Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

akukiyutAvatar border
TS
akukiyut
Jalan Panjang Untuk Selalu Pulang

Quote:



Spoiler for song for my heart :


Chapter 1 - A Little step behind

" Saka, kamu sudah ikhlas kan melepaskan dia buat bahagia, nak?" Tanya seorang wanita tua yang selalu dengan senyum teduh di bibirnya berkata kepadaku saat aku membaca sebuah undangan berbucket cantik yang aku temukan tertata secara rapi di meja belajarku dulu.
"Iya, bu. Aku ikut bahagia kok.."
" Kayaknya aku ga bisa datang menghadiri hari bahagia itu.."
" Hari Sabtu besok aku sudah harus berangkat lagi ke Singapura.."
" Pelatihan dari kantor yang aku ikuti mengharuskan aku berada disana sampai 2 Minggu lamanya.."
" Instrukturnya yang orang bule, ga bisa mentolerir alasan apapun tentang ketidakhadiran.."
" Sertifikasiku bisa hangus dan aku harus mengulang di tahun depannya.."
" Jawabku menerawang tak tentu arah.
Aku membayangkan dan berpikir bagaimana untung ruginya..sampai aku melewatkan kesempatan emas yang baru saja aku dapatkan. Di kantor ini, aku baru aja mendapatkan kontrak kerja untuk 2 tahun mendatang.

Sambil menerawang jauh, aku membayangkan kembali, dia.. mempelai wanita itu pastilah sangat cantik dan anggun memakai gaun pengantin panjang warna putih impiannya. Dengan melempar senyum penuh kebahagiaan kepada tamu, teman, sahabat dan relasi keluarga yang menghadiri pernikahannya.

Ah..dia emang layak buat bahagia dan mendapatkan sosok terbaik yang aku doakan semoga aja cocok buat mendampingi hidupnya ke depan.
Ya semoga saja...aku selalu ikut bahagia kalo dia mendapatkan hal terbaik untuk hidupnya.


Esok hari akupun dengan menegarkan hati membulatkan tekad dan keputusan yang sudah aku ambil ..aku tetap berangkat...
Aku menitipkan sebuah kado ke ibuku untuk diserahkan kepada kedua mempelai.. yang nantinya akan menyambut hari bahagianya seminggu ke depan, dan tak lupa aku menitipkan ucapan permintaan maaf melalui ibuku kepada kedua mempelai dan keluarganya perihal ketidakhadiranku.


Maafkan..bukan maksudku menghindari dan tak ikut bersuka cita dengan kebahagiaanmu, tapi semua karena keadaanlah yang memaksaku untuk tidak bisa menghadiri acara itu...karena masa depanku juga sedang aku rintis dan aku pertaruhkan, semuanya tergantung dari urusan kerja yang sedang aku perjuangkan saat ini...

Quote:


Hai perkenalkan semuanya...
Aku adalah Saka, seorang anak laki-laki bungsu satu-satunya di keluargaku, kakakku 2 perempuan yang usianya terpaut sangat jauh denganku. Aku terlahir di Kalimantan, karena ayahku dulunya bekerja di area pertambangan sebagai operator alat berat. Maka semua anak-anaknya lahir dan dibesarkan disana sampai usia sekolah dasar. Aku seringkali mendapat "berkah" bully dan dianggap bukan sebagai anak kandung orangtuaku pada saat keluargaku pulang kembali ke kampung halaman ayahku, karena fisik yang aku miliki yang sangat berbeda secara tampilan fisik dengan semua kakak-kakakku maupun kedua orangtuaku, aku dengan tampilan yang kental oriental, berkulit putih kemerahan, dan bermata sipit yang kuwarisi dari gen kakekku dari ibu, sedangkan kedua kakakku berkulit kuning langsat khas perempuan Jawa. Ya kakekku adalah seorang pria Chinese (please no sara),yang menikah dengan nenekku seorang wanita Jawa. Sedangkan ayahku adalah pria Jawa yang mempunyai sedikit campuran darah keturunan Arab dan Jawa dari kakeknya. Dan warisan gen berkulit putih dan bermata sipit akhirnya hanya jatuh kepadaku di keluargaku dan sepupuku perempuan, anak dari tanteku di semua cucu-cucu kakekku yang Chinese itu. Semua keluargaku sangat menyayangiku walaupun aku berbeda dari mereka semua, aku dulu seringkali merasa bahwa karena fisikku, aku seringkali merasa rendah diri karena merasa aku adalah anak adopsi dari ayah ibuku, ternyata semuanya itu tidaklah benar setelah aku mengetahui kenyataan silsilah sejarah keluarga dari ibuku yang bercerita secara gamblang tentang riwayat keluarganya dan adik-adiknya yang juga mempunyai tampilan bermacam-macam.

"Saka, kamu harusnya mainnya sama teman-temanmu di perumahan kompleks sebelah tuh, disanakan rata-rata anak-anak cina yang kaya. "
" Hei..kamu...! sini.. ! bagi uang..! pasti kamu duit jajannya banyak,secara keluargamu orang kaya..! "
" Kamu ga pantes hidup di kampung sini! kamukan anak adopsi dari orang tuamu, hahaha.."

Kata-kata dan perlakuan kasar dari sesama teman di lingkungan sekitar maupun sekolah, sering aku terima di kehidupan awalku di kota ini. Oh ya, rumah ayahku di kampung yang aku tinggali saat itu, adalah peninggalan warisan dari kakekku, ayahku adalah orang asli kampung disitu. Ayahku sejak masih sangat muda sudah merantau di Kalimantan dan bekerja di pertambangan. Dan saat dirasa sudah cukup untuk waktunya kembali pulang ke kampung halaman, beliau mengajak kami sekeluarga buat pulang ke Jawa. Di kotaku, awalnya aku yang saat itu belum bisa berbahasa Jawa, sering jadi bahan ledekan, dan bullyan, beruntungnya sebagian tetangga di sekitar rumahku adalah sanak saudara ayahku, mereka segera memaklumi dan membantu aku dan kakak-kakakku untuk belajar bahasa Jawa. Aku yang paling kecil diantara keluargaku awalnya terkadang sangat kesulitan beradaptasi terutama bahasa dan kebiasaan yang aku miliki. Kidal, di tradisi Jawa apalagi di kampung ayahku, orang yang berkegiatan dengan menggunakan tangan ataupun kaki kiri adalah sesuatu yang dipandang tidak bagus, ataupun kurang sopan. Aku adalah seorang yang kidal permanen di semua hal, menurut orang tuaku itu semua karena warisan dari kakekku yang Chinese. Beliau selalu melakukan semua aktifitas dengan tangan dan kaki kiri sebagai komponen utama. Jadi kebiasaanku itu jadi sebuah hal yang aneh dan tidak lumrah untuk penduduk kampung situ ( pada waktu itu) sekarang mungkin seiring perkembangan jaman di kampung ayahku mungkin sudah ada juga anak-anak yang kidal juga.Jadi itulah sekilas gambaran masa kecilku yang berbeda dan mendapatkan banyak kenangan masa kecil yang tak akan terlupakan. Untuk menjaga diriku dari kerasnya bullying dan pergaulan masa kecilku yang terkadang sering adu kontak fisik, aku sedari SD sudah diikutkan oleh orang tuaku untuk latihan karate dan taekwondo di sasana-sasana yang dekat dengan rumahku. Hingga aku menginjak masa SMA kelas 3, aku sudah mencapai sabuk hitam Dan 1 untuk karate dan taekwondo di akhir menjelang kelulusan SMA. Namun yang aku sampai serius terjuni adalah taekwondo karena aku sangat menyukai gerakan tendangan kaki yang terangkat ke atas, sejajar dengan dahi, bagiku hal itu seperti layaknya penari balerina yang sangat memukau sekali. Sampai suatu saat karena menekuni hobi di bidang ini bisa mengantarkan aku menjadi atlet profesional taekwondo di tingkat daerah, hingga aku mewakili kotaku untuk berlaga di kejurda.
Cukuplah sekilas gambaran singkat masa kecilku yang bisa aku ceritakan di awal ceritaku ini.

SOME PLACE IN 2***
Di kehidupan SMA aku bersekolah di sekolah swasta milik tentara, dimana sekolahnya berada di kawasan militer, walaupun orangtuaku bukanlah militer, namun keluarga besarku dididik secara militer, jadi aku ga kaget dengan disiplin ala tentara, tapi ya karena aku ga tertarik untuk masuk ke dunia ini jadi aku lebih banyak membangkang. Di sekolah SMA ***** ****** aku masuk di jurusan IPS, disana aku memiliki seorang sohib, Rio namanya karena kami mempunyai kesamaan hobi yang sama yaitu bermain musik, oh ya aku juga menekuni permainan gitar klasik dari mulai SMP kelas 3 hingga mencapai tingkatan grade 6 di akhir menjelang kelulusan SMA ( grade 6 = buku 6 adalah tingkatan paling tinggi untuk siswa kursus gitar klasik umumnya di lembaga kursus gitar klasik Yamahmud). Di sekolah aku membentuk sebuah band, Rio sobatku sebagai drummer, sedangkan aku bermain gitar. Sebagai band SMA kami hanya bermain di pensi sekolah sendiri maupun di sekolah lain yang mau menerima partisipan pengisi acara pensi.

" Bre, bulan depan kita ada kesempatan bermain di pensi SMA ******** yang terkenal dengan cewek-ceweknya yang high quality. " Rio datang memberi kabar di saat aku dan beberapa teman satu band berkumpul di waktu istirahat jam pertama yang biasanya kami gunakan untuk berkumpul di belakang gedung sekolah buat merokok. Ya kami biasanya para pelajar yang sudah kecanduan rokok akan berkumpul di belakang sekolah di kantin belakang, karena disini sangat minim pengawasan dari para guru. Berbeda dengan kantin depan dimana siswa-siswi yang kalo jaman dulu disebut sebagai anak gaul sering dijadikan tempat nongkrong buat jajan.

" Wah boleh juga tuh, siapa tau kita bisa tebar pesona ke cewek-cewek sana ya ? Hehehe.. " sahut Aji tersenyum senang, dia adalah salah satu personil bandku yang emang rada tengil dan paling pemberani kalo kenalan ke cewek-cewek. Selain karena dia mempunyai modal wajah yang agak ganteng kalo menurutku dan teman-teman di komunitas band sekolahku.
" Gimana, Ka?" Tanya Rio kepadaku seolah butuh persetujuanku, apa aku senang dengan kabar gembira ini.
" Oke sih.." jawabku pelan karena sesungguhnya aku sedang fokus melihat ke arah lain, dimana saat itu sepertinya aku melihat sosok yang sangat familiar dan aku kenal. Aku merasa itu seperti teman dekat SMPku, apa emang iya dia bersekolah juga disini? Seseorang dari masa lalu yang masih selalu aku ingat namun sayang aku tak pernah lagi berjumpa dengan dia semenjak aku lulus duluan dan meninggalkan sekolah itu, aku tak pernah tau lagi kabarnya seperti apa. Sekolahku yang sekarang sangatlah jauh dari domisiliku dan dia yang dahulu satu SMP negeri yang notabene sangat dekat dengan kawasan rumah kami. Ah.. mungkin aku hanya berhalusinasi secara mungkin aku sudah lama tak ketemu dia lagi sejak aku lulus duluan dari SMP.
" Emangnya kenapa, Ka? Kok kamu seperti berat gitu menjawab pertanyaanku soal tampilnya band kita disana itu? " Rio keheranan kembali mencecarku dengan alasan jawabanku yang terkesan malas menanggapi kabar gembira itu.
" Bukan masalah itu, sob. Aku tadi sepertinya berhalusinasi melihat teman lamaku waktu di SMP, di kantin depan itu tuh, tapi aku pikir lagi ga mungkin deh dia bersekolah disini yang sangat jauh dari rumahnya dulu. " Jawabku singkat.
" Anaknya yang mana sih? Cewek apa cowok tuh? " Cecar Dimas temanku yang rada kalem akhirnya buka suara juga.
" Ceweklah.. dia adik kelasku di SMP dulu. " Jawabku melongok kembali ke arah kantin depan yang menjual bakso, dimana banyak sekali anak-anak yang sedang antri bergerombol, dan aku kesulitan menemukan siapa yang aku lihat tadi, ah mungkin emang benar tadi aku sedang berhalusinasi aja.

Pulang bubaran sekolah hari ini, seperti biasa aku biasanya naik angkot bersama dengan Rio, rumahnya dan rumahku searah satu jurusan. Bersama dengan anak-anak yang lain kami terkadang berjalan dahulu ke terminal pemberhentian semua jurusan angkot di kotaku, jaraknya lumayan jauh dari sekolah kami, sekitar 2 km, tapi karena kami jalan beramai-ramai dan bersama-sama dengan banyak kawan-kawan, jarak segitu tak terasa jauh, dikarenakan kami ngobrol meneruskan obrolan yang dirasa kurang di sekolah tadi.

" Hai, Rio.." seorang cewek tersenyum ramah berjalan bersama temannya menyapa Rio dan berjalan mendampingi kami berdua, spontan aku dan Rio menoleh ke arah kedua orang gadis itu.
" Hai, Fan.. tumben jalan ke terminal, biasanya kan kamu dianter jemput ya? " Jawab Rio tersenyum ke arah gadis yang dipanggilnya Fan tadi. Aku sih cuek aja masih terus berjalan sambil menikmati rokok yang aku hisap. ( Aku perokok aktif dari mulai kelas 3 SMP, dan sudah bebas merokok walaupun itu di rumah)
" Iya, nih..aku sih kepingin kayak anak-anak lainnya, naik angkot bareng-bareng, bosen berasa kek anak SD aja, kemana-mana dianter jemput, ntar aku ga ngerasain namanya suka duka masa SMA dong ya? Hehehe.." jawab Fani sambil tersenyum yang sekilas pas aku lirik dia waktu tersenyum, ternyata dia manis juga anaknya. Aku sih merasa walaupun satu sekolah tapi baru kali ini mengetahui ada cewek manis selain di kelasku. Ah.. rupanya aku emang cupu dan terlalu cuek , sampai ga peduli sama siapa aja cewek-cewek menarik yang ada di sekolahku.
" Oh gitu ya...oh iya Fan, kenalin nih temanku yang cupu, hehehe..." Jawab Rio sambi meledek mengenalkan aku pada 2 temannya itu.
" Hai, kamu pasti Saka sobatnya Rio ya..aku Fanny, dia banyak cerita soal kamu lho.. hehehe.." Fanny tersenyum sangat manis menyodorkan tangannya padaku.
" Hai Fan ..aku Saka...emangnya nih kunyuk cerita apa ya soal aku? awas aja kalo cerita yang jelek-jelek. !." Aku menyambut jabat tangan Fanny sambil tersenyum tipis, dan kemudian berganti mengarahkan tanganku ke temannya yang ternyata bernama Clara.
" Hai Clara..." Sapaku pada teman Fanny yang penampakan fisiknya sejenis dengan aku, ya Clara nampaknya adalah gadis keturunan Chinese, seperti terlihat dari tampilannya yang sangat beda dengan teman-teman di sekeliling kami.
" Hai juga Saka..kamu anak IPS 3-1 ya? " Tanya Clara sambil tersenyum yang tak kalah manisnya dengan senyuman Fanny.
" Iya, aku IPS 1 beda sama nih provokator..kalo kalian bukan anak IPS kan?" Tanyaku sambil melambatkan langkahku untuk berjalan beriringan dengan mereka bertiga, karena awalnya aku kurang enak karena belum kenal maka aku berinisiatif berjalan di belakang mereka.
" Iya nih, ka. Aku sama Clara kan anak IPA 3-1, aku Clara dan Rio dulu pas kelas 1 itu teman sekelas. " Fanny menerangkan ihwal pertemanan mereka bertiga.
Kok Rio ga pernah cerita ya kalo berteman dengan cewek-cewek manis. Hehehehe..apa emang aku yang terlalu ga peduli sama lingkungan ya, sampai hal itu terlewat begitu aja di pikiranku.
" Oh begitu ya.." jawabku asal.
" Emang nama marga keluarga kamu apa, Saka? " Tanya Clara yang sedikit mengagetkan aku, mengingat nama ayahku tak punya nama keluarga besar.
" Hah ? Maksudnya apa ya, Clar? " tanyaku sambil membelalakkan mataku keheranan dengan maksud pertanyaan Clara barusan.
" Kalo keluargaku kan nama marga Chinese nya itu Ong, kalo keluargamu apa tuh, ka? " Kembali Clara keukeuh ngotot bertanya asal usul keluargaku.
Aku hanya bisa menarik nafas berat dan berpikir, bagaimana aku tau nama Chinese kakekku kalo ibuku tak pernah menceritakan nama asli cina kakekku, secara dia bernama seperti orang Indonesia pada umumnya karena kebijakan pemerintah masa lalu yang mengharuskan kakekku mengganti namanya supaya tak dituduh seperti simpatisan gerakan yang pernah mencoba kudeta pada pemerintah masa lalu.
" Hei Clar..udah aku bilang kan...dia tuh cina kW, abal-abal, tampilannya aja kek koko-koko padahal dia tuh asli Jawa, aku kenal dan tahu semua keluarganya, ayah ibunya..dia kan anak adopsi.. hahaha..becanda bre.." Rio semakin kurang ajar membullyku, ya aku udah terbiasa dengan bullying-bullying seperti ini, malah tak ada perasaan marah sering dikatain seperti itu. Karena aku udah terbiasa dikatain ini itu dari aku masih kecil
" Ayahku orang Jawa asli kota ini, Clar. Sedangkan aku dapat warisan tampang seperti ini ya dari almarhum kakekku, ayahnya ibuku.." jawabku sambil tersenyum kecut.
" Oh begitu ya..aku kira kamu seperti layaknya aku, maaf ya ka..aku jadi merasa ga enak karena kamu pasti marah ya dikatain seperti itu. " Clara menyahut pelan, sepertinya menunjukkan kalo dia menyesal telah bertanya hal seperti itu kepadaku. Nampak sekilas aku melihat matanya berkaca-kaca.
" Clara, ga papa kok..aku tuh udah biasa ditanya seperti itu, aku ga pernah marah kok, jadi santai aja ya, ga usah sampai merasa bersalah apalagi sampai sedih begitu. " Jawabku tersenyum setulus mungkin pada Clara.
" Saka, Clara tuh anaknya perasaannya halus banget, jadi dia itu sensitif sama hal yang dirasa menyentuh hatinya dia pasti mewek .. hehehe.." Fanny mengatakan hal itu padaku yang aku bales dengan senyum tipis.
" Ih Fanny..apaan sih...aku kan jadi malu sama Saka tuh.." jawab Clara tersenyum malu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Tak terasa kami berjalan sambil mengobrol akhirnya sampai juga di pangkalan terminal angkot. Aku dan Rio mengantarkan dulu kedua gadis ini ke angkot yang akan mereka naiki, sedangkan aku dan Rio karena jalurnya hanya terpisah dua jalur jadi ga seberapa jauh.
" Saka, bagi nomor HP kamu dong! " Clara berkata manja melongokan kepalanya di sela pintu depan angkot waktu aku dan Rio akan beranjak meninggalkan angkotnya.
" Aku jarang punya pulsa, Clar, percuma juga kamu SMS, pasti nanti jarang aku bales deh. " Candaku padanya, yang dibalas dengan rengutan muka jutek yang dibuat-buat, yang bagiku malah terkesan lucu karena matanya yang sipit malah terkesan ga kelihatan sama sekali.
" Ya seenggaknya kalo kamu ga bales SMS dari aku, ntar aku yang nelpon kamulah..! " Clara menjawab sambil sedikit ngotot yang malah membuat aku, Rio dan Fanny tersenyum senyum karena kelucuannya yang ga disengajanya.
" Nih, catet sendiri ya, aku kan lupa sama nomor HP aku sendiri. " Jawabku sambil menyerahkan ponselku yang sudah aku buka menu di phone book yang menampilkan namaku. Aku emang ga pernah menghapal nomor ponselku, karena jaman dulu buat dapat nomor yang spesial kan harganya sangatlah mahal, manalah mampu aku membeli kartu perdana mahal yang mahal itu, karena untuk pelajar seperti aku ini yang uang jajannya tersedot habis buat kebutuhan membeli rokok, faktor nomor ponsel pokoknya bisa dibuat untuk berSMS dan telpon ( timeline waktu itu hanya SMS dan telpon)
" Makasih ya, Saka..ntar kalo ada waktu luang aku SMS kamu deh... bye bye.. Saka ." Clara mengembalikan ponselku sambil tersenyum sangat manis kemudian melambaikan tangan.
Aku dan Rio segera bergegas menuju angkot jurusan kami, buru-buru buat pulang cepat ke rumah nampaknya bisa meredam panasnya cuaca dan capeknya hari ini bersekolah. Di dalam angkot, aku masih terus bertanya dalam hati ada apakah gerangan sampai gadis secantik Clara ngotot minta nomor HPku? Ah jangan-jangan aku cuma geer semata...dasar cupu...


INI👉 DAFTAR CHAPTERNYA
Spoiler for mmm mmm mmm:


(BERSAMBUNG AJA)emoticon-Kalah
Diubah oleh akukiyut 25-09-2023 12:04
guesiapasih
monsterpinky
pussyabigore
pussyabigore dan 34 lainnya memberi reputasi
35
40.2K
1.2K
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.7KAnggota
Tampilkan semua post
akukiyutAvatar border
TS
akukiyut
#55
Spoiler for Don't Know Why:

CHAPTER 22 - SABAR ADALAH SEBUAH KABAR YANG KABUR

Seminggu ini aku sudah kembali beraktivitas normal di sekolah. Setelah kemaren aku berhasil mendapatkan juara 1 di Kejurda untuk perseorangan, dan juara 2 di nomor berpasangan dengan Wisnu. Aku sangat senang, karena bonus yang aku hitung-hitung, sangat lebih dari cukup untuk aku bayarkan buat biaya sekolahku sampai aku lulus SMA dan bayar uang ujian. Ga ada momen yang spesial buat diceritakan, semuanya datar aja. Kini sebagai pacarnya, tiap hari aku menjemput Eva pulang kerja ataupun pulang kuliah selama ga berbarengan sama waktuku mengamen. Terkadang aku agak merasa capek, kudu rutin jemput Eva di mall tempat kerjanya dari kost-kostanku yang jauhnya pake banget. Belum lagi nanti ngantar dia kuliah di kampusnya terus pulangnya balik ngantar pulang lagi ke kost-kostannya. Demi melihat dia tetap semangat menjalani hari-harinya aku rela. Walaupun Eva masih selalu terlihat bersemangat tapi wajahnya ga bisa dibohongin kalo dia terlihat capek dengan rutinitasnya.

" Rasanya aku emang kudu pindah kost di dekat kampusku aja deh, yang.." ucap Eva berbisik di telingaku, waktu malam itu kita mengarah pulang ke kostannya.
" Ya kalo aku sih terserah kamu, Va." Jawabku menoleh ke arah suaranya.
" Tapi kalo udah pindah kost dekat kampus nanti berangkat kerjanya jadi jauh, yang.. hihihi... " Ucap Eva mencubit pipiku.
" Kalo saranku mending kamu fokus kuliah aja, Va. Kamu harus keluar dari kerjaaanmu sekarang kalo kamu ga mau waktumu nanti keteteran. Ntar nyari kerja lagi buat sampingan yang tempatnya dekat kostan di kampus. Atau kamu ga usah kerja, jadi fokus kuliah aja, kasihan orang tua kamu biayain kamu kuliah kalo kuliah kamu jadi berantakan gegara kamu sibuk nyambi kerja." Saranku.
" Hmm..gimana ya yang..aku pingin dapat penghasilan sendiri. Besok Minggu sore anterin aku nyari kostan di dekat kampus aja ya, yang ! " Pinta Eva manja.
" Sore aja ya, Minggu siang aku kudu ke rumah temanku, ngajarin adiknya main gitar. "
" Wah, aku ikut dong..! " Ucap Eva tersenyum jahil.
" Yaelah ga usah..! kamu nanti disana pasti boring, wong cuma urusan genjrang-genjreng, ntar pulangnya dari sana aku belikan jajanan pentol (semacam cilok).. hehehe..." jawabku cengengesan.

Sekarang intensitasku bersama Eva emang lebih banyak, kesibukanku sekarang ini sudah agak berkurang. Tiap sore sampai malam aku selalu bersama Eva. Aku jadi sangat mengenal pribadi Eva, termasuk informasi tentang dirinya yang aku belum tau. Eva adalah anak pertama, dia punya 2 saudara laki-laki, yang masih bersekolah di SMA dan SMP. Dia berkuliah jauh dari orangtuanya, karena kebetulan saudara ayahnya jadi dosen di tempatnya berkuliah. Jadi dia dititipkan buat melanjutkan pendidikannya di kotaku.

Aku udah ga pulang ke rumah orangtuaku sebulan lebih 10 hari. Cuma terkadang kakakku yang menghubungi nomorku yang baru karena mereka secara kebetulan berhasil memaksa Rio untuk memberi tau nomorku. Sejauh ini keluargaku membiarkan aku dengan pilihan yang sudah aku pilih. Mereka tiap hari memantau keberadaanku lewat kabar yang selalu diberikan teman-temanku di sekolah.

XXXXX

Hari Minggu siang, aku berkendara membawa softcase gitarku menuju ke sebuah rumah mewah berarsitektur Mediterania di kawasan perumahan elit. Aku akan membayar janjiku yang beberapa waktu lalu lupa aku tunaikan.

" Hmm..bagus deh ..rumahnya sedang sepi.. mobilnya juga kelihatannya ga ada di rumah. " Batinku.
Aku memencet bel yang langsung dibuka sama bibi' Nah.

" Steve ada, bi'?" Tanyaku.
" Ada, mas Saka. Sampeyan udah lama ya ga main kesini?." Jawab bi' Nah tersenyum ramah mempersilahkan aku masuk.
Aku segera memasukkan motorku di samping pagar pintu masuk.
" Motornya taruh di depan sana aja, mas!" ucap bi' Nah.
" Ga usah bi'.. biar disini aja wong motor tua butut, nanti bikin ngerusak pemandangan rumah ini. " jawabku berjalan menuju ke teras depan. Aku sengaja menaruh motorku di samping pinggir pintu masuk, biar ga terlihat dari depan arah menuju ke rumah.
Steve kebetulan emang kalo Minggu jarang main keluar rumah. Dia sengaja menungguku walaupun kemarin-kemarin aku sering ingkar janji buat mengajarinya.

" Steve aku udah buat catatan di buku buat kamu, jadi kamu ga perlu catat lagi. Kamu tinggal praktekin dengan langsung bermain di gitar, semuanya udah aku kasih keterangan, jadi kamu pasti jelas kok ."
" Kata Cece, mas Saka kemungkinan besar ga ngajarin aku lagi, jadi ya aku kemarin agak malas buat ngulik materi pelajaran gitar yang pernah mas Saka kasih
. " Ucap Steve.
" Maaf kemarin-kemarin aku agak sibuk, aku bakal tepati janjiku ke cecemu Steve. Mulai Minggu depan latihannya ganti hari ya, jadi hari Senin sore, Steve. " Ucapku.
" Emang sekarang mas Saka ga janjian sama cece? Dia tadi dijemput temannya laki-laki, aku ga tau siapa tuh temannya, dia sering kesini. " Ucap Steve dengan ekspresinya cemberut.
" Aku emang engga janjian, Steve." jawabku tersenyum.
" Aku kira dulu mas Saka itu pacarnya Cece. Soalnya Cece kalo nanya ke aku, gimana, nyo? Saka ganteng ga? Cocok ya buat pacarnya Cece." Ucapan Steve otomatis bikin aku keselek pas minum es jeruk.
" Uhukk..uhukk..bukanlah... Steve." Jawabku terbatuk-batuk.

Aku tersenyum agak senang melihat perkembangan permainan tangan Steve memainkan gitar, rupanya dia ada banyak kemajuan dari teknik fingering dan akurasi nada yang dimainkannya. Kami sempat ngobrol agak lama diluar urusan gitar termasuk, Steve yang menanyakan kenapa aku kok udah jarang kesini lagi. Dia meminta nomor HPku, biar nanti ga perlu kakaknya sebagai penghubung kalo dia ada perlu. Aku memberikannya nomorku, dengan pesan kepada Steve buat ga memberikan nomorku ke kakaknya, awalnya Steve nanya kenapa? Aku bilang kalo sekarang aku sedang fokus buat ujian akhir sekolah. Kalo sering ribut dengan kakaknya hanya akan menambah permasalahanku. Ga berapa lama kedua orangtuanya Steve muncul.

" Siang om..tante.." sapaku.
" Saka kamu kemana aja? " Tanya mamanya Steve tersenyum.
" Saya ada kok, tant. Hehehe.." ucapku cengengesan.
" Wah katanya kemarin dapat juara 1 di Kejurda ya, Ka." Ucap papanya Steve yang langsung duduk di depanku.
" Hehehe.. iya om. "
" Kamu tadi kesini ga janjian sama Siska
? " Tanya mamanya memandangku iba.
" Engga tant. Saya soalnya mau ngasih kabar ke Steve, kalo mulai Minggu depan latihannya hari Senin sore, saya hari Minggu siang ga bisa. " Jawabku .
Aku dari dulu sering ga suka dan ga nyaman dengan orang yang selalu memandangku iba.

Akhirnya orang tua Steve ikut nimbrung dan ngajak aku ngobrol di teras rumahnya. Aku merasa di keluarga ini, sambutan mereka kepadaku sangat baik. Kami banyak berbincang dan guyonan banyak hal terutama ngeledek Steve yang paling kecil disini. Dia sebenarnya masih terbilang bocah, karena kalo kemana-mana masih diantar dan dijemput papanya. Aku waktu seusia diatas Steve setahun, udah main rada jauh, termasuk aku pernah ngikut ke acara kebut gunung tahunan via pecinta alam sekolah. (dulu rutin ada acara tahunan di kotaku yang biasanya diadakan komunitas pecinta alam)
Ga lama ada sebuah mobil sedan mewah yang masuk ke halaman. Papa dan mama Steve langsung pamitan kepadaku untuk masuk ke dalam rumah. Aku kembali mengajari Steve dengan permintaan lagu-lagu yang dia ingin mainkan. Siska terlihat berjalan ke arah rumah dengan teman laki-lakinya. Siska melihat ke arahku sekilas, dan tersenyum tipis kepadaku. Aku hanya menunduk pura-pura sibuk dengan apa yang aku ajarkan ke Steve. Siska mengajak temannya masuk ke ruang tamu. Dari tadi suasana di rumah ini sepi, hanya terdengar suara burung peliharaan papanya Steve di samping halaman yang terdengar ramai. Sekarang hanya terdengar suara gitar yang dimainkan Steve. Aku pura-pura sibuk dengan menuliskan materi di buku catatan Steve.

" Saka, kamu ikut om dulu ke belakang, tolong bantuin pasang lampu di halaman belakang.! " " Papanya Steve muncul dari dalam rumah dan mengajakkubke belakang lewat samping halaman rumahnya.
Aku mengangguk mengikuti instruksi Om Thomas. Baru sekarang aku ngeliat gedenya rumah ini. Ternyata garasi mobilnya disini, ada mobil Siska terparkir di garasi. Di halaman belakang masih tersisa sebidang tanah yang difungsikan sebagai tempat peliharaan burung-burung dalam sangkar besar.
" Waduh ini sih persis banget taman burung di kebun binatang." Batinku.
Ada beberapa burung elang, burung hantu dan burung-burung berkicau yang ada dalam kandang terpisah.
" Tolong bantuin om ganti lampu itu yang putus ya. " Ucap om Thomas memberikan lampu baru dan menunjuk ke tangga di sebelah kandang burung.
Aku bergegas naik ke atas dan mengganti bola lampunya.
" Kamu kenal sama temannya Siska tadi? " Ucap om Thomas tiba-tiba. Aku yang baru turun dari tangga menggeleng.
" Saya ga kenal om." Jawabku.
" Om ga suka, Siska bergaul sama anak itu, ga punya sopan santun ke orang tua. Dia kalo ngajak Siska langsung jemput di halaman depan, dia ga pernah pamitan sama tante. " Om Thomas terlihat berbicara dengan ekspresi jengkel.
Aku cuma mengangguk dan mendengarkan omongan Om Thomas.
" Saka, om kapan hari sama tante mampir ke rumah kamu dan bertemu dengan kedua orang tua kamu. Karena om kan harus tau kemarin-kemarin anak gadis om kemana kalo pulang sekolah sering sampai malam. Ternyata Siska bilang ke rumah kamu. Akhirnya dia ngasih tau dimana runah kamu. Om sama tante berinisiatif mengecek kebenaran omongan Siska. Akhirnya ya om ketemu sama orang tua kamu. "
Om Thomas bicara panjang. Dia memandangku dan menghela nafas.
" Om tau kamu udah pergi dari rumah. Orang tua kamu yang bilang, Om juga sepemikiran dengan ayahmu, kalo itu sudah pilihan kamu, ya kamu mesti bertanggung jawab dengan pilihan itu. Tante kaget lho, Saka..kamu beda sendiri sama keluargamu hehehe..tapi waktu ibumu ngasih liat foto keluarganya, baru Tante paham. " Om Thomas menepuk bahuku. Kami berbincang di depan sangkar burung, om Thomas masih sibuk memberikan makan burung-burung peliharaannya.
" Om tau kalian sedang ada masalah, walaupun Siska ga pernah cerita ke kami. Coba diselesaikan, om pernah muda seperti kalian, ga perlu kalian bermusuhan seperti itu." Om Thomas menepuk pundakku.

Ga lama Steve memanggil papanya untuk ke depan. Aku hanya mengekor di belakang Om Thomas. Udah jam 4 aku keknya harus pulang buat menjemput Eva di tempat kerjanya nanti jam 5.
" Saka ikut makan dulu ya." Ucap Tante Monica mamanya Steve.
Om Thomas juga memaksaku buat makan dulu sebelum aku pulang. Rupanya temannya Siska udah pulang. Steve menyeret tanganku buat masuk ke ruang makan, Siska udah duduk disana. Steve menunjukkan kursi yang harus aku duduki yaitu di sebelah Siska.
"Pa..ma.. dia kalo makan ga bisa pake tangan kanan jadi harus dimaklumi. Ibu yang selalu pesan ke cece kalo kebetulan makan di rumah tolong sampaikan ke papa mama. " Ucap Siska yang langsung mengambilkan porsi makan buat aku dengan ukuran yang banyak pake banget dan langsung memberikannya padaku dengan acuh.
" Nih anak sengaja bikin gara-gara apa ya, aku ga pernah makan sebanyak porsi buat kerja paksa gini." Batinku.
" Kamu gapapa, Ce? " Tanya tante Monica begitu ngeliat aku dikasih piring yang menggunung.
" Gapapa kok ma..dia biasa emang makannya banyak, apalagi sekarang kan jauh dari rumah, mumpung makan ya dikenyangin sekalian. " Ucap Siska tersenyum sinis melirikku.
Aku makan dengan menunduk, karena aku ga pernah makan sambil ngomong.
" Cece, kamu kalo ngomong diatur..!! papa dan mama ga pernah ngajarin kamu buat ngomong nyakitin hati orang..!" Ucap om Thomas mendelik menuding ke Siska.
" Om, sudah ya..saya mohon..saya gapapa kok.." aku spontan berdiri buat mengajak Siska pergi dulu dari hadapan papanya yang sebentar lagi jelas akan tumpah kemarahannya. Aku menyuruh Steve buat mengantar cecenya ke kamar. Siska menangis. Aku kembali ke ruang makan untuk menghabiskan makan yang sudah terlanjur diambilkan Siska buatku.
" Om..tante, saya ijin buat meneruskan makan saya, karena orang tua saya mengajarkan buat ga membuang makanan yang udah diberikan ke kita." Ucapku dengan rasa yang sedikit mual, karena melihat piring makan yang separuh aja belum berkurang isinya.
" Ga usah dihabiskan juga gapapa, Saka. Kayaknya dia emang sengaja mau bikin kamu sebel dan marah kok
" Ucap tante Monica tersenyum.

Aku bertekad walaupun perutku kapasitasnya ga serakus seperti yang Siska ambilkan porsinya. Aku harus bisa menghabiskan dalam piring ini. Akhirnya dengan susah payah aku menghabiskan semuanya. Aku menahan rasa penuh di perutku. Aku mencoba memikirkan hal lain yang ga ada kaitannya dengan perutku yang penuh. Aku mengalihkan pikiranku buat ga selalu berpikir ke urusan perut.
" Kamu kan ngerokok, sana ke depan dulu, biasanya perokok kan ga enak kalo abis makan ga ngerokok, Ka. " Ucap om Thomas.
Aku bergegas ke depan pintu pagar depan buat merokok.

" Kalo kamu sabar, kamu akan dianggap pemenang di depan kedua orangtuanya. " Batinku kembali berbisik.
" Emangnya kamu siapa dianggap jadi pemenang di depan orang tuanya Siska? Wong Siska udah nganggap kamu pecundang kok, ga ada yang perlu kamu perjuangkan lagi. " Nalarku mendebat keras.
" Wajar sih Siska ngatain kamu gitu.. hidup kamu emang kasihan kok, Saka!!" Logikaku berbicara.
" Sabar aja, kamu emangnya bisa apa coba? wong selama ini modal kamu cuma modal sabar aja." Nuraniku berbisik.

" Saka.." panggil tante Monica yang duduk bersama om Thomas di teras depan. Aku bergegas menghampiri karena aku juga mau pamit pulang.
" Duduk dulu sebentar, ada yang tante mau omongin. "
" Ini ada sedikit sekedar buat kamu jajan karena kamu udah mau repot-repot ngajarin Steve" Tante Monica memberiku amplop yang diberikannya di atas meja.
" Maaf tante..saya ga bisa terima, karena saya emang udah janji ke Siska buat ngajarin adiknya." ucapku menoleh ke arah Steve yang jalan dengan Siska duduk di sebelah orangtuanya.
" Gapapa, terima aja, Ka. " Paksa om Thomas.
" Terimakasih kasih, Om. Saya udah ada sedikit simpanan kalo hanya buat keperluan saya."
" Saka, emangnya kamu kerja? " Tanya tante Monica tersenyum lembut.
" Iya, tant. " Jawabku melihat ke arah Siska yang pandangan matanya masih terlihat jengkel padaku.
" Kamu kerja apa emangnya selama pergi dari rumah, Ka? " Tanya om Thomas.
Aku diam memperhatikan wajah-wajah di depanku yang ingin tau kerjaanku selama aku pergi dari rumah.
" Buat bertahan hidup, saya kerja ngamen, om. " Jawabku tersenyum.
Tante Monica menghela nafas. Om Thomas hanya bersedekap dan manggut-manggut.
" Beneran mas, kamu ngamen? Di jalan atau keliling ke rumah-rumah gitu? " tanya Steve yang langsung antusias dan duduk di sebelahku.
" Iya, aku ngamen keliling tapi ga di jalanan ataupun di rumah-rumah, aku ngikut teman keliling di tempat kek pasar malam dadakan dan tempat kulineran, Steve. " Aku tersenyum dan melirik ke Siska yang langsung membuang muka saat mata kami berpandangan.
" Saka..kamu ga kasihan sama ibumu? Dia selalu nunggu kamu pulang, tante sama om kapan hari mampir ke rumah kamu, ibu kamu sangat mengkhawatirkan kamu. " Ucap tante Monica.
" Gapapa, tant.. ibu saya percaya, kalo saya bisa menjaga diri. Kakak-kakak saya kan sering nelpon nyuruh saya pulang, tapi saya emang ga mau lagi jadi beban buat keluarga saya, makanya saya pingin keluar dari rumah buat membiayai diri saya sendiri." ucapku menghela nafas membayangkan bagaimana keluargaku di rumah.

Aku segera berpamitan karena hari beranjak sore, aku harus menjemput Eva di tempat kerjanya. Aku berjalan keluar dari rumah mewah itu. Siska kemudian berlari menyusul ke arahku.
" Maaf..! " Hanya itu yang diucapkannya dengan pandangan sayu ke arahku.
Aku hanya membalas tersenyum dan mengangguk.
" Aku balik dulu ya, terimakasih buat semuanya." Ucapku menjalankan motorku.

Diatas motor aku berpikir, apa emang untuk menemukan sebuah jalan kebenaran harus diperlukan banyak kesabaran seperti layaknya biksu Tong Sam Chong mencari kitab suci ke barat?
Entahlah, aku hanya akan tetap menjalani jalanku dengan hati yang lapang dan sabar...
Semoga aku tetap berada di jalan yang mengarah ke arah kebenaran versi hidupku..ya semoga...


Quote:




(Bersambung Aja Dongs)emoticon-Kalah
namakuve
hitnaru714
simounlebon
simounlebon dan 15 lainnya memberi reputasi
16
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.