- Beranda
- Stories from the Heart
Bukan Rama Shinta
...
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
chrishana
#15
Chapter 09 - Persaingan Dio dan Kevin
Ada suatu masa di mana Sang Surya menyudahi tugasnya untuk menerangi belahan bumi, berganti posisi dengan Sang Candra di angkasa. Insekta pun ikut memeriahkan malam dengan bernyanyi bersahut-sahutan dari dalam semak-semak. Membuat suasana menjadi tak begitu sunyi tanpa hadirnya desir angin malam yang menggoyangkan dahan.
Ada dua remaja yang sedang duduk di atas ayunan. Menikmati malam yang cerah dihiasi oleh terangnya bulan yang hanya menampakkan diri setengah dari tubuhnya. Mereka sedang berada ruang terbuka hijau di belakang rumah sambil menghisap kumpulan tembakau yang digulung dengan kertas sambil mengobrol.
Kevin menggelengkan kepalanya lalu membuang asap rokok yang dia hisap.
Kedua remaja tersebut telah sepakat dengan taruhan yang mereka buat. Tak lama setelah mereka selesai menghisap rokok, mereka pun berpisah. Dio segera pulang ke rumahnya dengan mengendarai sepeda motor buatan Jepang.
Dio dan Kevin adalah saudara sepupu. Kevin lebih tua satu tahun dari Dio. Anak yang bernama lengkap Kevin Auilan Prambudi memang mempunyai penampilan fisik di atas rata-rata. Dengan tingginya yang mencapai 178 cm dan berwajah tampan seperti artis Tiongkok, dia mampu menghipnotis hampir seluruh perempuan yang ada di sekolah. Salah satunya adalah Hervina Anindia Putri atau yang biasa dipanggil Vina.
Waktu terus berputar hingga akhirnya rembulan berganti peran dengan bintang terbesar di tata surya walaupun dirinya masih sembunyi di balik langit. Suara nyanyian burung gereja di atas pepohonan dan atap rumah berhasil membangunkan remaja enam belas tahun bernama Diovenda Rahardian dari tidurnya. Memaksakan diri untuk membuka mata dan melihat penanda waktu pada gawai terbaik buatan Tiongkok miliknya.
Dio tidak mau melewatkan hari pertama menjadi murid SMA dengan biasa. Dia ingin berangkat menuju tempatnya menimba ilmu lebih pagi. Dengan mengendarai sepeda motornya, dia hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas menit untuk sampai. Setelah sampai di sekolahnya, dia memarkirkan motornya di tempat parkir khusus murid dan berjalan menyusuri kelas untuk mencari di mana kelasnya berada, kemudian dia turun menuju koperasi sekolah untuk membeli makanan ringan dan air mineral kemasan.
Ada suara lelaki dan perempuan saling bersahut-sahutan di depan koperasi sekolah, tepat di pertigaan koridor menuju kantin sekolah. Mereka sedang berdebat untuk menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah. Perdebatan mereka berhasil mencuri perhatian Dio yang saat itu sedikit mengintip dari dalam koperasi sekolah.
Setelah melihat mereka selesai bertengkar, Dio langsung mengambil langkah dengan cepat mendekati sosok murid perempuan yang baru saja bertengkar dengan murid laki-laki di sekolah. Ketika melihat perempuan itu duduk menyendiri di depan kolam kecil, Dio memberanikan diri untuk mendekat dan duduk di sampingnya lalu menarik napas panjang untuk mengumpulkan keberanian.
Perempuan itu pun terkejut dan menoleh.
Mereka berdua menghabiskan waktu untuk bersenda gurau di bawah pohon rindang yang memayungi mereka dari siraman cahaya matahari pagi. Dihiasi oleh suara gemercik air pada kolam kecil di depannya. Tak terasa waktu berlalu dengan sangat cepat, namun mereka terlihat seperti sudah akrab satu sama lain. Mau tidak mau, mereka harus berpisah sejenak untuk masuk ke kelas masing-masing untuk memulai pelajaran.
Dio dan Kevin menghabiskan waktu istirahat siang mereka dengan mengobrol di sebuah saung kecil, tepat di samping gudang olah raga milik sekolah. Tempat yang cukup nyaman untuk mengobrol dan bersantai sejenak. Melepas sedikit penat sebelum melanjutkan jam pelajaran selanjutnya. Hingga akhirnya bel tanda istirahat siang berdering. Mereka berdua langsung beranjak dan berpisah untuk pergi ke kelas masing-masing.
Setelah sekian jam waktu berlalu, waktu yang dinantikan oleh seluruh murid SMA Bumi Yadhika pun tiba. Dering dari bel tanda waktu belajar hari itu sudah berbunyi. Suasana yang tadinya hening, seketika menjadi riuh. Seluruh murid berhamburan keluar dari kelas mereka, tak terkecuali Dio. Dia membereskan perlengkapan sekolahnya dengan cepat lalu keluar dari kelasnya. Langkahnya terhenti di depan tangga lalu menyandarkan tubuhnya di balik dinding. Menunggu seseorang yang sedang berjalan ke arahnya.
Shinta yang melihat Dio berdiri langsung berjalan menemuinya.
Lampu lalu lintas di perempatan jalan utama beralih dari warna merah menuju hijau. Membuat sebagian besar kendaraan yang memadati jalan menjadi riuh dan bising dengan suara alat penanda bahwa ada kendaraan yang ingin melintas. Kevin dan Dio pun berpisah karena rumah mereka beda arah walaupun jaraknya tidak jauh.
Nampak jelas di atas langit, matahari sudah lelah untuk menerangi hari. Langit yang tadinya nampak biru, kini sedang mengalami masa transisi menjadi hari yang gelap. Di mana banyak orang-orang memadati jalan untuk pulang ke rumah mereka masing-masing setelah menyibukkan diri dengan aktivitas mereka. Sebagian besar dari mereka menggunakan mobil pribadi, menyebabkan lalu lintas menjadi padat nyaris tak bergerak.
Tapi, itu tidak memberikan pengaruh banyak untuk Kevin dan Dio. Mereka dapat menyelesaikan perjalanan mereka hanya dengan waktu sepuluh menit dari tempat mereka bertemu dan berpisah. Setelah sampai di rumah masing-masing, Dio berinisiatif untuk menelpon saudaranya.
Ada dua remaja yang sedang duduk di atas ayunan. Menikmati malam yang cerah dihiasi oleh terangnya bulan yang hanya menampakkan diri setengah dari tubuhnya. Mereka sedang berada ruang terbuka hijau di belakang rumah sambil menghisap kumpulan tembakau yang digulung dengan kertas sambil mengobrol.
“Gimana rasanya, Yo? Besok udah jadi murid SMA,” tanya Kevin.
Dio menghisap rokoknya dan membuang asap dari mulutnya, “Biasa aja sih. Kenapa emangnya?” tanya Dio.
“Di Bumi Yadhika banyak cewek cantiknya, bro!” ujar Kevin.
“Terus?”
“Lo udah ngerasain ML belom?” tanya Kevin.
“Mobile Legends?”
“Bukan, bego! Hubungan badan,” jawab Kevin.
“Belom lah, gila! Gue baru lulus SMP. Gue ke Bumi Yadhika juga karena ada lo, Vin,” ujar Dio sambil menghisap rokoknya.
“Kalau udah SMA, lo harus bisa begini,” ujar Kevin sambil menyelipkan ibu jarinya di antara jari telunjunk dan jari tengah.
“Emang lo udah?”
“Udah dong. Di sana ada cewek namanya Vina. Gue pertama kali main sama dia,” Kevin berkata dengan sedikit angkuh.
“Ah, ngomong doang lu,” Dio membantah.
“Beneran, lo bisa cek sendiri kebenarannya. Gue bawa dia ke rumah terus gue pake,” ujar Kevin.
“Bokap nyokap lo gak tau?”
Dio menghisap rokoknya dan membuang asap dari mulutnya, “Biasa aja sih. Kenapa emangnya?” tanya Dio.
“Di Bumi Yadhika banyak cewek cantiknya, bro!” ujar Kevin.
“Terus?”
“Lo udah ngerasain ML belom?” tanya Kevin.
“Mobile Legends?”
“Bukan, bego! Hubungan badan,” jawab Kevin.
“Belom lah, gila! Gue baru lulus SMP. Gue ke Bumi Yadhika juga karena ada lo, Vin,” ujar Dio sambil menghisap rokoknya.
“Kalau udah SMA, lo harus bisa begini,” ujar Kevin sambil menyelipkan ibu jarinya di antara jari telunjunk dan jari tengah.
“Emang lo udah?”
“Udah dong. Di sana ada cewek namanya Vina. Gue pertama kali main sama dia,” Kevin berkata dengan sedikit angkuh.
“Ah, ngomong doang lu,” Dio membantah.
“Beneran, lo bisa cek sendiri kebenarannya. Gue bawa dia ke rumah terus gue pake,” ujar Kevin.
“Bokap nyokap lo gak tau?”
Kevin menggelengkan kepalanya lalu membuang asap rokok yang dia hisap.
“Mereka cuma tau nyari duit. Di rumah juga pas week enddoang,”
“Enak banget lo, Vin!”
Kevin menghisap rokoknya, “Kalau lo punya cewek, lo bawa aja ke sini. Lo main deh di sini,” ujarnya.
“Gini deh. Kita taruhan gimana?” lanjut Kevin.
“Taruhan apa?”
“Siapa yang bisa pake cewek duluan, dia menang. Yang kalah, harus traktir makan di sekolah selama satu tahun pelajaran. Tempatnya, bisa di kamar gue. Rumah gue bebas, bro!” ujar Kevin.
“Tapi, lo gak boleh sama Vina. Ceweknya harus anak baru kelas sepuluh, gimana?”
“Deal!”
“Enak banget lo, Vin!”
Kevin menghisap rokoknya, “Kalau lo punya cewek, lo bawa aja ke sini. Lo main deh di sini,” ujarnya.
“Gini deh. Kita taruhan gimana?” lanjut Kevin.
“Taruhan apa?”
“Siapa yang bisa pake cewek duluan, dia menang. Yang kalah, harus traktir makan di sekolah selama satu tahun pelajaran. Tempatnya, bisa di kamar gue. Rumah gue bebas, bro!” ujar Kevin.
“Tapi, lo gak boleh sama Vina. Ceweknya harus anak baru kelas sepuluh, gimana?”
“Deal!”
Kedua remaja tersebut telah sepakat dengan taruhan yang mereka buat. Tak lama setelah mereka selesai menghisap rokok, mereka pun berpisah. Dio segera pulang ke rumahnya dengan mengendarai sepeda motor buatan Jepang.
Dio dan Kevin adalah saudara sepupu. Kevin lebih tua satu tahun dari Dio. Anak yang bernama lengkap Kevin Auilan Prambudi memang mempunyai penampilan fisik di atas rata-rata. Dengan tingginya yang mencapai 178 cm dan berwajah tampan seperti artis Tiongkok, dia mampu menghipnotis hampir seluruh perempuan yang ada di sekolah. Salah satunya adalah Hervina Anindia Putri atau yang biasa dipanggil Vina.
Waktu terus berputar hingga akhirnya rembulan berganti peran dengan bintang terbesar di tata surya walaupun dirinya masih sembunyi di balik langit. Suara nyanyian burung gereja di atas pepohonan dan atap rumah berhasil membangunkan remaja enam belas tahun bernama Diovenda Rahardian dari tidurnya. Memaksakan diri untuk membuka mata dan melihat penanda waktu pada gawai terbaik buatan Tiongkok miliknya.
Dio tidak mau melewatkan hari pertama menjadi murid SMA dengan biasa. Dia ingin berangkat menuju tempatnya menimba ilmu lebih pagi. Dengan mengendarai sepeda motornya, dia hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas menit untuk sampai. Setelah sampai di sekolahnya, dia memarkirkan motornya di tempat parkir khusus murid dan berjalan menyusuri kelas untuk mencari di mana kelasnya berada, kemudian dia turun menuju koperasi sekolah untuk membeli makanan ringan dan air mineral kemasan.
“Aduh! Lo tuh kalau jalan lihat-lihat dong!”
“Lo yang gak lihat-lihat! Jelas-jelas lo yang nabrak! Malah nyalahin gue! Situ waras, hah!”
“Lo yang gak lihat-lihat! Jelas-jelas lo yang nabrak! Malah nyalahin gue! Situ waras, hah!”
Ada suara lelaki dan perempuan saling bersahut-sahutan di depan koperasi sekolah, tepat di pertigaan koridor menuju kantin sekolah. Mereka sedang berdebat untuk menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah. Perdebatan mereka berhasil mencuri perhatian Dio yang saat itu sedikit mengintip dari dalam koperasi sekolah.
“Ceweknya boleh juga tuh,”ujar Dio dari dalam hati.
Setelah melihat mereka selesai bertengkar, Dio langsung mengambil langkah dengan cepat mendekati sosok murid perempuan yang baru saja bertengkar dengan murid laki-laki di sekolah. Ketika melihat perempuan itu duduk menyendiri di depan kolam kecil, Dio memberanikan diri untuk mendekat dan duduk di sampingnya lalu menarik napas panjang untuk mengumpulkan keberanian.
“Hai!” sapa Dio.
Perempuan itu pun terkejut dan menoleh.
“Kenalin, gue Dio. Kelas sepuluh satu,” ujar Dio seraya mengajak berjabat tangan.
“Shinta,” balasnya seraya menjabat tangan Dio.
“Lo di kelas mana, Sin?” tanya Dio.
“Gue di sepuluh empat,”
“Maaf, tadi gue liat lo berantem sama cowok. Lo gak kenapa-napa?” tanya Dio penasaran.
“Oh, tadi gue gak sengaja numpahin es jeruk ke bajunya. Gue gak liat dia lewat,”
“Hmm… Pantesan,” Dio berkata sambil tersenyum tipis.
“Gue gak tau dia tiba-tiba muncul. Soalnya kehalangan tembok kan. Mungkin karena gue juga jalannya terlalu buru-buru,” ujar Shinta, “Tapi, gue malah marahin dia balik. Abis dia duluan sih yang bentak-bentak gue,” lanjutnya.
“Gak seharusnya juga sih dia kayak gitu ke lo, Sin. Harusnya dia bisa lebih lembut ke lo,” Dio menatap Shinta, “Coba kalau lo jalan jangan nunduk terus. Angkat kepala lo sedikit deh,” ujar Dio.
Shinta mengangkat kepalanya dan menatap Dio, “Kayak gini maksud lo?”
Dio tersenyum dan menarik napas panjang, “Kalau gue ada di posisi dia tadi, jangankan marah. Ngomong aja gue gak bakalan berani.”
“Kenapa?”
Dio mengeluarkan telepon genggam dan mengaktifkan kamera depannya, “Nih, coba liat.”
“Gue kenapa?” tanya Shinta seraya melihat wajahnya sendiri.
“Lo cantik, Sin. Lo gak sadar?”
“Dih apaan sih!” Shinta tersenyum seraya memukul bahu Dio pelan.
Dio pun tertawa, “Dih, beneran. Tuh, cantik kan,” ujarnya.
“Shinta,” balasnya seraya menjabat tangan Dio.
“Lo di kelas mana, Sin?” tanya Dio.
“Gue di sepuluh empat,”
“Maaf, tadi gue liat lo berantem sama cowok. Lo gak kenapa-napa?” tanya Dio penasaran.
“Oh, tadi gue gak sengaja numpahin es jeruk ke bajunya. Gue gak liat dia lewat,”
“Hmm… Pantesan,” Dio berkata sambil tersenyum tipis.
“Gue gak tau dia tiba-tiba muncul. Soalnya kehalangan tembok kan. Mungkin karena gue juga jalannya terlalu buru-buru,” ujar Shinta, “Tapi, gue malah marahin dia balik. Abis dia duluan sih yang bentak-bentak gue,” lanjutnya.
“Gak seharusnya juga sih dia kayak gitu ke lo, Sin. Harusnya dia bisa lebih lembut ke lo,” Dio menatap Shinta, “Coba kalau lo jalan jangan nunduk terus. Angkat kepala lo sedikit deh,” ujar Dio.
Shinta mengangkat kepalanya dan menatap Dio, “Kayak gini maksud lo?”
Dio tersenyum dan menarik napas panjang, “Kalau gue ada di posisi dia tadi, jangankan marah. Ngomong aja gue gak bakalan berani.”
“Kenapa?”
Dio mengeluarkan telepon genggam dan mengaktifkan kamera depannya, “Nih, coba liat.”
“Gue kenapa?” tanya Shinta seraya melihat wajahnya sendiri.
“Lo cantik, Sin. Lo gak sadar?”
“Dih apaan sih!” Shinta tersenyum seraya memukul bahu Dio pelan.
Dio pun tertawa, “Dih, beneran. Tuh, cantik kan,” ujarnya.
Mereka berdua menghabiskan waktu untuk bersenda gurau di bawah pohon rindang yang memayungi mereka dari siraman cahaya matahari pagi. Dihiasi oleh suara gemercik air pada kolam kecil di depannya. Tak terasa waktu berlalu dengan sangat cepat, namun mereka terlihat seperti sudah akrab satu sama lain. Mau tidak mau, mereka harus berpisah sejenak untuk masuk ke kelas masing-masing untuk memulai pelajaran.
****
“Udah dapet kenalan lo?” tanya Kevin.
“Udah. Lo udah?” tanya Dio.
“Ada sih, tapi dia gak ngasih tau namanya.” jawab Kevin lalu merebahkan tubuhnya di atas saung kecil di samping gudang alat olah raga.
“Gue denger-denger dari kawanan lo, katanya lo itu playboy.Masa kenalan aja gagal,” ujar Dio sedikit meremehkan.
“Itu dia yang bikin gue penasaran,” Kevin kembali menegakkan tubuhnya, “Nanti pas balik sekolah, mau gue tongkrongin di deket rumahnya dia.”
“Emang, cewek kenalan lo namanya siapa?” tanya Kevin.
“Shinta. Anak sepuluh empat,” jawab Dio.
“Lah, cewek yang gue ajak kenalan juga kelas sepuluh empat. Jangan-jangan cewek yang sama,” ujar Kevin.
“Gak mungkin, anjir! Gue ketemu dia aja masih belom liat motor lo parkir,” Dio menyangkal.
“Tapi, gue masih penasaran sama tuh cewek. Sumpah cantik banget kayak Kim So Hyun, “ ujar Kevin.
“Yang bikin gue penasaran sih bukan soal cewek, Vin. Tapi gimana caranya kok lo bisa dapetin badannya.”
“Yah, bro! Caranya gampang. Kalau lo udah berduaan sama tuh cewek, ya udah lo kasih sentuhan dikit-dikit, lo cium, raba-raba, kelar deh,”
“Kalau dia nolak gimana?”
“Paksa aja. Lama-lama juga pasrah terus menikmati. Cewek emang gitu, awalnya doang begitu. Akhirannya juga menikmati. Kalau lo bosen, tinggal cari yang lain.”
“Udah dapet kenalan lo?” tanya Kevin.
“Udah. Lo udah?” tanya Dio.
“Ada sih, tapi dia gak ngasih tau namanya.” jawab Kevin lalu merebahkan tubuhnya di atas saung kecil di samping gudang alat olah raga.
“Gue denger-denger dari kawanan lo, katanya lo itu playboy.Masa kenalan aja gagal,” ujar Dio sedikit meremehkan.
“Itu dia yang bikin gue penasaran,” Kevin kembali menegakkan tubuhnya, “Nanti pas balik sekolah, mau gue tongkrongin di deket rumahnya dia.”
“Emang, cewek kenalan lo namanya siapa?” tanya Kevin.
“Shinta. Anak sepuluh empat,” jawab Dio.
“Lah, cewek yang gue ajak kenalan juga kelas sepuluh empat. Jangan-jangan cewek yang sama,” ujar Kevin.
“Gak mungkin, anjir! Gue ketemu dia aja masih belom liat motor lo parkir,” Dio menyangkal.
“Tapi, gue masih penasaran sama tuh cewek. Sumpah cantik banget kayak Kim So Hyun, “ ujar Kevin.
“Yang bikin gue penasaran sih bukan soal cewek, Vin. Tapi gimana caranya kok lo bisa dapetin badannya.”
“Yah, bro! Caranya gampang. Kalau lo udah berduaan sama tuh cewek, ya udah lo kasih sentuhan dikit-dikit, lo cium, raba-raba, kelar deh,”
“Kalau dia nolak gimana?”
“Paksa aja. Lama-lama juga pasrah terus menikmati. Cewek emang gitu, awalnya doang begitu. Akhirannya juga menikmati. Kalau lo bosen, tinggal cari yang lain.”
Dio dan Kevin menghabiskan waktu istirahat siang mereka dengan mengobrol di sebuah saung kecil, tepat di samping gudang olah raga milik sekolah. Tempat yang cukup nyaman untuk mengobrol dan bersantai sejenak. Melepas sedikit penat sebelum melanjutkan jam pelajaran selanjutnya. Hingga akhirnya bel tanda istirahat siang berdering. Mereka berdua langsung beranjak dan berpisah untuk pergi ke kelas masing-masing.
Setelah sekian jam waktu berlalu, waktu yang dinantikan oleh seluruh murid SMA Bumi Yadhika pun tiba. Dering dari bel tanda waktu belajar hari itu sudah berbunyi. Suasana yang tadinya hening, seketika menjadi riuh. Seluruh murid berhamburan keluar dari kelas mereka, tak terkecuali Dio. Dia membereskan perlengkapan sekolahnya dengan cepat lalu keluar dari kelasnya. Langkahnya terhenti di depan tangga lalu menyandarkan tubuhnya di balik dinding. Menunggu seseorang yang sedang berjalan ke arahnya.
“Shinta!” panggil Dio seraya melambaikan tangannya.
Shinta yang melihat Dio berdiri langsung berjalan menemuinya.
“Lo ngapain di sini?” tanya Shinta.
“Nungguin lo. Balik bareng, yuk!”
****
“Woi!” panggil Dio kepada saudara sepupunya yang berpapasan dengannya di perempatan jalan raya.
“Ngagetin gue aja lo!” jawab Kevin ketus.
“Lusuh amat lo kayak gembel,” ledek Dio.
“Gue abis ribut sama anak baru di sekolah,” ujar Kevin.
“Ribut kenapa?”
“Nanti aja di rumah gue ceritanya, udah mau lampu hijau tuh,”
“Nungguin lo. Balik bareng, yuk!”
****
“Woi!” panggil Dio kepada saudara sepupunya yang berpapasan dengannya di perempatan jalan raya.
“Ngagetin gue aja lo!” jawab Kevin ketus.
“Lusuh amat lo kayak gembel,” ledek Dio.
“Gue abis ribut sama anak baru di sekolah,” ujar Kevin.
“Ribut kenapa?”
“Nanti aja di rumah gue ceritanya, udah mau lampu hijau tuh,”
Lampu lalu lintas di perempatan jalan utama beralih dari warna merah menuju hijau. Membuat sebagian besar kendaraan yang memadati jalan menjadi riuh dan bising dengan suara alat penanda bahwa ada kendaraan yang ingin melintas. Kevin dan Dio pun berpisah karena rumah mereka beda arah walaupun jaraknya tidak jauh.
Nampak jelas di atas langit, matahari sudah lelah untuk menerangi hari. Langit yang tadinya nampak biru, kini sedang mengalami masa transisi menjadi hari yang gelap. Di mana banyak orang-orang memadati jalan untuk pulang ke rumah mereka masing-masing setelah menyibukkan diri dengan aktivitas mereka. Sebagian besar dari mereka menggunakan mobil pribadi, menyebabkan lalu lintas menjadi padat nyaris tak bergerak.
Tapi, itu tidak memberikan pengaruh banyak untuk Kevin dan Dio. Mereka dapat menyelesaikan perjalanan mereka hanya dengan waktu sepuluh menit dari tempat mereka bertemu dan berpisah. Setelah sampai di rumah masing-masing, Dio berinisiatif untuk menelpon saudaranya.
“Hoi!”
“Lo ribut kenapa tadi, Vin?” tanya Dio.
“Tadi gue ketemu cewek kenalan gue. Dia jalan sama cowok sambil dorong sepeda,”ujar Kevin dari balik telepon.
“Gue gak terima tuh cewek gue ajak kenalan tapi sok-sok nolak. Dia tuh ngebelain tuh cewek, ya udah gue ributin aja sekalian,” lanjut Kevin.
“Kayaknya lo punya saingan, Vin. Hahahahaha!” Dio tertawa lepas.
“Lo liat aja, gue bakal abisin tuh anak anjing! Gue rebut ceweknya, gue pake sekalian!” Kevin emosi.
“Tapi, gue udah tau siapa nama tuh cewek, Vin. Gue dikasih tau cewek kenalan gue tadi,”
“Siapa namanya?”
“Ara,”
“Lo ribut kenapa tadi, Vin?” tanya Dio.
“Tadi gue ketemu cewek kenalan gue. Dia jalan sama cowok sambil dorong sepeda,”ujar Kevin dari balik telepon.
“Gue gak terima tuh cewek gue ajak kenalan tapi sok-sok nolak. Dia tuh ngebelain tuh cewek, ya udah gue ributin aja sekalian,” lanjut Kevin.
“Kayaknya lo punya saingan, Vin. Hahahahaha!” Dio tertawa lepas.
“Lo liat aja, gue bakal abisin tuh anak anjing! Gue rebut ceweknya, gue pake sekalian!” Kevin emosi.
“Tapi, gue udah tau siapa nama tuh cewek, Vin. Gue dikasih tau cewek kenalan gue tadi,”
“Siapa namanya?”
“Ara,”
tariganna dan unhappynes memberi reputasi
2
