” ucapku

derryradhitya
pulaukapok
oktavp
oktavp dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.